Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama Penderita : An. LV
Umur : 5 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : TK
Alamat : Karangroto, Genuk, Semarang
Alamat : Karangroto, Genuk, Semarang
Bangsal : Baitul Athfal
Masuk RS : 8 Januari 2020
Nama Ayah : Tn. T
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Karangroto, Genuk, Semarang
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Karangroto, Genuk, Semarang

B. DATA DASAR
Alloanamnesis dengan Ayah penderita dilakukan pada tanggal 8 Januari 2020 di
ruang Baitul Athfal dan didukung dengan catatan medis
 Keluhan Utama : Sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang
- 7 hari SMRS pasien mengeluh batuk berdahak. Keluhan muncul tiba-tiba dan
tidak mengganggu aktivitas. Pasien sudah pernah di periksakan ke poli anak dan
dilakukan nebulisasi sebanyak 3 kali namun keluhan belum membaik. Keluhan
disertai demam yang tidak terlalu tinggi. Keluhan tidak disertai bersin-bersin.
Pasien memiliki riwayat alergi dingin.
- 1 hari SMRS pasien mengeluh batuk dan sesak napas pada malam hari. Keluhan
tersebut muncul tiba-tiba saat lingkungan yang dingin. Keluhan tersebut
mengganggu tidur pasien. Keluhan disertai napas yang berbunyi “ngik ngik” dan
batuk berdahak. Keluhan demam tinggi, muntah, tersedak, kontak dengan
penderita TB disangkal. Setelah itu pasien dibawa ke Poli Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang.
Setelah Masuk Bangsal Anak
- 1 hari setelah dirawat di bangsal anak keadaan pasien membaik namun napas
pasien masih cepat dan pasien masih pilek.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien pernah dirawat di rumah sakit saat usia 3 bulan dengan keluhan sesak
napas dan batuk berdahak, membaik setelah diberikan nebulizer.
- Riwayat batuk lebih dari 3 minggu disangkal, riwayat demam lebih dari 2
minggu disangkal, riwayat berat badan tidak naik atau turun disangkal.
- Riwayat alergi tidak diketahui

Faringitis : disangkal Enteritis : disangkal


Bronkitis : disangkal Disentri basiler : disangkal
Pneumonia : disangkal Disentri amoeba : disangkal
Morbili : disangkal Thyp. Abdominalis : disangkal
Pertusis : disangkal Cacingan : disangkal
Varicella : disangkal Operasi : disangkal
Difteri : disangkal Trauma : disangkal
Malaria : disangkal Reaksi obat/ alergi : tidak diketahui

Polio : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma yaitu ibu pasien.
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Biaya perawatan BPJS Non PBI.
Kesan ekonomi : cukup
C. DATA KHUSUS
1. Riwayat Perinatal
Anak laki-laki lahir dari ibu P2A0 hamil 38 minggu, antenatal care teratur, penyakit
kehamilan tidak ada, masa gestasi cukup bulan, lahir di bidan, cara persalinan
spontan, anak lahir langsung menangis dan warna kemerahan. Berat badan lahir
2900 gram.
2. Riwayat Makan – Minum
Anak diberikan ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan. Umur 6 bulan mulai mendapat
makanan pendamping berupa bubur susu. Umur 1 tahun hingga sekarang mulai
mendapat makanan orang dewasa (nasi, lauk, sayur dan buah). Anak makan 3 kali
sehari.
Kesan: Kualitas dan kuantitas diit baik

3. Riwayat Imunisasi Dasar dan Ulang

No Jenis Imunisasi Jumlah Dasar

1. BCG 1x 1 bulan

2. Polio 4x 0, 2, 4,6 bulan

3. Hepatitis B 3x 0,2,6 bulan

4. DPT 3x 2, 4, 6 bulan

5. Campak 1x 9 bulan

6. Polio 1x 2 tahun

7. Hepatitis B 1x -

8. DPT 1x 2 tahun
9. Campak 1x -

Kesan: Imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat Perkembangan
- Tersenyum : 2 bulan
- Miring dan tengkurap : 3 bulan
- Duduk tanpa berpegangan : 7 bulan
- Berdiri berpegangan : 9 bulan
- Berjalan : 14 bulan
Kesan : perkembangan sesuai dengan usia

D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 8 Januari 2020
 Umur : 5 tahun 2 bulan
 Berat badan : 20 kg
 Panjang Badan : 110 cm
 Tekanan Darah : Tidak dinilai
 Nadi : 110 x/menit reguler (isi dan tegangan cukup)
 Frekuensi Pernafasan : 32 kali/menit
 Suhu : 36,9 oC (axilla)

KEADAAN UMUM : Tampak lemah,composmentis


KULIT : Sianosis (-), ikterus (-), edema (-), turgor kembali lambat
(-)
KEPALA : mesocephale, UUB menutup.
MATA : pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), strabismus
(-/-), cekung (-/-)
HIDUNG : nafas cuping (-), sekret bening (-/-)
TELINGA : discharge (-/-)
MULUT : bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
FARING : hiperemis (-)
LEHER : simetris, kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-/-)

THORAX
Paru-paru :
Inspeksi : bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra simetris, retraksi
interkostal (+)
Palpasi : stem fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (-/-) ekspirasi memanjang, ronkhi -/-, wheezing
+/+
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler normal, suara tambahan (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
EKSTREMITAS
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2 detik/< 2detik < 2 detik/< 2detik

GENITALIA : Perempuan, dalam batas normal


ANORECTAL : dalam batas normal, perianal kemerahan (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Januari 2020
Hematologi :
- Hemoglobin : 13,0 gr/ dl
- Hematokit : 37,3 %
- Leukosit : 9,40 ribu/uL
- Diff Count :
 Eosinofil : 0,9 % (L)
 Basofil : 0,6 %
 Neutrofil : 74,3 % (H)
 Limfosit : 20,1 % (L)
 Monosit : 3,9 %
- Trombosit : 425 ribu/uL
- Golongan darah : B/rhesus (+)

F. PEMERIKSAAN STATUS GIZI ( Z SCORE ) :


Diketahui:
Umur 5 tahun 2 bulan
BB : 20 kg
TB : 110 cm
WAZ = (20 – 18,0 ) : 2,00 = +1 (Gizi Normal)
HAZ = (110 – 109,5) : 4,50 = + 0,11 (Normal)
WHZ = (20 -18,2) : 1,6 = +1,1 (Normal)
Kesan : Gizi baik
G. ASSESSMENT
1. Asma Bronkial
2. Gizi baik
H. INITIAL PLAN
1. Assesment: Asma Bronkial
DD : Bronkiolitis
 IPDx : S:-
O : x foto thoraks, hitung jenis leukosit
 IP Tx : - Infus 2A ½ N (16 tpm)
Kebutuhan cairan rumatan:
10 x 100cc = 1000 cc/hari
10 x 50cc = 500cc/hari
Total kebutuhan cairan: 1500 cc/hari

Banyaknya tetes per menit:


1500 × 15 22500
= = 15,6 𝑡𝑝𝑚 → 16 𝑡𝑝𝑚
24 × 60 1440

- Ventolin 1 A
- Flixotide 1 A
(Nebulisasi diberikan 2 kali sehari)
- Injeksi Fartison 2 x 50 mg
- Cefixime syr 2 x 1cth
- Paracetamol syr 3 x 2 cth k/p
 IP Mx : - Monitoring KU dan TTV
- Monitoring tanda dan gejala klinis (sesak, mengi, batuk)

 IP Ex : Memberitahukan kepada orangtua pasien jika asma tidak dapat


disembuhkan sehingga terapi utamanya adalah penghindaran
terhadap paparan alergen.

2. Assesment : Gizi baik


DD : Gizi kurang
 IPDx : S:-
O:-
 IP x : Kebutuhan nutrisi menurut Schoffield
(22,5 x BB) + 499
(22.5 x 20) + 499
450 + 499
949 kkal/hari

Karbohidrat : 60% x 949 = 569,4 kkal


Lemak : 40% x 949 = 379,6 kkal
Protein : 10% x 949 = 94,9 kkal

 IP Mx : Keadaan umum pasien, Penambahan BB&TB


 IP Ex :  Asupan makanan yang bergizi seimbang
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
 Menimbang berat badan secara rutin
PERJALANAN PERAWATAN
Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan Hari ke-3 perawatan
Waktu

Tanggal 9 Januari 2020 10 Januari 2020 11 Januari 2020


Keluhan Batuk (+), sesak (+) Batuk (+) Sesak (+) TAK
Keadaan Compos mentis, tampak Compos mentis, tampak Compos mentis,
Umum lemah lemah tampak gizi cukup
TTV : Nadi 100 x/mnt isi cukup 98 x/mnt isi cukup 100 x/mnt isi cukup
RR 28 x/mnt 26 x/mnt 23 x/mnt
Suhu 37,0C(axilla) 37,0C(axilla) 36,8 C(axilla)
Assesment Asma Bronkial Asma Bronkial Asma Bronkial
Terapi Infus 2A ½ N Infus 2A ½ N Infus 2A ½ N

Per os: Per os: Per os:


Paracetamol syr 3x2cth Paracetamol syr 3x2cth Paracetamol syr 3x2cth
k/p k/p k/p
Injeksi Fartison 2 x 50 Injeksi Fartison 2 x 50 mg Injeksi Fartison 2 x 50
mg Cefixime syr 2 x 1 cth mg
Cefixime syr 2 x 1 cth Cefixime syr 2 x 1 cth
Nebule:
Nebule: Ventolin 1A Nebule:
Ventolin 1A Flixotide 1A Ventolin 1A
Flixotide 1A Diberikan 2 kali sehari Flixotide 1A
Diberikan 2 kali sehari Diberikan 2 kali sehari

Program Evaluasi KU dan TTV Evaluasi KU dan TTV Evaluasi KU dan TTV
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit Asma berasal dari kata “asthma” yang diambil dari bahasa Yunani
yang mengandung arti “sulit bernapas”. Asma Adalah suatu keadaan dimana
saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat
sementara.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma
adalah mengiberulang dan atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik
sebagai berikut:
• timbul secara episodik,
• cenderung pada malam / dini hari (nokturnal),
• musiman,
• setelah aktivitas fisik,
• ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

B. EPIDEMIOLOGI
 Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10%
pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi
asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun
sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002).
 Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS
(2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per
1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000
(jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih
banyak daripada lelaki.
 WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma.Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian
akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma
jarang.

C. ETIOLOGI
Etiologi asma bronkial belum diketahui dengan jelas. Tiap serangan
biasanya didahului dengan faktor pencetus.
• Faktor genetik
o Hiperreaktivitas.
o Atopi/Alergi bronkus.
o Faktor yang memodifikasi penyakit genetik.
o Jenis Kelamin.
o Ras/Etnik.

