Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun Oleh :
Iga Nuryanti
1810221036

Dosen Penguji:
dr. Juniaty Caroline S, Sp.OG (K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT
ABORTUS INKOMPLIT

Disusun Oleh:
Iga Nuryanti
1810221036

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di SMF
Obstetrik dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu Jakarta

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal, Agustus 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Juniaty Caroline S, Sp.OG (K), M.Kes


BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
PASIEN SUAMI
Nama : Ny. Y Nama : Tn. C
Umur : 31 tahun Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jagakarsa Alamat : Jagakarsa

Tanggal Masuk RS : 02/08/2019

I. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dengan G2P1A0 hamil 6-7 minggu, datang ke IGD RSUD Pasar
Minggu dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari SMRS. Pasien
mengaku darah berwarna merah segar, sebanyak 2 pembalut penuh dalam sehari.
Pasien mengaku 3 jam SMRS keluar darah yang bergumpal-gumpal. Mulas-mulas (+).
Sehari sebelum datang ke IGD, pasien telah berobat ke bidan dan diberikan
obat Uterogestan 1x1 tablet namun keluhan tidak membaik sehingga pasien datang ke
IGD. HPHT pasien tanggal 30/06/2019, tes kehamilan dengan test pack (+) . Riwayat
trauma, demam, keputihan dalam jumlah banyak yang berbau dan gatal serta konsumsi
obat-obatan disangkal. Pasien mengaku semalam sebelum gejala perdarahan muncul,
pasien melakukan hubungan suami istri. Pasien mengaku kontrol kehamilan di bidan
sejak usia kehamilan 5 minggu.

3
3. Riwayat Haid :
Usia menarche 12 tahun, siklus teratur setiap 30 hari, berlangsung selama 7 hari, 2-3x
ganti pembalut/hari, dismenorrhea disangkal
Menstrual diary :
30 April 2019 29 Mei 2019 30 Juni 2019
7 hari 7 hari 5 hari

4. Riwayat Perkawinan :
Pernikahan pertama, selama 6 tahun, usia saat menikah 25 tahun,

5. Riwayat Kehamilan Persalinan :


1. Tahun 2014, Perempuan, BBL 2600 gram, PBL 48 cm, lahir normal di Bidan, sehat
2. Hamil ini

6. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-) asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), alergi obat atau
makanan (-)

7. Riwayat Penyakit dalam keluarga


Hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, alergi disangkal

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien : Ibu rumah tangga, merokok (-), minum alkohol (-)
Suami :Karyawan swasta, merokok (+), minum alkohol (-)

9. Riwayat Penggunaan KB
Pil KB  3 tahun

4
II. OBJEKTIF
A. PEMERIKSAAN UMUM / STATUS GENERALIS
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 51 kg
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis

1. Tanda Vital
TekananDarah :130/80 mmHg Suhu : 36.7 o C
Nadi : 80 x/min Pernapasan : 20 x/min
2. Kepala :
Konjungtiva : Anemis -/- Gigi : Karies (-)
Sklera : Ikterik -/- THT :dbn
3. Leher : Pembesaran KGB (-)
4. Thorax
a. Payudara : Kedua payudara simetris, perubahan warna (-), massa (-)
b. Jantung : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)
c. Paru : Suara Dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
5. Abdomen
a. Inspeksi : Striae gravidarum (+)
b. Auskultasi : Bising usus terdengar (+)
c. Perkusi : Pekak (+)
d. Palpasi : Supel
6. Ekstremitas :
a. Superior : Akral hangat, edema -/-
b. Inferior : Akral hangan, edema -/-

5
B. PEMERIKSAAN OBSTETRIK
1. Pemeriksaan Luar
a. Inspeksi: Abdomen tampak agak cembung
b. Palpasi : Ballotement tidak teraba
2. Pemeriksaan Dalam
a. Inspeksi : vulva dan uretra tenang, perdarahan (+)
b. Inspekulo : Porsio licin, OUE membuka seujung jari, tampak jaringan di muara
OUE, fluxus (+) , fluor (-)
c. VT : Mukosa licin, porsio lunak, OUE membuka 2cm, teraba jaringan di
muara OUE, fluxus (+)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG 02/08/2019
GS tidak beraturan
Tampak gambaran massa dalam cavum uteri
Sisa kehamilan (+)
2. Pemeriksaan Laboratorium di RSUD Pasar Minggu 2/08/2019
Darah:
Hb : 13,6 gr/dL Golongan darah A
Ht : 41 % Rhesus (+)
Eritrosit : 4.800.000 /uL
Leukosit : 9500 /uL
Trombosit :197.000/uL
GDS : 91 mg/dL
PT : 12.10 detik
INR : 0,87

III. ASSESMENT
A. Diagnosis Kerja
G2P1A0 hamil 6-7 minggu dengan Abortus Inkomplit

6
B. Prognosis
Ibu : Dubia ad bonam

7
Janin : Malam

IV. PLANNING
 Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan
 Cefadroxyl 2x500 mg
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Rencana dilatasi dan kuretase

TABEL PERKEMBANGAN PASIEN


S O A P
3-08-2019 KU : Sedang G2P1A0 hamil 6-7 -Observasi keadaan
Pk 07.00 (PreOP) Kesadaran : CM minggu dengan umum, tanda vital dan
Perdarahan TD : 1200/70 mmHg Abortus Inkomplit perdarahan
pervaginam (+) N : 69 x/mnt -Cefadroxyl 2x500 mg
RR : 20 x/mnt -Asam Mefenamat
0
S : 36 7 C 3x500 mg
-Rencana kuretase pagi
Status generalis : dbn ini
Pemeriksaan luar : Ballotement (-)
Pemeriksaan dalam :
a. Inspeksi : vulva dan uretra tenang,
perdarahan (+)
b. Inspekulo : Porsio licin, OUE
membuka seujung jari, fluxus (+),
fluor (-)
c. VT : Mukosa licin, porsio
lunak, OUE membuka 2cm, tidak
teraba jaringan di muara OUE,
fluxus (+)

3-08-2019 , KU : Sedang Post kuretase -Observasi keadaan umum, tanda


pk 20.00 Kesadaran : CM ai Abortus vital dan perdarahan
(Post OP) TD : 120/80 mmHg Inkomplit -O2 via BC 2-3 tpm
Perdarahan N : 68 x/mnt pada -Tidak puasa, makan bertahap
pervaginam (-) RR : 18 x/mnt G2P1A0 -Ondansentron 4 mg inj/IV (bila
S : 36,9 0C Gravida 6-7 mual)
minggu -Kaltrofens Supp no.1 (analgetik post

8
Status generalis : dbn OP)
Pemeriksaan luar : TFU 2 jari dibawah -Cefadroxyl 2x500 mg
symphisis -Asam Mefenamat 3x500 mg
Pemeriksaan dalam : -Methylergometrin 3x1 mg
a. Inspeksi : vulva dan uretra -Tirah baring 24 jam
tenang, perdarahan (-) -Bila besok pagi KU baik, boleh
b. VT : Mukosa licin, porsio pulang
lunak, OUE tertutup, fluxus (-) -Bila terjadi kejang dan atau
penurunan kesadaran lapor dr.
Anestesi

04-08-2019 , KU : Sedang Post kuretase -Cefadroxyl 2x500 mg


pk 08.00 Kesadaran : CM ai Abortus -Asam Mefenamat 3x500 mg
Perdarahan TD : 120/80 mmHg Inkomplit -Methylergometrin 3x1 mg
pervaginam (-) N : 70 x/mnt pada -Boleh pulang
RR : 18 x/mnt G2P1A0
S : 36,6 0C Gravida 6-7
minggu
Status generalis : dbn
Pemeriksaan luar : TFU 2 jari dibawah
symphisis
Pemeriksaan dalam :
a. Inspeksi : vulva dan uretra
tenang, perdarahan (-)
b. VT : Mukosa licin, porsio
lunak, OUE tertutup, fluxus (-)

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus didefinisikan sebagai ancaman/pengeluaran hasil konsepsi atau terminasi
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan
kurang dari 20 minggu1,2 (beberapa sumber lain memberi batasan 22 minggu3,4 atau
24minggu) atau berat janin kurang dari 500 gram.5

2.2 Epidemiologi
Kejadian Abortus berdasarkan data yang dikumpulkan di rumah sakit pada umumnya
berkisar antara 15-20%. Namun angka kejadian abortus sebenarnya diperkirakan dapat
lebih tinggi lagi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kewajiban untuk
melaporkan kejadian abortus pada pihak yang berwenang.8
Pada tahun 2004 diperkirakan 4,2 juta abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara,
dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5
juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara 300.000 sampai
900.000 di Thailand.9 Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi
di Indonesia. Ini artinya terdapat 23 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup.8

2.3 Etiologi
Pada masa awal kehamilan, ekspulsi spontan dari ovum yang sudah dibuahi umumnya
terjadi akibat terhentinya proses biologis pada embrio atau janin. Penyebab terhentinya
proses biologis tersebut merupakan penyebab abortus pada kehamilan muda. Hal yang
sebaliknya terjadi pada kehamilan lanjut, di mana pengeluaran bayi lebih banyak
diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal sehingga saat dikeluarkan bayi-bayi
tersebut masih dalam keadaan hidup.2
Penyebab abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu penyebab fetal, penyebab
maternal dan penyebab paternal. Faktor patologis dari pihak semua (paternal) ini walaupun
berhubungan tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap kejadian abortus spontan.2
1. Faktor fetal
Faktor fetal yang menyebabkan abortus meliputi perkembangan zigot abnormal dan
kelainan kromosom. Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia
kehamilan 12 minggu, setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom.

10
Sembilan puluh lima persen kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan oleh
kegagalan gametogenesis. Abnormalitas dapat dimulai dari pembelahan meiosis dari
gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini mitosis. Dari 1000
abortus spontan yang diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio
atau disebut blighted ovum.2
2. Faktor Maternal
Selain cacat kromosom dari pihak ibu, abortus juga dapat terjadi akibat adanya
gangguan kesehatan atau penyakit sistemik pada ibu.
a. Usia ibu
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun, 2 sampai 5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun.2
b. Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, hal ini berkaitan
dengan faktor dari jaringan parut pada uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut
ini mengakibatkan tidak adekuatnya persedian darah ke plasenta yang dapat pula
berpengaruh pada janin.2
c. Infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus
spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara
lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes
dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang
masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat
dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan
endometrial. 2
d. Anemia
Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena
dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen dalam darah.
Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin antara lain kematian
janin, meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
prematuritas pada bayi.2

11
e. Imunitas
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-
ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari
tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan
antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat
menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O,
dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan
histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. 2
f. Faktor endokrin
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.2
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron). 2
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa
disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron.
Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus.
2
Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus.
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus
luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.2
g. Kelainan anatomi uterus
Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan multipel, biasanya tidak menyebabkan
abortus. Apabila menyebabkan abortus, lokasi leiomioma tampaknya lebih penting
daripada ukurannya. Sinekie uterus disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat
kuretase. Hal ini akhirnya menyebabkan amenore dan abortus rekuren yang dipercaya
disebabkan oleh kurang memadainya endometrium untuk menunjang implantasi.
Serviks inkompeten ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri pada trimester kedua
disertai prolaps dan menggembungnya selaput ketuban pada vagina, diikuti oleh
pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin imatur.2

12
h. Trauma fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali dilupakan.
Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan abortus. Namun,
sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah kematian mudigah atau
janin.2
i. Faktor nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan
bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab
abortus yang penting.2
j. Penggunaan obat-obatan
Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan. Peranan penggunaan obat-obatan
rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti
tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah
satu yang berperan.2
3. Faktor Paternal
Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam
terjadinya abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat
menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes simpleks ditemukan pada hampir
40% sampel semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten
pada 60% sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus.2

2.4 Patogenesis
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang
terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat
yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri
atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil
konsepsi. 2,5
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam

13
kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering
menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22,
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas
jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas
beragam. 2,5

2.5 Patofisiologi
Fetus terdiri dari antigen asing bagi ibu. Fertilisasi merupakan proses fusi membran
spermatozoa dan oosit. Pada proses ini antigen membran spermatozoa masuk ke dalam
oosit menyatu membentuk membran zygot, hasil pembuahan itu membawa dan
mengekspresikan HLA (Human Leukocyte Antigen) ayah di permukaan zygot dan bersifat
sebagai antigen asing bagi ibunya. Antigen permukaan sel fetus yang lainnya merupakan
antigen organ spesifik dan antigen embrional (oncoferal). 2,5,6
Setiap tahap kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan fetus tergantung pada daya
reaksi sel efektor ibu menolak graft (fetus) yang dianggap asing oleh sistem imun ibu.
Toleransi ibu terhadap janin dapat diterangkan dengan teori reaksi alogenik yang bersifat
bipolar, yaitu merusak dan reaksi penguat. Efek merusak seperi reaksi penolakan ditemui
misalnya pada transplantasi. Dihasilkan zat antibodi yang bersifat sitotoksik dan merusak
target antigenik. Efek penguat (enhancing effect) bekerja dengan cara memberi respons
humoral yang dapat mengimbangi reaksi penolakan dan menimbulkan efek positif pada
target antigenik. Reaksi fasilitasi ini pada kehamilan lebih dominan daripada reaksi
merusak. Terjadinya toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis,
antara lain hipotesis ekspresi HLA-G di sel–sel trofoblas.Sel–sel sinsitiotrofoblas tersebut
mengekspresikan salah satu HLA nonklasik, yaitu HLA-G. HLA-G berinteraksi dengan
Killing Inhibitory Receptor (KIR) dan akan menekan aktivitas sitotoksisitas dari sel NK,
sehingga memicu toleransi sistem imun maternal. Sitokin berkaitan dalam regulasi dari
fungsi endometrium, sebab sitokin di ekspresikan dalam endometrium manusia. Sepanjang
siklus menstruasi, sel endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses
kompleks. Dari apa yang diketahui tentang sel T Helper dimana pada penelitian dengan
model tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan
sebaliknya Th2 mempertahankan kehamilan. Dimana Th2 lebih dominan dalam

14
preimplantasi endometrium dari wanita multipara dan dalam desidua awal kehamilan.
Namun dalam keadaan abortus berulang atau kehamilan anembrionik terjadi peningkatan
ratio Th1/Th2 dalam darah tepi. 2,5,6
Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan oleh
APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL12 dan IFN-γ,
sementara Th2 akan menghasilkan IL-4,IL-5,IL-6,IL-9,IL-10, dan IL-13. Limfosit T dalam
desidua dapat memproduksi sitokin tipe 1 dan tipe 2. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa sitokin tipe 1 memiliki pengaruh buruk bagi kehamilan, di dalam
desidua mereka memicu keguguran dengan menghambat invasi trofoblas, TNF-α
menstimulasi apoptosis dari sel trofoblas dan IFN-γ (Interferon γ) semakin meningkatkan
fungsi mediasi TNF-α dalam membunuh sel trofoblas. IFN-γ di sekresi oleh sel-sel uNK
yang menyebabkan sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2 yang
merangsang sel NK di desidua. Sitokin ini juga mencegah terjadinya perkembangan
berlebih dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di desidua. Lebih jauh lagi
TNF-α dan IFN-γ juga dapat mempengaruhi perkembangan janin dengan cara
mengaktivasi protrombinase yang akhirnya mendegenerasi trombin. Aktivasi trombin
memicu pembekuan dan produksi IL-8 yang menstimulasi granulosit dan sel endotelial
untuk menghentikan aliran darah plasenta. Bersama dengan sitokin atau kemokin, sel uNK
juga mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1 menghambat proliferasi dan
kelangsungan hidup serta mempengaruhi lingkungan dengan penurunan TNF-α, IL-2, dan
IFN-γ yang diproduksi oleh sel T yang teraktivasi (Morelli, et al., 2012). Sitokin tipe 2
secara umum menstimulasi perkembangan berlebih dan invasi trofoblas. Gambaran yang
paling dapat diterima saat ini adalah baik di dalam desidua ataupun aliran darah perifer,
selama kehamilan menjadi lebih predominan. Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2
jika dibandingkan dengan tipe 1 dapat ditekan dengan adanya kehamilan yang mengalami
abortus. 2,5,6
Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh plasenta.
Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah progesteron, dimana
pada beberapa penelitian menunjukkan progesteron terbukti akan memicu produksi LIF
(Leukemia Inbibitory Factor) pada endometrium, dan juga akan memodulasi sistem imun
maternal sehingga keseimbangan Th1 dan Th2 akan bergerak ke arah dominasi Th2. Selain
progesteron tampaknya hormon pertumbuhan juga akan memegang peranan dalam
memodulasi sistem imun, meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa

15
kehamilan plasenta akan menghasilkan placental Growth Hormone (pGH) yang memiiiki
perbedaan 13 asam amino dibandingkan dengan Growth Hormone (GH) yang dihasilkan
oleh hipofisis. pGH akan menggantikan GH dalam sirkulasi maternal pada trimester kedua
dan diperkirakan dapat pula memodulasi sistem imun maternal. 2,5,6

7. Klasifikasi
Menurut terjadinya, abortus dibedakan menjadi: 2,5
a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah.
b. Abortus provokatus (abortus buatan/ diinduksi) yaitu abortus yang terjadi akibat
upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Abortus provokatus dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan 16las an bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim
dokter ahli.
2. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi secara illegal, dilakukan secara
sengaja (melalui kesepakatan antara pasien dan pelaku aborsi) dan bukan atas indikasi
untuk menyelamatkan jiwa ibu, adanya kecacatan pada janin atau gangguan mental
yang berat. Peralatan yang digunakan umumnya menggunakan banyak cemaran bahan
berbahaya, baik mikroorganisme maupun bahan kaustik atau iritatif.

Secara klinis, Abortus diklasifikasikan menjadi : 2,5


1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.
Tanda dan gejala :
a. Perdarahan pervaginam sebelum minggu ke 20
b. Sebagian terasa nyeri tumpul pada bagian bawah
c. Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit
d. Ostium uteri tertutup

16
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Pada keadaan ini
didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat.
Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut,
kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau
perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah.
Tanda dan gejala :
a. Perdarahan pervaginam massif , terkadang keluar gumpalan darah
b. Kram perut bagian bawah karena kontraksi uterus yang kuat
c. Ostium uteri telah membuka
3. Abortus Inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
dan masih ada yang tertinggal.
Tanda dan gejala :
a. Perdarahan pervaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah keluar
b. Kram perut bagian bawah karena kontraksi uterus yang kuat
c. Ostium uteri membuka
d. Keluarnya hasil konsepsi
4. Abortus Komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
a. Serviks menutup
b. Uji kehamilan (-)
c. Hasil konsepsi telah keluar seluruhnya
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
a. Uterus tidak semakin membesar
b. Gejala kehamilan (-)
c. Hasil konsepsi masih tertahan di kandungan
d. Amenorea
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut.
7. Abortus Septik ialah abortus dengan komplikasi infeksi. Sepsis dapat terjadi
akibat infeksi mikroorganisme dari saluran genital bawah setelah abortus spontan

17
atau aborsi yang tidak aman. Sepsis biasanya terjadi bila hasil konsepsi masih
tertinggal dan evakuasi ditunda.
8. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum) ialah kehamilan dimana tidak terbentuk
mudigah sejak awal walaupun kantong gestasi telah terbentuk.2

2.7 Gejala Klinis


Gejala klinis pada abortus dapat dilihat pada 18able berikut :

Tabel 1 Manifestasi Klinis pada Beberapa Derajat Abortus3

2.8 Diagnosis
Diagnosis abortus dapat dilakukan melalui :
1. Anamnesis 2,5
a. Perdarahan pervaginam
b. Nyeri perut bawah
c. Riwayat Amenore
2. Pemeriksaan Fisik 2,5
a. Abortus Iminens :
Pemeriksaan dalam : fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, tidak teraba
jaringan konsepsi dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.

18
b. Abortus Insipiens
Pemeriksaan dalam : fluksus ada, ostium uteri terbuka, tidak teraba jaringan hasil
konsepsi dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
c. Abortus Inkomplit
Pemeriksaan dalam : ostium uteri terbuka, teraba jaringan hasil konsepsi (keluar
sebagian).
d. Abortus Tertunda (Missed abortion)
Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi
jantung janin tidak ada
e. Abortus Septik
Tanda vital dan status generalis : suhu meningkat, nadi cepat, perdarahan, dan
nyeri tekan perut bawah.
Pemeriksaan dalam : Fluxus, analis servikalis terbuka dan teraba jaringan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan
memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila ultrasonografi
transvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum hCG kuantitatif
lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan ektopik harus
dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah rahim kosong
harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG kuantitatif lebih
besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang ditemukan kosong pada
pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus kompletus, tetapi diagnosis
tidak definitif sehingga kehamilan ektopik disingkirkan. 3

2.9 Diagnosis Banding


Beberapa diagnosis banding obstetrik yang sering dipikirkan pada kasus
perdarahan pada kehamilan muda ialah abortus, kehamilan ektopik terganggu (KET),
dan kehamilan mola (mola hidatidosa).1,4,5

2.10 Tata Laksana


Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi
klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai
pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai
komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis,

19
perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil
langkah untuk mengatasi komplikasi. Walaupun tanpa komplikasi, pada kasus abortus
inkomplit dapat berubah menjadi ancaman apabila terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi)
tidak segera dilaksanakan. Oleh karena itu, penting sekali untuk membuat penilaian awal
secara akurat (yang kemudian segera diikuti dengan tindakan pengobatan) atau (apabila ada
indikasi) melakukan stabilisasi pasien.3,4
Tata laksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi prosedur
medical dan surgical.2,5
1. Abortus iminens
a. Pertahankan kehamilan
b. Hindari hubungan seksual
c. Tirah baring untuk menambah aliran darah ke uterus dan mengurangi
perangsangan mekanis
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG serial setiap 4 minggu
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG dan nilai
adanya kemungkinan penyebab lain.
f. Konseling kepada ibu dan keluarga mengenai ketidak nyamanan dan risiko
keguguran.5
2. Abortus insipiens
a. Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi isi
uterus dengan AVM (Aspirasi Vakum Manual). Jika evakuasi tidak dapat
dilakukan segera :
1. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 µg oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam
bila perlu).
2. Rencanakan evakuasi segera.
b. Bila usia kehamilan > 16 minggu
1. Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi
uterus untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal.
2. Bila diperlukan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (salin
normal atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit guna
membantu terjadinya ekspulsi spontan hasil konsepsi.
Setelah itu, lakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

20
c. Konseling kepada ibu dan keluarga mengenai ketidak nyamanan dan risiko
keguguran.5
3. Abortus inkomplit
a. Bila perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk
melakukan evakuasi isi uterus dengan AVM (Aspirasi Vakum Manual). Kuret
tajam sebaiknya dilakukan jika AVM tidak terseria. Jika evakuasi tidak dapat
dilakukan segera, berikan Ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu).
b. Bila usia kehamilan >16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosisn dalam 1 liter NaCl
0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran
hasil konsepsi.
c. Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baii, pindah ke ruang rawat.
d. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik untuk dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi.
e. Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen dan produksi urin
setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan
baik dan kadar Hb >8 gr/dL, ibu diperbolehkan pulang.
4. Abortus komplit
a. Tidak diperlukan evakuasi
b. Observasi keadaan ibu
c. Bila terdapat anemia sedang beri tablet sulfas ferosus 600mg/hari selama 2 minggu,
jika anemia berat beri transfusi hingga target Hb 9 gr/dL
d. Konseling mengenai dukungan emosional dan kontrasepsi pasca abortus
5. Missed Abortion
a. Usia kehamilan <12 minggu : AVM / sendok kuret
b. Usia kehamilan 12-16 minggu : pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi
dengan tang abortus dan sendok kuret
c. Usia kehamilan 16-22 minggu : Lakukan pematangan serviks lalu evaksuasi dengan
infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40
TPM hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila dalam 24 jam ekspulsi tidak
terjadi, evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih lanjut.

21
d. Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ke ruang rawat inap.

2.11 Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
a. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
b. Infeksi
Apabila abortus inkompletus tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat, hal
ini dapat menyebabkan abortus sepsis. Infeksi yang terjadi berat karena penyebaran
kuman sampai peredaran darah.
c. Perforasi
Perforasi uterus pada kuretase dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi.

2.12 Prognosis
Prognosis Abortus tergantung kepada etiologi abortus
a. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.
b. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan
keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.
c. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin
pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan
yang tidak jelas

22
BAB III
PENUTUP

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan yang ditandai dengan adanya perdarahan. Pada kasus perdarahan di usia
kehamilan muda (<20 minggu), selain dicurigai abortus, perlu dipikirkan kemungkinan
diagnosis lainnya seperti kehamilan ektopik terganggu, dan mola hidatidosa. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang baik akan membantu menyingkirkan diagnosis banding. Pada
pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan Abortus inkomplit. Abortus inkomplit merupakan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram.
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu pengeluaran sisa hasil konsepsi dengan metode
kuretase, serta observasi tanda-tanda vital ibu

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan Pasca


Keguguran, Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2012. Hal. 2-1 s.d. 2-9; 4-1 s.d.
4-13.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams
Obstetrics, 23rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].
3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In:
Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-
Hill, 2009. [e-book].
4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2011. Hal. 460-74.
5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6th
Edition, 2013.
6. Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In;
Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and
Doctors. Geneva: WHO, 2009. p. S-7 s.d S-17.
7. Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2010:11-17

24

Anda mungkin juga menyukai