Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan

Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui


pada anak- anak maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah
suatu keadaan dimana feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang
berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan kandungan air lebih banyak
dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa disertai dengan
mual muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam
sehari. Gastroentritis akut adalah diare yang berlangsung dalam waktu
kurang dari 14 hari yang mana ditandai dengan peningkatan volume,
frekuensi, dan kandungan air pada feses yang paling sering menjadi
penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri dan parasit .1,2,3,4
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang
morbiditas tertinggi hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan
khususnya di negara berkembang dengan tingkat sanitasi yang masih
tergolong kurang seperti Indonesia.5 Menurut data dari World Health
Organization (WHO ) tahun 2003, terdapat 1,87 juta orang meninggal
akibat gastroenteritis di seluruh dunia.6
Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan
dalam mengatasi gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi
yang lebih parah. Mulai dari diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi
bagi penderita harus diberikan dengan tepat. Dalam penegakan diagnosis
gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis definitif bisa
menggunakan pemeriksaan laboratorium.3
Dalam pemberian terapi sangat penting dalam penanganan
gastroenteritis akut disamping pemberian obat spesifik terhadap agen
penyebab yang bisa diketahui dari manifestasi klinis hasil laboratorium.3
Dari besarnya insiden gastroenteritis akut di negara – negara
berkembang seperti di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik
gastroenteritis akut dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga
pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari
komplikasi yang dapat ditimbulkan.3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
a. Nama : Ny. R
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal Lahir/Umur : 28-02-1978/ 44 tahun
d. Alamat : Lingkis, OKI, Sumatera Selatan.
e. Pekerjaan : IRT
f. Agama : Islam
g. No. RM : 59-35-64
h. Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2022
i. Ruang : AD 1 Bed 4
j. Dokter Pemeriksa : dr. Adhi Permana, Sp.PDL KGH
k. Co. Asisten : Armiko Bantara, S.Ked
l. Tanggal Masuk : 17 Januari 2022

Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 17 Januari 2022

2.2 Keluhan Utama

Pasien mengeluh buang air besar terus menerus sejak 2 hari SMRS.

2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSMP dengan keluhan BAB terus menerus sejak 2
hari SMRS. Pasien mengatakan BAB lebih dari 10 kali perhari, dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, dengan sedikit ampas makanan, tanpa
disertai darah dan lendir, dan bau seperti tinja biasanya. Setiap kali BAB, tinja
yang keluar sebanyak ± 1 gelas aqua (± 240 cc).
Pasien juga mengatakan ada mual tetapi tidak sampai muntah, mual
bersifat hilang timbul. Mual muncul ketika pasien mau makan dan minum.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan pada
seluruh lapang perut seperti dipelintir. Nyeri dirasakan ketika setiap kali
pasien merasa ingin buang air besar.
Pasien mengaku merasa lemas di seluruh badan. Nafsu makan pasien
dikatakan menurun karena pasien sering merasakan mual dan muntah setiap
makan. Aktivitas BAK diakui pasien buang air kecil dikatakan normal dengan
frekuensi BAK 3-4x /hari.
Pasien menyangkal adanya demam, pasien juga megatakan tidak ada rasa
haus sejak kejadian.2 hari yang lalu dan minum seperti biasa, Sebelum
kejadian pasien mengatakan membeli makanan dari luar tanpa mengetahui
kebersihanya.

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
- Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
- Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
- Riwayat penyakit asma : Tidak ada
- Riwayat penyakit paru : Tidak ada
- Riwayat alergi : Tidak ada

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
- Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
- Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
- Riwayat penyakit asma : Tidak ada
- Riwayat penyakit paru : Tidak ada
- Riwayat alergi : Tidak ada

2.6 Riwayat Penggunaan Obat

Tidak ada
2.7 Riwayat Kebiasaan

Tidak ada

2.8 Riwayat Gizi

Makan 2-3 kali sehari dengan porsi satu piring. Nafsu makan pasien
menurun sejak 2 hari SMRS.
2.9 Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Berat badan : 50 kg
4. Tinggi badan : 151 cm
5. Keadaan Gizi : IMT 21,9 (Normal)
6. Bentuk tubuh : Astenikus
7. Tekanan darah : 100/80 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 96x/menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Cukup
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 18x/menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Torakalabdominal
10. Temperatur : 36,7 °C

B. Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocepali
- Ekspresi : Wajar
- Simetris Muka : Simetris

- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

2. Pemeriksaan Mata:

- Eksophtalmus : Tidak ada (-/-)

- Endophtalmus : Tidak ada (-/-)

- Ambliopia : Lazy eye (+/-)

- Palpebra : Tidak ada edema (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)

- Pergerakan mata : Baik, ke segala arah

3. Pemeriksaan Telinga :

- Liang Telinga : Lapang

- Serumen : Ada

- Sekret : Tidak ada (-/-)

- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada (-/-)


