Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

HYPERTENSIVE CRISIS -- HYPERTENSIVE URGENCY

dr. Lucky Pestauli Damanik

Pembimbing

dr. CHAIRUN ARRASYID, M.Ked(PD) Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TUAN RONDAHAIM
KABUPATEN SIMALUNGUN
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
HYPERTENSIVE CRISIS – HYPERTENSIVE URGENCY

dr. Lucky Pestauli Damanik

Wahana:
RSUD Tuan Rondahaim Batu 20

Telah diperiksa dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti program
internship di RSUD dokter Indonesia

Batu 20, Desember 2021

Pembimbing Pendamping

dr. CHAIRUN ARRASYID, M.Ked(PD) Sp.PD dr. RUTH IMELDA

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TUAN RONDAHAIM
KABUPATEN SIMALUNGUN
2021
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 3
2.1 Identitas Pasien .............................................................................................. 3
2.2 Anamnesis ..................................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ......................................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 6
2.5 Diagnosis ....................................................................................................... 7
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................ 7
2.7 Prognosis ....................................................................................................... 7
2.8 Follow Up ...................................................................................................... 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 13
3.1 Definisi Hipertensi Urgensi............................................................................ 13
3.2 Epidemiologi Hipertensi Urgensi................................................................... 13
3.3 Etiologi Hipertensi Urgensi ........................................................................... 14
3.4 Patofisiologi Hipertensi Urgensi ................................................................... 14
3.5 Manifestasi Klinis Hipertensi Urgensi .......................................................... 16
3.6 Diagnosis Hipertensi Urgensi ....................................................................... 16
3.7 Penatalaksanaan Hipertensi Urgensi ............................................................. 17
3.8 Prognosis Hipertensi Urgensi ........................................................................ 20
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Hipertensi merupakan masalah kesehatan di dunia yang sangat penting dikarenakan
angka kejadiannya yang tinggi. Prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan
peningkatan usia. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan
darah, jika penyakit ini tidak terkontrol dengan baik, maka akan menyerang target organ
dan memberi gejala berlanjut pada suatu organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih
berat seperti stroke, penyakit jantung koroner, serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri,
gagal ginjal, dan lain-lain.1
Di seluruh dunia, salah satu penyakit tidak menular yang saat ini menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Data
WHO tahun 2011 menunjukkan, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4 %
menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2 % di tahun
2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan sisanya
berada di negara berkembang, termasuk Indonesia.2
Menurut WHO (2011), hipertensi membunuh hampir 8 juta orang setiap tahun,
dimana hampir 1,5 juta adalah penduduk wilayah Asia Tenggara. Menurut data
Departemen Kesehatan, hipertensi dan penyakit jantung lain meliputi lebih dari sepertiga
penyebab kematian, dimana hipertensi menjadi penyebab kematian kedua setelah stroke.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita hipertensi yang
di ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan
baik (adequately treated cases) diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan
darah tinggi akan bertambah 60%.2
Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang
sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan
tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi
yang mengancam jiwa. Dua per tiga penderita hipertensi tidak menyadari bila dirinya
mengidap hipertensi yang sejatinya merupakan faktor risiko utama dari penyakit
kardiovaskular dan kematian serebrovaskular, serta kerusakan target organ.3
I.2. Tujuan
a. Untuk lebih mengerti dan memahami tentang penyakit hipertensi urgensi
b. Agar dapat mengintegrasikan teori yang didapat terhadap pasien dengan kasus
hipertensi urgensi
c. Untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia di
RSUD Tuan Rondahaim Kabupaten Simalungun

I.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Penulis dan
Pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat mengetahui dan
memahami lebih dalam mengenai penyakit hipertensi urgensi.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. RMS

Umur : 60 tahun

Status Marital : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Kristen Protestan

Tanggal masuk : 11 November 2021

Kelompok Pasien : BPJS

Nomor RM : 18122

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Tuan Rondahaim dibawa oleh keluarganya dengan
keluhan nyeri pada kepala dan tengkuk yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, dan memberat hingga hari ini. Pasien merasa lemas sudah ± 2 hari ini.
Pasien juga merasakan mual, yang disertai penurunan nafsu makan, riwayat muntah
tidak ada. Nyeri pada seluruh tubuh tidak ada, riwayat batuk dan flu tidak ada,
sesak nafas tidak ada. BAK dan BAB dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Penyakit Kencing Manis : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Stroke : Disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
Keluhan Seperti saat ini : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Alergi : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Penggunaan Obat :


Obat Pereda Nyeri : Disangkal
Obat Lain : Disangkal

Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi :


Merokok (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak lemah
Sensorium : Compos Mentis (GCS : E4 V5 M6)
Vital Sign : TD : 180/110 mmHg
Nadi : 78x/menit
Suhu : 36,2ºC
RR : 18x/menit
Sp O2 : 96%
BB : 52kg
TB : 155cm
IMT : 21,66 (normoweight)
Status Generalis :

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil : isokor (3mm/3mm),
palpebral edema (-/-), ptosis (-/-), refleks cahaya (+/+)

Mulut: Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)


Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
peningkatan TVJ (-), deviasi trakea (-)

THT : Tidak ada kelainan

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, ketinggalan pernapasan (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara pernapasan : Vesikuler (+/+), Suara tambahan : (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi : Dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut simetris (+), Ascites (-)

Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Akral hangat , edema (-/-), capilary refill <2detik, deformitas (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium

Full Blood Count Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 13.4 g/dL 12 - 18

Leukosit 6.300 /mm³ 4.000 - 11.000

Trombosit 244.000 /uL 150.000 - 450.000

Hematokrit 35,5 % 36 - 47

Eritrosit 4.25 Juta/mm³ 4,10 - 5,10

MCV 85,6 fL 81 - 99

MCH 28,5 pg 27,0 - 31,0

MCHC 36,7 mg/dl 31,0 - 37,0

RDW 11,8 % 11,6 - 14,4

MPV 9,8 fL 8,1 - 12,4

LYM 1,5 % 0,5 - 5,0

GRAN 4,2 % 1,2 - 8,0

Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai Normal

Glukosa ad Random 151 mg/dl <200

Ureum 18 mg/dl 5 - 50

Kreatinin 0,7 mg/dl 0,6 – 1,5

Imunologi Hasil Metode

Rapid Antigen SARS NEGATIF Rapid Antigen


Cov-2 (Covid 19)
Radiologi

2.5 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Hipertensi Urgensi
Diagnosis Banding : Hipertensi Emergensi
Hipertensi Grade II
2.6 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Furosemide 40mg/12 jam
- Inj. Ondansentron 4mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30mg/ 12 jam
- Captopril Tab 3 x 25 mg
- Amlodipine Tab 1 x 10 mg
- Sucralfat Syr 3 x CI
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Hipertensi Urgensi


Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya
krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat anti
hipertensi.
Hipertensi Urgensi merupakan situasi terkait peningkatan tekanan darah yang
berat (>180/120 mmHg) pada kondisi klinis stabil tanpa adanya ancaman kerusakan
organ target atau disfungsi organ. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera
diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. Pada
kondisi ini tidak terdapat bukti klinis kerusakan organ akut diperantarai hipertensi,
sehingga AHA Guidelines (2017) juga menyebutnya peningkatan tekanan darah dengan
nyata (“markedly elevated bloodpressure”).
Sedangkan, hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan
organ target. Pada kondisi klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi
(hypertensive mediated organ damage) yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan
intervensi penurunan tekanan darah segera dalam kurun waktu menit/jam dengan obat-
obatan intravena.
3.2 Epidemiologi Hipertensi Urgensi
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi dihitung, terdapat sekitar 70%
pasien yang menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi sedang dan 10% hipertensi
berat. Pada setiap kategori hipertensi ini, dapat timbul krisis hipertensi dengan / tanpa
disertai kerusakan organ target yang merupakan suatu kegawatan medik dan
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita.
Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu
di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 – 60
tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan
hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang
menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis.
Pada JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi
hipertensi, namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai
keadaan khusus yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

3.3 Etiologi Hipertensi Urgensi


Faktor penyebab hipertensi yaitu terdapat perubahan vaskular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial stiffness. Namun faktor penyebab hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dapat dipahami. Diduga karena
terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi
vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi
platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.
3.4 Patofisiologi Hipertensi Urgensi
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan
dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah
dengan berbagai tingkatan perubahan konstriksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan
darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi
vasokonstriksi.
Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean
Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi,
maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak
dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop. Pada penderita
hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini
akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah
dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi.

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP
sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam, tergantung dari apakah emergensi
atau urgensi.
3.5 Manifestasi Klinis Hipertensi Urgensi
3.6 Diagnosis Hipertensi Urgensi
Anamnesa :
- Riwayat Hipertensi (awitan, durasi, beratnya, pengobatan anti-HT
sebelumnya)
- Riwayat Obat-obatan (obat anti hipertensi yang digunakan dan
kepatuhannya; penggunaan steroid, estrogen, simpatomimetik, MAO
inhibitor)
- Riwayat Sosial (merokok, minum alkohol, obat-obatan terlarang,
kehamilan)
- Riwayat Keluarga (usia dini terkena HT, penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler)
- Riwayat Spesifik sesuai keluhan (kardiovaskuler, neurologis, ginjal,
endokrin)
- Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun
Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri)


mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung
kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera, seperti :


a. Darah : darah rutin, BUN, creatinine, elektrolit
b. Urine : Urinalisa dan kultur urine
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi
d. Foto Dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana )
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama) :
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ),
biopsi renal ( kasus tertentu )
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan
c. Bila disangsikan Feokromositoma : urine 24 jam untuk katekholamine,
metamefrin, venumandelic acid ( VMA ).
3.7 Penatalaksanaan Hipertensi Urgensi
Penatalaksanaan Umum :
Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi
tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat
akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal
Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%.
Pada fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan
sampai 160/110 mmHg. Penggunaan obat-obatan anti hipertensi parenteral
maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian
loading dose obat oral anti hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan
kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi
urgensi.
Obat-obatan Spesifik untuk Hipertensi Urgensi :
Captopril
Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) Inhibitor
dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg secara oral atau
sublingual sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah
90 - 120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,
hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis
pada arteri renal bilateral).
Nicardipine
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Penggunaan dosis oral biasanya
30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang
diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan
sakit kepala.
Labetalol
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β -adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki
dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis.
Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan
dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah
mual dan sakit kepala.
Prazosin
Dapat dilakukan pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang
perjam bila perlu.
Clonidine
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergic
receptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya
antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1
mg setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal
adalah 0,7 mg.
Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi
ortostatik. Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree heart block,
brakardi, sick sinus syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
Nifedipine
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki puncak
kerja antara 10-20 menit. Pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).
Buccal (onset 5-10 menit), oral (onset 15-20 menit).
Efek samping : sakit kepala, takikardi, hipotensi, flushing, oyong.
Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedipine dapat
menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi
dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan
mencapai batas aman dari MAP.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan
MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine. Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi
oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan
bahkan sampai hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi).
Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedipine dapat
menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi
dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan
mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih
sensitif terhadap penambahan terapi, pada penderita dengan riwayat penyakit
serebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua, maka dosis obat
Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling
sedikit selama 6 jam setelah tekanan darah turun untuk mengetahui efek terapi
dan juga kemungkinan timbulnya orthostatis.
3.8 Prognosis Hipertensi Urgensi
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif, survival  penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung
kongestif (13%), cerebrovascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai
uremia (48%), infark miokard (1%), diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik
berkat ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan penderita gagal ginjal
dengan analisis dan transplantasi ginjal
BAB IV

KESIMPULAN

Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang


sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan
tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa.

Hipertensi Urgensi adalah kenaikan tekanan darah mendadak yg tidak disertai


kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah harus dilaksanakan dalam kurun waktu
24-48 jam. Jika terjadi kerusakan organ target yang progresif turunkan tekanan darah
segera dalam kurun waktu menit/jam. Terapi untuk hipertensi emergensi harus disesuaikan
setiap individu tergantung pada kerusakan organ target.
DAFTAR PUSTAKA

1. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casery DE, Collins KJ, Himmelfarb CD, et al.
2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/ APhA/ ASH/ ASPC/ NMA / PCNA
Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood
Pressure in Adults. Hypertension 2018;71:e13-e115
2. Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018
ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens 2018;
36:1953-2041 and Eur Heart J 2018;39:3021-3104
3. Kaplan NM, Victor RG,Flynn JT. Hypertensive Emergencies. Kaplan’s Clinical
Hypertension 2015. 11th edition.Wolters Kluwer.p.263-274
4. Saguner AM, Dur S, Perrig M, Schiemann, Stuck AE, Burgi U, et al. Risk Factors
Promoting Hypertensive Crises: Evidence From a Longitudinal Study. Am J
Hypertens 2010; 23:775-780
5. Pinna G, Pascale C, Fornengo P, Arras S, Piras C, Panzarasa P, et al. Hospital
Admissions for Hypertensive Crisis in the Emegency departements: A Large
Multicenter Italian Study. PLOS ONE 2014;9(4):1-6
6. Cuspidi C, Pessina AC. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Mancia G,
Grassi G, Redon J. Manual of Hypertension of ESH 2014. 2nd edition. CPC
Press.p.367-372
7. Sarafidis PA, Bakris GL. Evaluation and Treatment of Hypertensive Emergencies and
Urgencies. In: Feehally J, Floege J, Tonelli M, Johnson RJ, editors. Comprehensive
Clinical Nephrology 2019. 6th edition. Elsevier.p. 444-452
8. Vaughan CJ, Delanty N. Hypertensive Emergency. Lancet 2000; 356: 411-417
9. Devicaesaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Medicinus Vol. 27, No.3,
Desember 2014.

Anda mungkin juga menyukai