Anda di halaman 1dari 52

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Demak, 30 Juni 1962
Umur : 56 tahun 8 bulan
Alamat : PR Patah Blok S1 29, Sayung, Demak
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Bangsal : Rajawali 3A
Masuk RS : 20 Februari 2019
No CM : C739376
Pembiayaan : JKN NON PBI
DAFTAR MASALAH
Masalah
No Masalah Aktif Tanggal No Tanggal
Pasif
1. Konfusio akut 25/03/2019
2. Fraktur collum os femur 25/03/2019
3. Osteoporosis berat 25/03/2019
4. Fall 25/03/2019
5. Hipertensi stage II terkontrol 25/03/2019
6. Anemia sedang normositik 25/03/2019
normokromik
7. Multiple myeloma 25/03/2019
8. Bakteriuria 25/03/2019
9. Frail 25/03/2019

1
1.2 ASSESMEN GERIATRI KOMPREHENSIF

1.2.1 KAPABILITAS MEDIS

DATA SUBJEKTIF

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal 25 Maret 2019
pukul 15.30 WIB di ruang 4 Bangsal Rajawali 3A RSUP dr. Kariadi Semarang.

Keluhan Utama : penurunan kesadaran dan nyeri tungkai kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 1 minggu SMRS pasien mengalami penurunan kesadaran. Awalnya


pasien meracau dan bicara tidak jelas. Pasien lebih banyak tidur dan sulit diajak komunikasi.
Pasien lebih banyak berbaring di tempat tidur. Keluhan demam (+) 2 hari, batuk (-), sesak (-),
mual (+), muntah (-).
Pasien juga mengeluhkan sakit pada kaki kiri saat berjalan. Rasa nyeri berkurang jika
berjalan perlahan. Pasien mengaku pernah jatuh kurang lebih 3 bulan yang lalu dengan
bertumpu pada kaki kiri. Namun setelah jatuh pasien tidak berobat ke dokter, hanya pijat di
panti pijat. Nyeri (+), bengkok (-). Oleh keluarga, pasien dibawa ke IGD RS Banyumanik
Semarang dan dirawat inap selama kurang lebih 4 hari, kemudian dirujuk ke RSUP dr.
Kariadi.
Saat ini pasien tampak lemah dan sulit diajak komunikasi. Keluarga mengatakan,
pasien mengeluhkan nyeri pada kaki bila digerakkan. Kaki kiri sulit dan nyeri jika
digerakkan. Nafsu makan pasien menurun dan pasien hanya makan makanan lunak. Pasien
mandi disibin di tempat tidur, buang air kecil menggunakan kateter dan buang air besar
menggunakan popok.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat tekanan darah tinggi (+) (160/100)


 Riwayat kencing manis (-)
 Menopause.
 Riwayat menggunakan kacamata disangkal.
 Riwayat penyakit jantung disangkal.

2
 Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal.
 Riwayat jatuh kurang lebih 3 bulan yang lalu.
 Riwayat alergi disangkal.
 Riwayat perdarahan yang sukar berhenti disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat patah tulang karena trauma minimal pada keluarga disangkal.


 Riwayat tekanan darah tinggi (+) ibu pasien.
 Riwayat kencing manis (+) ibu pasien.
 Riwayat penyakit jantung disangkal.
 Riwayat alergi disangkal.
Riwayat Pengobatan
 Amlodipin 10mg/24 jam p.o (malam)
Riwayat Gaya Hidup

 Riwayat merokok (-), riwayat konsumsi alkohol (-), riwayat konsumsi jamu (+) tidak
sering.
 Riwayat gizi: pasien biasanya makan 2-3x/hari dengan nasi ± 1 piring disertai lauk
pauk (telur, ikan) dan sayur, kadang-kadang mengkonsumsi buah-buahan. Pasien
jarang mengonsumsi daging maupun jeroan namun terkadang konsumsi gorengan.
Minum air putih 5-6 gelas/hari, pasien tidak mengkonsumsi minuman berkarbonasi
seperti (sprite ,coca cola). Pasien tidak pernah minum susu. Makanan yang
dikonsumsi biasanya dimasak oleh anak pasien.
 Pasien tidak rutin berolahraga. Aktivitas sehari-hari pasien menyapu lantai dan
halaman rumah, mencuci piring dan menonton tv di ruang tamu. Pasien rajin
beribadah 5x sehari serta biasanya bila ada waktu luang pasien bersosialisasi dan
mengobrol dengan tetangga atau beristirahat.

Mini Nutritional Assesment


Skrining
1. Apakah asupan makanan berkurang selama 3 bulan terakhir karena kehilangan
nafsu makan, gangguan pencernaan, kesulitan mengunyah atau menelan?
0 = asupan makanan sangat berkurang
1 = asupan makanan agak berkurang

3
2 = asupan makanan tidak berkurang
2. Penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir
0 = Penurunan berat badan lebih dari 3 Kg
1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan antara 1 hingga 3 Kg
3 = tidak ada penurunan berat badan
3. Mobilitas
0 = terbatas di tempat tidur atau kursi
1 = mampu bangun dari tempat tidur/kursi tetapi tidak bepergian ke luar rumah
2 = dapat bepergian ke luar rumah
4. Menderita tekanan psikologis atau penyakit yang berat dalam 3 bulan terakhir
0 = ya
2 = tidak
5. Gangguan neuropsikologis
0 = depresi berat atau kepikunan berat
1 = kepikunan ringan
2 = tidak ada gangguan psikologis
6. Indeks Massa Tubuh (IMT) (berat dalam kg)/(tinggi dalam m)2
0 = IMT kurang dari 19 (IMT < 19)
1 = IMT 19 hingga kurang dari 21(IMT : 19 hingga <21)
2 = IMT 21 hingga kurang dari 23 (IMT : 21 hingga <23)
3 = IMT 23 atau lebih (IMT ≥ 23)
Skor skrining (skor maksimal 14)
Skor 12-14: Status gizi baik
Skor 8-11: Berisiko malnutrisi
Skor 0-7: Malnutrisi
Kesan: Skor 10 : Berisiko malnutrisi

DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 14.30 WIB di ruang
Rajawali 3A RSUP dr. Kariadi Semarang.

4
Keadaan umum : Lemas
Kesadaran : Somnolen, GCS 11 (E3M6V2)
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 110/60 mmHg
- Nadi : 114x/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup
- RR : 20x/menit, reguler, kedalaman
napas cukup
- Suhu : 37,3°C (aksiler)
Saturasi Oksigen : 96 %
Status Gizi
- TB : 160 cm
- BB : 58 kg
- BMI : 22,7 (normoweight, Asia Pasifik)
Kepala : Mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-)
Telinga : Discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa kering (-), stomatitis
(-), pursed lip breathing (-)
Tenggorokan : T1/T1, uvula di tengah, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, JVP R+1, pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Kulit : Turgor cukup, pucat (-), ikterik (-)
Thorax : Normochest, sela iga menyempit (-), sela iga melebar (-), iga
mendatar (-), retraksi suprasternal (-), retraksi epigastrial (-),
retraksi intercostal (-), sudut angulus costa < 90º

SDV (+/+) SDV (+/+)


ST (-/-) ST (-/-)
5
Paru depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus paru kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Paru belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus paru kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di iktus kordis teraba di SIC V 2 cm

lateral linea midclavicularis sinistra, kuat angkat (-),

pulsasi epigastrial (-), pulsasi parasternalis (-), sternal lift

(-), thrill (-)

Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dekstra
Batas kiri : SIC V 2 cm lateral linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : mendatar
Auskultasi : BJ I-II murni, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube
timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Genitalia : Perempuan, dalam batas normal

6
Ekstremitas

Tanda Atas Bawah


Swelling -/- -/+
Deformitas -/- -/+
Sianosis -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-
Capillary Refill Time <2”/<2” <2”/<2”
Gerak +/+ +/↓
55555/sulit dinilai
Kekuatan 55555/55555
karena difiksasi
Tonus Normal/normal Normal/normal
Trofi Eutrofi/eutrofi Eutrofi/eutrofi
R. Fisiologis +2/+2 +2/+2
R. Patologis -/- -/-
Klonus -/- -/-

Status Lokalis (Regio Femur Sinistra)