• Faktor pencetus
digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar tubuh dan dalam tubuh. Yang
termasuk faktor pencetus dari dalam tubuh yaitu infeksi saluran nafas,
kecemasan, stres psikis, aktivitas, olahraga, maupun emosi berlebihan. Faktor
pencetus dari luar tubuh yaitu debu (debu rumah), serbuk bunga, bulu binatang,
zat makanan, minuman, obat tertentu, zat warna, bau-bauan, bahan kimi, polusi
udara, serta perubahan cuaca atau suhu.
• Infeksi virus
Infesi virus merupakan faktor pencetus yang panting untuk timbulnya
serangan asma. Hal ini disebabkan oleh kerusakan sel mukosa atau seeara tidak
langsung sebagai akibat berbagai reaksi karena terlepasnya mediator kimia.
• Alergen makanan
Pada anak yang agak besar serangan asma jarang sekali dicetuskan oleh
alergen makanan. Alergen makanan sebagai faktor peneetus hanya penting pada
masa bayi. Sensitivitas terhadap makanan seringkali menghilang dengan
bertambahnya umur.
• Alergen hirup
Tungau debu rumah yang terdapat dalam debu rumah merupakan alergen
hidup yang terpenting.Penghindarannya agak sulit oleh karena perlu usaha yang
terus menerus dan memerlukan ketekunan.Oleh karena seorang anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar tidur, maka harus diusahakan
agar kamar tidur dapat bebas dari debu rumah.Sekarang di Indonesia sudah
dipasarkan obat yang dapat membunuh tungau debu rumah. Alergen lain yang
penting juga adalah bulu binatang. Bilamana ada seorang anak menderita asma
maka sebaiknya dianjurkan untuk tidak memelihara anjing atau kucing di dalam
rumah.
• Bahan iritan
Oleh karena dasar utama dari penyakit asma adalah reaksi hiperreaktivitas
bronkus, maka semua bahan iritan baik yang bersifat spesidik (alergen) maupun
yang bersifat tidak spesifik dapat meneetuskan serangan asma. Bahan iritan
tersebut dapat berupa asal obat nyamuk, asap rokok, obat semprot rambut,
minyak wangi, bau bahan-bahan kimia, air dingin/es, udara dingin dll. Di antara
semua bahan yang bersifat iritan aspesifik tersebut yang paling berbahaya
adalah asap rokok. Terdapat bukti yang jelas bahwa asap rokok dapat
menurunkan fungsi paru. Jadi penghindaran terhadap asap rokok adalah sangat
penting
• Olah raga
Latihan olah raga yang terlalu berat dapat menimbulkan serangan asma pada
sebagian besar penderita, sedangkan latihan jasmani sangat diperlukan oleh
anak asma untuk menambah kepercayaannya pada diri sendiri dan juga untuk
meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap rangsangan yang dapat
mencetuskan serangan asma. Latihan senam pernafasan misalnya, selain
bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan tubuh seeara umum, juga mempunyai
tujuan khusus yakni memperkuat otot-otot pernafasan dan mengatur irama
pernafasan sehingga pada akhirnya akan terjadi peningkatan fungsi paru. Pada
dasarnya anak asma tidak dilarang untuk melakukan olah raga apapun, baik
yang bersifat hobi maupun yang bersifat kompetitif.Semua kegiatan olah raga
tersebut dapat dilakukan di luar serangan dan disesuaikan dengan kekuatan dan
ketahanan masing-masing anak. Latihan olah raga hams dilakukan secara
teratur, dan sedikit demi sedikit porsinya dapat ditingkatkan. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya asthma maka sebaiknya melakukan pemanasan dulu
sebelum melakukan latihan fisik yang berat dan kalau perlu memakai obat
sebelumnya. Latihan olah raga yang terbaik adalah berenang, karena olah raga
ini dapat meningkatkan ketahanan safaf otonom dan juga dapat memperkuat
otot-otot pernafasan
• Faktor emosi
Gangguan emosi dapat mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi, hal ini
diduga terjadi melalui aktivitas jalur parasimpatis.

D. KLASIFIKASI
Dalam GINA 2004, klasifikasi derajat penyakit asma menurut tingkat
gejala, keterbatasan aliran udara, dan fungsi paru dikategorikan ke dalam empat
kategori yaitu :
Dengan mengacu pada GINA 2004, Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia
tahun 2004 membagi klasifikasiderajat penyakit asma menjadi :
- Asma episodik jarang (Asma dengan serangan jarang)
Umumnya serangan dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran nafas bagian atas
dengan gejala pilek, demam ringan dan sakit tenggorokan. Gejala yang timbul
lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung selama 3 - 4 hari
tetapi batuk-batuknya dapat sampai 10 - 14 hari. ()bat yang di berikan : beta 2
agonis atau ephedrine per oral atau kalau perlu dapat dikombinasi dengan
teofilin oral. Pada serangan yang agak berat dapat ditambahkan kortikosteroid
per oral untuk jangka pendek. Bentuk serangan asma pada anak sebagian besar
(70 - 74%) adalah bentuk yang tingan ini. Setelah serangan dapat diatasi,
sebaiknya pengobatan tetap diteruskan selama 10 - 14 hari setelah bebas
serangan untuk menekan hiperreaktivitas bronkus yang mungkin Malt terjadi.
- Asma episodik sering(Asma dengan serangan sering)
Serangan biasanya didahului oleh infeksi virus akut pada saluran nafas bagian
atas. Pada anak di atas usia 5 tahun dapat terjadi serangan dengan penyebab
yang lain; biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan cuaca,
alergen/iritan, perubahan cuaca, kegiatan jasmani yang berlebihan atau emosi/
stress. Umumnya gejala memburuk pada malam hari dengan batuk dan mengi
sehingga mengganggu tidumya. Asma jenis ini merupakan 20 - 25% bentuk
serangan asma pada anak. Pada serangan asma jenis ini pengobatan profilaksis
sudah harus dimulai. Pada seorang anak yang diketahui kalau menderita
serangan infeksi virus akut pada saluran napas atas terjadi serangan asma, maka
setiap kali ia mendapat serangan infeksi harus diberikan bronkhodilator selama
paling sedikit 14 hari dikombinasi dengan kortikosteroid jangka pendek (kurang
dari 5hari). Pada seorang anak yang berdasarkan anemnesa dapat diduga faktor
pencetusnya selain dicoba untuk dihindari, juga diberikan profilaksis bilamana
temyata faktor pencetus tersebut sulit dihindari. Misal seorang anak yang pada
anamnesa kalau melakukan olah raga terjadi serangan, sebelum dan sesudah
latihan dapat diberikan agonis beta - 2 aerosol, teofilin oral atau natrium
kromolin aerosol. Bilamana serangan akutnya sudah teratasi, tetap diberikan
obat profilaksis natrium kromolin aerosol dan/atau kortikosteroid aerosol
dan/atau ketotifen. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM pengobatan
ketotifen dengan dosis 2 x 1/2 mg pada anak kurang dari 3 tahun dan 2 x 1 mg
untuk anak lebih 3 tahun selama 3 sampai 6 bulan memberikan basil yang cukup
baik.

- Asma persisten.
Biasanya kasus ini sangat jarang hanya merupakan 1 - 3% dari kasus asma anak.
Kasus asma berat ini biasanya serangannya dimulai pada usia kurang dari 3
tahun, bahkan 25% kasus mendapat serangan sebelum usia 6 bulan. Pada
golongan ini hampir setiap hari selalu ditemukan mengi dan pada malam hari
disertai gangguan batuk.Aktivitas fisik sering menimbulkan serangan sehingga
anak tidak dapat melakukan kegiatan olahraga.Biasanya terdapat riwayat atopi
dalam keluarga.Sewaktu-waktu dapat terjadi serangan sesak berat sehingga
memerlukan perawatan di rumah sakit. Kelompok ini memerlukan obat
kombinasi anti inflamasi dan bronkhodilator untuk jangka pan jang. Dapat
diberikan antara 6 bulan sampai 2 tahun.Diusahakan obat-obat diberikan secara
aerosol.Kalau tidak dapat, diberikan kombinasi obat oral dan obat aerosol
dengan proporsi obat oral seminimal mungkin.Kasus yang berat ini sebaiknya
ditangani oleh seorang dokter ahli (konsultan).
Klasifikasi asma lain berdasarkan derajat serangan yaitu
E. PATOFISIOLOGI
Obstruksi Saluran Respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan
oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial
yang diprovokasimediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti
histamin, triptase, prostaglandinD2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh
sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan olehsaraf aferen lokal dan
asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat
yangditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia
kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada
saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi
sekret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debrisseluler .
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satumekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
nafas adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudiandapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap
dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan
rendahnyacompliancepada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara mekanik,
mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal .
Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan
timbulnyakelelahan dan gagal nafas

Hiperaktivitas Saluran Respiratori


Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui,
namun dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang
terjadi sekunder serta berpengaruh terhadapkontraktilitas ataupun fenotipnya.
Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafasyang terjadi
akibat kontraksi otot polos tersebut. Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif
atau hiperresponsif jika pada pemberianhistamin dan metakolin dengan konsentrasi
kurang 8µg% didapatkan penurunanForced Expiration Volume(FEV1) 20% yang
merupakan kharakteristik asma, dan juga dapatdijumpai pada penyakit yang
lainnya sepertiChronic Obstruction Pulmonary Disease(COPD), fibrosis kistik
dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupunadenosin,
tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak
sepertihistamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut
dan sellain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.

