Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ANAK PEREMPUAN 14 TAHUN DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI


RINGAN-SEDANG ET CAUSA ENTAMOEBA HYSTOLITICA

Disusun Oleh:
Hanifah Kamilah G991903023

Periode : 7 – 20 desember 2020

Pembimbing Residen
.

dr. B Rina Aninda Sidharta, SpPK(K) dr. Yohana Fillamina Setiawan

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul :

ANAK PEREMPUAN 14 TAHUN DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI


RINGAN-SEDANG ET CAUSA ENTAMOEBA HYSTOLITICA

Disusun Oleh :

Hanifah Kamilah G991903023

Telah dipresentasikan pada

Hari, tanggal : Jum’at, 18 Desember 2020

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing

dr. B Rina Aninda Sidharta, SpPK(K)

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : An. LT
Tanggal Lahir/ Usia : 19 Maret 2003/14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 0146xxxx
Alamat : Surakarta
Tanggal masuk : 8 Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2019

B. Data Dasar
Anamnesis dilakukan terhadap orang tua pasien (alloanamnesis)
di Bangsal Melati 2 Kamar 2B Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Dr. Moewardi Surakarta.
1. Keluhan Utama
BAB cair
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 hari SMRS pasien BAB cair berulang sebanyak ±7
kali sehari, volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair disertai
sedikit ampas, warna kekuningan, berlendir, tidak ada darah.
Pasien juga merasa mual dan muntah ±2 kali sehari, tanpa ada
darah. Pasien mampu makan dan minum seperti biasa. BAK
masih rutin, jumlah cukup. Demam tidak didapatkan. Rasa haus
berlebihan tidak didapatkan. Sebelum keluhan terjadi, pasien
mengaku habis memakan makanan pedas. Pasien sudah periksa ke
Puskesmas dan mendapat oralit yang diminum setiap BAB cair
sebanyak 2 gelas, zinc, dan parasetamol, namun keluhan tidak
membaik

3
Hari MRS Pasien masih BAB cair sebanyak 3-4x sehari,
volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair dengan ampas,
warna kuning, lendir (+), darah (-), disertai muntah 2 kali, berisi
makanan sebelumnya disertai air. Demam masih didapatkan,
badan lemas dan rasa haus juga didapatkan.
Saat di IGD, pasien belum BAB cair kembali, demam,
lemas, dan rasa haus masih didapatkan. Keluhan muntah tidak
didapatkan. BAK terakhir diakui sejak 1 jam SMRS, warna
kuning, volume berkurang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
c. Riwayat mondok : disangkal
d. Riwayat penyakit lain : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat Hipertensi : disangkal
5. Riwayat Kehamilan
Saat hamil, ibu pasien rutin kontrol setiap bulan di bidan.
Tidak ada keluhan selama kehamilan. Ibu pasien mengonsumsi
suplemen besi dan asam folat dari bidan. Saat hamil usia ibu 26
tahun. Riwayat pre-eklamsia (-) keguguran (-), riwayat kehamilan
sebelumnya dengan sectio caesaria (-), anak meninggal (-).
Kesan : Riwayat kehamilan normal
6. Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak kedua yang lahir secara persalinan
normal pada usia kehamilan 40 minggu, aterm. Saat dilahirkan
bayi langsung menangis, gerakan bayi aktif, biru (-), ketuban
keruh (-). Berat badan lahir 3900 gr, panjang badan lahir 51 cm.

4
Kesan : Riwayat kelahiran normal
7. Status Imunisasi
0 bulan : HepB1, Polio0, BCG
1 bulan : HepB2
2 bulan : DPT1, Polio1, Hib1
3 bulan : HepB3
4 bulan : DPT2, Polio2, Hib2
6 bulan : DPT3, Polio3, Hib3
9 bulan : Campak
18 bulan : DPT4, Polio4, Hib4
6 tahun : Dt, Campak
7 tahun : Td
8 tahun : Td
Kesan : Imunisasi lengkap menurut Kemenkes 2004 dan IDAI
8. Riwayat Nutrisi
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur dengan komposisi
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan serat, dengan porsi
dewasa
Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup.
9. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak kedua dan memiliki kakak laki-laki.
Pasien merupakan anak yang diinginkan. Ayah pasien Tn.D 42
tahun pekerjaan karyawan swasta. Ibu pasien bernama Ny. S,
umur 40 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga. Kondisi rumah
pasien bersih, air minum berasal dari PAM dan dimasak terlebih
dahulu. Pasien berobat menggunakan BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemas
Derajat kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6

