“Thypoid Fever”
PEMBIMBING :
dr. Rina Wahyu Herdiana
dr. Rudi Zakky Pahlawan, Sp.A
DISUSUN OLEH :
dr. Ilham Maulana Rosyadi
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 8 Agustus 2023 pada pukul 16.30
WIB di RSUD Kertosono.
● Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam. Tujuh hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan demam hingga
sekarang. Demam tinggi mendadak, suhu naik turun dan dirasakan
dengan suhu tertinggi saat sore menjelang malam. Demam sempat turun
setelah minum obat penurun panas namun kembali panas lagi. Pasien
juga mengeluhkan nyeri perut ulu hati , anggota gerak atas dan bawah,
mual dan muntah sebanyak 5 x tidak disertai darah, nyei kepala (+),
Batuk (-), pilek (-) dan nafsu makan menurun. BAB normal, tidak ada
lendir maupun darah. BAK tidak ada keluhan.
1
● Riwayat Penyakit Dahulu
● Riwayat Kebiasaan
● Riwayat Sosio-ekonomi
Riwayat Kelahiran
2
- Penolong persalinan : Bidan
- Cara persalinan : Pervaginam normal
- Tempat kelahiran : Puskesmas
- Masa gestasi : cukup bulan 37 minggu
- Berat badan lahir : 3300 gram
- Panjang badan : ibu lupa
- Lingkar kepala : ibu lupa
- Lingkar dada : ibu lupa
- Penyulit selama persalinan : KPD(-), Lilitan Tali pusar (-)
- Kelainan bawaan : tidak ada
- Ikterik : (-)
- Sianosis : (-)
Kesan: Aterm dan BBL Normal
Riwayat Postnatal
- Setelah 24 jam kelahiran bayi pulang
- Dirawat setelah lahir : (-)
- Sakit setelah lahir. : (-)
Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal baik
Riwayat Imunisasi
3
- Berat badan sekarang : 48 kg
- Panjang badan lahir :-
- Panjang badan sekarang: 150 cm
- BMI : 21.3 kg/m2
- Riwayat perkembangan sesuai dengan buka KMS.
Kesan : Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Normal.
Status Generalis
Kepala : Rambut distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Ukuran normosefali, puc
at (-), lesi (-), deformitas (-), scar (-),
massa (-), edema (-), sianotik (-). Kesan : normal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
pupil bulat, isokor, refleks pupil langsung dan tidak langsung
(+/+).
Hidung : Bentuk dan ukuran normal, deformitas (-), krepitus (-),
deviasi septum (-), hematoma septum (-), mukosa hiperemis (-),
4
benda asing (-), rhinorrhea (-), darah (-).
Telinga : Kedua telinga tampak simetris, serumen (-), hiperemis (-), liang
telinga lapang, deformitas (-), nyeri tekan (-), benda asing (-)
,nyeri tekan (-), nyeri tarik (-).
Mulut : Sianosis (-), deviasi lidah (-), atrofi lidah (-), lidah kotor (-),
mukosa mulut hiperemis (-), faring hiperemis (-),
letak uvula ditengah, tonsil T1/T1.
Thorax
Jantung :
Inspeksi→ ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi→ ictus cordis teraba pada ICS V Linea axilaris anterior Sinistra,
tidak teraba thrill.
Perkusi→ Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra.
Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra.
Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra.
Auskultasi→ Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi→ Bentuk dada normal, jejas (-), luka (-), benjolan (-), memar (-),
Palpasi→ Benjolan (-), nyeri tekan (-), perubahan suhu (-), vokal fremitus
simetris.
6
1.5. Resume
An.L, 12 tahun datang ke UGD RSD Kertosono dengan keluhan demam.
Tujuh hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan demam
hingga sekarang. Demam tinggi mendadak, suhu naik turun dan dirasakan
dengan suhu tertinggi saat sore menjelang malam. Demam sempat turun
setelah minum obat penurun panas namun kembali panas lagi. Pasien juga
mengeluhkan nyeri di anggota gerak atas dan bawah, mual dan muntah
sebanyak 5 x, pusing (+), Batuk (-), pilek (-) dan nafsu makan menurun. BAB
konsistensi keras, tidak ada lendir maupun darah. BAK tidak ada kelainan..
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pasien tekanan darah 116/80 mmHg,
nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, Suhu 38,2 oC, SpO2 98%. Pada
pemeriksaan fisik abdomen terdapat Nyeri tekan epigastrium. Selain itu, dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Igg/Igm anti salmonella Positif.
