OLEH:
Chyci Dwiyanti, S.Ked
10542037212
PEMBIMBING:
Dr. Zulfikar Tahir, M. Kes, Sp. An
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesiologi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 10542037212
Judul Laporan Kasus : Manajemen Anestesi Spinal Pada Operasi Sectio Caesarea
dengan Preeklampsia
Makassar.
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan
kesempatan-Nya sehingga Laporan Kasus dengan judul “Manajemen Anestesi
Spinal Pada Operasi Sectio Caesarea dengan Preeklampsia” dapat diselesaikan.
Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, yang
menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing Dr. Zulfikar Tahir, M. Kes, Sp. An yang telah memberikan
pengarahan dan nasehat dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang diharapkan
oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan
saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
utuh. Sectio caesarea telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia sejak jaman
kuno Hindu, Mesir, Yunani, Roma, dan beberapa cerita rakyat dari Eropa.2,3
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/ Usia : 20-08-1984 / 34 tahun
Agama : Islam
Suku : banjar
Pekerjaan : IRT
No. RM : 65.22.00
Tanggal MRS : 01 Agustus 2019
Tgl Operasi : 2 Agustus 2019
Jenis Anestesi : Anestesi Spinal
B. ANAMNESIS
6
C. PEMERIKSAAN FISIK
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 12,7 11,5-16 g/dL
Leukosit 20,45* 4.0-10.0 103/mm3
Eritrosit 4,34 3.80-5.80x106/
Trombosit 169000 150000-500000/L
7
CT/BT 9’15”/2’45”
Kimia Klinik
GDS 87 ≤ 140 mg/dL
Urinalisa
E. KESAN ANESTESI
G. KESIMPULAN
8
BAB III
LAPORAN ANESTESI
B. TINDAKAN ANESTESI
Anestesi Spinal
10
C. INTRA OPERATIF
yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4-L5.
Setelah itu dilakukan aseptik pada lokasi anestesi dengan betadine. Beri anestetik
lokal pada tempat tusukan dengan lidokain 1-2% 2-3 ml. Cara tusukan
jarum tersebut. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya utuk meyakinkan posisi jarum tetap
mg.
1. Kesadaran : Composmentis
2. TD : 180/100mmHg
3. Nadi : 92 x/meit
4. Pernapasan : 20x/menit
5. Suhu : 37,1ºC
6. SpO2 : 99%
11
D. PASCA OPERATIF
1) Pasien masuk diruang ICU
2) Monitoring tanda-tanda vital post operasi :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 19x/menit
Suhu : 36.7
Saturasi : 100%
3) Evaluasi keluhan post operasi
E. PEMBAHASAN
Setelah pasien dan instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 08.40
dilakukan anestesi pasien dalam posisi dekubitus lateral serta pemberian oksigen
2 liter permenit. Pukul 08.50 operasi berlangsung, dilakukan pemantauan monitor
12
untuk tanda-tanda vital pasien. Pukul 09.45 operasi selesai, TTV terakhir : TD
130/90 mmHg, HR 80 x/ menit, RR 19x/ menit SpO2 100%.
dilakukan anestesi lokal dengan menggunakan lidocaine 2%. Setelah itu, tusukan
jarum tersebut. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya utuk meyakinkan posisi jarum tetap
ml. Kemudian dilakukan insisi pada daerah lesi. Setelah operasi selesai pasien
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan
pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1
pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.5
2. Klasifikasi
Menurut POGI (1991) preeklampsia dibagi atas preeklampsia ringan
(PER) dan preeklampsia berat (PEB). PER bila tekanan darah di antara 140/90
dan 160/110. PEB bila tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan
diastolic 110 mmHg atau lebih. 6
HIPERTENSI DALAM
KEHAMILAN
14
Hipertensi Tekanan diastol ≥ 90 Proteinuria (-)
mmHg
HIPERTENSI KRONIK
3. Etiologi
Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui
secara pasti. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab
preeklampsia tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang
memuaskan.Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu:5
15
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan
memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan
tromboksan.Hal ini mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak
50%, hipertensi, dan penurunan volume plasma.
Disfungsi endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya
preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat
menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi
trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
16
4. Gejala dan tanda preeklampsia
Gejala dan tandanya dapat berupa : 5
Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak
primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70
mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau
peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan.
Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti
konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam
atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode
dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter
atau midstream yang diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak
waktu 6 jam. Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan
penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.
Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia
berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase
bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit
pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan
proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.
Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi
jika terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang
meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema
lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu
17
dan penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut
pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
5. Penatalaksanaan preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
eklampsia, melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan
mencegah mortalitas maternal dan perinatal.
Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan bertambah.Selain itu dengan
istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan
juga dapat menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak
membaik dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus
diterminasi jika mengancam nyawa maternal.5
Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan terbaik adalah menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan
mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat (MgSO4)
20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading dose dalam 4-5 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12 gram dalam 500 cc
ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Tambahan magnesium sulfat hanya
dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi
pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan,
menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain magnesium sulfat,
18
pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50
mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular5
B. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal
yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang
intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5,
untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi.
Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi
dari anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi anestesi lokal di
ruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan mengoptimalkan keberhasilan
terjadinya blok anestesi spinal.
Kontra indikasi absolut anastesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi di
daerah penusukan, koagulopati, hipovolemi berat, peningkatan tekanan intrakranial,
stenosis aorta berat dan stenosis mitral berat. Sedangkan kontraindikasi relatif
meliputi pasien tidak kooperatif, sepsis, kelainan neuropati seperti penyakit
demielinisasi sistem syaraf pusat, lesi pada katup jantung serta kelainan bentuk
anatomi spinal yang berat. Ada juga menyebutkan kontraindikasi kontroversi yang
meliputi operasi tulang belakang pada tempat penusukan, ketidakmampuan
komunikasi dengan pasien serta komplikasi operasi yang meliputi operasi lama dan
kehilangan darah yang banyak.
Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan
serebrospinal lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda spinalis, tetapi
tempat kerja yang utama adalah serabut preganglionik karena mereka meninggalkan
korda spinal pada rami anterior. Karena serabut sistem saraf simpatis preganglionik
terblokade dengan konsentrasi anestesi lokal yang tidak memadai untuk
mempengaruhi serabut sensoris dan motoris, tingkat denervasi sistem saraf simpatis
19
selama anestesi spinal meluas kira-kira sekitar dua segmen spinal sefalad dari tingkat
anestesi sensoris. Untuk alasan yang sama, tingkat anestesi motorik rata-rata dua
segmen dibawah anestesi sensorik.
Spinal anestesi mempunyai beberapa keuntungan antara lain, perubahan
metabolik dan respon endokrin akibat stress dapat dihambat, komplikasi terhadap
jantung, otak, paru dapat minimal, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang
terblok sementara pasien dalam keadaan sadar. Selain keuntungan ada juga kerugian
dari cara ini yaitu berupa komplikasi yang meliputi hipotensi, mual dan muntah,
PDPH, nyeri pinggang dan lainnya.
Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik. Pada pemakaian
seharihari, obat ini dapat dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan amino
amida. Ikatan ester mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan oleh plasma
esterase, mula kerja lambat, lama kerja pendek dan hanya sedikit menembus jaringan.
Sedangkan ikatan amida mudah menjadi tidak aktif oleh hepatic amidase, mula kerja
cepat, lama kerja lebih lama dan lebih banyak menembus jaringan. Kelompok ester
antara lain procaine, chloroprocaine dan tetracaine. Kelompok amida antara lain
lidocaine, mepivacaine, bupivacaine dan etidocaine.
20
BAB V
PENUTUP
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal
yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang
intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5,
untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi.
Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan
serebrospinal lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda spinalis
Pada kasus ini, seorang perempuan berusia 34 tahun dengan G2P0A1 + PEB
ASA PS III dengan anestesi menggunakan teknik anestesi spinal. Dalam kasus ini
selama operasi berlangsung tidak ada hambatan, baik dari segi anestesi maupun
tindakan operasi sectio caesarea. Dalam pemilihan obat anestesi spinal perlu
diperhatikan dan diingat dosis maksimal pemberian obat dan efek toksik yang akan
terjadi. Selama operasi berlangsung, tekanan darah pasien tetap dipantau untuk
menghidari komplikasi tersering dari anestesi spinal yakni hipotensi. Setelah bayi
lahir dan operasi selesai tekanan darah pasien turun sampai 130/70 mmHg.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
8. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Local Anesthetics. Clinical
Anesthesiology. 4th edition. New York: Mc Graw Hill Lange Medical Books:
2006, 151-52, 263-75.
9. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, epidural and caudal blocks. Morgan GE,Mikhail
MS, eds. Clinical Anesthesiology. 4th edition. New York: Mc Graw Hill Lange
Medical Books: 2006, 289-323.
10. Covino BG, Scott DB, Lambert DH. Handbook of Spinal Anaesthesia and
Analgesia, Mediglobe, Fribourg: 1994; 71-104.
11. Stoelting RK, Hiller SC. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice.
Fourth Edition, Lippincott Williams & Wilkin, Philadelphia: 2006; 140-154.
23