5
Derajat gizi : baik
2. Tanda vital
Tekanan Darah : 110/70mmHg
Nadi : 112 x/menit, reguler, kuat
Pernafasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 39º C peraksiler
SiO2 : 98%
3. Perhitungan Status Gizi secara Antropometris
Umur : 14 tahun , BB : 55 kg, TB : 150 cm, IMT : 24.4 kg/m2
BB BB
= p50 < < p75 (normoweight)
U U
TB TB
= P3 < < P10 (stunted)
U U
BB
: 55/41x100% = 134% (obesitas)
TB
BMI : 24.4 kg/m2
P85 < BMI/umur < p90 (gizi lebih)
Status gizi secara antropometri : gizi lebih, normoweight, stunted
(CDC 2000)
4. Wajah
Wajah nampak tua/old man face (-)
5. Kepala
Mesocephal, lingkar kepala: 54cm (-2SD<LK<0SD) (Nellhaus), UUB
sudah menutup, rambut jagung (-)
6. Kulit
Pucat (-), ikterik (-) purpura (-)
7. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), cowong (-/-), sclera
ikterik (-/-), pupil isokor (+2 mm/+2mm), reflek cahaya (+/+), mata
cekung (-/-), air mata (+/+) berkurang.
8. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)

6
9. Telinga
Sekret (-/-)
10. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa kering (+), lidah kotor dan hiperemis (-)
11. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis (-)
12. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
13. Thoraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), iga gambang (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), suara nafas
tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di
SIC V LMCS
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi: bising usus (+) meningkat ↑
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kembali lambat
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Anorektal : tidak ada laserasi, perianal rash (-)
17. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -

7
- - - -

ADP kuat + + CRT < 2 detik + +


+ + + +
Baggy pants (-), wasting muscle (-)

III. DIAGNOSIS BANDING


Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec Amoeba dd ETEC dd
EIEC

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 8 Juli 2019
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Hb 12.5 g/dl 12.3 – 15.3
Hct 36 % 33 – 45
AE 4.38 juta/uL 3.80 – 5.80
AT 264 ribu/uL 150 – 450
AL 19.1 ribu/uL 4.5 – 14.5
Eosinofil 0.00 % 0-4
Basofil 0.00 % 0–1
Neutrofil 88.30 % 29 – 72
Limfosit 6.80 % 33 – 48
Monosit 4.90 % 0–6
MCV 81.1 fL 80 – 96
MCH 28.5 Pg 28 – 33
MCHC 35.2 % 33 – 36
RDW 11.4 % 11.6 – 14.6
MPV 7.4 Fl 7.2 – 11.1
PDW 16 % 25 – 65

8
Kesimpulan : : Leukositosis, neutrofilia absolut, limfositopeni

B. Pemeriksaan Laboratorium Urin Tanggal 9 Juli 2019


Makroskopis
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Warna Yellow
Kejernihan SL Cloudy

Kimia Urin
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Berat Jenis 1.030 1.015-1.025
pH 6.5 4.5-8.0
Leukosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein + mg/dl Negatif
Glukosa Normal mg/dl Negatif
Keton +++ mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit ++ mg/dl Negatif

Mikroskopis
Pemeriksaa
Hasil Satuan Rujukan
n
Epitel
1-2 /LPB Negatif
Squamosa
Epitel
0-2 /LPB Negatif
Transisional
Eritrosit 1-2/LPB, Leukosit 0-2/LPB,
Lain-lain
Bakteri (+)
9
Kesimpulan : Proteinuria, Ketonuria, Bakteriuria

C. Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik Feses Tanggal 9 Juli 2019


Makroskopis
Parameter Hasil Nilai Normal
Ke Konsistensi Cair Lunak berbentuk
Warna Coklat kekuningan Kuning coklat
Darah Negatif Negatif
Lendir Positif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Pus Negatif Negatif
Makanan tidak
Negatif Neg/ditemukan sedikit
tercerna
Parasit Negatif Negatif

Mikroskopis

10
Parameter Hasil Nilai Normal
Sel Epitel Negatif Neg/ditemukan sedikit
Lekosit Positif (++) Neg/ditemukan sedikit
Eritrosit Positif (+) Negatif
Makanan tidak
Negatif Neg/ditemukan sedikit
tercerna
Telur cacing Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Proglotid cacing Negatif Negatif
Kista
Protozoa Entamoeba Negatif
histolytica (+)
Yeast/Pseudohifa Negatif Negatif

Kesimpulan :
Ditemukan Kista Entamoeba histolytica pada sampel feces

V. RESUME
1. Keluhan Utama : BAB cair sejak 1 hari SMRS
2. Anamnesis :
 BAB cair dirasakan sejak 1 hari SMRS, sebanyak ±7x sehari,
volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair disertai sedikit
ampas, warna kuning, berlendir, tidak ada darah. Muntah ±2x
sehari, tidak ada darah. BAK jumlah cukup.
 Hari MRS pasien BAB cair 3-4x sehari volume ±¼ gelas
belimbing, konsistensi cair dengan ampas, warna kuning,
lendir (+), darah (-). Muntah 2x isi makanan sebelumnya.
Pasien demam (+), badan lemas (+), rasa haus (+).
 Di IGD pasien belum BAB cair kembali, demam (+), badan
lemas (+), rasa haus (+)., muntah (-). BAK terakhir sejak 1 jam
SMRS, warna kuning, volume berkurang.

11
3. Pemeriksaan Fisik :
 Pasien tampak sakit sedang, demam 39.00C
 Status hidrasi : pasien tampak lemas, UUB sudah menutup,
mata cekung (-/-), air mata berkurang (+), mukosa mulut
kering (+), rasa haus (+), produksi urin (+) warna kuning
volume sedikit, turgor kembali lambat, ADP kuat, CRT <2
detik . Kesan : dehidrasi ringan-sedang
 Bising usus meningkat, lain-lain dalam batasan normal.
4. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium Darah 8 Juli 2019 : terdapat leukositosis,
neutrofilia absolut, dan limfositopeni. Urinalisis 9 Juli 2019 :
Peningkatan BJ urin, proteinuria, ketonuria, bakteriuria.
Mikrobiologi Feses 9 Juli 2019 : Kista Entamoeba histolytica
(+) pada sampel feses.

VI. DIAGNOSIS
Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec Entamoeba hystolityca
VII. PENATALAKSANAAN
A. Rawat inap bangsal gastroenterologi anak
B. Diet Nasi Lauk 2000 kkal
C. Inf asering (135ml/kgbb/hr) = 309 ml/jam sampai terehidrasi
selanjutnya inf D5 ½ NS 83 ml/ jam (maintenance)
D. Oralit 10ml/kg/ BAB cair = 400 ml (2 sachet)
E. Oralit 5ml/kg/muntah = 200 ml/ muntah
F. Zinc 20mg/24 jam PO
G. Parasetamol (10 mg/kg/8 jam) = 500 mg/8 jam PO
H. Metronidazole(15mg/kg/8 jam) = 500mg/ 8 jam

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam

12
Ad fungsionam : bonam
IX. PLAN
- Cek Elektrolit setelah terehidrasi
X. MONITORING
1. KUVS dan Status Hidrasi per jam selama rehidrasi
2. BCD/8 jam