Look : swelling (+), angulasi (+), warna kemerahan (-)
Feel : nyeri tekan (+), akral dingin (-), CRT <2 detik, pulsasi

arteri brachialis (+), fungsi sensorik (+) normal

Movement : fungsi motorik (+), ROM terbatas (+) karena difiksasi

Sindroma Geriatri

 Sindroma serebral (-)

 Confusio (+)

 Gangguan otonom (-)

 Inkontinensia (-)

 Jatuh (+)

7
 Kelainan tulang dan patah tulang (+)

 Dekubitus (-)

The 14 I

Immobility Isolation

Impaction Impotence

Instability Immuno-deficiency

Iatrogenic Infection

Intelectual impairment Inanition

Insomnia Impairment of vision, smell, hearing

Incontinence Impecunity

Skor Norton (Untuk Mengukur Risiko Dekubitus)


Penilaian Skor Hasil
Kondisi fisik umum:
 Baik 4
 Lumayan 3 2
 Buruk 2
 Sangat buruk 1
Kesadaran:
 Komposmentis 4
 Apatis 3 2
 Konfusi/sopor 2
 Stupor/koma 1
Aktivitas:
 Ambulasi mandiri 4
 Ambulasi dengan bantuan 3 1
 Hanya bisa duduk 2
 Tiduran 1
Mobilitas:
 Bergerak bebas 4
 Sedikit terbatas 3 2
 Sangat terbatas 2
 Tak bisa bergerak 1

8
Inkontinensia:
 Tidak ada 4
 Kadang-kadang 3 3
 Sering inkontinensia urin 2
 Inkontinensia alvi dan urin 1
Skor Total 10

Kategori Norton:
 <12 (risiko besar)
 12-15 (risiko kecil terjadi)
 16-20 (risiko kecil sekali / tidak terjadi)
Interpretasi : risiko besar terjadi dekubitus

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

HASIL NILAI
PEMERIKSAA
N 23- 01- 25-
RUJUKAN
19-Feb Feb Mar Mar
Hematologi
Hemoglobin 9,7 12,6 11,7 9,1 12,00 – 15,00
Hematokrit 30,3 39,5 37,1 29,2 35 – 47
Eritrosit 3,85 4,87 4,57 3,7 4,4 – 5,9
MCH 27,2 27,9 27,6 27,6 27,00 – 32,00
MCV 78,7 81,1 81,2 78,9 76 – 96
MCHC 32 31,9 31,5 31,2 29,00 – 36,00
Leukosit 7 5,3 9,1 6,4 3,6 – 11
Trombosit 253 207 219 297 150 – 400
RDW 13,7 14,5 15,4 16,8 11,6 – 14,8
MPV 9,7 9,6 10,4 10,9 4,00 – 11,00

9
HASIL NILAI
PEMERIKSAA
N 19- 23- 25- 01- 04- 09- 12- 15- 21- 24-
RUJUKAN
Feb Feb Feb Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar
Elektrolit
Natrium 143 145 144 144 140 135 135 139 144 146 136 – 145
Kalium 2,9 3,7 3,6 3,8 3,1 3 4 3,9 3,1 2,5 3,5 – 5,1
Klorida 104 105 104 109 103 92 101 103 107 103 98 – 107

HASIL NILAI
PEMERIKSAA 25-
N 25-
19- 20- 23- Fe 01- 04- 09- 12- 15- 24- RUJUKAN
Mar
Feb Feb Feb b Mar Mar Mar Mar Mar Mar
Kimia Klinik
10
Glukosa sewaktu 104 80 – 160
2 98 68
SGOT 100 99 15 – 34
SGPT 72 60 15 – 60
Albumin 2,8 2,7 1,9 2,2 2,5 2,7 2,7 2,4 3,4 – 5,0
Ureum 32 75 68 52 45 56 58 15 – 39
Kreatinin 1,1 1,9 1,6 1,2 1,1 1,1 1,6 0,6 – 1,3
Magnesium 0,73 0,02 0,7 0,6 0,73 0,88 0,74 – 0,99
Calcium 3,2 3,5 3 2,6 2,86 3,7 2,12 – 2,52
Dupl
o
Test duplo test
Alkali
183 46 - 116
phosphatase
Gamma GT 139 5,0 - 55,0
Bilirubin total 0,6 0,3 - 1,2
Bilirubin direk 0,2 0,0 - 0,2

10
Bilirubin indirek 0,4 0,2 - 0,8
Total protein 7,2 6,4 - 8,2
Globulin   4,5                   2,30 - 3,50

PEMERIKSAA HASIL NILAI


N 20-Feb 28-Feb 01-Mar RUJUKAN
Sekresi-
Ekskresi

Kristal 0 neg 0 - 10,0


Ca Oksalat +
Silinder 0,28 neg 0,0 - 0,5
Protein Bence Jones pos neg
Patologi
Granula kasar 0-1 15-17 0-2 neg
Granula halus 0-1 neg 2,0-5,0 neg
Silinder hialin 1,12 neg 4,06 0,0 - 1,2
Sil. Hialin 2 - 3 1-3/LPK
Silinder Epitel Neg neg neg neg
Silinder Eritrosit Neg neg neg neg
Silinder Lekosit Neg neg neg neg
Sil lekosit 0 - 1
Mucus 1,68 neg 3,78 0,0 - 0,5
benang muku pos Benang mucus pos
Yeast cell 2 neg 39,3 0,0 - 25,0
Bakteri 68,4 8516,9 0,0 - 100,0
bakteri pos bakteri pos bakter pos ++
sperma 0 neg 0 0,0 - 3,0
kepekatan 10,2 neg 10,9 3,0 - 27,0
Urine Lengkap

11
Analyzer
Warna Kuning muda Kuning Kuning Muda
Kejernihan Jernih keruh Jernih
Berat jenis 1,014 1,02 1,012 1,003 - 1,025
pH 6,5 9 6,5 4,8 - 7,4
Protein 30 25 30 neg
Reduksi neg neg neg neg
Urobilinogen normal neg normal neg
bilirubin neg neg neg neg
aseton neg neg neg neg
nitrit neg neg pos neg
lekosit esterase =
25/uL Lekosit esterase: 500/ul +++
Blood:
250/ul ++++
Blood = 50/uL +
Sedimen
Epitel 18,6 . 21,7 0,0 - 40,0
epitel: 5-7
epitel 3 - 7/LPK LPK epitel 1-3/LPK
oval fat
oval fat bodies + bodies +
Epitel tubulus 15,3 1-2/LPB 11,9 0,0 - 6,0
Lekosit 93,8 18-20/LPB 80,8 0,0 - 20,0
lekosit 7 - 10 /
LPK gliter cell: + Lekosit 5-8/LPB
Eritrosit 155,1 69,3 0,0 - 25,0
Eritrosit 10 - 15/
LPK Eritrosit 1-3/LPB
Kristal 0 0,0-10,0
Silinder 1,96 0,0-0,5

12
 Tidak ada
Kultur urin kuman    

X-Foto Femur Sinistra AP-Oblik (21 Februari 2019)

Klinis: Curiga Fraktur Colum Femur

- Tampak terpasang drain pada regio proksimal os femur kiri


- Tampak lesi litik dengan matriks osteoid disertai deformitas pada os ischium, sebagian
os pubis, dan proksimal os femur kiri
- Tampak fraktur patologis pada colum os femur kiri
- Tampak soft tissue swelling
- Tampak lusensi soft tissue
Kesan

- Lesi litik dengan matriks osteoid disertai deformitas pada os ischium, sebagian os
pubis, dan proksimal os femur kiri  curiga bone metastasis
- Fraktur patologis pada colum os femur kiri

13
X-Foto Pelvis AP-Lateral (21 Februari 2019)

Klinis: curiga fraktur colum femur

- Tampak lesi litik dengan matriks osteoid disertai deformitas pada sebagian os ileum,
os ischium, sebagian os pubis, dan prksimal os femur kiri
- Tampak fraktur patologis pada colum os femur kiri
- Sacroiliaca joint kanan kiri baik
- Tak tampak dislokasi maupun subluksasi pada coxae joint kanan
- Tampak simfisiolisis
Kesan:

- Lesi litik dengan matriks osteoid disertai deformitas pada sebagian os ilium, os
ischium, sebagian os pubis, dan proksimal os femur kiri  curiga bone metastasis
- Fraktur patologis pada colum os femur kiri
Bone Mineral Density (22 Februari 2019)

