Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

APPENDISITIS AKUT

Diajukan Sebagai Bagian Persyaratan Menyelesaikan


Program Internship Dokter Indonesia

Oleh:

dr. Dhea Maghfirah

Pembimbing:
dr. Erikson Judika Lumbantobing, Sp. B
dr. Ladingan V. Sianipar, M.Kes

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TARUTUNG
TAPANULI UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Appendisitis Akut”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Program Internship Dokter Indonesia di RSUD Tarutung Tapanuli
Utara. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan
kepada dr. Erikson Judika Lumbantobing, Sp. B dan dr. Ladingan V. Sianipar,
M.Kes yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam
penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna
bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran
pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada khususnya. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk laporan kasus ini.

April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS................................................................... 2


2.1 Identitas Pasien ........................................................................... 2
2.2 Anamnesis .................................................................................. 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 4
2.5 Diagnosis..................................................................................... 7
2.6 Penatalaksanaan .......................................................................... 7
2.7 Planning....................................................................................... 7
2.8 Edukasi........................................................................................ 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 9


3.1 Anatomi dan Fisiologis................................................................ 9
3.2 Definisi........................................................................................ 11
3.3 Epidemiologi............................................................................... 11
3.4 Etiologi........................................................................................ 11
3.5 Klasifikasi.................................................................................... 12
3.6 Patofisiologi................................................................................. 12
3.7 Diagnosis..................................................................................... 13
3.7.1 Anamnesis........................................................................ 13
3.7.2 Pemeriksaan Fisik............................................................ 14
3.7.3 Pemeriksaan Penunjang................................................... 15
3.8 Diagnosis Banding....................................................................... 17
3.9 Tatalaksana.................................................................................. 17

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Apendiks yang juga disebut sebagai umbai cacing, istilah usus buntu yang
dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya
adalah sekum dan bukan apendiks. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini
sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. 1
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi. 1
Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis
yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal.
Angka appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan
penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam
mendiagnosis appendicitis. 2
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari
appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy.
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886
adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan
salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia. 2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. JES
Usia : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tarutung
No CM : 294140
Tanggal Masuk : 05 Maret 2022
Tanggal Periksa : 05 Maret 2022

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri perut seluruh perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Tarutung dengan keluhan nyeri pada seluruh
perut yang dirasakan sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya, pasien merasakan nyeri
perut kanan bawah sekitar 4-5 hari yang lalu dan semakin memberat hingga saat
ini. Pasien juga mengeluh muntah sebanyak 2x dengan volume ±300 cc, berisi
makanan. Pasien juga merasakan mual dan nafsu makan menurun. Pasien juga
merasa badannya hangat seperti demam. Keluhan memberat bila pasien batuk dan
berkurang bila pasien membungkukkan badannya. BAB dan BAK dalam batas
normal. Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
mengaku jarang makan sayur dan buah-buahan dalam menu makanan sehari-
harinya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada. Riwayat penyakit jantung, asma, alergi dan riwayat operasi
sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Disangkal

2
Riwayat Pemakaian Obat :
Tidak ada. Pasien belum memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan manapun.
Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sehari-hari bekerja di kebun dan suka makan makanan pedas.
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit, reguler, kuat angkat
RR : 20 x/menit
T : 38,2 oC
SpO2 : 98%
VAS :9
b. Status Generalis
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kulit : dalam batas normal
Mata : Konjungtiva inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : dbn
Hidung : Sekret (-), dbn
Mulut : Sianosis (-), atrofi papil lingua (-), hipertrofi gingiva (-),
dbn
Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ R-2 cmH2O
Thorax
a. Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-), konfigurasi dada normal
Palpasi : Simetris, stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Bronkovesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal, tidak ada pembesaran

3
Auskultasi: : BJ I> BJ II reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (+)
Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapangan perut (+), defans muskular (+),
hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, shifting dullness (-), nyeri kkv
(-)
Auskultasi : Peristaltik normal
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas
Tidak ada edema, sianosis.

4
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
(05/03/2022)
Hemoglobin 17.0 14-17 g/dL
Hematokrit 52.5 37-54 %
Eritrosit 5.54 4,2 – 5,4 106/mm3
Leukosit 14.05 4.5 - 10 103/mm3
Trombosit 285 150-450 103/mm3
MCV 94.7 80-100 fL
MCH 30.7 27-32 pg
MCHC 32.4 32-36 %
Eosinofil 2.5 1-3 %
Basofil 0.2 0-1 %
Neutrofil Segmen 87.2 50-70 %
Limfosit 9.5 20-40 %
Monosit 0.2 2-8 %
GDS 143 <200 mg/dL
Ureum 15 20-40 mg/dL
Creatinin 1.03 0.6-1.5 mg/dL
Asam Urat 7.2 3.5-7.2 mg/dL
Natrium 142.1 136-145 mmol/L
Kalium 4.56 3.50-5.10
mmol/L
Chlorida 106.5 97-111 mmol/L
Rapid Antigen Negatif Negatif

5
c. Radiologi

- Foto Thoraks

Kesan : Normal, tidak ada infiltrat.

6
- Foto Polos Abdomen

Kesan : Adanya cairan bebas di dalam rongga peritoneum

2.5 Diagnosa
Diiffuse Peritonitis ec Appendisitis perforasi

2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan yang diberikan di IGD:
- Cor IVFD RL 3 fls
- Pasang NGT
- Pasang Kateter
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (Skin Test)
- Injeksi Metronidazol 500 mg IV
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12jam IV
- Injeksi Ondansetron 4 mg
- Injeksi Ketorolac 1 Amp IV

7
2.7 Planning
- Pro Laparotomi Eksplorasi
2.8 Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit pasien yaitu appendisitis
akut
- Menjelaskan kepada pasien untuk dirawat di bangsal bedah
- Mengedukasi kepada pasien kemungkinan untuk akan dilakukan operasi.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologis


Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung dan panjangnya
kira-kira 10 cm( kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di seku. Lumennya nsempit di
bagian proximal dan melebar di bagian distal. Pada bayi appendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit dihujungnya. Pangkalnya terletak
pada posteromedial caecum. Apendiks terletak dikuadran kanan bawah abdomen.
Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuanketiga taenia coli (taenia libera,
taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografianatomi, letak pangkal
appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan
SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. 1,3,4
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak
yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi
kecil. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. 1,3,4

Gambar 1. Anatomi appendiks. 1,3,4

9
Jenis posisi:

Gambar 2: Jenis posisi dan letak apendiks. 1,3,4


1. 12 o clock: Retrocolic or retrocecal (dibelakang cecum atau colon)
2. 2 o clock: Splenic (ke atas kiri – Preileal and Postileal)
3. 3 o clock: Promonteric (secara horizontal menuju ke kiri ke arah sacral
promontory)
4. 4 o clock: Pelvic (turun ke dalam pelvis)
5. 6 o clock: Subcecal (di bawah caecum dan menuju ke inguinal canal)
6. 11 o clcok: Paracolic (menuju keatas kanan). 1,3,4

Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan simpatis
berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus. 1,3,4
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. 1
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

10
jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi. 1

3.2 Definisi
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum). Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. 1 Apendisitis merupakan
inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat. 1

3.3 Epidemiologi

Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering


ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus
appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi
pada anak usia 6-10 tahun. 1
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum
pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut
mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan
peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik,
appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap
memiliki angka morbiditas yang signifikan. 1

3.4 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
mencetuskanterjadi nya apendisitis akut. Antaranya adalah sumbatan lumen
apendiks yang diajukan sebagai pencetus. Di samping hyperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiksdan cacing askariasis dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain diduga dapat menimbul appendicitis akut adalah erosi mukosa
apendiks akibat parasit seperti E.histolitica. 3

11
Pada penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal yang mengakibatkan sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora normal kolon
biasa, keadaan ini mempermudahkan timbulnya apendisitis akut. 3

3.5 Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidayat dan De Jong, apendisitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
5

1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium
disekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

2. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial maupun total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-
5%.

3.6 Patofisiologi
Apendisitis akut terjadi karena berlaku obstruksi atau sumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang

12
tertutup disebab kan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang dapat menyebabkan
terjadinya distensi pada kantung apendiks .Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. 1,3,6
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar
0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia dan
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik
karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). 1,3,6
Kemudian terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan
banyak faktor Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. 1,3,6

3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain:

13
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium atau
sekitar umbilikus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen
kanan bawah (titik Mc Burney).Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga berupanyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium
biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya
tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C. Gejala appendisitis akut
pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa menunjukkan rasa nyerinya. Karena gejala yang
tidak spesifik ini sering diagnosis apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.
6. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
jugaterjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong kekraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih keregio lumbal kanan. 3,6

3.7.2 Pemeriksaan Fisik

1. Demam ringan :37,5 – 38 oC, bila berlaku perforasi akan menjadi demam lebih
tinggi.
2. Pada inspeksi perut tidak ada gambaran spesifik, kembung selalu terliat pada
perforasi apendisitis, penonjolan perut kanan bawah bias dilihat pada massa atau
abses periapendikular.
3. Palpasi dan tanda – tanda appendicitis yang dapat dilakukan adalah :
- Nyeri tekan Mc Burney - nyeri tekan di titik Mc Burney.

14
- Rovsing sign - nyeri tekan pada kiri perut bawah
- Blumberg sign – nyeri tekan lepas
- Psoas sign – nyeri pada saat paha pasien diekstensikan
- Obturator sign - . Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan
4. Pada auskultasi sering normal peristaltiknya kecuali sudah berlaku perforasi
dan berlaku peritonitis dan menyebabkan berlakunya ileus paralitik.3,6

3.7.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)
dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah
leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
2. Pemeriksaan Urinalisis
Urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
3. Ultrasonografi Abdomen (USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis
appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat
muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi appendiks.
4. CT-Scan

15
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan
spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasienpasien yang obesitas, presentasi klinis
tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai
pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika
appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix
yang terinfeksi akan mengecil. 7

 Skor Alvarado
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis
-Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1
-Nafsu makan menurun 1
-Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
-Nyeri lepas 1
-Nyeri tekan fossa iliaka kanan 2
-Demam (suhu >37.2̊C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
-Leukositosis (Leukosit >10.000/ml) 2
-Shift to the left (Neutrofil>75%) 1
Total 10

Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut. 8

3.8 Diagnosis Banding

16
1. Kehamilan ektopik terganggu
- Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hamper selalu ada riwayat terlambat
haid dengan keluhanyang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak
dius di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vagina, di dapatkan neri penonjolan dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosentesis di dapatkan darah
2. Gastroenteritis
- Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahalui rasa nyeri. Nyeri perut
bersifat lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya
hiperperistalsis. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis akut
3. Infeksi panggul
- Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul
pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan
timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan
colok dubur jika perlu untuk diagnose banding.
4. Ureterolithiasis kanan
- Ada riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari inguinal
kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut
atau BNO IVP dapat memastikan penyakit ini. 3

3.9 Tatalaksana
Apendiktomi, merupakan tindakan pemotongan apendiks. Dapat dilakukan
secara terbuka atau laparoskopi.

17
Gambar 3. Appendektomi secara terbuka.

Pada apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih .


operasi ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Jika apendiks
mengalami perforasi maka abses disedot dan diguyur dengan NaCl dan disedot
hingga bersih.

Gambar 5. Appendektomi menggunakan teknik laparoskopi.

Laparoskopi merupakan tindakan mengguankan kamera fiberoptik yang


dimasukkan kedalam abdomen, apendiks dapat divisualisasi secara langsung.
Teknik ini dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum. Bila saat melakukan
tindakan ini di dapatkan peradangan pada apendiks maka dapat langsung
dilakukan pengangkatan apendiks. 1,3,6

18
BAB IV
KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja Gejala appendicitis akut pada anak tidak
spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering
tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang
tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi,
80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Riwayat perjalanan
penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam
mendiagnosis appendicitis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Riwanto. Apendiks. Dalam : De Jong W., Sjamsuhidajat R. Buku Ajar


Ilmu Bedah, Edisi 3, di terbitkan EGC, Jakarta, 2007 ; hal 755-62.
2. Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
3. Townsend C M, Beauchamp R D,Evers B M, Mattox K L. Sabiston
Textbook Of Surgery, 18th Edition, Elsevier, India, 2008; pg 1333-47.
4. Medchrome : Medical And Health Articles, Anatomy Of Appendix And
Appendicitis, December 9, 2015: http://medchrome.com/basicscience/
anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/.
5. Tzanakis NE et al, 2005. A New Approach to Accurate Diagnosis of Acute
Appendicitis: world journal of surgery, April 2005, 1151-1156.
6. Anand N, Kent T S, First Aid For the Surgery. McGraw-Hill, 2003; pg
251-57.
7. Birnbaum BA, Wilson SR, 2000, Appendicitis at the millenium, Radiology
215:337-348.
8. Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute
Appendicitis,2009:http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/
alvarado scorefor-acute-appendicitis/.

20

Anda mungkin juga menyukai