Anda di halaman 1dari 33

1

Laporan Kasus

MALFORMASI ARTERI VENA


Disusun oleh:

INDRA GUNAWAN 1807101030002

Pembimbing:
dr. Fachrul Junaidi, Sp.B ( K) V

BAGIAN/ SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas presentasi kasus yang
berjudul “Malformasi Arteri Vena”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan
ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Bedah RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Fachrul Junaidi Sp.B (K) V yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para teman sejawat dan rekan-rekan karena telah memberikan motivasi dan
dorongan untuk dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang
kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua, Amin.

Banda Aceh, Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4

BAB II LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien .................................................................... 6
2.2 Anamnesis .......................................................................... 6
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................... 7
2.4 StatusNeurologis .................................................................. 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 10
2.6 Diagnosis Kerja .................................................................... 12
2.7 Tatalaksana........................................................................... 12
2.8 Planning ............................................................................... 13
2.9 Follow Up Harian ................................................................ 13
2.10 Prognosis ............................................................................ 14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Anatomi Tulang Telapak Tangan .......................................... 15
3.2 Bagian Lunak Telapak Tangan ............................................ 16
3.3 Gangren Diabetik ................................................................. 20
3.3.1 Definisi ........................................................................ 20
3.3.2 Epidemiologi .............................................................. 20
3.3.3 Etiologi ........................................................................ 20
3.3.4 Patofisiologi................................................................. 22
3.3.5 Manifestasi Klinis........................................................ 22
3.3.6 Tipe dan Klasifikasi ..................................................... 23
3.3.7 Diagnosis ..................................................................... 21
3.3.8 Penatalaksanaan .......................................................... 24

BAB IV ANALISA KASUS......................................................................... 27

BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penegakan diagnosis dini merupakan hal yang sangat penting, agar dapat lebih
cepat merujuk pasien ke dokter spesialis, sehingga pasien memperoleh penanganan
yang lebih baik. Maka dari itu, paper ini dibuat untuk mengulas gejala-gejala serta
tanda yang sering timbul dan khas pada Gangren Diabetikum, dan membahas hal-hal
yang diperlukan dalam mendiagnosis penyakit Gangren Diabetikum. Sehingga kami
yang nantinya akan menjadi dokter umum, mampu melakukan edukasi, pencegahan
dan tata laksana gangrene diabetikum dengan lebih dini, yang nantinya dapat
memperkecil angka morbiditas maupun mortalitas dari penyakit ini.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Is
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Burni Pase, Bener Meriah
Suku : Gayo
Pekerjaan : Petani
No CM : 1-22-60-42
Tanggal Masuk : 30 Oktober 2019
Tanggal Periksa : 01 November 2019

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Luka pada jari-jari tangan kanan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merupakan rujukan dari RS Muyang Kute Bener Meriah, datang
dengan keluhan luka pada jari-jari tangan kanan, dialami sejak ± 30 hari sebelum
masuk rumah sakit akibat terjatuh di kamar mandi, luka awalnya berukuran kecil
kemudian pasien membersihkan luka dengan povidon iodine akhirnya luka melepuh
dan bernanah, semakin lama luka semakin membesar dan meluas sampai ke dorsum
manus, luka berwarna kehitaman dan basah, keluhan nyeri pada bagian luka juga
dikeluhkan pasien. Riwayat demam ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
terus menerus, menggigil (-), berkeringat (-), sakit kepala (-), riwayat sering kram-
kram (+), nyeri pada tangan jika beraktivitas dan menghilang jika beristirahat. Tidak
ada mual dan muntah, pasien mengaku cepat lapar dan haus, BAK kesan lancer,
namun pasien mengeluhkan sering terbangun pada malam hari.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat didiagnosa DM sejak 2 tahun yang lalu dan berobat tidak teratur
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)

5
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat Hepatitis (-)
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
- Pasien sudah menggunakan Insulin ( Levemir 16- 0 – 16 ) sejak 1 tahun yang
lalu

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat DM dalam keluarga + ( Ibu Pasien )

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:


Pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya, pasien bekerja sebagai
seorang petani kopi.

Status Internus

Keadaan Umum : Sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 kali/ menit
Pernafasan : 22 kali/menit
Suhu : 36,6 0C
Status Gizi : Normoweight
NRS : 3-4

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Kepala
Bentuk : Normocephali
Wajah : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
hiperemis (+/-), berair (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm,
RCL (+/+), dan RCTL (+/+)
Telinga : darah dari liang telinga (-/-), berair (-/-)
Hidung : sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum (-)
Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak dijumpai
Tonsil : T1/T1
Faring : tidak hiperemis
b. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran KGB

6
Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O

c. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominotorakal, retraksi
suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai
Paru

Pemeriksaan Depan Belakang


Inspeksi Kiri Simetris Simetris
Kanan Simetris Simetris
Stem fremitus normal, Stem fremitus normal,
Kiri
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Palpasi
Stem fremitus normal, Stem fremitus normal,
Kanan
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Kiri Sonor Sonor
Perkusi
Kanan Sonor Sonor
Nafas utama : vesikuler Nafas utama : vesikuler
Nafas tambahan : Nafas tambahan :
Kiri
Wheezing (-), Wheezing (-),
Ronki (-) Ronki (-)
Auskultasi
Nafas utama : vesikuler Nafas utama : vesikuler
Nafas tambahan : Nafas tambahan :
Kanan
Wheezing (-), Wheezing (-),
Ronki (-) Ronki (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Kanan : ICS V di linea parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, irreguler, murmur tidak dijumpai

d. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, keadaan di dinding perut: tidak dijumpai
jejas, striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, kulit

7
kuning, gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang,
darm steifung, darm conture, dan pulsasi pada dinding
perut
Auskultasi : Peristaltik usus normal, defans muscuar (-)
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai
 Hepar : Tidak teraba
 Lien : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-/-)
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, suara timpani di semua
lapangan abdomen.

e. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Tulang belakang
Simetris, nyeri tekan (-)
h. Kelenjar limfe
Pre-aurikuler : tidak teraba membesar
Post-aurikuler : tidak teraba membesar
Sub-mandibula : tidak teraba membesar
Supra-clavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar

i. Ekstremitas
Akral teraba hangat

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Swelling + Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada

2.4 Status Neurologis


A. G C S : E4 M6 V5

8
Pupil : bulat, Isokor (3 mm/3 mm),
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdominotorakal
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
D. Anggota Gerak Atas
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : Sulit dinilai/5555
3. Tonus : N/N
4. Atrofi : -/-
5. Gerakan Involunter : -/-
E. Anggota Gerak Bawah
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : 5555/5555
3. Tonus : N/N
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Jenis Tanggal
Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan 30-10-2019

Hemoglobin 11.1 12,0-15,0 g/dL


Hematokrit 31 37-47 %
103
Eritrosit 3,8 4,2-5,4
/mm3
103
Leukosit 8.8 4,5-10,5
/mm3
103
Trombosit 290 150-450
/mm3
MCV 81 80-100 fL

9
MCH 29 27-31 Pg
MCHC 36 32-36 %
Eosinofil 1 0-6 %
Basofil 0 0-2 %

Neutrofil Batang 0* 2-6 %

Neutrofil Segmen 73 50-70 %

Limfosit 18 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
Natrium (Na) 136 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,3 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 105 98-106 mmol/L
GDS 258 <200 mg/dL
Ureum 28 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,60 0,51-0,95 mg/dL

Albumin 1.65 3.5-5.2 g/dL

Globulin 3.20 g/dL

2. Foto Shoulder Joint Dextra ( 19.10.2019 )

10
Kesimpulan:
 Fraktur 1/3 Proximal pada collum caput humeri dektra
 Tak tampak tanda-tanda osteomyelitis
 Soft tissue swelling (+)
 Callus Forming ( - )

3.Foto Wrist Joint Dextra AP/ Lat ( 19.10.2019 )

11
Hasil Pemeriksaan:
 Alignment sendi radioulnar, radiocarpalia, intercarpalia dan carpometacarpal
joint baik
 Tulang-tulang intak tak tampak fraktur, dislokasi maupun destruksi
 Celah sendi tidak menyempit
 Jaringan lunak sekitarnya baik
Kesan :
 Tak tampak kelainan pada wrist joint saat ini

2.6 Diagnosis Kerja

 Gangren Diabetikum ar Manus Dextra


 Diabetes Melitus Type II Normoweight
 Fraktur 1/3 Proksimal Collum Caput Humerus Dextra

2.7 Tata Laksana


1. Suportif
 Bed Rest
 IVFD NaCL 0.9 % 20 gtt/ i
 Diet DM 1700 kkal/hari

2. Medikamentosa
- Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Paracetamol 1 gr/12 jam
- Tramadol amp 3x1
- Omeprazole 40 mg 2 x 1
- Injeksi Novorapid 8-8-8
- Levemir 0-0-12
- KSR 600 mg/ 8 jam

3. Operatif

- Debridement dan Drainase Abses

2.8 Planning
- Rawat Luka
- Cek KGD Pagi dan Malam

2.9 Follow Up Harian

30/10/2019 S/ Luka pada lengan kanan Th/


Hari rawatan - IVFD NaCl 0.9 % 20
ke-1 O/ KU : Baik gtt/i
TD : 130/70 mmHg - Diet DM 1700 kkal/hari

12
N : 86x/i - Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR :20 x/i - Drip Paracetamol 1 gr/
T : 36,5ᵒC 12 jam
NRS : 3

Status Lokalis ar Manus Dextra


Look : Luka (+), Basah (+)
Feel : Nyeri ( + )
Move : ROM Bebas
+/+

A/ 1. Gangren ar Manus Dextra


2. Diabetes Melitus Type II

P/ Rawat Luka

13
31/10/2019 S/ Nyeri pada lengan kanan Th/
Hari rawatan O/ KU : Baik - IVFD RL 20 gtt/i
ke-2 TD : 120/70 mmHg - Diet MB 1700 kkal/hari
N : 80x/i - IV Dexametashone 5
RR :20 x/i mg/8 jam
T : 36,5ᵒC - IV Ranitidin 1 amp/ 12 J
NRS : 3 - Drip Paracetamol 1 gr
8jam
Status Lokalis ar Manus Dextra
Look : Luka (+), Basah (+)
Feel : Nyeri ( + )
Move : ROM Bebas

A/ 1. Gangren ar Manus Dextra


2. Diabetes Melitus Type II

P/ Rawat Luka
Observasi Nyeri

Setelah S/ Nyeri Bekas Operasi


Operasi
( 01/11/2019 ) O/ KU : Baik Th/
TD : 120/70 mmHg - IVFD RL 20 gtt/i
N : 80x/i - Diet MB 1700 kkal/hari
RR :20 x/i - IV Dexametashone 5
T : 36,5ᵒC mg/8 jam
NRS : 3 - IV Ranitidin 1 amp/ 12 J
- Drip Paracetamol 1 gr
Status Lokalis ar Manus Dextra 8jam
Look : Luka (+), Basah (+) - Injeksi Levemir 0-0-12
Feel : Nyeri ( + ) - Injeksi Noporapid 8-8-8
Move : ROM Bebas

A/ 1. Gangren ar Manus Dextra


1. Diabetes Melitus Type II

P/ Rawat Luka
Observasi Nyeri
Cek GDS Pagi dan Malam

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Tulang Telapak tangan

Gambar 1. Anatomi tulang telapak tangan

Secara garis besar, bagian tulang telapak tangan terdiri tiga bagian besar,
yaitu :
a) Tulang Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung
distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara
tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut
adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan
hamate.

15
b) Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan
bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal.
Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan
menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang
karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti
menyilang telapak tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.
Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat
tulang sesamoid
c) Tulang-tulang phalangs
Phalang juga tulang panjang, mempunyai batang dan dua ujung. Batangnya
mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga pada setiap jari dan
dua pada ibu jari.Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs membuat
gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu.
Phalanx terdiri dari tulang pipa pendek yang berjumlah 14 buah dan dibentuk
dalam lima bagian tulang yang saling berhubungan dengan metacarpal. Setiap jari
memiliki tiga phalanx, yaitu phalanx proximal, phalanx medial, dan phalanx
distal.

1) Phalanx I: terdiri dari 3 bagian yaitu basis (proximal), corpus


(medial) dan troclea (basis distal).
2) Phalanx II: bagiannya sama dengan phalanx I yaitu basis
(proximal), corpus (medial), dan troclea (basis distal).
3) Phalanx III: phalanx terkecil dan terujung dengan ujung
distal mempunyai tonjolan yang sesuai dengan tempat kuku
yang disebut tuberositas unguicilaris.16

3.2 Bagian Lunak Telapak Tangan


3.2.1 Otot-Otot Telapak Tangan
Otot- otot tangan intrinsik digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu :
a. Otot-otot thenar dalam kompartemen thenar
b. Musculus adductor pollicis dalam kompartemen adductor
c. Otot-otot hypothenar dalam kompartemen hyphothenar

16
d. Otot-otot tangan pendek (Musculi lumbricales dalam komparteman tengah
dan musculi interossei antara ossa metacarpi)
Otot-otot thenar (musculus abductor pollicis brevis, musculus flexor pollicis
brevis, dan musculus opponens pollicis terutama berfungsi untuk mengadakan
oposisi pollex (digitus primus). Gerak majemuk ini dimulai dengan ekstensi, lalu
dilanjutkan dengan abduksi, fleksi, endorotasi, dan biasanya aduksi.

Gambar 2. Muskulus pada telapak tangan

17
3.2.2 Saraf-saraf Telapak Tangan
Saraf- saraf telapak tangan adalah nervus medianus dan nervus ulnaris.
Nervus ulnaris akan mempersarafi musculus flexor carpi ulnaris, musculus flexor
digitorum profundus/ FDP (untuk fleksi DIP joint/ distal inter phalang joint jari 4
dan 5), dan sebagian besar otot intrinsik tangan termasuk mm. lumbricales (untuk
fleksi MCP/Metacarpo phalangeal 4 dan 5).
Nervus medianus mempersarafi semua otot antebrachium kompartemen
anterior flexor - kecuali m. flexor carpi ulnaris dan m. FDP / flexor digitorum
profundus jari ke-4 dan ke-5 (bagian radial). N. Medianus juga mempersarafi otot
regio thenar (m. flexor policis brevis, m. abductor policis brevis dan m. opponens
policis.

Gambar 3. Nervus pada telapak tangan

18
3.2.3 Arteri-ArterTelapak Tangan
1. Arteri Ulnaris
Arteri ulnaris mempercabangkan ramus profundus dan kemudian berlanjut
ke telapak tangan sebagai arcus palmaris superficialis. Arcus palmaris superficialis
adalah lanjutan langsung arteri ulnaris. Di lateral, arcus ini dilengkapi oleh cabang
arteria radialis. Empat arteriae digitales dipercabangkan dari bagian cembung arcus
dan berjalan ke jari (Snell, 2006).

2. Arteri Radialis
Arteri radialis membelok ke medial di antara caput obliqum dan caput
tranversum musculi adductor pollicis dan berlanjut sebagai arcus palmaris
profundus. Arcus palmaris profundus merupakan lanjutan langsung arteri radialis.
Arcus arterial palmaris superficialis dan profundus diikuti oleh arcus venosus
palmaris superficialis dan profundus yang menerima darah dari cabang yang
sesuai.17

Gambar 4. Arteri - Arteri pada telapak tangan

19
3.3 Gangren Diabetik

3.3.1 Definisi
Gangrene diabetik adalah kematian jaringan karena obstruksi pembuluh
darah yang memberikan nutrisi ke jaringan tersebut dan merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang cukup serius dari penyakit diabetes melitus. Diabetes
mellitus dalam waktu yang lanjut akan menyebabkan komplikasi angiopathy dan
neuropathy yang merupakan penyebab dasar terjadinya gangrene.3
3.3.2 Epidemiologi
Diabetes mellitus tanpa pengelolaan diri yang baik akan berkembang
menjadi penyakit yang bersifat kronik dan akan menyebabkan komplikasi seperti
timbulnya gangren. Sebuah studi epidemiologi yang dilakukan oleh Ronald W.
Kartika pada tahun 2017 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari satu
juta kasus amputasi setiap tahunnya akibat diabetes mellitus. Proporsi penderita
gangren diabetik di Indonesia berkisar 15% dengan angka amputasi sebesar 30%.
Sekitar 68% penderita gangren diabetik berjenis kelamin laki-laki dan 10%
penderita gangren mengalami rekuren. Perawatan gangren diabetik di RS Cipto
Mangunkusumo memiliki angka kematian sebesar 16% dan angka amputasi sebesar
25%. Sebanyak 14,3% pasien gangren diabetik dinyatakan meninggal dalam kurun
waktu setahun pasca amputasi dan 37% sisanya meninggal pada tiga tahun pasca
operasi.15
3.3.3 Etiologi
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya gangren diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:
 Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).

20
 Faktor Presipitasi
- Perlukaan dikulit (jamur)
- Trauma
- Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
- Derajat luka
- Perawatan luka
- Pengendalian kadar gula darah

3.3.4 Patofisiologi
Pada umumnya gangrene diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%)
sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia.3 Pada pasien
diabetes, seperti yang kita ketahui, terdapat gangguan vaskuler perifer baik akibat
makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus.
Apabila ulkus telah terjadi beberapa bulan dan bersifat asimptomatik maka perlu
dicurigai bahwa ulkus dilatarbelakangi oleh faktor neuropati. Pada ulkus neuropati
karakter ulkus berupa lesi punched out di area hiperkeratotik, lokasi kebanyakan di
plantar pedis, kulit kering, hangat dan warna kulit normal, juga ditemukan adanya
kalus (kapal). 18

3.3.5 Manifestasi Klinis


1. Gejala klinis akibat neuropati perifer
Gejala-gejala yang akibat oleh adanya neuropati perifer antara lain.
 Hipesthesia
 Hyperesthesia
 Paraesthesia
 Dysesthesia
 Radicular pain
 Anhydrosis

21
2. Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat
istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada
penderita diabetes. Pada beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah
merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes
datang dengan gangren hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi.19
3.3.6 Tipe dan Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi dari ulkus diabetika, berdasarkan yang
paling sering dipakai dalam mengklasifikasikan dan pengelolaan ulkus diabetes
adalah klasifikasi Wagner, yaitu20 :
Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan Wagner:
 Grade 0 : Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
 Grade 1 : Ulkus diabetikum superficial, terbatas pada kulit.
 Grade 2 : Ulkus menyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam tanpa
adanya abses atau osteomyelitis.
 Grade 3 : Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi.
 Grade 4 : Gangren yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan kaki atau
tumit.
 Grade 5 : Gangren yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki.

22
Selain klasifikasi dari Wagner, consensus international tentang kaki diabetic
pada tahun 2003 menghasilkan klasifikasi PEDIS dimana terinci seperti pada tabel.

Tabel 1. Klasifikasi PEDIS

3.3.7 Diagnosis
Melakukan diagnosis gangren diabetik merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian dimulai dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitas

23
harian, pakaian yang digunakan, pembentukan kalus, deformitas tangan, keluhan
neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid,
kebiasaan (merokok,alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita
ulkus/amputasi sebelumnya.
Pada penderita gangren diabetik, sering dikeluhkan nyeri saat beristirahat.
Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, pada perabaan sering terasa dingin. Pulsasi
pembuluh darah juga kurang kuat. Selain itu, sering juga ditemukan terdapat
gangren sampai ulkus.
3.3.8 Tata Laksana
 Pencegahan Ulkus Diabetikum
Pencegahan Ulkus diabetikum mengambil peran cukup penting bagi pasien-
pasiendengan ulkus diabetikum. Pencegahan terjadinya gangren diabetik
mengurangi angka kejadian komplikasi akibat ulkus diabetikum yang berujung pada
amputasi. Hampir 80% amputasi yang berhubungan dengan diabetes terjadi pada
pasien dengan ulkus diabetikum. Maka dari itu, beberapa langkah preventif yang
harus dilakukan, antara lain:
a) Pasien dengan diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan secra
berkala oleh dokter umum atau praktisi yang memiliki kemampuan dalam perawatan
luka. Frekuensi pengecekkan tergantung pada resiko tiap individu (pekerjaan,
kemandirian yang terbatas, lamanya menderita diabetes, dll). Semmes- Weinstein
test direkomendasikan sebagai tes yang digunakan dalam pemeriksaan kaki
termasuk pemeriksaan neuropati perifer, hal ini dikarenakan tes ini meliputi
stimulasi sensoris monofilament pada area sekitar ulkus melwati jempol kaki dan
metatarsal 1,3, dan 5 pada tangan yang sama.

b) Edukasi yang baik kepada pasien dan keluarga pasien mengernai perawatan luka
yang baik dan tepat terbukti secara empiris dan lebih efektif dari segi biaya. Edukasi
ini dapat dilakukan oleh dokter umum, perawat, dan tenaga medis lainnya yang
mengetahui dasar dari perawatan luka.

c) Kontrol gula darah yang adekuat untuk mengurangi resiko terjadinya ulkus
diabetikum dan infeksi, dengan resiko amputasi. Kontrol gula darah yang

24
direkomendasikan adalah angka hba1c<7.0%.Pengontrolan gula darah memberikan
dampak yang nyata pada pasien diabetes berisiko rendah.21

 Perawatan Luka

Perawatan luka pada ulkus diabetikum memerlukan tindakan irigasi dan


debridemen yang sering, dressing pelindung, kontrol infeksi dan inflamasi, serta off-
loading dari plantar manus yang terkena. Evaluasi yang direkomendasikan berselang
1-4 minggu dengan monitor ukuran luka dan proses penyembuhan. Dressing luka
yang digunakan sebaiknya dapat menjaga kelembaban dari dasar luka, mengontrol
eksudat, dan mencegah terjadinya maserasi pada kulit sekitar yang masih intak.
Kelembaban dasar luka pada luka terbuka penting dalam proses penyembuhan luka,
maka dari itu dressing yang disarankan adalah non-adherent dressing dalam menjaga
kelembaban dasar luka. Pada jaringan-jaringan yang dianggap tidak vital lagi dan
jika terdapat callus, dapat dilakukan debridemen secara tajam.
Dalam perawatan luka, terdapat beberapa metode dan bahan, dari yang
konvensional sampai dengan yang saat ini masih dikembangkan. Dalam metode
konservatif, bahan-bahan yang digunakan masih sederhana, seperti cairan normal
salin yang digabungkan dengan povionde iodine atau dengan zinc oxide yang ditutup
dengan kassa. Sedangkan pada metode modern menggunakan bahan-bahan yang
lebih kompleks dalam menjaga kondisi luka agar lebih kondusif untuk proses
penyembuhan, seperti hydrocolloid dengan atau tanpa silver, hydrophobic dressing,
coal dressing, dan bahan-bahan yang masih dikembangkan seperti gel plasma kaya
trombosit.
Dari beberapa penelitian yang membandingkan kedua metode dan bahan ini,
didapatkan keunggulan yang signifikan pada metode dan bahan yang modern pada
penyembuhan luka secara keseluruhan, dibandingkan dengan metode dan bahan
yang konvensional. Namun hal ini tidak membuat para klinisi meninggalkan cara
yang konvensional karena keterbatasan kesediaan bahan dan modal (cost
effectiveness).
Ada beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif
digunakan sebagai terapi topikal pada luka, yang menghasilkan terjadinya
peningkatan jaringan granulasi dan kolagen serta periode epitelisasi secara