14
Klinis: Fraktur Colum Femoris Sinistra

Analisa teknik :

- Lumbal center, posisi baik, tampak sklerotik


- Hip joint kanan, acetabulum kiri tak tampak sklerotik
- Antebrachii kanan, distal radius ulna tak tampak sklerotik

15
BMD (gr/cm2) T-SCORE Z-SCORE

Neck Femur Kanan 0,589 -3,2 -1,7

Radius 33% 0,630 - 2,9 - 2,3

- Digunakan analisis neck femur kanan


- Digunakan analisis T-score karena usia penderita >50 tahun (-3,2)
Berdasarkan klasifikasi WHO memenuhi kriteria OSTEOPOROSIS

Bone Marrow Puncture (12 Maret 2019)

Resume pembacaan preparat

- Megakariosit tampak, maturase dismegakariopoiesis (hipolobulasi), trombosit


clumping

16
- Eritropoiesis aktifitas normal, maturase diseritropoiesis (eritrosit inti ganda)
- Granulopoiesis aktifitas normal, maturase dysgranulopoiesis (giant mielosit),
disperse neutrofilik
- Ratio M : E = 2,3 : 1

Kesimpulan

- Selularitas sumsum tulang hiposeluler


- Gambaran dysplasia trilineage dengan eritroid hyperplasia ringan
- Myeloblast 1%, plasmosit 12 %
- Kesan: Mendukung diagnossa plasma discrasia, mengarah ke multiple myeloma
- Saran: pemeriksaan serum protein elektroforesis, protein bence-jones

Serum Protein Elektroforesis (23 Februari 2019)

Kesan

- Albumin – globulin terbalik


- Penyakit hepar kronik, klinis?
- DD: Monoklonal gamopati

X-Foto Bone Survey (23 Februari 2019)

17
18
Klinis: Suspek MM
X-foto Cranium AP-Lat
- Struktur tulang baik

19
- Tak tampak lesi litik, sklerotik, maupun destruksi pada ossa craniofacial yang
tervisualisasi
- Tak tampak kesuraman pada sinus paranasalis dan mastoid air cell
- Orbital rim intak
- Sela tursika intak
- Tak tampak deviasi septum nasi

X-Foto vertebra thoracolumbal


- Struktur tulang baik
- Tampak multiple osteofit pada aspek lateral corpus vertebra thorakal 9-12 dan
lumbal 1-5
- Tak tampak pemikpihan corpus vertebra thorakolumbal yang tervisualisasi
- Tak tampak lesi litik, sklerotik, maupun destruksi pada vertebra throakolumbal
yang tervisualisasi
- Pedikel, processus transversus dan processus spinosus baik
- Tak tampak penyemputan diskus dan foramen intervertebralis vertebra
thorakolumbal yang tervisualisasi
- Sacroiliac joint kanan-kiri baik

X-foto pelvis

- Tampak lesi litik pada os ilium, os ischium, dan proksimal os femur kiri
- Sacroiliac dan coxae joint kanan-kiri baik

X-foto humerus-atebrachii-manus kanan-kiri

- Struktur tulang baik


- Tak tampak lesi litik sklerolitik, maupun destruksi pada os humerus, radius,
ulna, dan ossa manus kanan kiri
- Celah sendi baik

X-foto Femur-cruris-pedis kanan kiri

- Struktur tulang baik


- Tak tampak lesi litik, sklerotik, maupun destruksi pada os femur, tibia, fibula,
dan ossa pedis kanan kiri
- Celah sendi baik, tak tampak penyempitan, maupun sklerotik subcondral

20
Kesan:

- Lesi litik pada os ilium, os ischium, ramus inferior os pubis dan proksimal os
femur kiri  cenderung gambaran metastasis
- Spondylosis thorakolumbalis

X-Foto Thorax (18 Februari 2019)

Klinis: penurunan kesadaran,


adakah pneumonia?
Cor:
- Apeks jantung bergeser ke laterokaudal
- Elongatio aorta
Pulmo

- Corakan vaskuler tampak normal


- Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Tampak penebalan hilus kanan, cenderung vascular

Hemidiafragma kanan setinggi costa 9 posterior

Sinus costofrenicus kanan kiri lancip

Kesan:

- Cardiomegaly
- Elongatio aorta
- Pulmo tak tampak infiltrate

Elektrokardiografi (12 Maret 2019)

21
PEMERIKSAAN HASIL
Irama Sinus
Frekuensi 111 x/menit, reguler
Axis Normoaxis
Gelombang P 0,10 detik, P Pulmonal (-), P mitral (-)
PR interval 0,12 detik
QRS complex 0,13 detik, Q patologis (-)
Segmen QT 0,29 detik
Segmen ST 0,12 detik, ST depresi (-), ST elevasi (-)
Gelombang T T Inverted (-), Tall T (-)
Kesan Sinus tachycardia

1.2.2 KAPABILITAS FUNGSIONAL

INDEKS BARTHEL
No. Fungsi Skor Keterangan Hasil
1. Mengendalikan Tak terkendali / tak teratur
0
rangsang (perlu pencahar)
5
pembuangan tinja 5 Kadang-kadang tak terkendali
10 Terkendali teratur
2. Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai 5

22
rangsang berkemih kateter
Kadang-kadang tak terkendali
5
(hanya 1x/24 jam)
10 Mandiri
3. Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
(seka muka, sisir 0
5 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4. Penggunaan jamban, Tergantung pertolongan
0
masuk dan keluar orang lain
(melepaskan, Perlu pertolongan pada
memakai celana, beberapa kegiatan tetapi 0
5
membersihkan, dapat mengerjakan sendiri
menyiram) beberapa kegiatan yang lain
10 Mandiri
5. Makan 0 Tidak mampu
Perlu ditolong memotong
5 0
makanan
10 Mandiri
6. Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk Perlu banyak bantuan untuk
5
bisa duduk (2 orang) 10
10 Bantuan minimal 1 orang
15 Mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi
5
roda
0
Berjalan dengan bantuan 1
10
orang
15 Mandiri
8. Memakai baju 0 Tergantung orang lain 5
5 Sebagian dibantu (misalnya
mengancing baju)

23
10 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
5 Butuh pertolongan 0
10 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung orang lain
0
5 Mandiri
Total Skor 25

Kategori:
 100 : Mandiri
 91-99 : Ketergantungan minimal
 75-90 : Ketergantungan ringan
 50 -74 ; Ketergantungan sedang
 25-49 : Ketergantungan berat
 0-24 : Ketergantungan total
Skor pasien : 25
Interpretasi : Ketergantungan berat

Indeks Katz (Menilai AKS)


No Aktivitas Mandiri Tergantung Nilai
1. Bathing Memerlukan bantuan hanya Memerlukan bantuan dalam
pada 1 bagian tubuh (bagian mandi lebih dari 1 bagian
belakang / anggota tubuh tubuh dan saat masuk serta Tergantung
yang terganggu) atau dapat keluar dari bak mandi /
melakukan sendiri tidak dapat mandi sendiri
2. Dressing Menaruh pakaian & Tidak dapat memakai
mengambil pakaian, pakaian sendiri atau tidak
memakai pakaian, ’brace’, berpakaian sebagian Tergantung
& menalikan sepatu
dilakukan sendiri
3. Toiletting Pergi ke toilet, duduk Memakai ’bedpan’ atau Tergantung
berdiri dari kloset, memakai ’comode’ atau mendapat

24
pakaian dalam, bantuan pergi ke toilet atau
membersihklan kotoran memakai toilet
(memakai ’bedpan’ pada
malam hari saja & tidak
memakai penyangga
mekanik)
4. Transfering Berpindah dari dan ke Tidak dapat melakukan
tempat tidur & berpindah / dengan bantuan untuk
dari dan ke tempat duduk berpindah dari & ke tempat Tergantung
(memakai atau tidak tidur / tempat duduk
memakai alat bantu)
5. Continence BAB dan BAK baik Tidak dapat mengontrol
sebagian / seluruhnya
dalam BAB & BAK, Tergantung
dengan bantuan manual
/ kateter
6. Feeding Mengambil makanan dari Memerlukan bantuan untuk
piring / yang lainnya & makan atau tidak dapat
memasukkan ke dalam makan semuanya atau
mulut (tidak termasuk makan per- parenteral)
kemampuan untuk Tergantung
memotong daging &
menyiapkan makanan
seperti mengoleskan
mentega di roti)

Klasifikasi menurut Indeks Katz:


A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain
D : Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain
F : Mandiri,kecuali bathing, dressing, toiletting, transferring, dan 1 fungsi lain

25
G : Ketergantungan untuk semua 6 fungsi diatas
Indeks Katz Pasien: Katz G (Ketergantungan untuk semua 6 fungsi diatas)

FRAILTY INDEKS
Defisit 0 0,25 0,5 0,75 1
Gangguan penglihatan Tidak Ringan Sedang Berat Sangat berat
Gangguan Tidak Ringan Sedang Berat Sangat berat
pendengaran
Bantuan untuk makan Mandiri Bantuan Tergantung
minimal total
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
berpakaian dan minimal total
melepas pakaian
Kemampuan untuk Bantuan Tergantung
Mandiri
menjaga penampilan minimal total
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
berjalan minimal total
Bantuan untuk tidur Mandiri Bantuan Tergantung
dan bangun dari tidur minimal total
Bantuan untuk mandi Mandiri Bantuan Tergantung
minimal total
Bantuan untuk pergi Mandiri Bantuan Tergantung
ke kamar mandi minimal total
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
menelepon minimal total
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
berjalan mencapai minimal total
tempat kegiatan
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
berbelanja minimal total
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
mempersiapkan minimal total
makanan sendiri
Bantuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
pekerjaan rumah minimal total
tangga
Kemampuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
minum obat minimal total
Kemampuan untuk Mandiri Bantuan Tergantung
mengurus keuangan minimal total
sendiri

26
Anggapan mengenai Sangat Baik Sedang Buruk Sangat buruk
tingkat kesehatan baik
sendiri
Kesulitan melakukan Tidak Kesulitan Kesulitan
aktivitas sehari-hari ada ringan berat
Hidup sendiri Tidak Ya
Batuk Tidak Ya
Merasa lelah Tidak Ya
Hidung tersumbat dan Tidak Ya
bersin
Tekanan darah tinggi Tidak Ya
Masalah jantung dan Tidak Ya
peredaran darah
Stroke atau akibat Tidak Ya
stroke
Artritis atau rematik Tidak Ya
Penyakit Parkinson Tidak Ya
Masalah mata Tidak Ya
Masalah telinga Tidak Ya
Masalah gigi Tidak Ya
Masalah paru Tidak Ya
Masalah lambung Tidak Ya
Masalah ginjal Tidak Ya
Tidak dapat Tidak Ya
mengontrol kemih
Tidak dapat Tidak Ya
mengontrol BAB
Diabetes Tidak Ya
Masalah dengan kaki Tidak Ya
atau pergelangan kaki
Masalah dengan saraf Tidak Ya
Masalah dengan kulit Tidak Ya
Fraktur Tidak Ya

 No frail : 0,08
 Pre frail : 0,08 – 0,25
 Frail : ≥0,25
Skor : 18,75/40 = 0,46
Interpretasi : Frail

27
1.2.3 KAPABILITAS PSIKOLOGIS

Skala Depresi Geriatri


Pilihan jawaban yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu minggu terakhir:
1 Apakah Bapak/Ibu sebenarnya puas dengan kehidupan Ya TIDAK
Bapak/Ibu?
2 Apakah Bapak/Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan dan YA Tidak
minat atau kesenangan Bapak/Ibu?
3 Apakah Bapak/Ibu merasa kehidupan Bapak/Ibu kosong? YA Tidak
4 Apakah Bapak/Ibu sering merasa bosan? YA Tidak
5 Apakah Bapak/Ibu mempunyai semangat yang baik setiap Ya TIDAK
saat?
6 Apakah Bapak/Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan YA Tidak
terjadi pada Bapak/Ibu?
7 Apakah Bapak/Ibu merasa bahagia untuk sebagian besar hidup Ya TIDAK
Bapak/Ibu?
8 Apakah Bapak/Ibu sering merasa tidak berdaya? YA Tidak
9 Apakah Bapak/Ibu lebih senang tinggal di rumah daripada YA Tidak
pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10 Apakah Bapak/Ibu merasa mempunyai banyak masalah YA Tidak
dengan daya ingat Bapak/Ibu dibandingkan kebanyakan
orang?
11 Apakah Bapak/Ibu pikir bahwa hidup Bapak/Ibu sekarang ini Ya TIDAK
menyenangkan?
12 Apakah Bapak/Ibu merasa tidak berharga seperti perasaan YA Tidak
Bapak/Ibu saat ini?
13 Apakah Bapak/Ibu penuh semangat? Ya TIDAK
14 Apakah Bapak/Ibu merasa bahwa keadaan Bapak/Ibu tidak YA Tidak
ada harapan?
15 Apakah Bapak/Ibu pikir bahwa orang lain lebih baik YA Tidak
keadaannya dari Bapak/Ibu?
TOTAL NILAI 4
Keterangan : Jawaban pasien yang bercetak tebal.
Skor : Diitung dari jumlah jawaban yang bercetak tebal dan berhuruf kapital
 Tiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1
 Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi
 Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi

28
 Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
Hasil : 4 kesan keadaan baik /tidak depresi
1.2.4 KAPABILITAS SOSIAL- LINGKUNGAN
Pasien tinggal bersama anak ketiga pasien, 1 orang menantu dan 3 orang cucu.
Hubungan pasien dengan anak-anak pasien harmonis. Rumah yang ditempati pasien
berukuran 8 x 10 meter, 1 lantai, terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 2 dapur, 2
kamar mandi. Lantai dari keramik yang ketika hujan menjadi licin, dinding dari semen,
sudah dicat, atap dari genteng, menggunakan plafon. Kamar mandi berjarak 3 meter
dari kamar tidur, kamar mandi lantai keramik, sedikit licin, dan tembok semen sudah
dicat, pasien menggunakan kamar mandi dengan kloset duduk. Sinar matahari dan
ventilasi baik, dapat masuk ke seluruh ruangan. Sumber air dari aliran air PDAM,
listrik dari PLN. Jarak dari rumah ke jalan utama sekitar 5 meter. Tidak terdapat tempat
pembakaran sampah. Jalan sekitar rumah datar.
Kesan: daya dukung keluarga baik

1.2.5 KAPABILITAS EKONOMI


Pasien seorang ibu rumah tangga. Suami pasien sudah meninggal sejak 6
tahun yang lalu. Pasien sebelumnya tidak bekerja. Suami pasien sebelumnya bekerja
sebagai pegawai bank. Hubungan pasien dengan anaknya dan cucu harmonis.
Pasien memiliki satu anak kandung laki-laki yang belum menikah dan tiga
anak kandung perempuan yang sudah menikah serta delapan orang cucu. Pasien
tinggal dengan anak ketiga dan dua orang cucunya. Biaya hidup pasien dari uang
pensiunan suaminya, jumlah ± Rp 2.000.000,-/bulan. Aktivitas sehari-hari seperti
makan, mandi, berpakaian dan berjalan pasien melakukan dibantu anaknya.

Anak-anak pasien :

Anak ke-1. Perempuan, usia 35 tahun, seorang ibu rumah tangga, suami seorang
pengolah padi, penghasilan rata-rata Rp 4.000.000,-/bulan. Tinggal bersama
suami, mempunyai 2 anak yang belum mandiri.
Anak ke-2. Perempuan, usia 34 tahun, seorang ibu rumah tangga, suami seorang
pegawai kontraktor, penghasilan rata-rata Rp 8.000.000,-/bulan. Tinggal
bersama suami, mempunyai 2 orang anak yang belum mandiri.

29
Anak ke-3. Perempuan, usia 32 tahun, seorang ibu rumah tangga, suami seorang
wirausaha, penghasilan rata-rata Rp 7.000.000,-/bulan. Tinggal bersama
istri dan 1 orang anak yang belum mandiri.
Anak ke-4. Laki-laki, usia 27 tahun, seorang pegawai swasta, belum menikah,
penghasilan rata-rata Rp 6.000.000,-/bulan. Tinggal sendiri.

Kesan : sosial ekonomi cukup

1. DAFTAR ABNORMALITAS

Kapabilitas Medis

1. Penurunan kesadaran
2. Nyeri tungkai kiri
3. Jatuh 3 bulan yang lalu
4. Riwayat hipertensi (160/100)
5. Lemas
6. Somnolen, GCS 11 (E3M6V2)
7. Ictus cordis bergeser ke laterocaudal
8. Batas kiri jantung bergeser ke laterocaudal
9. Deformitas regio femur sinistra
10. ROM tungkai kiri terbatas karena difiksasi
11. Hemoglobin 9, 1 g/dL (L)
12. Kalium 2,5 mmol/l (L)
13. Albumin 2,4 g/dL (L)
14. Ureum 58 (H)
15. Kreatinin 1,6 (H)
16. Kalsium 3,7 (H)
17. Protein bence jones (+)
18. Protein urin 30 mg/dL (H)
19. Leukosit urin 80,8/uL (H)
20. Bakteri urin 8516,9/uL, Bakteri (++)/Pos 2
21. Fraktur patologis collum os. femur sinistra

30
22. Lesi litik dengan matriks osteoid disertai deformitas pada sebagian os ilium, os
ischium, sebagian os pubis, dan proksimal os femur kiri  curiga bone metastasis
23. T-Score BMD – 3,2 (kriteria WHO: Osteoporosis)
24. BMP: Myeloblast 1%, plasmosit 12%
25. Serum protein elektroforesis: total protein 6,7%
26. Cardiomegaly
27. EKG: Sinus takikardi
28. Fraility index : 0,46 (frail)

Kapabilitas Fungsional: Bartel: skor 25 ketergantungan berat


KATZ: G (ketergantungan untuk 6 fungsi)
Frailty: skor 0,46  frail
Kapabilitas Psikologis: -
Kapabilitas Ekonomi: -
Kapabilitas Sosial – Lingkungan: -

2. ANALISIS SINTESIS

1, 5, 6, 12 → Konfusio akut
2, 3, 9, 10, 19 → Fraktur collum os. Femur
2, 3, 9, 10, 16, 21, 22, 23 → Osteoporosis berat
3 → Fall
4, 7, 8, 26, 27 → Hipertensi stage II terkontrol
5, 11 → Anemia sedang normositik normokromik
12-16, 23, 24, 25 → Multiple mieloma
18, 19, 20 → Bakteriuria
28 → Frail

3. DAFTAR MASALAH

Frailty Indeks:
Frail
Indeks Barthel:
Ketergantungan berat

31
Mini Nutritional Assesment
Berisiko malnutrisi

AKS

KATZ G : ketergantungan pada 6 fungsi

Problem medis
1. Konfusio akut

2. Fraktur collum os Femur

3. Osteoporosis berat

4. Fall

5. Hipertensi stage II terkontrol

6. Anemia sedang normositik normokromik

7. Multiple mieloma

8. Bakteriuria

9. Fr
ail

4. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. Konfusio Akut

Assessment : Etiologi: serebral, ekstra serebral


IP Dx : CT scan kepala, cek elektrolit
IP Rx : Infus KCL 12 tpm
KSR 600 mg / 8 jam (PO)
IP Mx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, risiko jatuh,
keterbatasan AKS, cek elektrolit
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan pemeriksaan CT
scan kepala dan cek elektrolit untuk mengetahui penyebab dari penurunan kesadaran
pasien.

32
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penurunan kesadaran yang dialami
pasien kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemi)

2. Fraktur Collum Os Femur


Assesment : Etiologi: Jatuh, Osteoporosis

IP Dx : (-)
IP Rx : Infus Ringer lactate 20 tpm
Inj. Paracetamol 1000 mg/ 8 jam intravena (bila nyeri)
TS Bedah Orthopaedi: program operasi
IP Mx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, risiko jatuh
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami patah tulang pada
paha kirinya akibat osteoporosis, tulang pasien lebih rapuh daripada tulang sehat
sehingga mudah mengalami patah walaupun pada gaya yang minimal.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk penanganan patah tulang
tersebut akan dilakukan sesuai program dari bagian bedah.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan jatuh pada pasien,
yang dapat ditinjau baik dari faktor intrinsik pasien maupun faktor-faktor ekstrinsik
seperti lingkungan.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien pentingnya motivasi dan dukungan dari orang-
orang terdekat untuk kesembuhan dan pulihnya kemampuan AKS pasien sehingga
tidak terjadi imobilisasi lama akibat jatuh tersebut
3. Osteoporosis Berat

Assessment : Primer, sekunder (multiple myeloma)


IP Dx :-
IP Rx : Susu 3 gelas (kalsium 1500 mg) / hari
IP Mx : keterbatasan AKS, risiko jatuh, tanda-tanda fraktur
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami osteoporosis
yaitu perubahan pada struktur tulang pasien yang membuat tulang menjadi lebih
rapuh dan mudah patah.

33
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa osteoporosis yang diderita pasien
merupakan osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh penyakit multiple myeloma
yang selanjutnya akan ditangani lebih lanjut.
- Melakukan aktivitas untuk mengurangi resiko jatuh, melatih kekuatan otot, dan
meningkatkan remodelling tulang.
4. Fall
Assesment : Etiologi: Osteoporosis,
Gangguan penglihatan,
Penyakit vaskuler,
Hipotensi Ortostatik
Ip Dx :-
Ip Rx :-
Ip Mx : KU, tanda vital dan tanda-tanda fraktur
Ip Ex :

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kemungkinan penyebab


dari jatuh.
- Mengedukasi pasien dan keluarga pasien untuk menggunakan alat bantu berjalan
apabila mengalami ketidakseimbangan untuk mengurangi risiko jatuh.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menyediakan sarana berupa pegangan yang
diletakkan di dinding kamar mandi untuk mengurangi risiko jatuh.

5. Hipertensi stage II Terkontrol


Assesment : Komplikasi: retinopati hipertensi
Faktor risiko penyakit jantung lainnya
Ip Dx : funduskopi, GD I-II, profil lipid

Ip Rx :

 Diet rendah garam (< 2 gram/hari)


 Amlodipin10mg/ 24 jam per oral (malam)

Ip Mx : Keadaan umum, Tanda Vital


Ip Ex :

34
 Edukasi mengenai perubahan life style yang harus dilakukan: Mengurangi diet
makanan rendah garam, exercise/Olahraga ringan seperti jalan pagi
 Edukasi untuk kontrol ke dokter secara rutin dan minum obat antihipertensi secara
teratur
 Menjelaskan kepada penderita jika ada keluhan pandangan mata yang kabur untuk
segera berobat ke poli mata sebab keluhan tersebut bisa diakibatkan karena tekanan
darah tinggi, sehingga pasien diedukasi untuk tetap mempertahankan tekanan darah
tetap normal.

6. Anemia Sedang Normositik Normokromik


Assessment : Penyakit Kronik
Perdarahan
IP Dx :Retikulosit, Feritin
IP Rx : Transfusi PRC 1 kolf, premed difenhidramin. Target Hb 10
IP Mx : keadaan umum, tanda-tanda vital, cek darah rutin
IP Ex : Menjelaskan kepada keluarga dan pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan darah lebih lanjut untuk mengetahui penyebab anemia

7. Multiple Mieloma
Assesment : Komplikasi: gagal ginjal
Ip Dx : Ureum kreatinin, urin rutin
Ip Rx : Thalidomide 200 mg / hari
Rawat bersama TS hematologi onkologi
Ip Mx : KU, tanda vital, cek darah rutin, cek elektrolit, cek ureum-kreatinin, urin
rutin
Ip Ex :

 Menjelaskan bahwa pasien mengalami multiple myeloma

8. Bakteriuria
Assesment : ISK
Ip Dx : Kultur urin
Ip Rx : Infus Ringer Lactat 20 tpm

35
Ciprofloxacin 500 mg/12jam PO (Bila hasil kultur sudah ada, disesuaikan
dengan hasil kultur)
Ip Mx : Kualitas dan kuantitas pada saat BAK
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menampung urin di tempat
yang telah disediakan untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin.

9. Frail
Assesment : Etiologi : Osteoporosis,
Penyakit kronik (Kardiovaskuler, metabolik),
Faktor lingkungan
Ip Dx :-
Ip Rx :-
Ip Mx : KU, tanda vital
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi yang sedang
dialami oleh pasien yaitu pasien mengalami kerapuhan (Frail) yang dinilai
berdasarkan Frailty Index.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa kondisi ini berpotensi
untuk terjadinya trauma berupa jatuh maka harus dilakukan pengawasan terhadap
pasien.

36
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

2.1 Geriatri

Pasien geriatri merupakan pasien dengan usia ≥ 60 tahun. Proses menua


mengakibatkan penurunan fungsi sistem organ seperti sistem sensorik, saraf pusat,
pencernaan, kardiovaskular, dan sistem respirasi. Selain itu terjadi pula perubahan
komposisi tubuh, yaitu penurunan massa otot, peningkatan massa dan sentralisasi lemak,
serta peningkatan lemak intramuskular.
Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus yang
berbeda dengan golongan usia lainnya. Beberapa karakteristik pasien geriatri antara lain:
• Multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degeneratif.
• Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut yang diperberat dengan
kondisi daya tahan yang menurun.
• Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun
akan menyebabkan kematian.
• Gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali
mengaburkan penyakit yang diderita pasien.
• Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial, dan ekonomi.
• Pada usia lanjut seringkali terjadi penyakit iatrogenic, akibat banyak obat-obatan yang
dikonsumsi (polifarmasi).
Masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri dirangkum dalam istilah The 14
I, yaitu: Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual
impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence
(inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi),
Immunodeficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi),
Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan
iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman), dan Impecunity (kemiskinan).
Meskipun usia pasien pada kasus ini adalah 56 tahun, namun karena memiliki
penyakit degenaratif lebih dari sehingga dikategorikan sebagai pasien geriatri secara
biologik. Pengkajian pada pasien geriatri merupakan pengkajian yang komprehensif,

37
proses diagnosis multi dimensi, menilai kapabilitas medis, fungsional, psikososial dan
lingkungan yang ditujukan untuk perencanaan dan penatalaksanaan jangka pendek dan
panjang.
Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk asesmen pasien geriatri antara
lain:
- Pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
menggunakan Indeks Barthel dan Indeks Katz. Indeks Barthel pasien yaitu 25/100
yang berarti bahwa pasien mengalami ketergantungan berat dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Indeks Katz pasien tergolong Katz G, pasien tergantung untuk 6 fungsi.
- Penapisan gangguan depresi/ penyesuaian menggunakan Geriatric Depression Scale
(GDS). Skala depresi geriatri pasien mendapat skor 4 yaitu kesan keadaan baik/tidak
depresi
- Penilaian risiko jatuh menggunakan Frailty Index. Indeks Frail pasien adalah 0,46
atau frail, risiko jatuh tinggi.
- Penilaian risiko dekubitus memakai Skor Norton. Skor Norton pasien 10/20, berarti
bahwa kemungkinan besar terjadi dekubitus pada pasien.
- Pengkajian nutrisi menggunakan Mini Nutritional Assessment dan Body Mass Index.
Hasil asesmen nutrisi pasien menunjukkan bahwa pasien tergolong normoweight dan
status gizi pasien baik.
Pasien datang berobat karena penurunan kesadaran. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik yang menunjukkan tanda-tanda fraktur, serta pemeriksaan penunjang
x-foto yang memastikan, pasien didiagnosis fraktur collum femur sinistra kominutif
tertutup non komplikata et causa jatuh. Terdapat banyak faktor yang berperan untuk
terjadinya instabilitas dan jatuh pada usia lanjut, yang dapat diklasifikasikan sebagai
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik penyebab jatuh pasien seperti adanya gangguan kognisi, konfusi,
agitasi, inkontinensia, gangguan keseimbangan, kelemahan anggota gerak, gangguan
gaya berjalan, maupun gangguan nutrisi tidak ditemukan pada pasien ini. Faktor
ekstrinsik yang berperan besar dalam kejadian jatuh pasien adalah faktor lingkungan,
yaitu halaman rumah yang licin saat/setelah hujan.
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien adalah tatalaksana terhadap
komplikasi jatuh (fraktur) yaitu rencana pembedahan/ORIF, terapi simptomatik untuk
mengurangi nyeri dengan injeksi Paracetamol 1 g/ 24 jam intravena. Selain itu

38
diedukasikan kepada pasien dan keluarga mengenai langkah pencegahan terulangnya
jatuh. Hal yang dapat dilakukan adalah meminimalisasi faktor penyebab dengan
konsultasi kepada dokter spesialis mata untuk tatalaksana katarak pasien dan modifikasi
lingkungan. Menjaga lantai kering atau menghindari alas yang licin ketika berjalan.
Pasien mengalami gangguan pada fungsi AKS dikarenakan fraktur tersebut.
Motivasi dan dukungan keluarga sangat penting agar pasien dapat menjalani semua
program pengobatan hingga fungsi AKS dapat normal kembali seperti semula.
2.2 Confusio Akut

Confusion akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif dan memburuknya


secara mendadak derajat kewaspadaan serta terganggunya proses berfikir yang berakibat
terjadinya disorientasi.
Tiga penyebab utama dari konfusio pada lansia yaitu keadaan patologik
intraserebral, keadaan patologik ekstraserebral, dan penyebab iatrogenetik. Depresi juga
dapat memicu terjadinya konfusio.

1). Konfusio yang disebabkan oleh keadaan patologik intraserebral antara lain :odema
serebral, hidrosefalus, defisiensi vitamin B12, meningitis, dan serangan iskemik otak
yang bisa disebabkan akibat adanya penurunan pasokan nutrisi serebral.

2). Konfusio yang disebabkan oleh keadaan patologik ekstraserebral antara lain:
penyebab toksik (endokarditis, bakterialis subakut, alkoholisme), kegagalan
mekanisme homeostatic (DM, gagal hati, gagal ginjal, dehidrasi, gangguan elekrolit),
depresi dan gangguan sensori persepsi (pendengaran dan penglihatan).

3). Konfusio yang disebabkan oleh penyebab iatrogenic terdiri atas obat-obatan yang
dihubungkan dengan gangguan memori seperti : anti kolinergik, anti konvulsan
tertentu, kortikosteroid, benzo-diazepin, fenotiazin, obat psikotropik dan sedative.

Patofisiologinya tidak diketahui, tetapi dapat terjadi karena penurunan


metabolisme oksidatif otak menyebabkan perubahan neurotransmiter di daerah
prefrontal dan subkortikal. Ada kejadian penurunan kolinergik dan peningkatan
aktifitas dopaminergik, pada saat kadar serotonin dan kadar GABA yang bermakna
tetap tidak jelas. Hal lain konfusio dapat efek dari kortisol plasma yang meningkat
pada otak akibat diinduksi stress dan depresi.

39
Penatalaksanaan konfusio di rumah sakit meliputi pencegahan, diagnosis awal,
pencarian dengan seksama dan tatalaksana faktor-faktor pencetus, tindakan suportif
dan, bila perlu, pengobatan. Secara garis besar obat-obatan yang dapat diberikan
untuk mengurangi konfusio akut pada lansia adalah : amantadin, anti depresan, anti
histamin, anti parkinsoniasme, anti kolinergik, anti konvulsan, fikogsin, opiat, dan
obat penenang.

Pada pasien ini, kemungkinan penyebab konfusio akut adalah


ketidakseimbangan elektrolit yaitu hipokalemi. Oleh karena itu penatalaksanaannya
dapat diberi infus KCL dan KSR untuk mengoreksi hipokaleminya.

2.3 Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa


tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur tulang
yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah
pengeroposan tulang, sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami patah tulang.
Sel yang bertanggung jawab untuk formasi tulang disebut osteoblas, sedangkan
osteoklas bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Pada osteoporosis akan terjadi
abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses resorpsi tulang lebih banyak dari
pada proses formasi tulang. Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang
sehingga terjadi osteoporosis. Metabolisme tulang dapat terganggu oleh berbagai
kondisi, yaitu berkurangnya hormon estrogen, asupan kalsium dan vitamin D,
berkurangnya stimulasi mekanik (inaktif) pada tulang, efek samping beberapa obat,
minum alkohol, merokok, dll.
Osteoporosis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
• Osteoporosis primer, terbagi menjadi 2:
- Tipe 1: kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan, akibat
kekurangan estrogen pada wanita menopause maupun kekurangan testosteron pada
laki-laki andropause.
- Tipe 2: osteoporosis senil/penuaan.
• Osteoporosis sekunder: dipengaruhi adanya penyakit yang mendasari dan akibat obat-
obatan.

40
• Osteoporosis idiopatik: terjadi pada anak atau dewasa muda pada kedua jenis kelamin
dan dengan fungsi gonad yang normal.
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang digolongkan sebagai silent
disease karena tidak menunjukkan gejala-gejala yang spesifik. Gejala dapat berupa nyeri
pada tulang dan otot, tulang punggung yang semakin membungkuk, menurunnya tinggi
badan, patah tulang akibat trauma yang ringan. Pemeriksaan X-Foto tulang dapat
menunjukkan gambaran struktur tulang yang porotik, penipisan korteks dan daerah
trabekular yang lebih lusen. Bila tidak ada fraktur, pemeriksaan ini kurang sensitif untuk
menilai densitas tulang, karena penurunan massa tulang < 30 % mungkin tidak
terdeteksi.
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presisi untuk menilai
densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis osteoporosis. Saat ini
gold standar diagnosis osteoporosis adalah Dual Energy X-ray Absorptiometry), yang
digunakan untuk pemeriksaan vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk Osteoporosis pada Usia > 50 Tahun

Penatalaksanaan osteoporosis meliputi upaya pencegahan dan pengobatan yang


berupa pendekatan non farmakologi (edukasi dan latihan/ rehabilitasi), farmakologi
(bisfosfonat, estrogen dan lain-lain) dan tindakan bedah bila terjadi fraktur. Tujuan
pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya
komplikasi serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Fraktur yang dialami pasien dapat terjadi karena gaya yang diterima tungkai
tersebut ketika jatuh besar atau karena tulang yang rapuh karena osteoporosis. Pada
kasus ini dilakukan pemeriksaan DEXA dan menunjukkan hasil T-score < -2,5 sehingga
pasien didiagnosis mengalami osteoporosis. Osteoporosis yang dialami pasien
merupakan osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh penyakit multiple myeloma.
Beberapa faktor risiko osteoporosis yang ada pada kasus ini antara lain pasien wanita,

41
usia lanjut, dan telah menopause. Pasien osteoporosis mempunyai risiko tinggi terjadi
fraktur fragilitas akibat trauma minimal.
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan Risedronate 35 mg/ minggu p.o.
Risedronate adalah bisphosphonate generasi III yang berfungsi menghambat kerja
osteoklas. Namun pada pasien ini tidak dapat diberikan karena pasien tidak dapat posisi
tegak untuk mengonsumsi obat tersebut. Dimana cara mengonsumsi risedronate yaitu
minum segera sesaat setelah bangun pagi dengan posisi tegak, minum dalam perut
kosong, dan minum dengan segelas air minimal 240 ml. Setelah minum obat, pasien
tidak boleh mengonsumsi makanan, minuman, obat-obatan, atau suplemen setidaknya
selama 1,5 jam. Hal ini bertujuan agar penyerapan obat maksimal dan menurunkan risiko
efek samping obat.
Terapi non medikamentosa pasien diedukasikan untuk aktivitas fisik teratur, diet
tinggi kalsium (1000-1500 mg/hari), berhenti merokok, tidak minum alkohol dan
mengangkat benda berat, dan berjemur pagi hari.

2.4 Multiple Myeloma

Multiple myeloma adalah keganasan sel plasma yang ditandai dengan adanya
immunoglobulin serum dan/atau urin abnormal sebagai akibat dari ekspansi klonal sel
plasma. Multiple myeloma sering disertai dengan komplikasi tulang berat karena
osteopenia difus atau lesi litik fokal, gagal ginjal, hiperkalsemia, supresi kekebalan
tubuh, dan anemia.
Angka kejadian multiple myeloma adalah 1% dari semua kanker dan 10% dari
semua keganasan hematologi. Di Indonesia, lebih dari 60% pasien multiple myeloma
berusia lebih dari 50 tahun, dengan perbandingan jenis kelamin kurang lebih sama antara
pria dan wanita.
Kriteria diagnosis MM menurut Intenational Myeloma Working Group tahun 2003
adalah sebagai berikut:
Kriteria diagnostic multiple myeloma jika memenui 3 kriteria:
- Sel plasma monoclonal sumsum tulang  10% dan/atau adanya bukti plasmasitoma
dari biopsy
- Protein monoclonal dalam serum dan/atau urin
- Gangguan fungsi organ yang berhubungan dengan myeloma (1 atau lebih)

42
(C) Peningkatan kadar kalsium dalam darah (Ca > 10,5 mg/L/ULN)
(R) Gangguan fungsi ginjal (Creatinin > 2 mg/dl)
(A) Anemia (Hb < 10 g/dl atau 2g/dl < dari normal)
(B) Lesi litik tulang atau osteoporosis
Bila protein monoclonal tidak terdeteksi, maka perlu ada bukti sel plasma
monoclonal sumsum tulang  30% dan/atau plasmasitoma dari biopsy.
Bila adanya bukti plasmasitoma soliter atau osteoporosis (tanpa fraktur) merupakan
satu-satunya kriteria, maka harus memenuhi kriteria bahwa sel plasma sumsum tulang
harus  30%.
Kriteria Durie-Salmon untuk Stadium Multiple Mieloma

Penyakit tulang karena multiple myeloma terjadi karena diproduksi beberapa


stimulor aktivitas osteoklas dan penekan diferensiasi osteoblast yang bersama sama
mengakibatkan penyakit tulang. Penatalaksanaan penyakit tulang karena multiple
myeloma dengan terapi farmakologis, modifikasi gaya hidup, radioterapi, operasi tulang,
dan penghambat aktivitas osteoklas.
Terapi bifosfonat direkomendasikan untuk semua pasien dengan gejala multiple
myeloma, baik ada atau tidak ada lesi tulang yang jelas. Asam zoledronic dan
pamidronate mempunyai keberhasilan yang baik untuk mencegah terjadinya penyakit
tulang akibat myeloma. Namun tidak dapat diberikan pada pasien ini karena pasien tidak
dapat berposisi tegak untuk mengkonsumsi obat tersebut.

43
Kegawatan yang dapat terjadi pada pasien multiple myeloma antara lain
hiperviskositas, hiperkalsemia, kompresi sumsum tulang belakang, dan infeksi dini.
Pada pasien ini terjadi penurunan kesadaran yang kemungkinan disebabkan karena
hiperkalsemia yang dialami pasien.
2.5 Anemia

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang
beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung
eritrosit dan hematokrit. Untuk menjabarkan definisi anemia diatas maka perlu ditetapkan
batas hemoglobin yang kita anggap anemia. Batas ini disebut cut off point, yang sangat
dipengaruhi oleh : umur, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Batas
yang umum dipakai ialah kriteria WHO tahun 1968. Dinyatakan anemia bila :

-  Laki dewasa : Hb < 13 g/dl


-  Perempuan dewasa tak hamil : Hb < 12 g/dl
-  Perempuan hamil : Hb < 11 g/dl
-  Anak umur 6-14 tahun : Hb < 12 g/dl
-  Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hb < 11 g/dl
Sedangkan untuk alasan praktis kriteria klinis dirumah sakit di Indonesia pada umumnya :
-  Hb < 10 g/dl
-  Ht < 30 %
-  Eritrosit < 2,8 juta/mmk
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah nilai tertentu. Gejala umum
anemia ini timbul karena: anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap
berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia
simptomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala
umum anemia tergantung pada: derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung paru sebelumnya. Gejala umum anemia disebut
juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap
kasus anemia setelah penurunan hemoglobin <7g/dL. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah,

44
lesu, cepat lelah, telinga mendengin, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas,
dan dispepsia.
Pada pasien ini didapatkan pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjunctiva
anemis dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HB > 10 mg/dL, dengan nilai MCV
normal dan MCH normal. Sehingga pada kasus ini didapatkan diagnosis Anemia sedang
Normositik Normokromik.

Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan
ini dapat disebabkan oleh :

- Anemia pada penyakit ginjal kronik.


- Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
- Anemia hemolitik: Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah:
Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defisiensi G6PD), kelainan
hemoglobin (penyakit sickle cell). Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah
merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik),
alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati
(purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan
zat kimia (bisa ular).
Pada kasus ini, diusulkan pemeriksaan retikulosit untuk dapat membantu menegakkan

etiologi diagnosis. Di mana dapat kemungkinan anemia normositik normokromik

dikarenakan penyakit kronik yang diderita pasien atau adanya perdarahan.

2.6 Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg. Nilai


tekanan darah diambil dari rerata 2 kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam
keadaan cukup istirahat (tenang) menggunakan ukuran dan posisi manset yang tepat serta
teknik yang benar. Berdasarkan etiologinya, hipertensi diklasifikasikan menjadi:
- Hipertensi primer/esensial: hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
- Hipertensi sekunder: akibat suatu penyakit atau kelainan yang mendasari.
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial. Berbagai mekanisme yang berperan
dalam peningkatan tekanan darah dijelaskan melalui gambar berikut.

45
Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

Pasien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi (tertinggi 160/100 mmHg), rutin
kontrol dan minum obat namun lupa nama obat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 110/70 mmHg. Berdasarkan data tersebut pasien dikategorikan ke dalam
hipertensi stage 2 terkontrol.
Tata laksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup, namun terapi
antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan gejala penyerta
(jejas organ target, riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, diabetes melitus)
dan semua pasien hipertensi derajat 2.

46
Modifikasi gaya hidup antara lain dengan menurunkan berat badan (target IMT
dalam rentang normal, untuk orang Asia-Pasifik 18,5 – 22,9 kg/m 2), mengurangi asupan
garam (< 2,4 g/hari), aktivitas fisik (30 menit/ hari), mengurangi konsumsi alkohol dan
rokok, dan DASH/ Dietary Approaches to Stop Hypertension (konsumsi buah, sayur,
serta susu rendah lemak jenuh/ lemak total).
Tata laksana medikamentosa yang diberikan pada pasien ini adalah Amlodipine 10
mg p.o. karena tekanan darah sudah mencapai target. Amlodipine merupakan obat
antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang bekerja sebagai
vasodilator dengan menghambat masuknya ion kalsium pada sel otot polos vaskuler dan
miokard sehingga tahanan perifer turun dan otot relaksasi.

47
Gambar 3. Algoritma Manajemen Hipertensi JNC 8
Tabel 4. Dosis Obat Antihipertensi

48
2.7 Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih merupakan keadaan adanya infeksi (ada perkembang biakan
bakteri) dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung
kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Bakteriuria bermakna adalah bila
ditemukan pada biakan urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 per ml urin segar (yang
diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi).
Infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi asimtomatik dan simtomatik,
tergantung dari ada atau tidaknya gejala. ISK dari letak infeksinya dapat dibagi menjadi 2, di
mana di antara keduanya memiliki gejala klinis yang berbeda
ISK bagian bawah
- Nyeri pada suprapubik
- Disuria
- Poliuria
- Urinary urgency
- Nocturia
- Hematuria
ISK bagian atas
ISK bagian atas yang melibatkan parenkim ginjal disebut dengan pielonefritis. Gejala dari
pielonefritis adalah demam dan nyeri pinggang. Presentasi klinis dari pielonefritis ini
biasanya didahului dengan gejala ISK bagian bawah.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis ISK:
1. Pemeriksaan mikroskopik urin
Pada sedimen urin yang telah disentrifuge dari pasien dengan bakteriuria yang
signifikan hampir selalu ditemukan bakteri dengan kadar 105 koloni per mL. Selain itu
sebanyak 60-85% pasien dengan bakteruira yang signifikan dapat ditemukan 10 atau
lebih leukosit, terutama apabila menggunakan spesimen urin pancar tengah.
2. Pewarnaan Gram
3. Kultur urin
Diagnosis dari ISK biasanya ditegakan dengan kultur. Ada beberapa indikasi
dilakukannya kultur urin:
- Pasien dengan gejala dan tanda ISK
- Follow-up pasien ISK yang menjalani pengobatan
- Pelepasan kateter

49
- Skrining bakteria asimtomatik pada saat kehamilan
- Pasien dengan uropati obstrukstif dan statis.
Spesimen urin yang digunakan harus dikultur dalam 2 jam atau disimpan dalam lemari
es. Cara pengumpulan urin yang bisa dilakukan:
- Urin pancar tengah
- Urin yang didapatkan dari kateter
- Urin yang didapatkan aspirasi suprapubik
- Urin yang diaspirasi dari selang kateter
5. Pemeriksaan Radiologi.
- Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kalsifikasi di saluran
kemih. Pemeriksaan ini tidak sensitif untuk melihat kalsifikasi di ureter. Foto polos
digunakan untuk memantau perubahan posisi, ukuran, dan jumlah dari batu.
- Ultrasonografi
Kombinasi USG dengan foto polos abdomen menjadi pemeriksaan pilihan, terutama
untuk menilai infeksi rekuran. Pemeriksaan ini efektif untuk melihat adanya dilatasi
pelvis ginjal, untuk mengetahui kemungkinan terjadinya sumbatan.
- Intravenous urography (IVU) dapat menunjukkan secara detil anatomi dari
kalik, pelvis, dan ureter yang tidak dapat dilihat dari USG.
- CT scan
termasuk metode yang umum digunakan untuk mendeteksi batu di ginjal maupun ureter,
terutama batu yang radioluscent di foto polos. Merupakan pemeriksaan yang sensitif terhadap
adanya dilatasi pelvis dan kaliks, abses renal dan perinefron.
Pada pasien ini didapatkan bakteri urin 8516,9 (bakteri ++) dan pada kultur urin negative
setelah dilakukan pengobatan.
Tujuan terapi infeksi salurah kemih komplikata adalah tata laksana kelainan urologi,
terapi anti mikroba, dan terapi suportif. Terapi antibiotik sementara dapat dilakukan sebelum
diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik yang dilakukan untuk mengetahui
bakteri penyebab infeksi pada pasien tersebut serta kepekaan bakteri tersebut terhadap
antibiotik. Terapi ini disebut dengan terapi empirik yaitu terapi yang dimulai pada anggapan
infeksi yang berdasarkan pengalaman luas dengan kondisi klinik yang sama dibandingkan
informasi spesifik tentang penyakit pasien. Prinsip dasar terapi empirik adalah bahwa
pengobatan infeksi sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Pemberian antibiotika empiris

50
berkepanjangan dapat mengarah terjadinya resistensi antimikroba. Terapi empiris sebaiknya
digantikan terapi sesuai dengan kultur urin, oleh karena itu kultur urin harus dilakukan
sebelum terapi antimikroba dimulai.
Tabel. Terapi Antibiotika Empiris

Pada pasien ini terapi medikamentosa yang diberikan untuk Infeksi Saluran Kemih adalah
ciprofloxacin 500 mg/12 jam PO. Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan
floroquinolon yang memiliki daya tahan antibakteri yang sangat kuat terhadap E. coli,
Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. influenzae, Salmonella, N. meningitidis, N.
gonorrhoeae, B. catarrhalis dan Yersinia enterocolitica. Namun, daya anti bakteri terhadap
kuman Gram-positif kurang baik.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Boedi Darmojo dan tim. Buku Ajar Boedi-Darmojo Geriatri Edisi ke-5. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI. 2015.
2. Purwoko Y. Kuliah Modul 6.3: Fisiologi Geriatri. Semarang: Bagian Fisiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2017.
3. Sub Bagian Geriatri Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Kuliah Modul 6.3: Pengenalan Kesehatan Usia Lanjut. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2017.
4. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut:
Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia.
Jurnal Kedokteran Indonesia. 2013; 1 (3): 234-242.
5. Jeremiah MP, Unwin BK, Greenwald MH. Diagnosis and Management of Osteoporosis.
American Family Physician. 2015; 92 (4): 261-268.
6. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Data dan Kondisi Penyakit
Osteoporosis di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman Tatalaksana
Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Pengurus Pusat PERKI; 2015.
8. James PA, Ortiz E, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults: (JNC8). JAMA. 2014; 311 (5): 507-520.
9. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis Jakarta: Interna Publishing; 2015.
10. Prevention CfDCa. Urinary Tract Infection (Catheter-Associated Urinary Tract Infection

52

Anda mungkin juga menyukai