XI. EDUKASI
A. Mengenai penyakit pasien, bahwa penyakit pasien perlu tatalaksana
rehidrasi atau pengembalian cairan
B. Mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya komplikasi dan
gejala sisa.
C. Mengenai pencegahan diare, berupa kebersihan tangan dengan cuci
tangan sebelum menyiapkan makanan pasien, memastikan makanan
pasien dicuci bersih sebelum dimasak dan dimasak hingga matang,
memilih makanan yang sehat, mengurangi makanan pedas, serta
menjaga kebersihan lingkungan.
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, seorang anak perempuan yang berusia 14 tahun datang ke
RS dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari SMRS. BAB cair berulang hingga
±7 kali sehari, volume ±¼ gelas belimbing, konsistensi cair disertai sedikit
ampas, warna kekuningan, berlendir, tidak ada darah. Pasien juga merasa mual
dan muntah ±2 kali sehari, tanpa ada darah. Pasien mampu makan dan minum
seperti biasa. BAK masih rutin dalam jumlah cukup. Demam dan rasa haus
berlebihan tidak didapatkan. Sebelum keluhan terjadi, pasien mengaku habis
memakan makanan pedas. Pasien sudah periksa ke Puskesmas dan mendapat
oralit yang diminum setiap BAB cair sebanyak 2 gelas, zinc, dan parasetamol,
namun keluhan tidak membaik

13
Hari MRS Pasien masih BAB cair sebanyak 3-4x sehari, volume ±¼
gelas belimbing, konsistensi cair dengan ampas, warna kuning, berlendir,
darah (-), disertai muntah 2 kali, berisi makanan sebelumnya disertai air.
Demam masih didapatkan, badan lemas dan rasa haus juga didapatkan.
Saat di IGD, pasien belum BAB cair kembali, demam, lemas, dan rasa
haus masih didapatkan. Pasien tidak muntah dan BAK terakhir diakui sejak 1
jam SMRS, warna kuning, volume berkurang.
BAB berulang dengan adanya karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau
perubahan konsistensi merupakan gejala diare. Disini frekuensi BAB pasien
meningkat hingga 3-4x sehari dan terdapat perubahan konsistensi, yaitu BAB
cair. Keluhan ini berlangsung sejak 1 hari SMRS sehingga pasien tergolong
mengalami diare akut.
Diare sendiri dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, yaitu akibat
infeksi, malabsorbsi karbohidrat, alergi makanan, keracunan, maupun
psikologis. Penyebab terpenting diare akibat infeksi pada anak-anak adalah
Rotavirus, Shigella, Campylobacter jejuni, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli.
Di hari MRS pasien mengalami demam dan dari pemeriksaan fisik didapatkan
suhu 39oC peraksiler, hal ini dapat menandakan adanya proses infeksi pada
pasien. Diare pasien bervolume ±¼ gelas belimbing dengan konsistensi cair
disertai sedikit ampas, kekuningan, berlendir tidak ada darah. Berdasarkan
karakteristik tersebut dapat diduga infeksi disebabkan oleh bakteri
ETEC(Enterotoxigenic E. coli) atau EIEC(Enteroinvasive Escherichia coli)
ataupun parasit cacing dan protozoa.
Jika dilihat dari gejala-gejala pasien tersebut di atas, maka dapat dicurigai
diagnosis sementara adalah Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec
Amoeba dd ETEC dd EIEC .
Komplikasi paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi
yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,

14
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Dari hasil pemeriksaan status
hidrasi didapatkan tanda-tanda dehidrasi berupa : air mata berkurang (+),
mukosa mulut kering (+), rasa haus (+), produksi urin (+) warna kuning
volume sedikit, dan turgor kembali lambat. Dapat disimpulkan pasien
mengalami dehidrasi derajat ringan-sedang karena masih didapatkan rasa haus,
dan BAK (+) meski volume berkurang.
Selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan leukositosis, neutrofilia absolut, dan limfositopeni. Adanya
leukositosis dengan neutrofilia absolut dapat menunjukkan infeksi bakteri akut.
Tidak adanya anemia dan eosinophilia dapat menunjukkan tidak ada infeksi
oleh parasit cacing. Dari pemeriksaan urinalisis didapatkan peningkatan Berat
Jenis urin yang menandakan bahwa urin pasien pekat atau pasien kurang cairan
dan mengalami dehidrasi. Kemudian juga ditemukan protein, keton, bakteri,
dan sedikit eritrosit pada urin pasien. Selain pemeriksaan laboratorium di atas
perlu juga dilakukan pemeriksaan elektrolit pada pasien karena pasien
mengalami kehilangan cairan yang cukup banyak. Cek elektrolit ini dapat
dijadikan evaluasi setelah pasien mendapatkan rehidrasi cukup.
Adanya kecurigaan amoebiasis pada pasien mengindikasikan perlunya
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi feses untuk mengetahui diagnosis pasti
penyebab diare. Dari pemeriksaan mikrobiologi feses ditemukan sedikit
leukosit dan eritrosits serta Kista Entamoeba histolytica. Diagnosa pasien dapat
ditegakkan, yaitu diare akut dehidrasi ringan-sedang ec Entamoeba hystolityca.
Setelah diagnosis klinis ditegakkan, pasien diberi tatalaksana berupa 5
Langkah Tuntaskan Diare dan juga tatalaksana etiologi penyebab diare. 5
Langkah Tuntaskan Diare adalah 1) Rehidrasi, 2) Dukungan nutrisi, 3)
Suplement zinc, 4) Antibiotik selektif, 5) Edukasi orang tua. Rehidrasi
dilakukan dengan pemberian infus dan juga oralit, untuk pemberian oralit pada
anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.
Pada dehidrasi ringan-sedang diberikan rehidrasi parenteral dengan infus
asering atau ringer laktat, untuk berat badan lebih dari 15 kg diberikan

15
sebanyak 135ml/kgBB/hari. Suplemen zinc diberikan selama 10-14 hari
berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak
usia diatas 6 bulan sebesar 20 mg perhari. Pasien juga perlu diberikan
antibiotik sesuai penyebab infeksi, disini pasien diberikan obat amebiasis
Metronidasol 50mg/kg/hari dibari 3 dosis selama 5-10 hari. Selain itu pasien
juga diberikan antipiretik Paracetamol untuk menurunkan demam.
Edukasi pada pasien dan orangtua juga penting dilakukan. Edukasi
terkait penyakit pasien, bahwa penyakit pasien perlu tatalaksana rehidrasi atau
pengembalian cairan. Edukasi tanda-tanda bahaya akibat dehidrasi berat dan
kemungkinan adanya komplikasi. Kemudian edukasi pencegahan diare, berupa
kebersihan tangan dengan cuci tangan sebelum menyiapkan makanan pasien,
memastikan makanan pasien dicuci bersih sebelum dimasak dan dimasak
hingga matang, memilih makanan yang sehat, mengurangi makanan pedas,
serta menjaga kebersihan air, lingkungan, dan menjaga ketahanan tubuh pasien
dengan asupan nutrisi yang baik.
Prognosis pada pasien ini cukup baik karena pasien segera dibawa ke
Rumah Sakit oleh keluarganya. Secara keseluruhan pasien dapat sembuh
sempurna dengan pengobatan adekuat.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat
disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit
perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari.
Diare cair akut merupakan buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari dengan
pengeluaran tinja yang lunak/cair. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare
cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat
mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena

16
dehidrasi. Penyebab terpenting diare pada anak-anak adalah Shigella,
Campylobacter jejuni, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus.

B. Faktor Risiko
Terdapat beberapa perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan,
menggunakan botol susu yang tercemar, menyimpan makanan masak pada
suhu kamar dalam waktu cukup lama, menggunakan air minuman yang
tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak mencuci tangan setelah
buang air besar, atau sebelum memasak makanan dan sebelum makan, tidak
membuang tinja secara benar.Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap
diare antara lain tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi,
campak, imunodefisiensi/ imunosupressif.
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Infeksi
rotavirus paling umum terdapat pada anak usia 4 sampai 24 bulan, khususnya
mereka yang menghabiskan waktu di tempat penampungan anak atau
kelompok bermain.
Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada
musim panas sedangkan diare karena virus (Rotavirus) puncaknya pada
musim dingin. Pada daerah tropik diare Rotavirus terjadi sepanjang tahun,
frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena
bakteri adalah pada musim hujan. 

C. Epidemiologi
Baik di negara berkembang maupun negara maju, rotavirus sebagai
penyebab 1/3 kasus rawat inap diare pada bayi dan anak-anak dibawah usia 5
tahun. Di daerah iklim sedang, diare yang disebabkan oleh rotavirus
mencapai puncak selama musim dingin, sedangkan di daerah tropis kasus
ditemuka sepanjang tahun.
Di Jakarta dan Surabaya sekitar 21-42 persen balita meninggal akibat
diare dari rotavirus. Presentase yang lebih tinggi ditemui di tingkat Asia.

17
Rata-rata dengan angka di atas 50 persen. Di Indonesia kematian anak
mencapai 240.000 orang per tahun. Kematian anak karena diare 50.400
orang. Dari jumlah itu 10.088 anak di antaranya akibat rotavirus. Rotavirus
menyebabkan diare berat. Jadi jika pasien tidak dirawat di sarana kesehatan
yang memadai, kemungkinan besar ia meninggal. Balita dan anak-anak
dibawah umur lima tahun cenderung terinfeksi rotavirus, selain itu juga
dilaporkan bahwa infeksi rotavirus lebih sering terjadi pada musim kemarau.4

D. Etiologi
1. Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang
dapat menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. (Behrman, 2009).
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun
dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

18
Gambar 2.1. Bagan Penyebab Diare

Tabel 1. Mikroorganisme Penyebab Diare dan Gejala Klinisnya

Gejala Klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Demam + ++ ++ - ++ -
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Lendir darah - Sering Kadang - + -
Bau - - Busuk + - Amis khas
Warna Kuning- Merah- Kehiajauan Tak Merah- Seperti air
hijau hiaju berwana hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteoris- Infeksi -
mus sistemik

E. Patofisiologi

19
Terdapat beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare
yaitu:
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus
akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen
usus meningkat yang akan menarik cairan sehingga terjadi pergeseran
air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus.
Toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.

F. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling
fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah
kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang isotonik. (Behrman, 2009).
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan
asidosis metabolik, biasanya disertai hiperkloremia. Selain penurunan
bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini
akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan
pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru
(pernapasan Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi
pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi

20
asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi
berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan
akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya
keadaan asidosis.
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa ,
sehingga pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia.
Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam
sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia.
Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali
pada otot anggota badan dan otot pernapasan. Pada ginjal kekurangan K+
mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan
sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat didapat
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.

G. Diagnosis
Anamnesis
1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari >3x sehari, konsistensi
tinja cair, warna dan konsentrasi tinja, lender dan/darah dalam tinja
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air
kecil terakhir,
3. demam, sesak, kejang, kembung
4. Jumlah cairan yang masuk selama diare
5. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa
6. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum

Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital

21
2. Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,
rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
3. Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa
bibir, mulut, dan lidah
4. Berat badan
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas
cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia)

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :


 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
1. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
2. Keadaan umum baik, sadar
3. Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada ,
mukosa mulut dan bibir basah
4. Turgor abdomen baik, bising usus normal
5. Akral hangat
 Dehidrasi ringan sedang/ tidak berat (kehilanagn cairan 5-10% berat
badan)
1. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
2. Keadaan umum gelisah atau cengeng
3. Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
4. Turgor kurang, akral hangat
 Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%berat badan)
1. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih
tanda tambahan
2. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
3. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak
ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
4. Turgor sangat kurang dan akral dingin

22
5. Pasien harus rawat inap

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali
apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal
yang dinilai pada pemeriksaan tinja :
- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
- Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
2. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
3. Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

H. Tatalaksana
Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
a. Rehidrasi
b. Dukungan nutrisi
c. Supplement zinc
d. Antibiotik selektif
e. Edukasi orang tua
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara lain
sebagai berikut:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya
untuk mencegah dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan rumah tangga
yang dianjurkan, seperti oralit, makanan cair (seperti sup dan air
tajin). Pemberian larutan diberikan terus semau naak hingga diare
berhenti. Volume cairan untuk usia kurang dari 1tahun : 50-100cc,
untuk usia 1-5 tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih dari 5
tahun dapat diberikan semaunya.
b. Pemberian tablet Zinc

23
Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak
bervariasi, untuk anak usia dibawah 6 bulan sebesar 10mg (1/2 tablet)
perhari, sedangkan untuk usia diatas 6 bulan sebesar 20 mg perhari.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik
dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih
sering, muntah terus menerus, rasa haus yang nyata, makan atau
minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.

24
e. Anak harus diberi oralit di rumah. Formula oralit baru yang berasal
dari WHO dengan komposisi sebagai berikut:

No Larutan Elektrolit Mmol/Liter


Glukosa ORS- WHO ORS- WHO
Osmolaritas Standar
rendah
1 Na+ 75 90
2 Glukosa Anhindros 75 111
3 Cl- 65 80
4 K+ 20 20
5 Sitrat 10 10
Osmolaritas 245 311

Ketentuan pemberian oralit formula baru :


Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200 ml air matang,
berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan
ketentuan untuk anak usia kurang dari 1 tahun berikan 50-100 ml
setiap kali buang air besar, sedangkan untuk anak berumur lebih
dari 1 tahun berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.
2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
a. Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75
mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah
terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair.
b. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi
sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan
adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara
berkala.
 Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
 Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
 Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari

25
c. Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses rehidrasi
sambil memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orang
tua.
3. Diare Cair akut dengan Dehidrasi Berat
a. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer
asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:
1) Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya
2) Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
b. Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi

Selain mengatasi dehidrasi pada diare. Tatalaksana pada diare juga


harus berfokus untuk menghilangkan penyebab diare. Untuk mengetahui
penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis diare
tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja
disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1. Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
2. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-
kadang darah.
Terapi simtomatik juga harus benar-benar dipertimbangkan kerugian
dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan
memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena
memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seharusnya
cepat dieliminasi.
Terapi kausal yang dapat diberikan :
1. Kolera :
a) Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
b) Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)

26
2. Salmonellosis : Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon
seperti Siprofloksasin
3. Shigellosis :
a) Trimetroprim 5-10mg/kg/hari
b) Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)
c) Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)

4. Helicobacter : Eritromisin
5. Amebiasis :
a) Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis (5-10 hari)
b) Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg
(maks 90mg) (im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
6. Giardiasis :
Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
7. Balantidiasis : Tetrasiklin
8. Candidiasis : Mycostatin
9. Virus : simtomatik dan suportif

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan


masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli
2003 hal 29
2. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 :
Salemba Medika hal 73-103
3. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment
in gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw
Hill,hal 131-49
4. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu
penyakit anak diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1
Jakarta 2002 Selemba Medika hal 93-103
5. Pudjiadi, Antonius H. et al. (2009). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta Pusat: Badan Penerbit IDAI.
6. Abdullah M. (2006). Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah dan
Perdarahan Samar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Jakarta: Bagian Penyakit Dalam FKUI, pp: 295.
7. Ardhani Punky. (2008). Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak, Pustaka
Cendekia Press: Jogjakarta
8. Hasan Rusepno et al. (2007). Ilmu Kesehatan Anak 1: cetakan ke 11,
Infomedika : Jakarta.
9. Hassan R, Alatas H. (2007). Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 2. Jakarta
10. Naeem S dan Perveen S. (2014). Role of Bottle Feedind and Parental
Education in Children Diarrhea. Research Journal Vol. 5 Issue 2 Updated
14-01-2016
11. Zander R. (2009). Fluid Management Second expanded edition. Bibliomed
– Medizinische Verlagsgesellschaft mbH, Melsungen.
12. Cortés DO, Bonor AR, Vincent JL. (2014). Isotonic crystalloid solutions: a
structured review of the literature. Br. J. Anest.

28

Anda mungkin juga menyukai