AkRODERMATITIS ENTEROPATIKA
Disusun oleh:
dr. Nenggi Nisa Nuraeni
Dokter penanggung jawab pasien :
Dokter pembimbing :
dr. Sumarmi
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Nama : Ny. S
Usia : 32 tahun
Pendidikan terakhir : SD
Alamat :Dusun sindangmulya- pakembangan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2.3 Anamnesis
2.3.1 Keluhan Utama
Bercak kemerahan disertai lecet dan mengelupas di selruh tubuh, yang
membuat anak menjadi rewel
Di
Hepatitis B 0bulan
puskesmas
Campak - -
KEPALA
Bentuk : normocephalic, simetris
Rambut : alopecia
Mata : simetris, pupil bulat isokor, sklera ikterik (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), refleks cahaya (+/+), edema palpebral (-/-), secret
(+/+),conjungtiva hiperemi (+/+)
MULUT:
Bibir : mukosa oral kering, mengelupas (+)
Gigi : belum tumbuh gigi
Gusi : hiperemis (-), edema (-), darah (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
LEHER
JVP : tidak terdapat peningkatan JVP
Kel. Tiroid : tidak terdapat pembesaran kel. tiroid
KGB : tidak terdapat pembesaran KGB
Retraksi suprasternal : tidak ada
Spider naevi : (-)
THORAX ANTERIOR
Paru-paru
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V midclavicular line
sinistra, tidak kuat angkat (-), thrill (-)
- Perkusi : tidak terdapat pembesaran jantung
- Auskultasi : S1 dan S2 murni, regular, murmur (-), gallop (-)
THORAX POSTERIOR
- Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
- Palpasi : pelebaran sela iga (-), pergerakan simetris, tactile
fremitus kanan = kiri
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru (+)
- Auskultasi : VBS kanan=kiri, wheezing (-/-), ronchi (-/-)
ABDOMEN
- Inspeksi : cembung, retraksi epigastrium (-)
- Auskultasi : bising usus (+)
- Palpasi : lembut, nyeri tekan (-)
- Perkusi : tympani (+)
- Hepar : tidak teraba pembesaran
- Spleen : tidak teraba pembesaran
EKSTRIMITAS :
- Tonus : tonus normal
- Trofi : tidak ada atrofi maupun hipertrofi
- Kanan atas : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral hangat, CRT
<2 detik
- Kanan bawah : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral hangat, CRT
<2 detik
- Kiri atas : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral hangat, CRT
<2 detik
- Kiri bawah : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral hangat, CRT
<2 detik
STATUS DERMATOLOGIS:
Neutrofil Segmen 57,0% 25,0-50,0
Limfosit 29,0% L 60,0-66,0
Monosit 11% H 2,0-9,0
2.6 Resume
An. N, perempuan usia 5 bulan
Bercak kemerahan disertai lecet dan mengelupas di selruh tubuh, yang
membuat anak menjadi rewel
Awal keluahan dirasakan sejak 2 bulan SMRS
3 hari SMRS keluhan semakin meluas dan disertai demam yang hilang
timbul (+), batuk (-), pilek (-), sesak (-), bersin-bersin pagi hari (-),
mual (-), muntah (-).
1 hari SMRS keluah disertai pula dengan BAB cair sebanyak 3x
berwarna kuning(+) tiap BAB ± ¼ gelas belimbing, ampas (+), lendir
(-), darah (-). Menyusu kuat (+), gerak aktif(+), rewel (+)
Sudah pernah berobat ke dokter dan diberikan obat salep serta obat
sirup (kandungan tidak diketahui keluarga), tetapi keluhan belum
membaik.
Riw. Keluhan serupa (+) saat usia 2 bulan, riwayat alergi
makanan/obat/dingin (-), Riwayat penyakit keluarga (-).
Riwayat Sosioekonomi menengah kebawah, Riwayat makanan pasien
usia 0-sekarang ASI, intake cukup (+), riw makanan ibu intake cukup
(+)
Pemeriksaan Fisik:
o HR: 130x/menit
o RR: 34x/menit
o Suhu: 37,0C
o BB: 5,1 kg
o Status Gizi:
PB: 60 cm
BB/PB: 0 s/d -1 SD
BB/U: <-3 SD
TB/U: <-3 SD
Perawakan sangat pendek, gizi buruk
Kepala : alopesia
Status dermatologis :
o Distribusi: generalisata
o Efloresensi : a/r hampir seluruh bagian tubuh terdapat
macula eritem multiple sebagian hiperpigmentasi berbatas
tegas, bersquama, erosi.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai trombosit 647.000
(trombositosis) basophil 2,0% (basofilia), monosit 11% (monositosis),
limfosit 29,0 % (limfositopenia)
2.8 Diagnosis
Akrodermatitis enteropatika
2.9 Penatalaksanaan
- IUVD KAEN IB20 tpm mikro
- Cefotaxim3x130mg
- Zink 1x1ml
- Paracetamol drop 4x0,6ml
- Kompres Nacl 0,9 %2x/hari (luka erosi)
- Cream gentamicyb 0,1% 2x1
- Cream tropicar plus 2x1 (luka kering)
- Vaselin cream kasa lembab (Nacl) ½ jam pada luka kering yang berkrusta
tebal
2.10 Prognosis
Quo Ad Vitam: ad bonam
Quo Ad Functionam: ad bonam
Quo Ad Sanationam: dubia ad bonam
Follow up
25/05/2020 26/05/2020 27/05/2020 28/05/2020
S: S: S: S:
Kulit merah mengelupas Kulit merah mengelupas Kulit merah mengelupas (+) Kulit merah mengelupas
seluruh tubuh (+), demam (-), (+), diare (+) 1x ampas (+), sedikit membaik, demam sedikit membaik (+), diare
diare (+) 2x ampas (+), lendir lendir darah (-), demam (+), diare (-), ASI (+), (-), demam (-) ASI (+),
darah (-), ASI (+), mual (-), (+)ASI (+),Mata bersekret Mata bersekret (+), mual (-), Mata bersekret (+)
muntah (-), BAK (+) (+), mual (-), muntah (-), muntah (-), BAK (+) berkurang, mual (-), muntah
BAK (+) (-), BAK (+)
O: O: O: O:
KU; menangis kuat gerak aktif KU; menangis kuat gerak KU; menangis kuat gerak KU; menangis kuat gerak
GCS: CM aktif aktif aktif
HR: 130 GCS: CM GCS: CM GCS: CM
RR: 30x HR: 132 HR: 130 HR: 130
S : 36,5 RR: 32x RR: 28x RR: 32x
BB: 5,1 kg S : 37,6 S : 37,8 S : 36,2
BB: 5,1 kg BB: 5,1 kg BB: 5,1 kg
Status deratologis:
Distribusi: geenealisata Status deratologis: Status deratologis: Status deratologis:
Efloresensi : /r hampir Distribusi: geenealisata Distribusi: geenealisata Distribusi: geenealisata
seluruh bagian tubuh Efloresensi : /r hampir Efloresensi : /r hampir Efloresensi : /r hampir
terdapat macula eritem seluruh bagian tubuh seluruh bagian tubuh seluruh bagian tubuh
multiple sebagian terdapat macula eritem terdapat macula eritem terdapat macula eritem
hiperpigmentasi berbatas multiple sebagian multiple sebagian multiple sebagian
tegas, bersquama, erosi hiperpigmentasi berbatas hiperpigmentasi berbatas hiperpigmentasi berbatas
tegas, bersquama, erosi tegas, bersquama, erosi tegas, bersquama, erosi
Status oftalmologis:
Visus ODS: respon
terhadap cahaya +/+
Segmen anterior ODS:
hiperemi konjungtiva +/+
Kornea kesan jernih +/+
A: akrodermatitis enteropatika Akrodermatitis Akrodermatitis enteropatika Akrodermatitis enteropatika
dd aquaired zink deficiency enteropatika dd aquaired dd aquaired zink deficiency dd aquaired zink deficiency
zink deficiency Konjungtivitis Konjungtivitis
Konjungtivitis (susp.
Secunder infection e.c
manifestasi erupsi kulit)
P: - Fixacep drop - Fixacep drop BLPL
- Ivfd kaen 1 B 20 2x0,8ml 2x0,8ml - Fixacep drop
tpmlepas,akses sulit - Zink pro 1x1ml - Zink pro 1x1ml 2x0,8ml
- Cefotaxim tunda - Paracetamol drop - Paracetamol drop - Zink pro 1x1ml
- Fixacep drop 2x0,8ml 4x0,6ml 4x0,6ml - Paracetamol drop
- Zink pro 1x1ml - Kompres Nacl 0,9 - Kompres Nacl 0,9 4x0,6ml
- Paracetamol drop %2x/hari (luka %2x/hari (luka - Kompres Nacl 0,9
4x0,6ml erosi) erosi) %2x/hari (luka
- Kompres Nacl 0,9 - Cream - Cream gentamicyn erosi)
%2x/hari (luka erosi) gentamicyn 0,1% 0,1% 2x1 - Cream gentamicyn
- Cream gentamicyn 2x1 - Cream tropicare 0,1% 2x1
0,1% 2x1 - Cream tropicare plus 2x1 (luka - Cream tropicare
- Cream tropicare plus plus 2x1 (luka kering) plus 2x1 (luka
2x1 (luka kering) kering) - Vaselin cream kasa kering)
- Vaselin cream kasa - Vaselin cream lembab (Nacl) ½ - Vaselin cream kasa
lembab (Nacl) ½ jam kasa lembab jam (luka berkrusta lembab (Nacl) ½
(luka berkrusta tebal) (Nacl) ½ jam tebal) jam (luka berkusta
(luka berkrusta - Floxa 6x1ods tebal)
tebal) - PASI 12x30 ml - Floxa 6x1ods
- Konsul Sp.M - Olivoil coconut - PASI 12x30 ml
Floxa 6x1ods 2x/hari (krusta - Olivoil coconut
- PASI 12x30 ml tebal) 2x/hari (krusta
- Pem. Zink ke tebal)
prodiaakses IV
tidak berhasil
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Zink
a. Fungsi Zink
Seng merupakan elemen esensial yang penting, tidak hanya untuk
manusia, tetapi juga untuk semua organisme. Mineral ini merupakan salah
satu komponen dari 300 enzim dan protein lainnya, yang sangat berperan
dalam mendukung kesehatan tubuh, agar metabolisme protein dan
metabolisme asam nukleat terjadi optimal, seperti dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel, seng dibutuhkan dalam jumlah yang cukup.12 Seng
berperan dalam fungsi biologis sebagai struktur pendukung, katalisator, dan
regulator dalam tubuh manusia.4,13 Sebagai struktur pendukung, seng
berfungsi dalam membentuk zinc finger motif yaitu ion seng yang berikatan
dengan residu sistein dan histidin pada peptida membentuk struktur tiga
dimensi seperti jari,17 berperan dalam menstabilkan berbagai macam protein,
lipid, dan asam nukleat.14 Seng juga berperan sebagai katalisator pada
metalloenzyme, yaitu enzim yang mengandung ion logam sebagai kofaktor,
antara lain karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase, alkalin fosfatase, dan
ribonucleic acid (RNA) polimerase. Selain itu, seng sebagai regulator dapat
berikatan dengan zinc dependent protein, dalam mengatur ekspresi gen yang
berespons terhadap keberadaan ion logam dan stres oksidatif.4
c. Transporter Seng
Transporter seng yaitu agen yang berperan dalam memindahkan seng
melewati membran sel.16 Transporter seng pada sel terdiri dari dua
kelompok,17 yaitu zinc transporter (ZnT) dan ZIP.14,16 ZnT berfungsi
memindahkan seng dan atau logam lainnya dari sitoplasma ke dalam lumen
organel intraseluler atau ke luar sel, sedangkan ZIP berfungsi memindahkan
seng dan atau logam lainnya dari ruangan ekstraseluler atau lumen organel ke
dalam sitoplasma.14 (Gambar 2) Transporter ZIP dapat ditemukan pada
bakteri, jamur, tumbuh-tumbuhan, dan mamalia. Sebagian besar protein ZIP
memiliki delapan struktur predicted transmembran domain yang terdapat pada
membran plasma, dengan struktur N- dan C- termini pada bagian
ekstrasitoplasmik. Selain itu terdapat pula struktur histidin-rich yang diduga
berfungsi dalam pengaturan transpor seng, terletak pada transmembrane
domain 3 dan 4.16 (Gambar 2) ZnT juga dapat ditemukan pada semua
organisme, sebagian besar mempunyai enam predicted transmembran
domain. Pada cytoplasmic loop di antara transmembrane domain 4 dan 5,
terdapat struktur histidine-rich motifs yang berperan mengikat ion logam saat
terjadi proses transportasi.19 (Gambar 2)
d. Manifestasi Klinis
Pada bayi yang diberi air susu ibu, gejala AE timbul setelah
penyapihan, sedangkan bayi yang diberikan susu formula, gejala AE
timbul lebih cepat.1,2,4 Penyakit ini ditandai dengan adanya kelainan
pada kulit, saluran pencernaan, dan alopesia.4
Kelainan pada kulit merupakan gejala awal AE berupa patch
eritematosa,9,10 yang berskuama, berbatas tegas, dapat menjadi lesi
vesikobulosa,9,11 pustulosa,11 psoriasiformis,31 dan erosi.9
Distribusi lesi kulit simetris, pada bagian periorifisium dan
intertriginosa, menyebar secara retroaurikular sampai ke
ekstremitas.11 Infeksi sekunder dapat terjadi7,9 yang disebabkan
kandida, bakteri Gram positif dan negatif.7
Kelainan kuku pada AE dapat terjadi berupa paronikia,10
onikodistrofi, dan onikolisis.9 Pada kasus AE ringan didapatkan
rambut kering dan rapuh, serta alopesia menyeluruh pada kasus
berat.10 Lesi pada membran mukosa seperti gingivitis, stomatitis,
glositis,11 angular cheilitis,9 serta phanere yaitu hilangnya seluruh
rambut, alis, dan bulu mata terjadi setelah kelainan kulit.11
Gambar 4. Lesi kulit pada AE
Kelainan lainnya adalah keluhan pada saluran pencernaan
berupa diare tiga sampai enam kali per hari dengan feses yang pucat
dan kadang cokelat, berlemak, dan berbau.4 Diare dapat menyebabkan
terjadinya dehidrasi, kehilangan mineral dan elektrolit esensial.9
Kelainan lain yang dapat ditemukan pada AE yaitu anoreksia,
gangguan pertumbuhan,11 dan iritabilitas.4 Kelainan pada mata yaitu
konjungtivitis dan fotofobia.9
Diagnosis Banding Akrodermatitis enteropatika dapat
didiagnosis banding dengan acrodermatitis enteropathica-like
syndrome, yang terdiri dari acquired zinc deficiency (AZD) dan
acrodermatitis enteropathica-like eruption (AELE) yang tidak
berhubungan dengan defisiensi seng.31
Acquired zinc deficiency dapat disebabkan faktor diet karena
asupan seng yang kurang atau diet tinggi phytate, kadar seng yang
rendah pada air susu ibu, status fisiologis yang membutuhkan asupan
seng yang tinggi pada bayi prematur,dan beberapa kelainan pada
saluran pencernaan karena malabsorpsi serta insufisiensi hepar atau
pankreas.32 Kelainan-kelainan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Transient neonatal zinc deficiency (TNZD) Transient
neonatal zinc deficiency memiliki gejala klinis menyerupai
AE, tetapi disebabkan kadar seng yang rendah pada air
susu ibu.33 Rendahnya kadar seng pada air susu ibu
disebabkan gangguan uptake seng oleh kelenjar air susu ibu
dari serum,4 terjadi akibat mutasi transporter seng
SLC30A2 (ZnT-2). Pada keadaan ini, kadar seng dalam air
susu ibu rata-rata hanya 25% dari kadar normal,
menyebabkan defisiensi seng yang parah pada bayi yang
disusui secara eksklusif.
e. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Gold standard untuk diagnosis defisiensi zink adalah
terdapatnya level zink yang rendah dalam plasma, oleh karena itu
pemeriksaan level zink plasma sangat dianjurkan. Penggunaan jarum
yang terkontaminasi, kateter, dan tabung sampel dapat menyebabkan
nilai level zink yang meninggi. Kontak dengan tabung dengan penutup
karet sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan nilai yang tinggi
dari zink. Sampel hemolisa juga tidak akurat karena sel darah merah
dapat mengandung level zink yang sangat tinggi dan lisis dari sel dapat
mengeluarkan zink.8
Level zink dalam plasma normalnya adalah berkisar dari 70 –
250 µg/dl. Konsentrasi zink plasma kurang dari 50 mcg/dl merupakan
nilai yang dicurigai untuk AE, tapi nilai ini tidak bermakna untuk
diagnostik.8 Sebagai tambahan sebaiknya juga dilakukan pengukuran
konsentrasi zink dalam eritrosit dan rambut. Nilai ini akan berguna
untuk menegakkan diagnosis defisiensi zink, akan tetapi nilai cut-
off untuk menentukan batas normalnya belum
distandarisasi. 12 Penderita AE dengan kadar zink serum yang normal
akan tetapi kadar zink yang rendah pada rambut pernah dilaporkan di
Korea pada tahun 2007.21 Hanya sekitar 10% total zink dalam tubuh
terdapat dalam plasma, dan 75% zink terikat pada albumin.
Konsentrasi zink rata-rata dalam plasma adalah 0,85 µg/ml, sedangkan
dalam otot, liver, ginjal adalah sekitar 50 µg/ml, dan sekitar 100 µg/ml
dalam mata, tulang, prostat dan rambut.21
Pemeriksaan enzim alkaline phospatase (AP) juga perlu
dilakukan. Alkaline phospatase merupakan enzim yang tergantung
pada zink. Nilai dari serum AP merupakan indikator lain yang berguna
untuk status dari zink, dimana nilai AP dapat rendah meskipun level
zink masih normal, dimana hal tersebut merupakan indikasi adanya
suatu defisiensi zink. Peningkatan serum AP setelah pemberian
suplemen zink merupakan konfirmasi untuk penegakan diagnosis.8
Pemeriksaan lain adalah dengan mengukur konsentrasi zinc
regulated protein seperti konsentrasi eritrosit metallothionein.
Pemeriksaan serum albumin sebaiknya juga dilakukan, karena level
zink akan menurun pada keadaan hipoalbuminemia mengingat bahwa
zink akan mengikat albumin pada sirkulasi.12
2. Pemeriksaan histopatologi
Biopsi kulit merupakan pemeriksaan histopatologi rutin yang
dapat dilakukan jika terdapat kasus dimana level zink dalam plasma
meragukan sehingga diagnosis menjadi tidak jelas. Gambaran
histopatologi yang karakteristik dari AE adalah terdapatnya hiperplasia
psoariasiform yang beragam dengan parakeratosis, spongiosis dan
kepucatan pada bagian atas epidermis, diskeratosis fokal dan atropi
epidermal.(Gambar 4) Temuan ini tidak spesifik karena dapat terlihat
dalam defisiensi nutrisi lainnya.8
f. Tatalaksana
Pasien dengan AE membutuhkan penanganan seumur hidup.1,2
Pemberian suplemen seng merupakan penanganan utama pada kasus
AE,1,11 terutama zinc sulfate5,7,11 untuk rute enteral, dan zinc chloride
untuk parenteral.1 Konsensus mengenai dosis pemberian seng belum
terdapat,11 sebagian besar peneliti menganjurkan dosis inisial adalah 5-10
mg/kgbb/hari,7,11 dengan dosis pemeliharaan 1-2 mg/kgbb/hari,5,7,11
kemudian peningkatan dosis pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan
menyusui. Dosis seng untuk anak yaitu 0.5-1 mg/kg per hari dibagi dalam
dua dosis.1 Pada kasus AE berat, diberikan zinc chloride dengan dosis 10-
20 mg secara parenteral.4 Suplemen seng diberikan satu sampai dua jam
setelah makan, untuk memaksimalkan absorpsi. Efek samping pengobatan
seng adalah mual, muntah, dan pendarahan lambung.3
Penghentian pemberian suplemen seng akan menyebabkan penurunan
kadar plasma seng, kemudian kelainan kulit akan kambuh kembali.11
Diperlukan monitoring kadar seng1-3 setiap enam bulan, dengan
penyesuaian dosis efektif terendah.3 Respon klinis umumnya cepat
setelah pemberian seng.1,3 Gangguan psikologis membaik paling
cepat,1,3,4 kelainan kulit dan diare membaik setelah 2-3 hari. Nafsu
makan meningkat dalam beberapa hari,3 dan infeksi kulit menunjukkan
perbaikan setelah satu minggu.4 Pertumbuhan rambut kembali normal
setelah dua sampai tiga minggu, dan peningkatan pertumbuhan bayi rata-
rata meningkat dalam dua minggu.3
g. Prognosis
Prognosis AE baik dalam jangka panjang,11 dengan syarat pemberian
dan monitoring seng dilakukan seumur hidup. Perjalanan penyakit ini
lambat dan umumnya dengan manifestasi klinis ringan,4 tetapi jika tidak
ditangani sedini mungkin,11 maka akan menyebabkan komplikasi berupa
gangguan pertumbuhan9, infeksi sekunder, gagal multi organ,11 dan
kematian.10,11
3. Dermatitis Atopik
a. Definisi
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,
bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama
mengenai bayi dan anak-anak dapat pula terjadi pada orang dewasa.
Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan asma pada keluarga
maupun penderita (Kariosentono, 2006).
b. Etiologi
Faktor endogen yang berperan, meliputi disfungsi sawar kulit,
riwayat atopi, dan hipersensitivitas akibat peningkatan kadar IgE total
dan spesifik. Faktor eksogen pada dermatitis atopik, antara lain adalah
bahan iritan, allergen dan hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih
berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen
cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja, 2009).
c. Gejala Klinis
Gejala dermatitis atopik dapat bervariasi pada setiap orang.
Gejala yang paling umum adalah kulit tampak kering dan gatal. Gatal
merupakan gejala yang paling penting pada dermatitis atopik.
Garukan atau gosokan sebagai reaksi terhadap rasa gatal menyebabkan
iritasi pada kulit, menambah peradangan, dan juga akan meningkatkan
rasa gatal. Gatal merupakan masalah utama selama tidur, pada waktu
kontrol kesadaran terhadap garukan menjadi hilang (Jamal, 2007).
Insiden tertinggi dermatitis atopik ditemukan dalam 2 tahun
pertama kehidupan meskipun penyakit dapat mulai hampir pada usia
berapa pun. Pada balita bagian yang sering terkena adalah batang
tubuh, pipi dan ekstremitas atas. Pasien dermatitis atopic dalam
praktek klinis mengeluhkan menggosok lesi yang gatal terus-menerus,
kulit menjadi menebal dan mengembangkan penampilan kasar.
Karakteristik wajah pasien dermatitis atopik kronis adalah keriput
kecil di bawah kedua mata (Denny Morgan’s fold) dan hilangnya
lapisan ketiga alis luar karena menggosok (Hertoghe’s sign) (Werfel,
2011).
BAB IV
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Ciampo IRLD, Sawamura R, Ciampo LAD, Fernandes
MIM. ENTEROPATHICA ACRODERMATITIS: MANIFESTASI
KLINIS DAN DIAGNOSA PEDIATRIK. Rev Paul Pediatr. 2018 Apr-
Jun; 36 (2): 238-241. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
2. Jen M, Yan AC. The skin in systemic disease. Dalam: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi
ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. hlm. 1520–3.
3. Ruiz-Maldonado R, Orozco-Covarrubias L. Nutritional disease.
Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting.
Dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008.
hlm. 670–1.
4. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz clinical pediatric dermatology.
Edisi ke-4. London: Elsevier; 2011. hlm. 548–50.
5. Beigi M, Khan P, Maverakis E. Acrodermatitis enteropathica a
clinician’s guide. Edisi ke-1. Canada: Springer; 2015. hlm. 7-16,
29-34, 39-55, 61-72.
6. Sarkany RPE, Breathnach SM, Morris AAM, Weismann K, Flynn
PD. Metabolic and nutritional disorders. Dalam: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of
dermatology. Edisi ke-8. New Jersey: Wiley-Blackwell; 2010.
hlm. 59.72-75.
7. Sanchez JE, Barham KL, Sangueza OP. Acquired acrodermatitis
enteropathica : case report of an atypical presentation. J Cutan
Pathol. 2007;34(6):490–3.
8. Kaur S, Sangwan A, Sahu P, Dayal S, Jain VK. Clinical variants
of acrodermatitis enteropathica and its corelation with genetics.
Indian J Paediatr Dermatol. 2016;17:35–7.
9. Azevedo C, Mesquita P, Gavazzoni-dias MFR, Carlos J, Avelleira
R, Lerer C, et al. Case report acrodermatitis enteropathica in a
full-term breast-fed infant : case report and literature review. Int J
Dermatol. 2008;47:1056–7.
10. Jensen SL, McCuaig C, Zembowicz A, Hurt MA. Bullous lesions
in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc
deficiency : a report of two cases and review of the literature. J
Cutan Pathol. 2008;35(1):1–13.
11. Pai K, Baliga P, Pai S, Sharma S. Acrodermatitis enteropathica in
an adult : a case report. Our Dermatol Online. 2015;6(2):201–3.
12. Kharfi M, Fe N El. Tropical medicine rounds acrodermatitis
enteropathica : a review of 29 tunisian cases. Int J Dermatol
2010;49(9):1038–44.
13. Plum LM, Rink L, Haase H. The essential toxin : impact of zinc
on human health. Int J Environ Res Public Health.
2010;7(4):1342–65.
14. Chasapis CT, Loutsidou AC. Zinc and human health: an update.
Arch Toxicol. 2012;86(4):521–34.
15. Kambe T, Hashimoto A, Fujimoto S. Current understanding of zip
and znt zinc transporters in human health and diseases. Cell Mol
Life Sci. 2014;71(17):3281–95.
16. Metz CH, Schro AK, Overbeck S, Kahmann L, Plümäkers B, et
al. T-helper type 1 cytokine release is enhanced by in vitro zinc
supplementation due to increased natural killer cells. Nutrition.
2007;23(2):157–63.\
17. Eide DJ. Zinc transporters and the cellular trafficking of zinc.
Biochim Biophys Acta. 2006;1763(7):711–22.