1.6. Diagnosis Kerja
Thypoid Fever
1.7. Diagnosis Banding
7
Demam dengue
Leprospirosis
Malaria
1.8. Tatalaksana
- Inf D5 ½ NS 1250 cc/ 24 jam
- Inf paracetamol 3x 500 mg KP
- Inj Ranitidin 2x50 mg
- Inj kloramfenikol 4x500 mg
- Inj Ondansetron 3x 4 mg
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typhus abdominalis atau typhoid fever
adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri gram negative
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella
9
2.3 Patofisiologi
10
2.4 Diagnosis
Anamnesis
Orang dengan tifoid umumnya datang dengan demam non-spesifik yang
makin parah setelah beberapa hari dan tidak ada perbaikan gejala dengan
pengobatan suportif. Perlu dipastikan juga mengenai riwayat mengonsumsi
makanan dan minuman yang kurang higienis serta paparan terhadap
lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
Gejala dapat bervariasi antar individu satu dengan individu
lainnya, dari ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran klinis
yang khas.
a. Demam
Demam atau panas adalah gejala utama demam tifoid. Pada awal
sakit, demamnya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering
naik turun. Pada pagi suhu rendah atau normal, sore dan malam
suhu badan tinggi , dan dari hari ke hari demam makin tinggi
yang disetai banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing-
pusing) yang sering dirasakan nyeri kepala frontal, nyeri otot,
pegal- pegal, insomnia, mual dan muntah, pada minggu kedua
demam makin tinggi, kadang terus menerus, pasien membaik
maka pada minggu ke 3 suhu badan berangsur turun dan
dapat normal kembali pada akhir minggu ke 3.
b. Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam
yang terlalu lama, bibir kering dan kadang-kadang pecah, lidah
kelihatan kotor dan di tutupi selaput putih ujung lidah dan lidah
kemerahan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan penurunan kesadaran yaitu
kesadaran ringan seperti kesadaran berkabut (tifoid).
d. Hepatosplenomegali
11
Hati dan limpa, ditemukan sering membesar. Demam ini bisa di
ikuti oleh gejala tidak khas lainnya seperti diare, atau batuk pada
keadaan yang parah bisa di sertai gangguan kesadaraan.
Komplikasi yang bisa terjadi adalah perforasi usus, perdarahan
usus ,dan koma. Gejala demam tifoid mengakibatkan tiga
kelainan yaitu, demam berkepanjangan, gangguan sistem
pencernaan, gangguan kesadaran .12
Pemeriksaan Fisik
a. Pada minggu pertama sakit, tanda klinis tifod masih belum khas,
mungkin hanya didapatkan suhu badan meningkat.
b. Pada minggu kedua, tanda klinis menjadi lebih jelas berupa:
1 Distensi abdomen
2 Rose spot berupa bercak-bercak makulopapul berukuran 1-4
cm, dengan jumlah tidak lebih dari 5, umumnya menghilang
dalam 2-5 hari
3 Lidah tampak kotor yang khas ditengah dan tepi, sedang
ujungnya merah dan tremor
4 Teraba bradikardi relatif dan dicrotic pulse (denyut ganda,
dimana denyut kedua lebih lemah dari denyut pertama)
5 Splenomegali
6 Hepatomegali
c. Sedangkan pada minggu ketiga biasanya ditemukan :
1. Berat badan menurun selama sakit
2. Tampak konjungtiva terinfeksi
3. Abdomen lebih membuncit
4. Penurunan kesadaran ke dalam typhoid state, yaitu apatis,
somnolen, stupor, confusion, dan bahkan psikosis
5. Penderita tampak takipneu, dengan denyut nadi teraba
kecil dan lemah
6. Terdengar krepitasi pada dasar paru
12
Apabila terjadi komplikasi, akan didapatkan melena, nyeri perut,
simptom neuropsikiatrik, ataupun penurunan kesadaran seperti delirium,
kurang waspada, stupor, koma, bahkan syok. 12
2.5 Pemeriksaan Penunjang
13
bakteri ini. Pembentukan aglutinin ini mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak
pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase
akut, mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.
Pada orang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-
6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Oleh karena itu, uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi uji widal, yaitu:
1) Pengobatan dini dengan antibiotik,
2) gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid,
3) waktu pengambilan darah,
4) daerah endemik dan nonendemik,
5) riwayat vaksinasi,
6) rekasi anannestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada
infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi deman tifoid masa lalu
atau vaksinasi,
7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang,
dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Tes pemeriksaan widal memiliki sensitivitas 53% dan spesifisitas
83% Hanya dapat negatif sampai 30% dari kasus demam tifoid dengan
kultur. Hal ini mungkin disebabkan penggunaan antibiotika yang
mempengaruhi respon antibodi. Selain itu, serotipe salmonella lain juga
memiliki antigen O dan H, dan dapat mengalami cross-reactive epitop
dengan enterobacteriaceae lain sehingga menyebabkan hasil positif palsu
17
.
14
Gambar 3 Pemeriksaan Widal14
C. Uji Tubex
Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, yang dapat digunakan
berekembang.
Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam
waktu beberapa menit hasil positif pada tes anti S. typhy IgM
D. Uji Typhidot
positif diperoleh 2-3 hari setelah infeksi dan spesifik mengidentifikasi IgM
17
Gambar 3 Pemeriksaan Uji Dipstik
18
Demam dengue Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari,
disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering
muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan
peninggian hemoglobin dan hematokrit 15 pada demam berdarah
dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, igM atau IgG anti
dengue positif.
2. Malaria
Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium menimbulkan gejala
demam, sakit kepala, lemas, nyeri otot, sakit pada bagian perut,
menggigil ,bibir dan jari pucat kebiruan (sianotik) mual dan muntah .
Pemeriksaan fisik konjungtiva atau telapak tangan pucat,
Pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati
(hepatomegali). Pemeriksaan mikroskopis menemukan parasit
plasmodium pada sedian darah penderita
3. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan
nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic
Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik positif.
2.8 Tatalaksana
Pada penderita dengan gambaran klinik jelas disarankan untuk
1. Terapi Non-Farmakologis
A. TIRAH BARING
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
19
penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi
penderita.
B. NUTRISI
Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada
Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid , biasanya diklasifikasikan atas : diet cair , bubur lunak, tim dan
nasi biasa. Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet padat
2. Farmakologi
Anti mikroba
a. Kebijakan dasar pemberian anti mikroba
Anti mikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam tifoid telah
dapat ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, probable, maupun
suspek. Sebelum anti mikroba diberikan, harus diambil spesimen darah atau
20
sumsum tulang lebih dulu, untuk pemeriksaan biakan bakteri Salmonella
(biakan gaal), kecuali fasilitas biakan ini betul-betul tidak ada dan tidak bisa
dilaksanakan. Anti mikroba yang dipilih harus mempertimbangkan :
- Telah dikenal sensitif dan potensial untuk tifoid.
- Mempunyai sifat farmakokinetik yang dapat berpenetrasi dengan baik ke
jaringan serta mempunyai afinitas yang tinggi menuju organ sasaran.
- Berspektrum sempit.
- Cara pemberian yang mudah dan dapat ditoleransi dengan baik oleh
penderita termasuk anak dan wanita hamil.
- Efek samping yang minimal.
- Tidak mudah resisten dan efektif mencegah karier.
b. Pilihan anti mikroba untuk demam tifoid
Anti mikroba (antibiotika) yang dikemukakan dalam tabel di bawah adalah yang
telah dikenal sensitif dan efektif untuk demam tifoid serta merupakan pilihan dan
Di daerah endemik, 60 sampai 90% kasus demam tifoid dapat ditangani dengan
pemberian antibiotik dan istirahat di rumah. Pada awalnya, antibiotik
kloramfenikol merupakan pilihan terapi utama demam tifoid. Namun pada tahun
1990an, terjadi resistensi bakteri Salmonella typhi terhadap antibiotik
kloramfenikol. Saat ini, antibiotik golongan fluoroquinolon dianggap merupakan
pilihan utama dalam mengatasi demam tifoid. Pada sebuah studi, ditemukan
bahwa antibiotik golongan fluoroquinolon memiliki lama waktu terapi yang relatif
pendek (3 – 7 hari) dan memiliki tingkat kesembuhan sebesar 96%. Antibiotik
golongan fluoroquinolon menunjukkan lebih cepat dan lebih efektif menurunkan
jumlah bakteri Salmonella typhi di feses bila dibandingkan terapi lini pertama
seperti kloramfenikol dan trimetoprim-sulfametoksazol. Selain antibiotika
golongan fluoroquinolon, antibiotika golongan cefalosporin generasi ketiga
(ceftriakson, cefiksim dan cefoperazon) dan azitromisin juga terbukti efektif
dalam mengatasi demam tifoid. Pada sebuah studi ditemukan pemberian antibiotik
ceftriakson dan cefiksim dapat menurunkan gejala demam dalam waktu 1 minggu
pengobatan. Antibiotik kloramfenikol, amoksisilin dan trimetoprim
sulfametoksazol masih bisa diberikan pada daerah yang tidak memiliki resistensi
terhadap obat ini atau bila obat antibiotik golongan fluoroquinolon tidak dapat
ditemukan.
22
2.9 Prognosis
23
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis:
• Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam
turun pagi harinya.
• Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas
kebersihannya
• Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang sedang,
tanpa gangguan kesadaran
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan antibodi anti salmonelle typhi igG
dan IgM dan didapatkan hasil positif pada anti salmonelle typhi igG dan IgM.
Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien ini
dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna
dengan kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obatobatan
diberikan antibiotik kloramfenikol sebesar 500 mg perkali pemberian 4 x sehari
sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan antipiretik (paracetamol), anti
muntah (ondansetron) sebagai pengobatan simptomatis. Untuk memastikan
diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur darah atau urin atau
feses. Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak
ada keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk
istirahat dan mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan antibiotik
sampai 5 hari bebas demam.
25
BAB IV
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
10. Bhandari, J., Thada, P. K., & DeVos, E. (2020). Typhoid Fever.
28