Otot polos saluran respiratori


Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan inidisebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan
kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa
perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot
polosdapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara
kronik .Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui
hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas
mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai
pada tahap akhir, yang merupakanfase terlambat, dan menyebabkan
penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.Kekakuan dari daya
kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas,kemudian
menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan
rekoilelastis.Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase
dan proteinkationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos
untuk berkontraksi, samaseperti mediator inflamasi yang lainnya seperti
histamin. Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara
langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.

Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
salurannafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas
merupakan karakteristik asmakronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus
saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi
saluran nafas yang persisiten padaserangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan
dengan bronkodilator .Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan
perlengketan darisekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja
tetapi terdapat juga penumpukansel epitel, pengendapan albumin yang bersal
datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, danDNA yang berasal dari sel inflamasi
yang mengalami lisis. Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanismeterhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologihingga terjadi sekresi sel granulasi.Degranulasi sel Goblet
yang dicetuskan oleh stimuluslingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya
pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.
Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yangdiprovokasi
oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti
neutrofilelastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-
protease

F. PATOGENESIS
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai olehserangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif.Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kalidalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertamakehidupan lebih besar
kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE danmemiliki
penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis
atopik.Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan
molekul Major Histocompability Complexatau MHC (MHC kelas II pada sel T
CD4+ dan MHC kelas I padasel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen
Precenting Cells(APC) utama pada saluran respiratori.Sel dendritik terbentuk
dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalumembentuk jaringan yang luas
dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluranrespiratori.
Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di
bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel,
fibroblas, sel T,makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik
pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit.Di tempat ini, dengan
pengaruh sitokin-sitokin lainnya, seldendritik menjadi matang sebagai APC yang
efektif Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadapalergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien
dengan komponen alergiyang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut
berperan. Reaksi fase lambat pada asmatimbul beberapa jam lebih lambat dibanding
fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi darisel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil,
dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori,
ekspresi molekul adhesi, dan pelepasannewly generated mediator .Sel T pada
saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi
kearah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi
transkripsi dantransaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2,
IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini
terus menerus terjadi, sehingga reaksi faselambat semakin lama semakin kuat.
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan
kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik
dan berat. Secarakeseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan
perubahan struktur saluranrespiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori Remodeling juga merupakan hal penting
pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratoriyang non spesifik, terutama pada
pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2tahun) atau yang tidak sembuh
sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.Gejala asma, yaitu batuk sesak
dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai
kronik dan hiperaktivitas bronkus. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran
nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akanmembuat epitel jalan nafas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan seranganasma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil,
netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-selinflamasi ini juga mengeluarkan
mediator yang kuat seperti leukotrien,
tromboksan,Platelet Activating Factors(PAF) dan protein sititoksis
memperkuat reaksi asma. Keadaan inimenyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hiperaktivitas bronkus.
G. GEJALA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih
sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen
maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya
gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas
yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap
semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang
penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher.
Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa
merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa
menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap
kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan
yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa
persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan
pengobatan.
Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan
sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa
pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau
menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan
memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita

H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
 Adanya serangan asma yang berulang
 Adanya riwayat asma, alergi bahan-bahan tertentu
 Adanya pemaparan enviromental agent, penggunaan obat-obat yang belum
pernah dipakai
 Ditemukan keluhan : mengi, batuk-batuk, dan sesak napas. Ada juga yang
hanya mengeluh batuk berulang saja, sesak napas saja atau batuk-batuk
tanpa dahak disertai sesak napas.
 Berapa frekuensi dan lamanya serangan asma yang sudah pernah dialami
 Bagi penderita lama, ditanyakan obat yang pernah dipakai.
PEMERIKSAAN FISIK
Saat serangan asma :
 Penderita tampak gelisah, sesak napas (takipneu/bradipneu),kerja otot nafas
tambahan meninggkat, sianosis,kesadaran (normal/menurun)
 Stridor ekspirasi, ekspirasi diperpanjang, wheezing (mengi)
 Auskultasi : suara lemah, wheezing, ekspirasi diperpanjang
 Asma ringan  wheezing saat ekspirasi, asma berat  wheezing saat
inspirasi dan ekspirasi
Saat diluar serangan :
 Asma akut (sebelumnya)  kelainan fisik tidak ada
 Asma kronik  auskultasi didengarkan wheezing walaupun penderita tidak
sesak napas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan faal paru  derajat obstruksi yang terjadi
- spirometri
- Peak flow meter
 Pemeriksaan laboratorium
- Darah : eosinofilia
- Sputum : eosinofilia, spiral crushman, kristal charcot leyden
- Tes kulit dengan alergen
- Pengukuran kadar IgE serum  untuk asma alergi
 Pemeriksaan radiologi
- Normal atau hiperinflasi
- Untuk mengetahui komplikasi : pneumotorak, pneumoni, atelektasis
 Tes provokasi bronkus
Untuk mengetahui hiperaktivitas bronkus, pada penderita diluar serangan,
tes positif bisa timbul serangan asma, sehingga diagnosis asma positif
Beberapa tes provokasi :
- provokasi beban kerja
- provokasi dengan hiperventilasi isokapnik udara dingin
- provokasi inhalasi dengan bahan :
spesifik  alergen tertentu
nonspesifik  histamin, prostaglandin
 Analisis gas darah
Bukan untuk diagnosis asma bronkial tapi untuk mendeteksi terjadinya
gagal napas.
 Pemeriksaan EKG
Melihat seberapa jauh pengaruh asma bronkial pada jantung.
DIAGNOSIS BANDING
Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:
 GER, OSAS
 rinosinobronkitis
 fibrosis kistik
 primary cilliary dyskinesis, vocal cord dysfunction
 benda asing
 Bronkiolitis, Bonkitis
 Pneumonia
 TBC paru

I. PENATALAKSANAAN
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi
yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan
untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta
mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/
hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.
Strategi terapi asma dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi
(tanpa menggunakan obat) dan terapi farmakologi (dengan obat).
 Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga
secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa
dengan berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini
mungkin karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas
panjang-panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga
otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan
pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga mengurangi
timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan
secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar
menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui
dapat menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus
dilakukan jika serangan asma terjadi.
 Terapi Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan.Pada
keadaan tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis
metabolik, atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya.
Pada keadaan khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis,
maka peran psikolog atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres
merupakan salah satu faktor pencetus serangan asma
 Terapi Farmakologi
Dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
• Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk
merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien
untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat
terjadi serangan asma (asthma attack).Contohnya yaitu
bronkodilator.
• Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk
mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan
mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan
digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma
(asthma attack). Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara,
yaitu parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per
inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung
ke dalam saluran napas melalui hirupan.Pada asma, penggunaan obat
secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada
pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil
dibandingkan jenis lainnya.
Dosis obat yang sering dipakai untuk asma :

J. PENCEGAHAN
• Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap
tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi
timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.
• Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah
melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari
asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung,
kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar
untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
• Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan
tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang
memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya,
atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya
sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan
dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu
hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu
(inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.
• Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi
(peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya
adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi.
Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi
dan riwayat atopi pada orang tua.
• Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak
yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus
maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).
DAFTAR PUSTAKA

Behrman dan Vaughan (eds), Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC, Jakarta

Rahajo, N.N. Supriyatno, B. Setyanto, D.B. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak

; Respirologi Anak, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,

Bagian/SMF Ilmu Keshatan Anak FKUP/RSHS Bandung, Bandung.

Nataprawira,H.M, 2007, Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tatalaksana


Mutakhir Asma Anak; www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=454
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, 2nd ed, EGC, Jakarta

Pusponegoro, H. D. Dkk (eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1st ed,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai