PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
2.1 Identifikasi
a. Nama : Ny. R
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal Lahir/Umur : 28-02-1978/ 44 tahun
d. Alamat : Lingkis, OKI, Sumatera Selatan.
e. Pekerjaan : IRT
f. Agama : Islam
g. No. RM : 59-35-64
h. Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2022
i. Ruang : AD 1 Bed 4
j. Dokter Pemeriksa : dr. Adhi Permana, Sp.PDL KGH
k. Co. Asisten : Armiko Bantara, S.Ked
l. Tanggal Masuk : 17 Januari 2022
Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 17 Januari 2022
Pasien mengeluh buang air besar terus menerus sejak 2 hari SMRS.
Tidak ada
2.7 Riwayat Kebiasaan
Tidak ada
Makan 2-3 kali sehari dengan porsi satu piring. Nafsu makan pasien
menurun sejak 2 hari SMRS.
2.9 Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Berat badan : 50 kg
4. Tinggi badan : 151 cm
5. Keadaan Gizi : IMT 21,9 (Normal)
6. Bentuk tubuh : Astenikus
7. Tekanan darah : 100/80 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 96x/menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Cukup
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 18x/menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Torakalabdominal
10. Temperatur : 36,7 °C
B. Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocepali
- Ekspresi : Wajar
- Simetris Muka : Simetris
2. Pemeriksaan Mata:
3. Pemeriksaan Telinga :
- Serumen : Ada
4. Pemeriksaan Hidung :
- Bagian luar : Normal
- Septum : Tidak ada deviasi (-)
- Deforrmitas : Tidak ada (-)
- Sekret : Tidak ada (-/-)
- Epitaksis : Tidak ada (-)
- Penyumbatan : Tidak ada (-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan
- Bibir : Tidak ada sianosis
- Gigi –geligi : Lengkap
- Gusi : Hiperemis (-), normal
- Lidah : Warna kemerahan, sariawan (-), atrofi papil lidah
(-), bercak putih (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Tidak hiperemis
6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat <2 detik
- Jaringan parut : Tidak ada
8. Pemeriksaan Thorax
Paru Depan
Paru Belakang
9. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi :
• Kanan dan kiri Atas : ICS II linea parasternalis dextra et
sinistra
• Kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
• Kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Tidak diperiksa
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi:
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 12.7 g/dl 14.0 - 18.0
Hematokrit 40.2 % 42.0 - 52.0
Trombosit 289 103/ul 150 - 440
Leukosit 22.6 103/ul 4.2 - 11.0
Hitung jenis
Eusinofil 0.1 % 1-3
Basofil 0.0 % 0- 1
Neutrofil 93.4 % 40-60
Limfosit 5.5 % 20-50
Monosit 1.0 % 2-8
Ratio N/L 17.0 <3.13
Laju Endap Darah 41 mm/jam <10
GDS 460 mg/dL 70-140
Ureum 45 mg/dL 10-50
Kreatinin 3.0 mg/dl 0.60-1.50
Natrium 129 mEq/L 135.0-140.0
Kalium 3.4 mEq/L 3.5-5.5
Urin Rutin
• Warna Kuning Muda Kuning
• Kejernihan Jernih Jernih
• Berat jenis 1.015 1.005-1.030
• PH 5.0 4.5-7.5
• Protein urin POS (+) Negative
• Glukosa urin Negative Negative
• Nitrit Negative Negative
• Keton Negative Negative
• Bilirubin Negative Negative
• Urobilinogen Negative Negative
Sedimen
4 1-15
• Epitel
1-2 <5
• Leukosit
1-2 <3
• Eritrosit
Negative Negative
• Sinlinder
Negative Negative
• Kristal
Negative Negative
• Bakteri
Negative Negative
• Lain-lain
Antigen SARS-COV NEGATIF NEGATIF
2
Pemeriksaan Radiologi
Tanggal 17 Februari 2022
Pemeriksaan EKG
Tanggal 17 Januari 2022
Interpretasi:
Pada pemeriksaan EKG pada pasien sebagai berikut, interpretasi gambaran EKG
pada pasien adalah:
- Irama : Sinus
- Heart rate : 100x/mnt
- Aksis : Normoaksis
- Hipertrofi :-
- Infark :-
Kesan:
Normal EKG
2.11 Resume
Pasien datang ke IGD RSMP dengan keluhan BAB terus menerus sejak
2 hari SMRS. Pasien mengatakan BAB lebih dari 10 kali perhari, dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, dengan sedikit ampas makanan, tanpa
disertai darah dan lendir, dan bau seperti tinja biasanya. Setiap kali BAB,
tinja yang keluar sebanyak ± 1 gelas aqua (± 240 cc).
Pasien juga mengatakan ada mual tetapi tidak sampai muntah, mual
bersifat hilang timbul. Mual muncul ketika pasien mau makan dan minum.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan pada
seluruh lapang perut seperti dipelintir. Nyeri dirasakan ketika setiap kali
pasien merasa ingin buang air besar.
Pasien mengaku merasa lemas di seluruh badan. Nafsu makan pasien
dikatakan menurun karena pasien sering merasakan mual dan muntah setiap
makan. Aktivitas BAK diakui pasien buang air kecil dikatakan normal
dengan frekuensi BAK 3-4x /hari.
Pasien menyangkal adanya demam, pasien juga megatakan tidak ada
rasa haus sejak kejadian.2 hari yang lalu dan minum seperti biasa, Sebelum
kejadian pasien mengatakan membeli makanan dari luar tanpa mengetahui
kebersihanya.
nyeri tekan (+) , hepar dan lien tidak teraba, massa (-),
Ekstremitas superior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-) tangan kanan,
nyeri sendi (-), eritema (-), CRT <2 detik
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit : 22.6 (Leukositoais)
Diff count : 0.1/0/93.4/5.5/1.0/17.0
LED 1 jam : 41 mm/jam (meningkat)
Glukosa darah sewaktu : 460
Kreatinin : 3.0
Natrium : 129
Kalium : : 3.4
Protein Urin : POS (+)
Pemeriksaan Radiologis
Colitis Ulserative
Demam Thifoid
Gastroenteritis Akut
Cultur Feses
Poto polos Abdomen dengan Kontras
Widal tes
2.15 Penatalaksanaan
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Hindari sumber infeksi, baik dari minuman dan makanan.
- Anjuran untuk makan dan minum.
- Pola hidup sehat yakni menjaga kebersihan lingkungan dan tempat
tinggal.
Farmakologi
- IVFD RL gtt 20x/ menit
- Inj. Ceftriaxone 2x1 Vial
- Inj. Ondansetron 3x4 amp
- Inj. Pumpisel 1x1 vial
- Inj Insuline 3x8 iu
- Inj. Sansulin 1x10 iu
- Kalium Clorida (KSR) 2x1 tab
- Zink tab 1x1 tab
2.16 Prognosis
- Quo Ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo Ad Fungsionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
2.17 Follow Up
Tanggal S O A P
17/02/22 Pasien GCS: E4M6V5 - IVFD RL gtt
Gastroenteriti
mengeluh KU: Tampak 20x/ menit
s Akut +
BAB sakit berat - Inj. Ceftriaxone
DM tipe II
>10x, TD: 100/80 2x1 Vial
Mual, mmHg - Inj.
Sakit HR: 96x/menit Ondansetron
kepala, RR: 18x/menit 3x4 amp
Lemas, T: 36,70C - Inj. Pumpisel
nafsu SpO2 : 99% 1x1 vial
makan Kepala: - Inj Insuline 3x8
menurun Konjungtiva iu
anemis (-/-) - Inj. Sansulin
Leher: JVP 5-2 1x10 iu
cm H2O - Kalium Clorida
- Pulmo : (KSR) 2x1 tab
- Zink tab 1x1 tab
Simetris, statis,
dinamis, retraksi
dada (-). Stem
fremitus kanan
sama dengan
kiri, Vesikuler
(+/+), ronkhi,
wheezing
(-/-)
- Cor :
- Ekstremitas :
Pitting edema (-)
BSS : 273
(-/-)
- Cor :
- Ekstremitas :
Pitting edema (-)
BSS : 290
(-/-)
- Cor :
- Ekstremitas :
Pitting edema (-)
BSS : 250
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Infeksi
a. Virus
2. Campylobacter
Non –Infeksi
a. Malabsorpsi/ maldigesti
b. Imunodefisiensi
c. Terapi Obat
d. Lain-lain Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom
Zollinger-Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat
menimbulkan gastroenteritis akut.9
3.4 Klasifikasi
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:10
Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung
kurang dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak,
disertai lemah dan kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti
atau berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat
terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat makanan.
Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak
awal diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu
diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifikadalah
diare yang disebabkan oleh makanan. Diare kronik atau diare berulang
adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus
menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu
penyakit berat. Tanda-tanda diare kronik seperti: demam, berat badan
menurun, malnutrisi, anemia, dan meningginya laju endap darah. Demam
disertai defense otot perut menunjukan adanya proses radang pada perut.
Diare kronik seperti yang dialami seseorang yang menderita penyakit crohn
yang mula-mula dapat berjalan seperti serangan akut dan sembuh
sendiri.Sebaliknya suatu serangan akut seperti diare karena infeksi dapat
menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapat diarahkan untuk
memebedakan antara diare akut dengan diare kronik.
Tabel 1. Klasifikasi Diare Berdasarkan Tabel Derajat Dehidrasi:11
a. Diare Sekretori
2. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis, serta
adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Leukosit positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman
invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloide.14
A. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat,
dengan perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair,
berdarah, berlendir, purulen). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda
mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang, rasa haus, pusing,
dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus atau
penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih
menunjukkan invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus,
dan feses berdarah. Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu
untuk mengevaluasi potensi paparan agent. Anak-anak di tempat
penitipan, penghuni panti jompo, penyicip makanan, dan pasien yang
baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare
menular.18
B. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat
dehidrasi pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering,
waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan
tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti penurunan tekanan darah
dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam mengidentifikasi
dehidrasi. Dehidrasi Ringan (hilang cairan <5% BB) gambaran klinisnya
turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi
Sedang (hilang cairan 5-10% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh
dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Dehidrasi
Berat (hilang cairan >10 BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis.9
C. Pemeriksaan Penunjang
Darah:
-Darah rutin
-Feses rutin (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada
jamur)
- Urin rutin atas indikasi
- Serum elektrolit: Na+ , K+ , Cl-
-Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare
akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah
akan sampai pada terapi definitif.6
Metode Pierce
berdasarkan keadaan klinis:
Dehidrasi ringan: kebutuhan cairan 5% x kgBB.
Dehidrasi sedang: kebutuhan cairan 8% x kgBB.
Dehidrasi berat: kebutuhan cairan 10% x kgBB.
ANTIBIOTIK
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. 2 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pe lancong, dan pasien
immunocompromised pemberian antibiotik dapat secara empiris (tabel 2),
tetapi terapi antibiotik spesifi k diberikan berdasarkan kultur dan resistensi
kuman.
Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis, dan Catechu dapat membentuk
koloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan
konsistensi feses, tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 mL/2 kali sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bifi dobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Untuk mengurangi/ menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
adekuat
3.12 Komplikasi Gastroenteritis Akut
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic.11,8 Pada kasus-kasus yang terlambat
mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi
lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian
cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai. Haemolityc
Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien
HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14
hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan
antibiotik masih kontroversial. Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati
demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah
infeksi C. jejuni dimana 20-40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C.
jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik
dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom
Guillain – Barre belum diketahui. Artritis pascainfeksi dapat terjadi beberapa
minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella,
atau Yersinia spp. 23
Komplikasi diare antara lain:
1) Gangguan elektrolit
A. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium
plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium
plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5%
dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl
pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.24
B. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia
(Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)= 125 – kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
C. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan
dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-
pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
D. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75
mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan
secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-
kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.25
Pasien datang ke IGD RSMP dengan keluhan BAB terus menerus sejak
2 hari SMRS. Pasien mengatakan BAB lebih dari 10 kali perhari, dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, dengan sedikit ampas makanan, tanpa
disertai darah dan lendir, dan bau seperti tinja biasanya. Setiap kali BAB,
tinja yang keluar sebanyak ± 1 gelas aqua (± 240 cc).
Pasien juga mengatakan ada mual tetapi tidak sampai muntah, mual
bersifat hilang timbul. Mual muncul ketika pasien mau makan dan minum.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan pada
seluruh lapang perut seperti dipelintir. Nyeri dirasakan ketika setiap kali
pasien merasa ingin buang air besar.
Pasien mengaku merasa lemas di seluruh badan. Nafsu makan pasien
dikatakan menurun karena pasien sering merasakan mual dan muntah setiap
makan. Aktivitas BAK diakui pasien buang air kecil dikatakan normal
dengan frekuensi BAK 3-4x /hari.
Pasien menyangkal adanya demam, pasien juga megatakan tidak ada
rasa haus sejak kejadian.2 hari yang lalu dan minum seperti biasa, Sebelum
kejadian pasien mengatakan membeli makanan dari luar tanpa mengetahui
kebersihanya.
Pasien ini memiliki gejala utama yaitu BAB cair dan pasien mengataka
n bahwa BAB cair dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan f
rekuensi BAB cair >10x sehari dan konsistensi feses lebih banyak air diband
ingkan ampas. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan
dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.13
5.1 Kesimpulan
1. Penegakan diagnosis Gastroenteritis Akut berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara
lengkap.
2. Pada kasus ini, Gastroenteritis Akut yang terjadi termasuk dalam
kategori Gastroenteritis Akut.
3. Pada kasus ini, Gastroenteritis Akut, kemungkinan disebabkan oleh
Virus, serta penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA