Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

ANAK PEREMPUAN DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI


RINGAN-SEDANG ET CAUSA ENTAMOEBA HYSTOLITICA,
STUNTED, GIZI LEBIH

Disusun oleh :
Han Yang G991903022

Residen : Pembimbing :
dr. Luhut Suryanugraha dr. Dian Ariningrum Sp. PK.

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


STASE TERINTEGRASI – LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul

ANAK PEREMPUAN DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI


RINGAN-SEDANG ET CAUSA ENTAMOEBA HYSTOLITICA,
STUNTED, GIZI LEBIH

Hari, tanggal :

Oleh :

Han Yang G991903022

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing

dr. Dian Ariningrum, Sp.PK

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. LT
Tanggal Lahir/ Usia : 19 Maret 2003/14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Surakarta
BB : 55 kg
PB : 150 cm
Tanggal masuk : 8 Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2019

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap orang tua pasien (alloanamnesis)
di Bangsal Melati 2 Kamar 2B Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Dr. Moewardi Surakarta.
1. Keluhan Utama
BAB cair
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 hari SMRS pasien BAB cair berulang sebanyak ±7
kali sehari, volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair disertai
sedikit ampas, warna kekuningan, tidak ada lendir maupun darah.
Pasien juga merasa mual dan muntah ±5 kali sehari, tanpa ada
darah. Pasien mampu makan dan minum seperti biasa. BAK
masih rutin, jumlah cukup. Demam tidak didapatkan. Rasa haus
berlebihan tidak didapatkan. Sebelum keluhan terjadi, pasien
mengaku habis makan makanan pedas. Pasien periksa ke
Puskesmas dan mendapat oralit yang diminum setiap BAB cair
sebanyak 2 gelas, zinc, dan parasetamol, namun keluhan tidak
membaik

3
Hari MRS Pasien masih BAB cair sebanyak 3-4x sehari,
volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair dengan ampas,
warna kuning, lendir (-), darah (-), disertai muntah 2 kali, berisi
makanan sebelumnya disertai air. Demam didapatkan, badan
lemas dan rasa haus juga didapatkan.
Saat di IGD, pasien belum BAB cair kembali, demam,
lemas, dan rasa haus masih didapatkan. Keluhan muntah tidak
didapatkan. BAK terakhir diakui sejak 1 jam SMRS, warna
kuning, volume berkurang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
5. Riwayat Kehamilan
Saat hamil, ibu pasien rutin kontrol setiap bulan di bidan.
Tidak ada keluhan selama kehamilan. Ibu pasien mengonsumsi
suplemen besi dan asam folat dari bidan. Saat hamil usia ibu 26
tahun. Riwayat pre-eklamsia (-) keguguran (-), riwayat kehamilan
sebelumnya dengan sectio caesaria (-), anak meninggal (-).
Kesan : Riwayat kehamilan normal
6. Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak kedua yang lahir secara persalinan
normal pada usia kehamilan 40 minggu, aterm. Saat dilahirkan
bayi langsung menangis, gerakan bayi aktif, biru (-), ketuban
keruh (-). Berat badan lahir 3900 gr, panjang badan lahir 51 cm.
Kesan : Riwayat kelahiran normal
7. Status Imunisasi
0 bulan : HepB1, Polio0, BCG
1 bulan : HepB2

4
2 bulan : DPT1, Polio1, Hib1
3 bulan : HepB3
4 bulan : DPT2, Polio2, Hib2
6 bulan : DPT3, Polio3, Hib3
9 bulan : Campak
18 bulan : DPT4, Polio4, Hib4
6 tahun : Dt, Campak
7 tahun : Td
8 tahun : Td
Kesan : Imunisasi lengkap menurut Kemenkes 2004 dan IDAI
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pasien berusia 14 tahun, dengan berat badan 55 kg dan
tinggi badan 150 cm. Saat ini pasien merupakan siswa SMP, tidak
mengalami kesulitan dalam belajar maupun berteman.
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
9. Riwayat Nutrisi
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur dengan komposisi
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan serat, dengan porsi
dewasa. Pasien suka ngemil.
Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup.
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak kedua dan memiliki kakak laki-laki.
Pasien merupakan anak yang diinginkan. Ayah pasien Tn.D 42
tahun pekerjaan karyawan swasta. Ibu pasien bernama Ny. S,
umur 40 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga. Kondisi rumah
pasien bersih, air minum berasal dari PAM dan dimasak terlebih
dahulu. Pasien berobat menggunakan BPJS.

5
11. Pohon Keluarga

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemas
Derajat kesadaran : compos mentis
Derajat gizi : baik
2. Tanda vital
BB : 55 kg
TB : 150 cm
SiO2 : 98%
Nadi : 111 x/menit, reguler, kuat
Pernafasan : 24 x/menit, reguler
Suhu : 39º C peraksiler
3. Perhitungan Status Gizi secara Antropometris
Umur : 14 tahun , BB : 55 kg, TB : 150 cm
BB BB
= p50 < < p75 (normoweight)
U U
TB TB
= P3 < < P10 (stunted)
U U
BB
: 55/41x100% = 134% (obesitas)
TB
BMI : 24.4 kg/m2
P85 < BMI/umur < p90 (gizi lebih)

6
Status gizi secara antropometri : gizi lebih, normoweight, stunted
(CDC 2000)
4. Wajah
Wajah nampak tua/old man face (-)
5. Kepala
Mesocephal, lingkar kepala: 54cm (-2SD<LK<0SD) (Nellhaus), UUB
sudah menutup, rambut jagung (-)
6. Kulit
Pucat (-), ikterik (-)
7. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), cowong (-/-), sclera
ikterik (-/-), pupil isokor (+2 mm/+2mm), reflek cahaya (+/+), mata
cekung (-/-), air mata (+/+) berkurang.
8. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
9. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa kering (+), lidah kotor dan hiperemis (-)
10. Telinga
Sekret (-/-)
11. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis (-)
12. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
13. Thoraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), iga gambang (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), suara nafas
tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

7
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di
SIC V LMCS
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi: bising usus (+) meningkat ↑
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kembali lambat
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Anorektal : tidak ada laserasi, perianal rash (-)
17. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -

ADP kuat + + CRT < 2 detik + +


+ + + +
Baggy pants (-), wasting muscle (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 8 Juli 2019

8
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Hb 12.5 g/dl 12.3 – 15.3
Hct 36 % 33 – 45
AE 4.38 juta/uL 3.80 – 5.80
AT 264 ribu/uL 150 – 450
AL 19.1 ribu/uL 4.5 – 14.5
Eosinofil 0.00 % 0-4
Basofil 0.00 % 0–1
Neutrofil 88.30 % 29 – 72
Limfosit 6.80 % 33 – 48
Monosit 4.90 % 0–6
MCV 81.1 fL 80 – 96
MCH 28.5 Pg 28 – 33
MCHC 35.2 % 33 – 36
RDW 11.4 % 11.6 – 14.6
MPV 7.4 Fl 7.2 – 11.1
PDW 16 % 25 – 65

Kesimpulan : : Leukositosis, neutrofilia

2. Pemeriksaan Laboratorium Urin Tanggal 9 Juli 2019


Makroskopis
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Warna Yellow
Kejernihan SL Cloudy

Kimia Urin

9
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Berat Jenis 1.030 1.015-1.025
pH 6.5 4.5-8.0
Leukosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein + mg/dl Negatif
Glukosa Normal mg/dl Negatif
Keton +++ mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit ++ mg/dl Negatif

Mikroskopis
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Epitel
1-2 /LPB Negatif
Squamosa
Epitel
0-2 /LPB Negatif
Transisional
Eritrosit 1-2/LPB, Leukosit 0-2/LPB,
Lain-lain
Bakteri (+)

Kesimpulan : Bakteriuria

3. Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik Feses Tanggal 9 Juli 2019


Makroskopis

10
Parameter Hasil Nilai Normal
Ke Konsistensi Cair Lunak berbentuk
Coklat
Warna Kuning coklat
kekuningan
Darah Negatif Negatif
Lendir Positif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Pus Negatif Negatif
Makanan tidak
Negatif Neg/ditemukan sedikit
tercerna
Parasit Negatif Negatif

Mikroskopis

11
Parameter Hasil Nilai Normal
Sel Epitel Negatif Neg/ditemukan sedikit
Lekosit Positif (++) Neg/ditemukan sedikit
Eritrosit Positif (+) Negatif
Makanan tidak
Negatif Neg/ditemukan sedikit
tercerna
Telur cacing Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Proglotid cacing Negatif Negatif
Kista
Protozoa Entamoeba Negatif
histolytica (+)
Yeast/Pseudohifa Negatif Negatif
Benzidine Test Positif (+)

Kesimpulan :
Ditemukan Kista Entamoeba histolytica pada sampel feces

E. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
BAB cair. Keluhan dirasakan 1 hari SMRS, BAB cair sebanyak ±7 x
sehari, volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair disertai sedikit
ampas, warna kuning, tidak ada lendir maupun darah. Muntah ±5 x
sehari, tidak ada darah. BAK masih rutin, jumlah cukup. Sebelum
keluhan terjadi, pasien mengaku habis makan makanan pedas.
Hari MRS Pasien BAB cair sebanyak 3-4x sehari volume ±¼
gelas belimbing, konsistensi cair dengan ampas, warna kuning, lendir
(-), darah (-), demam (+), disertai muntah 2x isi makanan
sebelumnya. Pasien demam, badan lemas, rasa haus didapatkan.

12
Saat di IGD pasien belum BAB cair kembali, demam, lemas,
dan rasa haus masih didapatkan, muntah (-). BAK terakhir diakui
sejak 1 jam SMRS, warna kuning, volume berkurang.
Riwayat kehamilan dan kelahiran normal dan pertumbuhan
serta perkembangan baik, nutrisi anak dalam kondisi baik. Imunisasi
pasien lengkap.
Pada pemeriksaan fisik, pasien demam 39.00C, status gizi klinis
baik dan status gizi antropometri gizi lebih dan stunted, air mata (+)
berkurang, mukosa mulut kering (+), bising usus meningkat, turgor
kembali lambat, lain-lain dalam batasan normal. Pemeriksaan
penunjang terdapat leukositosis, neutrofilia, bakteriuria, dan
ditemukan kista Entamoeba histolytica pada sampel feses.

F. DAFTAR MASALAH
Anak perempuan berusia 14 tahun, berat badan 55 kg dengan :
1. BAB cair frekuensi 3-4x sehari volume ±¼ gelas belimbing,
konsistensi cair dengan ampas, warna kuning, lendir (-), darah
(-), demam (+), riwayat alergi (-)
2. Riwayat muntah sebanyak 2x, muntah berisi makanan
sebelumnya disertai air
3. Demam T : 39.0oC
4. Bising Usus (+) meningkat ↑
5. Status hidrasi : pasien tampak lemas, UUB sudah menutup, mata
cekung (-/-), air mata berkurang (+), mukosa mulut kering
(+), rasa haus (+), produksi urin (+) warna kuning volume
sedikit, turgor kembali lambat, ADP kuat, CRT <2 detik
Kesan : dehidrasi ringan-sedang
6. Status gizi antropometri gizi lebih dan stunted
7. Leukositosis, neutrofilia, bakteriuria, dan ditemukan kista
Entamoeba histolytica pada sampel feses.

13
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec Amoeba dd ETEC
dd EIEC dd Food poisoning
2. Stunted, Gizi lebih

H. DIAGNOSIS KERJA
1. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec Entamoeba
hystolityca
2. Stunted, Gizi lebih

I. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap bangsal gastroenterologi anak
2. Diet Nasi Lauk 2000 kkal
3. Inf asering (135ml/kgbb/hr) = 309 ml/jam sampai terehidrasi
selanjutnya inf D5 ½ NS 83 ml/ jam (maintenance)
4. Oralit 10ml/kg/ BAB cair = 400 ml (2 sachet)
5. Oralit 5ml/kg/muntah = 200 ml/ muntah
6. Zinc 20mg/24 jam PO
7. Parasetamol (10 mg/kg/8 jam) = 500 mg/8 jam PO

J. PLAN
1. Kultur Feses

K. MONITORING
1. KUVS dan Status Hidrasi per jam selama rehidrasi
2. BCD/8 jam

L. EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien, bahwa penyakit pasien perlu
tatalaksana rehidrasi atau pengembalian cairan

14
2. Mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya
komplikasi dan gejala sisa.
3. Mengenai pencegahan diare, berupa kebersihan tangan dengan cuci
tangan sebelum menyiapkan makanan pasien, memastikan
makanan pasien dicuci bersih sebelum dimasak dan dimasak
hingga matang, memilih makanan yang sehat, mengurangi
makanan pedas, serta menjaga kebersihan lingkungan.

M. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam

N. FOLLOW UP
Follow Up 9/07/2019 (DPH-1) 10/07/2019 (DPH-2) 11/07/2019 (DPH-3)
Subjektif BAB cair masih ada Diare masih ada 5x BAB cair 3x pada pagi
10x sehari, volume ¼ sehari, volume hari, volume berkurang,
gelas belimbing, berkurang, konsistensi konsistensi cair, ampas
konsistensi cair, ampas cair, ampas lebih lebih banyak, warna
sedikit, warna kuning, banyak, warna kuning, kuning, lendir (-), darah
lendir (-), darah (-), lendir (-), darah (-), (-), demam (-), mual (-),
demam (+) berkurang, demam (-), mual (-), muntah (-)
mual(+), muntah(+) 2x muntah (-)
Objektif
Keadaan Tampak sakit sedang, Tampak sakit sedang, Tampak sakit sedang,
umum composmentis composmentis composmentis
Tanda Vital 1) HR: 104x/menit 1) HR: 129 x/menit 1) HR: 123 x/menit
2) RR: 20 x/menit 2) RR: 36 x/menit 2) RR: 32 x/menit
3) T: 38,2 0C 3) T: 37 0C 3) T: 36,9
4) SiO2: 99% 4) SiO2: 98 % 4) SiO2: 98%
5) BC : +34 ml 5) BC : +167 ml 5) BC : +270 ml

15
6) D : 1,3 ml/kg/jam 6) D : 2,28 ml/kg/jam 6) D : 1,4 ml/kg/jam

Kepala Mesocephal Mesocephal Mesocephal


Mata Konjungtiva anemis Konjungtiva anemis (-/-), Konjungtiva anemis (-/-),
(-/-), sklera ikterika (-/-), sklera ikterika (-/-), mata sklera ikterika (-/-), mata
air mata (+/+), refleks cowong (-/-), air mata cowong (-/-), air mata
cahaya (+/+) (+/+) (+/+)
Hidung Nafas cuping hidung (-) Nafas cuping hidung (-) Nafas cuping hidung (-)

Telinga Sekret (-) Sekret (-) Sekret (-)

Mulut Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+)

Leher Pembesaran KGB (-) Pembesaran KGB (-) Pembesaran KGB (-)

Thorax Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-)

Cor Inspeksi : iktus cordis Inspeksi : iktus cordis tak Inspeksi : iktus cordis tak
tak tampak tampak tampak
Palpasi : iktus Palpasi : iktus Palpasi : iktus
cordis teraba cordis teraba cordis teraba
Perkusi : batas Perkusi : batas Perkusi : batas
jantung dalam batas jantung dalam batas jantung dalam batas
normal normal normal
Auskultasi : Bunyi Auskultasi : Bunyi Auskultasi : Bunyi
Jantung I-II intensitas Jantung I-II intensitas Jantung I-II intensitas
normal, regular, bising normal, regular, bising normal, regular, bising
(-) (-) (-)
Pulmo Inspeksi : Inspeksi : pengembangan Inspeksi : pengembangan
pengembangan dinding dinding dada kanan dinding dada kanan
dada kanan sejajar sejajar dengan dinding dibandingkan dada kiri
dengan dinding dada dada kiri Palpasi : fremitus raba
kiri Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri Perkusi: sonor/sonor

16
kanan sama dengan kiri Perkusi: sonor/sonor Auskultasi : SDV (+/+),
Perkusi: sonor/sonor Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-)
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-)
suara tambahan (-/-)
Abdomen Inspeksi: dinding perut Inspeksi: dinding perut Inspeksi: dinding perut
sejajar dinding dada sejajar dinding dada sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising Auskultasi : Bising usus Auskultasi : Bising usus
usus (+) meningkat (+) (+)
Perkusi : Timpani Perkusi : Timpani Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, hepar Palpasi : Supel, hepar Palpasi : Supel, hepar
dan lien tidak teraba dan lien tidak teraba dan lien tidak teraba
membesar, turgor kulit membesar, turgor kulit membesar, turgor kulit
kembali cepat kembali cepat kembali cepat
Ekstremitas Akral hangat, ADP Akral hangat, ADP kuat, Akral hangat, ADP kuat,
teraba kuat, CRT < 2 CRT <2 detik CRT <2 detik
detik
Asesment 1. Diare akut dengan 1. Diare akut dengan 1. Diare akut dengan
dehidrasi ringan- dehidrasi ringan- dehidrasi ringan-
sedang ec ETEC dd sedang ec amoeba sedang ec amoeba
EIEC dd Food (terehidrasi) (terehidrasi)
poisoning 2. Stunted, Gizi Lebih 2. Stunted, Gizi Lebih
(terehidrasi)
2. Stunted, Gizi Lebih
Plan 1) Kultur Feses - 1) Usul BLPL

Terapi 1. Diet nasi lauk 2000 1. Diet nasi lauk 2000 1. Diet nasi lauk 2000
kkal kkal kkal
2. Inf D5 ½ NS 83 ml/ 2. Inf D5 ½ NS 40 ml/ 2. Pasang stopcock
jam jam 3. Oralit 10ml/kg/BAB
3. Oralit 10ml/kg/BAB 3. Oralit 10ml/kg/BAB cair = 400 ml (2
cair = 400 ml (2 cair = 400 ml (2 sachet)

17
sachet) sachet) 4. Oralit 5ml/kg/muntah
4. Oralit 5ml/kg/ 4. Oralit 5ml/kg/muntah = 200 ml/ muntah
muntah = 200 ml/ = 200 ml/ muntah 5. Zinc 20mg/24 jam PO
muntah 5. Zinc 20mg/24 jam PO 6. Parasetamol (10 mg/
5. Zinc 20mg/24 jam 6. Parasetamol (10 kg/8 jam) = 500 mg/8
PO mg/kg/8 jam) = 500 jam PO
6. Parasetamol (10 mg/8 jam PO 7. Metronidazole (50mg/
mg/kg/8 jam) = 500 7. Metronidazole(50mg/ kg/hari) = 500mg/8
mg/8 jam PO kg/hari) = 15mg/kg/8 jam
jam
Monitoring 1) KUVS/8 jam 1) KUVS/8 jam 1) KUVS/8 jam
2) SH/8 jam 2) BCD/8 jam 2) BCD/8 jam
3) BCD/8 jam

18
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare
dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan
konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual,
muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari.
Diare cair akut merupakan buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari dengan
pengeluaran tinja yang lunak/cair. Mungkin disertai muntah dan panas.
Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang
dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan
karena dehidrasi. Penyebab terpenting diare pada anak-anak adalah
Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera,
Salmonella, E. coli, rotavirus.

B. Faktor Risiko
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain
makanan dan minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung
dengan tinja penderita.
Terdapat beberapa perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan, menggunakan botol susu yang tercemar, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, menggunakan air
minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak mencuci
tangan setelah buang air besar, atau sebelum memasak makanan dan
sebelum makan, tidak membuang tinja secara benar.
Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare antara lain
tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi/ imunosupressif.

19
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Infeksi
rotavirus paling umum terdapat pada anak usia 4 sampai 24 bulan,
khususnya mereka yang menghabiskan waktu di tempat penampungan
anak atau kelompok bermain. Pada orang dewasa yang merawat anak-
anak, maka akan memiliki peningkatan risiko terinfeksi sama besarnya.
Variasi musiman pola musim diare dapat terjadi melalui letak
geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi
pada musim panas sedangkan diare karena virus (Rotavirus) puncaknya
pada musim dingin. Pada daerah tropik diare Rotavirus terjadi sepanjang
tahun, frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare
karena bakteri adalah pada musim hujan. 
Kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik atau tanpa gejala dan
proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukan imunitas
aktif.

C. Epidemiologi
Baik di negara berkembang maupun negara maju, rotavirus sebagai
penyebab 1/3 kasus rawat inap diare pada bayi dan anak-anak dibawah
usia 5 tahun. Di daerah iklim sedang, diare yang disebabkan oleh rotavirus
mencapai puncak selama musim dingin, sedangkan di daerah tropis kasus
ditemuka sepanjang tahun.
Di Jakarta dan Surabaya sekitar 21-42 persen balita meninggal akibat
diare dari rotavirus. Presentase yang lebih tinggi ditemui di tingkat Asia.
Rata-rata dengan angka di atas 50 persen. Di Korea bahkan kasus diare
akibat rotavirus 73 persen. Untuk tingkat dunia, 440 ribu kematian anak
setiap tahun meninggal akibat rotavirus. Di Indonesia kematiananak
mencapai 240.000 orang per tahun. Kematian anak karena diare 50.400
orang. Dari jumlah itu 10.088 anak di antaranya akibat rotavirus.
Rotavirus menyebabkan diare berat. Jadi jika pasien tidak dirawat di
sarana kesehatan yang memadai, kemungkinan besar ia meninggal.

20
Hasil penelitian yang dilakukan Eko Raharjo dkk di RS Karantina
Jakarta pada tahun 1989 melaporkan bahwa balita dan anak-anak dibawah
umur lima tahun cenderung terinfeksi rotavirus, selain itu juga dilaporkan
bahwa infeksi rotavirus lebih sering terjadi pada musim kemarau.4

D. Etiologi
1. Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang
dapat menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. (Behrman, 2009).
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun
dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

21
Gambar 2.1. Bagan Penyebab Diare

22
Tabel 1. Mikroorganisme Penyebab Diare dan Gejala Klinisnya

Gejala Klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Demam + ++ ++ - ++ -
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Lendir darah - Sering Kadang - + -
Bau - - Busuk + - Amis khas
Warna Kuning- Merah- Kehiajauan Tak Merah- Seperti air
hijau hiaju berwana hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteoris- Infeksi -
mus sistemik

E. Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare
yaitu:
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus
akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen
usus meningkat yang akan menarik cairan sehingga terjadi pergeseran
air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus.
Toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.

23
F. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling
fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah
kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang isotonik. (Behrman, 2009).
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3
yaitu : dehidrasi hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema
(130m – 150 mEg/L) dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada
umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso – natremia (80%) tanpa
disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah diare
hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan
asidosis metabolik dengan anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L), biasanya
disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula
penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat
pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya
meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan Kussmaul) Untuk
pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang
mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan
turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi
ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara
bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa ,
sehingga pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia.
Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam
sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia.

24
Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali
pada otot anggota badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks,
paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan. Disfungsi otot harus
menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan
gelombang T yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang
U. Pada ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel
tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria
dan gagal ginjal.
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit),
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

G. Diagnosis
Anamnesis
1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari >3x sehari, konsistensi
tinja cair, warna dan konsentrasi tinja, lender dan/darah dalam tinja
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air
kecil terakhir,
3. demam, sesak, kejang, kembung
4. Jumlah cairan yang masuk selama diare
5. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa
6. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum

Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
2. Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,
rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
3. Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa
bibir, mulut, dan lidah

25
4. Berat badan
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas
cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia)

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :


 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
1. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
2. Keadaan umum baik, sadar
3. Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada ,
mukosa mulut dan bibir basah
4. Turgor abdomen baik, bising usus normal
5. Akral hangat
 Dehidrasi ringan sedang/ tidak berat (kehilanagn cairan 5-10% berat
badan)
1. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
2. Keadaan umum gelisah atau cengeng
3. Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
4. Turgor kurang, akral hangat
 Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%berat badan)
1. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih
tanda tambahan
2. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
3. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak
ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
4. Turgor sangat kurang dan akral dingin
5. Pasien harus rawat inap

26
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali
apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis
2. Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :
- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
- Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
3. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
4. Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

H. Pemeriksaan Lab
Analisis feses rutin pada setiap kasus bila sumber daya tersedia.
Analisis feses pada diare inflamatorik akan menunjukkan peningkatan
leukosit feses, tes darah samar tinja positif, laktoferin dan calciprotein
positif. Pemeriksaan telur dan parasit diindikasikan pada diare >14 hari,
refrakter terhadap antibiotik, atau pasien imunokompromais.
Kultur feses harus selalu dilakukan pada pasien dengan dehidrasi,
demam >38,5, diare berdarah, nyeri abdomen pada usia >50 tahun, pasien
usia >70 tahun imunodefisiensi, atau setelah 3 hari pengobatan dengan
antibiotik tidak terjadi perbaikan klinis. Pemeriksaan shiga toxic harus
dilakukan pada pasien dengan riwayat hospitalisasi dan penggunaan
antibiotik.
Pasien dengan dehidrasi juga memerlukan pemeriksaan darah, urin,
kimia darah seperti ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah, serum
transaminase dan bila diperlukan, analisis gas darah. Anemia mungkin
disebabkan oleh perdarahan akut, kronis, atau malabsorpsi besi, folat, atau
vitamin B12. Leukositosis adalah tanda inflamasi.
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5
mmol/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau
adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Derajat

27
Hipokalemia ; Hipokalemia ringan: kadar serum 3-3,5 mmol/L.
Hipokalemia sedang: kadar serum 2,5-3 mmol/L. Hipokalemia berat: kadar
serum < 2,5 mmol/L.
Hipokalsemia adalah keadaan konsentrasi ion kalsium darah di bawah
1.17 mmol/L. Derajat Hipokalsemia ; Hipokalemia ringan-sedang kadar
serum 1-1.6 mmol/L. Hipokalemia berat: kadar serum < 1 mmol/L.
Bila hasil feses tidak berhasil mengidentifikasi mikroorganisme
penyebab, penyebab non-infeksi harus dipertimbangkan. Adanya tanda-
tanda inflamasi pada analisis feses tanpa infeksi yang mendasari sugestif
terhadap IBD.
Pemeriksaan feses terdiri dari pemeriksaan makroskopis,
mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.

Makroskopis
a. Warna
Warna feses yang dibiarkan pada udara akan lebih menjadi tua, hal ini
terjadi karena terbentuk lebih banyaknya urobilin dan urobilinogen yang
diekresikan lewat usus. Urobilinogen tidak berwarna, sedangkan urobilin
berwarna coklat tua. Feses pada normalnya mengandung urobilin, selain itu
warna feses juga dipengaruhi oleh jenis makanan, oleh kelinan dalam
saluran usus serta dipengaruhi oleh obat-obatan yang diberikan. Warna feses
kuning berkaitan dengan pengaruh susu, jagung, obat santonin atau bilirubin
yang belum berubah. Warna hijau biasanya karena makanan yang
dikonsumsi mengandung sayuran, jarang diakibatkan oleh biliverdin yang
belum berubah.
Warna feses yang abu-abu kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya
urobilin dalam saluran makanan dan hal tersebut dapat terjadi pada ikterus
obstruktif dan juga setelah pemakaian garam barium pada pemeriksaan
radiologik. Warna abu-abu itu juga dapat terjadi akibat makanan yang
banyak mengandung lemak dan tidak dapat dicerna karena defisiensi enzim
pankreas.

28
Warna merah muda diakibatkan oleh pendarahan yang masih segar
dibagian distal atau dapat pula karena makanan seperti buah bit. Warna
coklat berhubungan dengan pendarahan proksimal atau karena makanan
seperti coklat dan kopi. Warna feses yang hitam disebabkan oleh carbo
medicinalis, oleh obat-obatan yang mengandung besi dan mungkin
juga oleh melena (Gandasoebrata, 2009).
b. Bau
Bau normal pada feses disebabkan oleh indol, skatol dan asam
butirat. Bau tersebut akan menjadi busuk apabila didalam usus terjadi
pembusukan feses isinya yaitu protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh
kuman-kuman reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.
Feses juga dapat berbau asam, keadaan ini disebabkan oleh peragian
(fermentasi) zat-zat gula yang tidak dicerna karena misalnya mengalami
diare.

c. Konsistensi
Feses normal mempunyai konsistensi agak lunak dan mempunyai
bentuk. Konsistensi feses pada kasus diare menjadi sangat lunak atau cair,
sedangkan pada konstipasi maka konsistensi feses keras. Peragian
karbohisrat dalam usus menghasilkan feses yang lunak dan bercampur
dengan gas CO2 (Gandasoebrata, 2009).
d.Lendir
Terdapatnya lendir pada feses menandakan adanya rangsangan atau
radang dinding usus. Lendir yang hanya didapat di bagian luar feses maka
lokasi terjadi iritasi mungkin berada di usus besar sedangkan lendir yang
bercampur dengan feses menandakan terjadi iritasi diusus kecil. Pada
disentri, intususepsi dan ileocolitis mungkin defekasi hanya berupa lendir
saja tanpa adanya tinja (Gandasoebrata, 2009).
e. Darah
Feses yang terdapat darah di dalamnya haruslah diperhatikan warna
darah tersebut misalnya merah muda yang menandakan darah tersebut segar,

29
coklat atau hitam dan perhatikan pula darah tersebut bercampur dengan tinja
atau hanya melapisi luar tinja saja. Perdarahan yang terjadi pada bagian
proksimal dari saluran pencernaan maka akan menghasilkan darah yang
berwarna hitam dan darah tersebut semakin bercampur dengan feses. Jumlah
darah yang besar mungkin disebabkan oleh ulcus, varices dalam esofagus,
carcinoma atau hemorrhoid (Gandasoebrata, 2009).

Mikroskopis
a. Sisa makanan yang tidak tercerna
 Starch, serat otot, serat elastic, lemak. Pemeriksaan menggunakan larutan
eosin alcohol 10%. Serat otot yang sudah dicerna tidak lagi memiliki striae.
Serat otot yang tidak tercerna berbentuk segiempat dengan striae vertikal
dan horizontal. Serat otot disebut meningkat jika terdapat >10 serat otot
yang tidak tercerna.
 Pemeriksaan lemak menggunakan Sudan III atau IV yang memberi warna
jingga kemerahan pada lemak. Normal apabila jumlahnya <60 globul
lemak/LPB dan berukuran kecil (<4 mikrometer).
 Pemeriksaan karbohidrat menggunakan larutan lugol. Positif bila ditemukan
partikel berwarna biru kehitaman.
b. Protozoa atau cacing
Ini dapat dideteksi dengan pewarnaan eosin-lugol 1%. Seringkali yang dicari
ialah bentuk tidak aktif seperti telur atau segmen daric acing.
c. Yeast/ragi
d. Leukosit
Dilihat dengan apusan basah menggunakan pewarnaan methylene blue atau
apusan kering dengan pewarnaan Wright. Adanya leukosit menandakan
infeksi, seperti disentri basiler, colitis ulseratif, atau infeksi/inflamasi lainnya.
e. Eritrosit
Sel darah merah akibat perdarahan pada traktus gastrointestinal atas biasanya
telah lisis, terutama pada bagian proksimal. Kehilangan darah 50-75 ml, akan
membuat feses berwarna merah gelap atau hitam.

30
f. Epitel
Normal diperiksa dengan penambahan sedikit 0,9%. Epitel akan meningkat
pada inflamasi atau infeksi.
g. Kristal
Normal apabila ditemukan Kristal triple phosphate atau asam Ca oksalat.
Abnormal apabila ditemukan Kristal charcoal leyden atau hematoidin.

Pemeriksaan Kimia
a. Pemeriksaan pH.
Feses normalnya memiliki pH antara 7-8. pH yang asam terjadi akibat
fermentasi karbohidrat, sementara pH basa dapat disebabkan karena
pemecahan protein. Pada feses dengan pH sangat asam (<5,5) dapat dicurigai
adanya defisiensi disakaridase.
b. Pemeriksaan glukosa
Uji non spesifik berupa pemeriksaan Benedict atau Clinitest, bekerja dengan
prinsip mereduksi Cu. Oleh karena itu sukrosa tidak terdeteksi karena tidak
masuk gula pereduksi.
c. Fecal occult blood test (FOBT)
Deteksi darah samar menggunakan reagen benzidine atau gualac yang bereaksi
dengan peroksidase dan pseudoperoksidase. Perubahan warna terjadi karena
aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin.
d. Elektrolit
e. Mikrobiologik
Pemeriksaan apusan mikroskopik baik berupa pewarnaan gram ataupun kultur
f. APT test
Untuk membedakan asal perdarahan pada melena neonatorum.
g. Bilirubin
Normal ditemukan pada bayi baru lahir. Kondisi abnormal ditemukan pada
kasus diare atau akibat penggunaan antibiotik.

I. Tatalaksana

31
Apabila derajat dehidrasi yang terjadi akibat diare sudah di tentukan, baru
kemudian menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara konsisten..
Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
a. Rehidrasi
b. Dukungan nutrisi
c. Supplement zinc
d. Antibiotik selektif
e. Edukasi orang tua
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara lain
sebagai berikut:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya
untuk mencegah dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan rumah tangga
yang dianjurkan, seperti oralit, makanan cair (seperti sup dan air tajin)
dan bila tidak ada air matang, kita dapat menggunakan larutan oralit
untuk anak. Pemberian larutan diberikan terus semau naak hingga
diare berhenti. Volume cairan untuk usia kurang dari 1tahun : 50-
100cc, untuk usia 1-5 tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih
dari 5 tahun dapat diberikan semaunya.
b. Pemberian tablet Zinc
Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak
bervariasi, untuk anak usia dibawah 6 bulan sebesar 10mg (1/2 tablet)
perhari, sedangkan untuk usia diatas 6 bulan sebesar 20 mg perhari.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik
dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih
sering, muntah terus menerus, rasa haus yang nyata, makan atau
minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.
e. Anak harus diberi oralit di rumah. Formula oralit baru yang berasal
dari WHO dengan komposisi sebagai berikut:

32
No Larutan Elektrolit Mmol/Liter
Glukosa ORS- WHO ORS- WHO
Osmolaritas Standar
rendah
1 Na+ 75 90
2 Glukosa Anhindros 75 111
3 Cl- 65 80
4 K+ 20 20
5 Sitrat 10 10
Osmolaritas 245 311

Ketentuan pemberian oralit formula baru :


Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200 ml air matang,
berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan
ketentuan untuk anak usia kurang dari 1 tahun berikan 50-100 ml
setiap kali buang air besar, sedangkan untuk anak berumur lebih
dari 1 tahun berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.

2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang


a. Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75
mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah
terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair.
b. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi
sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan
adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara
berkala.
 Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
 Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
 Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari

33
c. Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses rehidrasi
sambil memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orang
tua.
3. Diare Cair akut dengan Dehidrasi Berat
a. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer
asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:
1) Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya
2) Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
b. Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi

Selain mengatasi dehidrasi pada diare. Tatalaksana pada diare juga


harus berfokus untuk menghilangkan penyebab diare. Untuk mengetahui
penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis diare
tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja
disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas
melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum,
kreatinin dan berat jenis plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik
pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi
Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi
amoeba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil
pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1. Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
2. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-
kadang darah.
Terapi simtomatik juga harus benar-benar dipertimbangkan kerugian
dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan

34
memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena
memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seharusnya
cepat dieliminasi.
Terapi kausal yang dapat diberikan :
1. Kolera :
a) Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
b) Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
2. Salmonellosis : Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon
seperti Siprofloksasin
3. Shigellosis :
a) Trimetroprim 5-10mg/kg/hari
b) Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)
c) Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)

4. Helicobacter : Eritromisin
5. Amebiasis :
a) Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis (5-10 hari)
b) Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg
(maks 90mg) (im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
6. Giardiasis :
Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
7. Balantidiasis : Tetrasiklin
8. Candidiasis : Mycostatin
9. Virus : simtomatik dan suportif

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan


masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli
2003 hal 29
2. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 :
Salemba Medika hal 73-103
3. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment
in gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw
Hill,hal 131-49
4. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu
penyakit anak diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1
Jakarta 2002 Selemba Medika hal 93-103
5. Pudjiadi, Antonius H. et al. (2009). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta Pusat: Badan Penerbit IDAI.
6. Abdullah M. (2006). Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah dan
Perdarahan Samar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Jakarta: Bagian Penyakit Dalam FKUI, pp: 295.
7. Ardhani Punky. (2008). Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak, Pustaka
Cendekia Press: Jogjakarta
8. Hasan Rusepno et al. (2007). Ilmu Kesehatan Anak 1: cetakan ke 11,
Infomedika : Jakarta.
9. Hassan R, Alatas H. (2007). Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 2. Jakarta
10. Naeem S dan Perveen S. (2014). Role of Bottle Feedind and Parental
Education in Children Diarrhea. Research Journal Vol. 5 Issue 2 Updated
14-01-2016
11. Zander R. (2009). Fluid Management Second expanded edition. Bibliomed
– Medizinische Verlagsgesellschaft mbH, Melsungen.
12. Cortés DO, Bonor AR, Vincent JL. (2014). Isotonic crystalloid solutions: a
structured review of the literature. Br. J. Anest.

36

Anda mungkin juga menyukai