Laporan Kasus
Pembimbing:
dr. Fachrul Junaidi, Sp.B ( K) V
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas presentasi kasus yang
berjudul “Malformasi Arteri Vena”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan
ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Bedah RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Fachrul Junaidi Sp.B (K) V yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para teman sejawat dan rekan-rekan karena telah memberikan motivasi dan
dorongan untuk dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang
kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua, Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
3
BAB I
PENDAHULUAN
Penegakan diagnosis dini merupakan hal yang sangat penting, agar dapat lebih
cepat merujuk pasien ke dokter spesialis, sehingga pasien memperoleh penanganan
yang lebih baik. Maka dari itu, paper ini dibuat untuk mengulas gejala-gejala serta
tanda yang sering timbul dan khas pada Gangren Diabetikum, dan membahas hal-hal
yang diperlukan dalam mendiagnosis penyakit Gangren Diabetikum. Sehingga kami
yang nantinya akan menjadi dokter umum, mampu melakukan edukasi, pencegahan
dan tata laksana gangrene diabetikum dengan lebih dini, yang nantinya dapat
memperkecil angka morbiditas maupun mortalitas dari penyakit ini.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Luka pada jari-jari tangan kanan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merupakan rujukan dari RS Muyang Kute Bener Meriah, datang
dengan keluhan luka pada jari-jari tangan kanan, dialami sejak ± 30 hari sebelum
masuk rumah sakit akibat terjatuh di kamar mandi, luka awalnya berukuran kecil
kemudian pasien membersihkan luka dengan povidon iodine akhirnya luka melepuh
dan bernanah, semakin lama luka semakin membesar dan meluas sampai ke dorsum
manus, luka berwarna kehitaman dan basah, keluhan nyeri pada bagian luka juga
dikeluhkan pasien. Riwayat demam ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
terus menerus, menggigil (-), berkeringat (-), sakit kepala (-), riwayat sering kram-
kram (+), nyeri pada tangan jika beraktivitas dan menghilang jika beristirahat. Tidak
ada mual dan muntah, pasien mengaku cepat lapar dan haus, BAK kesan lancer,
namun pasien mengeluhkan sering terbangun pada malam hari.
5
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat Hepatitis (-)
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
- Pasien sudah menggunakan Insulin ( Levemir 16- 0 – 16 ) sejak 1 tahun yang
lalu
Status Internus
6
Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O
c. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominotorakal, retraksi
suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai
Paru
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Kanan : ICS V di linea parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, irreguler, murmur tidak dijumpai
d. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, keadaan di dinding perut: tidak dijumpai
jejas, striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, kulit
7
kuning, gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang,
darm steifung, darm conture, dan pulsasi pada dinding
perut
Auskultasi : Peristaltik usus normal, defans muscuar (-)
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-/-)
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, suara timpani di semua
lapangan abdomen.
e. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Tulang belakang
Simetris, nyeri tekan (-)
h. Kelenjar limfe
Pre-aurikuler : tidak teraba membesar
Post-aurikuler : tidak teraba membesar
Sub-mandibula : tidak teraba membesar
Supra-clavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
i. Ekstremitas
Akral teraba hangat
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Swelling + Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada
8
Pupil : bulat, Isokor (3 mm/3 mm),
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdominotorakal
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
D. Anggota Gerak Atas
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : Sulit dinilai/5555
3. Tonus : N/N
4. Atrofi : -/-
5. Gerakan Involunter : -/-
E. Anggota Gerak Bawah
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : 5555/5555
3. Tonus : N/N
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jenis Tanggal
Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan 30-10-2019
9
MCH 29 27-31 Pg
MCHC 36 32-36 %
Eosinofil 1 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Limfosit 18 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
Natrium (Na) 136 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,3 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 105 98-106 mmol/L
GDS 258 <200 mg/dL
Ureum 28 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,60 0,51-0,95 mg/dL
10
Kesimpulan:
Fraktur 1/3 Proximal pada collum caput humeri dektra
Tak tampak tanda-tanda osteomyelitis
Soft tissue swelling (+)
Callus Forming ( - )
11
Hasil Pemeriksaan:
Alignment sendi radioulnar, radiocarpalia, intercarpalia dan carpometacarpal
joint baik
Tulang-tulang intak tak tampak fraktur, dislokasi maupun destruksi
Celah sendi tidak menyempit
Jaringan lunak sekitarnya baik
Kesan :
Tak tampak kelainan pada wrist joint saat ini
2. Medikamentosa
- Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Paracetamol 1 gr/12 jam
- Tramadol amp 3x1
- Omeprazole 40 mg 2 x 1
- Injeksi Novorapid 8-8-8
- Levemir 0-0-12
- KSR 600 mg/ 8 jam
3. Operatif
2.8 Planning
- Rawat Luka
- Cek KGD Pagi dan Malam
12
N : 86x/i - Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR :20 x/i - Drip Paracetamol 1 gr/
T : 36,5ᵒC 12 jam
NRS : 3
P/ Rawat Luka
13
31/10/2019 S/ Nyeri pada lengan kanan Th/
Hari rawatan O/ KU : Baik - IVFD RL 20 gtt/i
ke-2 TD : 120/70 mmHg - Diet MB 1700 kkal/hari
N : 80x/i - IV Dexametashone 5
RR :20 x/i mg/8 jam
T : 36,5ᵒC - IV Ranitidin 1 amp/ 12 J
NRS : 3 - Drip Paracetamol 1 gr
8jam
Status Lokalis ar Manus Dextra
Look : Luka (+), Basah (+)
Feel : Nyeri ( + )
Move : ROM Bebas
P/ Rawat Luka
Observasi Nyeri
P/ Rawat Luka
Observasi Nyeri
Cek GDS Pagi dan Malam
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Secara garis besar, bagian tulang telapak tangan terdiri tiga bagian besar,
yaitu :
a) Tulang Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung
distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara
tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut
adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan
hamate.
15
b) Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan
bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal.
Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan
menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang
karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti
menyilang telapak tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.
Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat
tulang sesamoid
c) Tulang-tulang phalangs
Phalang juga tulang panjang, mempunyai batang dan dua ujung. Batangnya
mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga pada setiap jari dan
dua pada ibu jari.Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs membuat
gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu.
Phalanx terdiri dari tulang pipa pendek yang berjumlah 14 buah dan dibentuk
dalam lima bagian tulang yang saling berhubungan dengan metacarpal. Setiap jari
memiliki tiga phalanx, yaitu phalanx proximal, phalanx medial, dan phalanx
distal.
16
d. Otot-otot tangan pendek (Musculi lumbricales dalam komparteman tengah
dan musculi interossei antara ossa metacarpi)
Otot-otot thenar (musculus abductor pollicis brevis, musculus flexor pollicis
brevis, dan musculus opponens pollicis terutama berfungsi untuk mengadakan
oposisi pollex (digitus primus). Gerak majemuk ini dimulai dengan ekstensi, lalu
dilanjutkan dengan abduksi, fleksi, endorotasi, dan biasanya aduksi.
17
3.2.2 Saraf-saraf Telapak Tangan
Saraf- saraf telapak tangan adalah nervus medianus dan nervus ulnaris.
Nervus ulnaris akan mempersarafi musculus flexor carpi ulnaris, musculus flexor
digitorum profundus/ FDP (untuk fleksi DIP joint/ distal inter phalang joint jari 4
dan 5), dan sebagian besar otot intrinsik tangan termasuk mm. lumbricales (untuk
fleksi MCP/Metacarpo phalangeal 4 dan 5).
Nervus medianus mempersarafi semua otot antebrachium kompartemen
anterior flexor - kecuali m. flexor carpi ulnaris dan m. FDP / flexor digitorum
profundus jari ke-4 dan ke-5 (bagian radial). N. Medianus juga mempersarafi otot
regio thenar (m. flexor policis brevis, m. abductor policis brevis dan m. opponens
policis.
18
3.2.3 Arteri-ArterTelapak Tangan
1. Arteri Ulnaris
Arteri ulnaris mempercabangkan ramus profundus dan kemudian berlanjut
ke telapak tangan sebagai arcus palmaris superficialis. Arcus palmaris superficialis
adalah lanjutan langsung arteri ulnaris. Di lateral, arcus ini dilengkapi oleh cabang
arteria radialis. Empat arteriae digitales dipercabangkan dari bagian cembung arcus
dan berjalan ke jari (Snell, 2006).
2. Arteri Radialis
Arteri radialis membelok ke medial di antara caput obliqum dan caput
tranversum musculi adductor pollicis dan berlanjut sebagai arcus palmaris
profundus. Arcus palmaris profundus merupakan lanjutan langsung arteri radialis.
Arcus arterial palmaris superficialis dan profundus diikuti oleh arcus venosus
palmaris superficialis dan profundus yang menerima darah dari cabang yang
sesuai.17
19
3.3 Gangren Diabetik
3.3.1 Definisi
Gangrene diabetik adalah kematian jaringan karena obstruksi pembuluh
darah yang memberikan nutrisi ke jaringan tersebut dan merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang cukup serius dari penyakit diabetes melitus. Diabetes
mellitus dalam waktu yang lanjut akan menyebabkan komplikasi angiopathy dan
neuropathy yang merupakan penyebab dasar terjadinya gangrene.3
3.3.2 Epidemiologi
Diabetes mellitus tanpa pengelolaan diri yang baik akan berkembang
menjadi penyakit yang bersifat kronik dan akan menyebabkan komplikasi seperti
timbulnya gangren. Sebuah studi epidemiologi yang dilakukan oleh Ronald W.
Kartika pada tahun 2017 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari satu
juta kasus amputasi setiap tahunnya akibat diabetes mellitus. Proporsi penderita
gangren diabetik di Indonesia berkisar 15% dengan angka amputasi sebesar 30%.
Sekitar 68% penderita gangren diabetik berjenis kelamin laki-laki dan 10%
penderita gangren mengalami rekuren. Perawatan gangren diabetik di RS Cipto
Mangunkusumo memiliki angka kematian sebesar 16% dan angka amputasi sebesar
25%. Sebanyak 14,3% pasien gangren diabetik dinyatakan meninggal dalam kurun
waktu setahun pasca amputasi dan 37% sisanya meninggal pada tiga tahun pasca
operasi.15
3.3.3 Etiologi
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya gangren diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:
Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
20
Faktor Presipitasi
- Perlukaan dikulit (jamur)
- Trauma
- Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
- Derajat luka
- Perawatan luka
- Pengendalian kadar gula darah
3.3.4 Patofisiologi
Pada umumnya gangrene diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%)
sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia.3 Pada pasien
diabetes, seperti yang kita ketahui, terdapat gangguan vaskuler perifer baik akibat
makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus.
Apabila ulkus telah terjadi beberapa bulan dan bersifat asimptomatik maka perlu
dicurigai bahwa ulkus dilatarbelakangi oleh faktor neuropati. Pada ulkus neuropati
karakter ulkus berupa lesi punched out di area hiperkeratotik, lokasi kebanyakan di
plantar pedis, kulit kering, hangat dan warna kulit normal, juga ditemukan adanya
kalus (kapal). 18
21
2. Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat
istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada
penderita diabetes. Pada beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah
merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes
datang dengan gangren hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi.19
3.3.6 Tipe dan Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi dari ulkus diabetika, berdasarkan yang
paling sering dipakai dalam mengklasifikasikan dan pengelolaan ulkus diabetes
adalah klasifikasi Wagner, yaitu20 :
Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan Wagner:
Grade 0 : Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
Grade 1 : Ulkus diabetikum superficial, terbatas pada kulit.
Grade 2 : Ulkus menyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam tanpa
adanya abses atau osteomyelitis.
Grade 3 : Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi.
Grade 4 : Gangren yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan kaki atau
tumit.
Grade 5 : Gangren yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki.
22
Selain klasifikasi dari Wagner, consensus international tentang kaki diabetic
pada tahun 2003 menghasilkan klasifikasi PEDIS dimana terinci seperti pada tabel.
3.3.7 Diagnosis
Melakukan diagnosis gangren diabetik merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian dimulai dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitas
23
harian, pakaian yang digunakan, pembentukan kalus, deformitas tangan, keluhan
neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid,
kebiasaan (merokok,alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita
ulkus/amputasi sebelumnya.
Pada penderita gangren diabetik, sering dikeluhkan nyeri saat beristirahat.
Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, pada perabaan sering terasa dingin. Pulsasi
pembuluh darah juga kurang kuat. Selain itu, sering juga ditemukan terdapat
gangren sampai ulkus.
3.3.8 Tata Laksana
Pencegahan Ulkus Diabetikum
Pencegahan Ulkus diabetikum mengambil peran cukup penting bagi pasien-
pasiendengan ulkus diabetikum. Pencegahan terjadinya gangren diabetik
mengurangi angka kejadian komplikasi akibat ulkus diabetikum yang berujung pada
amputasi. Hampir 80% amputasi yang berhubungan dengan diabetes terjadi pada
pasien dengan ulkus diabetikum. Maka dari itu, beberapa langkah preventif yang
harus dilakukan, antara lain:
a) Pasien dengan diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan secra
berkala oleh dokter umum atau praktisi yang memiliki kemampuan dalam perawatan
luka. Frekuensi pengecekkan tergantung pada resiko tiap individu (pekerjaan,
kemandirian yang terbatas, lamanya menderita diabetes, dll). Semmes- Weinstein
test direkomendasikan sebagai tes yang digunakan dalam pemeriksaan kaki
termasuk pemeriksaan neuropati perifer, hal ini dikarenakan tes ini meliputi
stimulasi sensoris monofilament pada area sekitar ulkus melwati jempol kaki dan
metatarsal 1,3, dan 5 pada tangan yang sama.
b) Edukasi yang baik kepada pasien dan keluarga pasien mengernai perawatan luka
yang baik dan tepat terbukti secara empiris dan lebih efektif dari segi biaya. Edukasi
ini dapat dilakukan oleh dokter umum, perawat, dan tenaga medis lainnya yang
mengetahui dasar dari perawatan luka.
c) Kontrol gula darah yang adekuat untuk mengurangi resiko terjadinya ulkus
diabetikum dan infeksi, dengan resiko amputasi. Kontrol gula darah yang
24
direkomendasikan adalah angka hba1c<7.0%.Pengontrolan gula darah memberikan
dampak yang nyata pada pasien diabetes berisiko rendah.21
Perawatan Luka
25
signifikan. Menurut Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu
kontraksi pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal, ini dikarenakan kandungan
nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah di ketahui secara luas.
Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum madu mengandung 40% glukosa,
40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin Biotin, asam Nikotinin, asam Folit,
asam Pentenoik, Proksidin, Tiamin, Kalsium, zat besi, Magnesium,Fosfor dan
Kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen Peroksida)
sebagai penetral radikal bebas. Hidrogen Peroksida terbentuk ketika madudilarutkan
ke dalam luka akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung
didalam madu. Hidrogen peroksida yang dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak
panas sehingga memiliki sifat antibakteri tetapi tidak menyebabkan kerusakan pada
jaringan luka dan akan mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka
kronis, seperti pada ulkus diabetikum.
Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan yang asam pada
luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan penetrasi dan kolonisasi.
Selain itu dari kandungan air yang terdapat dalam madu akan dapat memberikan
kelembapan pada luka, ini sesuai dengan prinsip perawatan luka moderen yaitu
"Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008) melaporkan madu
dapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus vena/arteri dan
luka dekubitus) dalam waktu 2 minggu secara signifikan. Hal ini akan memudahkan
terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka.22,23
26
BAB III
ANALISA KASUS
27
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.
4. HbA1C ≥ 6,5 % 1,2.
Diabetes mellitus tanpa pengelolaan diri yang baik akan berkembang menjadi
penyakit yang bersifat kronik dan akan menyebabkan komplikasi seperti timbulnya
gangren. Gangrene diabetik adalah kematian jaringan karena obstruksi pembuluh
darah yang memberikan nutrisi ke jaringan tersebut dan merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang cukup serius dari penyakit diabetes melitus. Diabetes
mellitus dalam waktu yang lanjut akan menyebabkan komplikasi angiopathy dan
neuropathy yang merupakan penyebab dasar terjadinya gangrene.3
Terjadinya angiopathy diabetik dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor
metabolik, dan faktor penunjang lain seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan
keseimbangan insulin. Faktor genetik seperti tipe HLA tertentu pada penderita
diabetes melitus, walaupun dengan kadar glukosa darah rendah, dapat
mengakibatkan mikroangiopathy diabetik yang luas serta memacu timbulnya
mikrotrombus yang akhirnya menyumbat pembuluh darah. Faktor metabolik yang
berpengaruh pada regulasi diabetes mellitus adalah dislipidemia, dan glikogenesis
dari protein. Pada dislipidemia terdapat peningkatan faktor aterogenik berupa
kolesterol LDL, komponen lemak ini memegang peran utama dalam patogenesis
angiopathy diabetik.6
Perubahan pada viskositas darah, fungsi trombosit, penebalan membrana basalis
serta penurunan produksi prostacyclin (vasodilator dan anti platelet aggregating
agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan terjadinya penyumbatan
mikrovaskuler. Hal ini mengakibatkan timbulnya iskhemia organ atau jaringan yang
bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.7,8
Secara umum angiopathy dapat dibagi dalam dua jenis yaitu makroangiopati
dan mikroangiopathy. Salah satu mekanisme terjadinya angiopathy yaitu
meningkatnya permeabilitas membran dari pembuluh darah arteri dan pembuluh
darah kapiler.9 Akibat langsung dari hiperglikemia yang kronis akan mengakibatkan
terjadinya penebalan pada membrana basalis pada otot-otot kapiler baik pada
skeletal maupun pada “coronary capiler”.10
28
Makroangiopati tidak hanya melibatkan pembuluh darah arteri saja, tetapi juga
melibatkan pembuluh darah kapiler. Mekanisme pertama terjadinya makroangiopati
adalah rusaknya sel endotel oleh pengaruh lemak atau tekanan darah, Keadaan ini
diikuti oleh melekatnya dan akumulasi sel-sel platelet. Kejadian ini berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan non diabetes melitus. Platelet mempunyai
pengaruh stimulasi terhadap proliferasi otot polos. Sel otot dari tunika media akan
berproliferasi kedalam tunika intima dan kedalam lumen dari pembuluh. Sehingga
deposit-deposit lemak, platelet, dan sel otot akan membentuk “clot” ataupun
“plaque”.11
Mikroorganisme terbanyak yang ditemukan pada gangrene diabetik adalah
Klebsiella sp, Proteus mirabilis sp dan Staphylococcus aureus sp . Klebsiella sp dan
Proteus mirabilis sp merupakan kuman batang gram negatif dan Staphylococcus
aureus sp merupakan kuman gram positif berbentuk kokus. Infeksi Staphylococcus
aureus sp biasanya dimulai dengan infeksi lokal di daerah kulit dan mempunyai
kecenderungan menjadi abses. Pada strain metisilin resisten cenderung berkembang
menjadi infeksi yang meluas pada jaringan lunak, facia sehingga terjadi fasilitis
nekrotikan.12
Berdasarkan jenis gangrene gejalanya dibedakan:
1. Gangrene kering
Akan dijumpai adanya gejala permulaan berupa nyeri pada daerah yang
bersangkutan, daerah menjadi pucat, kebiruan dan bebercak ungu. lama– kelamaan
daerah tersebut berwarna hitam. Tidak teraba denyut nadi (tidak selalu). Bila diraba
terasa kering dan dingin. Ganggren berbatas tegas. Rasa nyeri/sakit lambat laun
berkurang dan akhirnya menghilang. Gangrene kering ini dapat lepas dari jaringan
yang utuh.
2. Gangrene basah akan dijumpai tanda seperti bengkak pada daerah lesi, terjadi
perubahan warna dari merah tua menjadi hijau yang akhirnya kehitaman, dingin,
basah, lunak, ada jaringan nekrosis yang berbau busuk, namun bisa tanpa bau sama
sekali.13
Ketika dilakukan pemeriksaan motorik pada ekstremitas bawah, pasien dapat
menggerakkan tungkai kaki dengan baik sesuai arahan pemeriksa, tidak ditemukan
edema, nyeri tekan maupun kelainan yang lain, namun ketika dilakukan
pemeriksaan pada lengan yang mengalami luka, pasien sulit menggerakkan lengan
29
ketika gerakan rotasi. Berdasarkan anamnesis, empat bulan yang lalu, pasien pernah
terjatuh di kamar mandi dengan tangan kanan menjadi tumpuan, pasien tidak
memeriksakan diri ke dokter, untuk mendiagnosis apakah terdapat kelainan pada
tulang, selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
foto shoulder joint dextra. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen sangat
berguna untuk menegakkan diagnosis, setelah diperiksa didapatkan fraktur pada 1/3
proximal pada collum caput humeri dektra.
Berdasarkan hasil yang didapat, dokter selanjutnya meminta persetujuan pasien
untuk dilakukan tindakan operasi berupa pemasangan pen pada lengan yang patah,
namun pasien menolak untuk dilakukan tindakan ORIF dan akhirnya hanya
dilakukan tindakan debridement pada lengan kanan pasien.
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik,
karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan
fistula. Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka.
Saat ini terdapat beberapa jenis debridemen yaitu autolitik, enzimatik, mekanik,
biologik dan tajam.
Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang
nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.
Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan memelihara ulkus
tetap bersih dan merangsang terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan ulkus.14
Selain tatalaksana debridement pada luka, juga dapat diberikan medikamentosa,
seperti antibiotic ( Ceftriaxone ) maupun Nsaid ( Paracetamol ). Pemberian obat
untuk diabetes mellitus berupa injeksi novoravid dan levemir.
30
BAB IV
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
14. Clayton W, Elasi TA. A review of pathophysiology, classification and
treatment of foot ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes.
2009;27(2):52-8.
15. Kartika RW. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Contin Med Educ J.
2017;44(1):18– 22.
33