25
signifikan. Menurut Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu
kontraksi pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal, ini dikarenakan kandungan
nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah di ketahui secara luas.
Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum madu mengandung 40% glukosa,
40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin Biotin, asam Nikotinin, asam Folit,
asam Pentenoik, Proksidin, Tiamin, Kalsium, zat besi, Magnesium,Fosfor dan
Kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen Peroksida)
sebagai penetral radikal bebas. Hidrogen Peroksida terbentuk ketika madudilarutkan
ke dalam luka akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung
didalam madu. Hidrogen peroksida yang dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak
panas sehingga memiliki sifat antibakteri tetapi tidak menyebabkan kerusakan pada
jaringan luka dan akan mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka
kronis, seperti pada ulkus diabetikum.
Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan yang asam pada
luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan penetrasi dan kolonisasi.
Selain itu dari kandungan air yang terdapat dalam madu akan dapat memberikan
kelembapan pada luka, ini sesuai dengan prinsip perawatan luka moderen yaitu
"Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008) melaporkan madu
dapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus vena/arteri dan
luka dekubitus) dalam waktu 2 minggu secara signifikan. Hal ini akan memudahkan
terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka.22,23

26
BAB III
ANALISA KASUS

Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan


luka di tangan kanan, hal ini sudah dikeluhkan selama sebulan terakhir, luka
awalnya berukuran kecil kemudian semakin lama semakin membesar, luka berwarna
kehitaman dan basah, keluhan nyeri pada bagian luka juga dikeluhkan pasien. Ketika
di IGD, dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, didapatkan GDS
pasien 258 mg/dl. Sesuai pengakuan dari pasien, pasien memiliki riwayat diabetes
mellitus dan sudah mengkonsumi insulin selama satu tahun belakangan ini. Pasien
selanjutnya didiagnosis dengan Gangren Diabetikum ar Manus Dextra ec Diabetes
Melitus Type II Normoweight.
Diabetes Melitus/DM adalah suatu penyakit metabolik yang bersifat kronik.
Penyakit ini ditandai dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena terdapat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Berdasarkan data yang diteliti,
pada tahun 2012 didapatkan angka kejadian DM mencapai 372 juta jiwa, dengan
proporsi DM tipe 2 adalah 95% dari populasi penderita DM di dunia. World Health
Organization/WHO melaporkan 1,5 juta jiwa di dunia meninggal karena DM pada
tahun 2014. Penderita DM mencapai 8,5 juta jiwa di Indonesia pada tahun 2013
sehingga Indonesia menjadi negara dengan penderita DM terbanyak ke-7 di dunia.
Sedangkan Riset kesehatan dasar/Riskesdas tahun 2013 menyebutkan provinsi Aceh
adalah provinsi dengan pravelensi penderita DM terbanyak nomor tiga di Indonesia
yaitu 8,5% dengan jumlah kasus yang telah terdiagnosis sekitar 57.188 kasus.4.5
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria,
polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

27
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.
4. HbA1C ≥ 6,5 % 1,2.
Diabetes mellitus tanpa pengelolaan diri yang baik akan berkembang menjadi
penyakit yang bersifat kronik dan akan menyebabkan komplikasi seperti timbulnya
gangren. Gangrene diabetik adalah kematian jaringan karena obstruksi pembuluh
darah yang memberikan nutrisi ke jaringan tersebut dan merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang cukup serius dari penyakit diabetes melitus. Diabetes
mellitus dalam waktu yang lanjut akan menyebabkan komplikasi angiopathy dan
neuropathy yang merupakan penyebab dasar terjadinya gangrene.3
Terjadinya angiopathy diabetik dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor
metabolik, dan faktor penunjang lain seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan
keseimbangan insulin. Faktor genetik seperti tipe HLA tertentu pada penderita
diabetes melitus, walaupun dengan kadar glukosa darah rendah, dapat
mengakibatkan mikroangiopathy diabetik yang luas serta memacu timbulnya
mikrotrombus yang akhirnya menyumbat pembuluh darah. Faktor metabolik yang
berpengaruh pada regulasi diabetes mellitus adalah dislipidemia, dan glikogenesis
dari protein. Pada dislipidemia terdapat peningkatan faktor aterogenik berupa
kolesterol LDL, komponen lemak ini memegang peran utama dalam patogenesis
angiopathy diabetik.6
Perubahan pada viskositas darah, fungsi trombosit, penebalan membrana basalis
serta penurunan produksi prostacyclin (vasodilator dan anti platelet aggregating
agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan terjadinya penyumbatan
mikrovaskuler. Hal ini mengakibatkan timbulnya iskhemia organ atau jaringan yang
bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.7,8
Secara umum angiopathy dapat dibagi dalam dua jenis yaitu makroangiopati
dan mikroangiopathy. Salah satu mekanisme terjadinya angiopathy yaitu
meningkatnya permeabilitas membran dari pembuluh darah arteri dan pembuluh
darah kapiler.9 Akibat langsung dari hiperglikemia yang kronis akan mengakibatkan
terjadinya penebalan pada membrana basalis pada otot-otot kapiler baik pada
skeletal maupun pada “coronary capiler”.10

28
Makroangiopati tidak hanya melibatkan pembuluh darah arteri saja, tetapi juga
melibatkan pembuluh darah kapiler. Mekanisme pertama terjadinya makroangiopati
adalah rusaknya sel endotel oleh pengaruh lemak atau tekanan darah, Keadaan ini
diikuti oleh melekatnya dan akumulasi sel-sel platelet. Kejadian ini berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan non diabetes melitus. Platelet mempunyai
pengaruh stimulasi terhadap proliferasi otot polos. Sel otot dari tunika media akan
berproliferasi kedalam tunika intima dan kedalam lumen dari pembuluh. Sehingga
deposit-deposit lemak, platelet, dan sel otot akan membentuk “clot” ataupun
“plaque”.11
Mikroorganisme terbanyak yang ditemukan pada gangrene diabetik adalah
Klebsiella sp, Proteus mirabilis sp dan Staphylococcus aureus sp . Klebsiella sp dan
Proteus mirabilis sp merupakan kuman batang gram negatif dan Staphylococcus
aureus sp merupakan kuman gram positif berbentuk kokus. Infeksi Staphylococcus
aureus sp biasanya dimulai dengan infeksi lokal di daerah kulit dan mempunyai
kecenderungan menjadi abses. Pada strain metisilin resisten cenderung berkembang
menjadi infeksi yang meluas pada jaringan lunak, facia sehingga terjadi fasilitis
nekrotikan.12
Berdasarkan jenis gangrene gejalanya dibedakan:
1. Gangrene kering
Akan dijumpai adanya gejala permulaan berupa nyeri pada daerah yang
bersangkutan, daerah menjadi pucat, kebiruan dan bebercak ungu. lama– kelamaan
daerah tersebut berwarna hitam. Tidak teraba denyut nadi (tidak selalu). Bila diraba
terasa kering dan dingin. Ganggren berbatas tegas. Rasa nyeri/sakit lambat laun
berkurang dan akhirnya menghilang. Gangrene kering ini dapat lepas dari jaringan
yang utuh.
2. Gangrene basah akan dijumpai tanda seperti bengkak pada daerah lesi, terjadi
perubahan warna dari merah tua menjadi hijau yang akhirnya kehitaman, dingin,
basah, lunak, ada jaringan nekrosis yang berbau busuk, namun bisa tanpa bau sama
sekali.13
Ketika dilakukan pemeriksaan motorik pada ekstremitas bawah, pasien dapat
menggerakkan tungkai kaki dengan baik sesuai arahan pemeriksa, tidak ditemukan
edema, nyeri tekan maupun kelainan yang lain, namun ketika dilakukan
pemeriksaan pada lengan yang mengalami luka, pasien sulit menggerakkan lengan

29
ketika gerakan rotasi. Berdasarkan anamnesis, empat bulan yang lalu, pasien pernah
terjatuh di kamar mandi dengan tangan kanan menjadi tumpuan, pasien tidak
memeriksakan diri ke dokter, untuk mendiagnosis apakah terdapat kelainan pada
tulang, selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
foto shoulder joint dextra. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen sangat
berguna untuk menegakkan diagnosis, setelah diperiksa didapatkan fraktur pada 1/3
proximal pada collum caput humeri dektra.
Berdasarkan hasil yang didapat, dokter selanjutnya meminta persetujuan pasien
untuk dilakukan tindakan operasi berupa pemasangan pen pada lengan yang patah,
namun pasien menolak untuk dilakukan tindakan ORIF dan akhirnya hanya
dilakukan tindakan debridement pada lengan kanan pasien.
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik,
karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan
fistula. Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka.
Saat ini terdapat beberapa jenis debridemen yaitu autolitik, enzimatik, mekanik,
biologik dan tajam.
Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang
nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.
Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan memelihara ulkus
tetap bersih dan merangsang terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan ulkus.14
Selain tatalaksana debridement pada luka, juga dapat diberikan medikamentosa,
seperti antibiotic ( Ceftriaxone ) maupun Nsaid ( Paracetamol ). Pemberian obat
untuk diabetes mellitus berupa injeksi novoravid dan levemir.

30
BAB IV
KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang laki-laki usia 50 tahun dengan kesimpulan :

 Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat


disimpulkan bahwa pasien terdiagnosis dengan Gangren Diabetikum ar Manus
dextra ec Diabetes Melitus Tipe II
 Penatalaksanaan yang di berikan pada pasien berupa penatalaksaan untuk
regulasi gula darah ( Pemakaian Insulin ) dan Debridement Pada Luka/
Gangren
 Perlunya Edukasi kepada pasien untuk tetap memakai insulin, merawat dan
menjaga kebersihan pada luka.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 2015. Classification and Diagnosis of


Diabetes. Diabetes Care; Vol 38(Suppl. 1): S8-16

2. Boedisantoso, R.A., Soegondo, S., Suyono, S., Waspadji, S., Yulia,


Tambunan dan Gultom. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: FKUI
3. Waspadji, S. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya,
Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Ed V, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
4. World Health Organisation. Global Status Report on Non Communicable
Disease. WHO Library Cataloguing in Publication Data.2014:79
5. Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar/riskesdas. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI; 2013:87
6. Sjamsochidajat R, Wim DJ. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2005.
7. Wijoseno G. Jantung, pembuluh darah arteri, vena dan limf. Dalam: de Jong
W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997
8. Yadi PA. Aspek bedah penatalaksanaan kaki diabetik. Medika.1999; 2:93–7.
9. Flack JR, Yue DK. Acute complications of diabetes in elderly pattients in
diabetes in old age. Dalam: Finucane P, Sinclair AJ, editor. Diabetes in old
age. Chicester: Wiley; 2010.
10. Forsham PH. Epidemiology and pathogenesis of vascular complications in
diabetes and their prevention, in microangiopathy and gliclazide.
Proceedings of an International Symposium Held. Bali: Indonesia; 1980.
11. Levin ME. Diabetic peripheral vascular disease. Dalam: Rifkin H, Raskin P,
Robert J, editor. Diabetes mellitus. Maryland: Brady Company; 2010.
12. Levin ME. Diabetic peripheral vascular disease. Dalam: Rifkin H, Raskin P,
Robert J, editor. Diabetes mellitus. Maryland: Brady Company; 2010.
13. Alexiadou K, Doupis J. Management of diabetic foot ulcers. Diabetes Ther.
2012; 3:1-4.

32
14. Clayton W, Elasi TA. A review of pathophysiology, classification and
treatment of foot ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes.
2009;27(2):52-8.
15. Kartika RW. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Contin Med Educ J.
2017;44(1):18– 22.

16. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif


Watampone.
17. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
18. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.
Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta:EGC, 2006: h.1259-74
19. Sucipto, Krishna W. Tata Laksan Komprehensif Kaki Diabetik. Banda Aceh
: in press.2019 p.1-59
20. Stolle LB; at all. The metabolism of the diabetic foot. (journal article) ISSN:
0001-6470 PMID: 15022818 CINAHL AN: 2009394327; 2004
21. Singh N, Armstrong DG, Lipsky BA. Preventing foot ulcers in pa- tients
with diabetes. JAMA 2005; 293:217-28.
22. Gethin GT, Seamus C and Ronan MC. 2008. The impact of manuka honey
dressing on the surface pH of chronic wounds. Int Wound J., 5:185-194.
23. Haryanto et all, 2011, Acceleration Indonesia Honey torward wound healing:
Experimental study in Mice. J. Wound. 2 (1): 134-140

33

Anda mungkin juga menyukai