- Gangguan Pendengaran : Tidak ada (-/-)

4. Pemeriksaan Hidung :
- Bagian luar : Normal
- Septum : Tidak ada deviasi (-)
- Deforrmitas : Tidak ada (-)
- Sekret : Tidak ada (-/-)
- Epitaksis : Tidak ada (-)
- Penyumbatan : Tidak ada (-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan
- Bibir : Tidak ada sianosis
- Gigi –geligi : Lengkap
- Gusi : Hiperemis (-), normal
- Lidah : Warna kemerahan, sariawan (-), atrofi papil lidah
(-), bercak putih (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Tidak hiperemis

6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O

7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat <2 detik
- Jaringan parut : Tidak ada

8. Pemeriksaan Thorax

Paru Depan

Inspeksi : Simetris, statis, dinamis, sela iga melebar (-),


retraksi dada (-), jejas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), stem fremitus kanan


sama dengan kiri

Perkusi : Sonor (+/+) Pada kedua lapang paru


Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Paru Belakang

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, statis, dinamis

Palpasi : Stem fremitus kiri sama dengan kanan.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

9. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi :
• Kanan dan kiri Atas : ICS II linea parasternalis dextra et
sinistra
• Kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
• Kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

10. Pembuluh Darah


- Temporalis : Teraba, kuat, reguler.
- Carotis : Teraba, kuat, reguler.
- Brachialis : Teraba, kuat, reguler.
- Radialis : Teraba, kuat, reguler.
- Femoralis : Teraba, kuat, reguler.
- Poplitea : Teraba, kuat, reguler.
- Tibialis Posterior : Teraba, kuat, reguler.
- Dorsalis Pedis : Teraba, kuat, reguler.

11. Pemeriksaan Abdomen


- Inspeksi : Datar (+), venektasi (-), caput medusa (-), spider nevi (-),
benjolan (-)
- Auskultasi : Bising usus Meniningkat, frekuensi 17x/menit, bruit (-)
- Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, massa (-), ballottement (-), nyeri tekan
suprapubic (-)
- Perkusi : Timpani (+), undulasi (-), shifting dullness (-), nyeri
ketok CVA (-)

12. Pemeriksaan Genitalia

Tidak diperiksa

13. Pemeriksaan Ekstremitas


Superior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-) kanan, kekuatan
otot (5/5), nyeri sendi (-/-), eritema (-/-), CRT <2 detik
Inferior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-) kanan, kekuatan
otot (5/5), nyeri sendi (-/-), eritema (-/-), CRT <2 detik
2.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 20 Januari 2022

Hematologi:
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 12.7 g/dl 14.0 - 18.0
Hematokrit 40.2 % 42.0 - 52.0
Trombosit 289 103/ul 150 - 440
Leukosit 22.6 103/ul 4.2 - 11.0
Hitung jenis
 Eusinofil 0.1 % 1-3
 Basofil 0.0 % 0- 1
 Neutrofil 93.4 % 40-60
 Limfosit 5.5 % 20-50
 Monosit 1.0 % 2-8
 Ratio N/L 17.0 <3.13
Laju Endap Darah 41 mm/jam <10
GDS 460 mg/dL 70-140
Ureum 45 mg/dL 10-50
Kreatinin 3.0 mg/dl 0.60-1.50
Natrium 129 mEq/L 135.0-140.0
Kalium 3.4 mEq/L 3.5-5.5
Urin Rutin
• Warna Kuning Muda Kuning
• Kejernihan Jernih Jernih
• Berat jenis 1.015 1.005-1.030
• PH 5.0 4.5-7.5
• Protein urin POS (+) Negative
• Glukosa urin Negative Negative
• Nitrit Negative Negative
• Keton Negative Negative
• Bilirubin Negative Negative
• Urobilinogen Negative Negative

Sedimen
4 1-15
• Epitel
1-2 <5
• Leukosit
1-2 <3
• Eritrosit
Negative Negative
• Sinlinder
Negative Negative
• Kristal
Negative Negative
• Bakteri
Negative Negative
• Lain-lain
Antigen SARS-COV NEGATIF NEGATIF
2

Pemeriksaan Radiologi
Tanggal 17 Februari 2022

Pada pemeriksaan foto Thorax AP didapatkan:


- Cor tidak membesar
- Corakan bronkovaskuler normal
- Tidak tampak infiltrate
- Diafragma kanan dan kiri licin
- Sinus kostofrenicus kanan dan kiri lancip
- Tulang tulang intak
- Soft tissue baik
Kesan :
- Radiologi tak tampak kelainan Thorax AP

Pemeriksaan EKG
Tanggal 17 Januari 2022

Interpretasi:
Pada pemeriksaan EKG pada pasien sebagai berikut, interpretasi gambaran EKG
pada pasien adalah:
- Irama : Sinus
- Heart rate : 100x/mnt
- Aksis : Normoaksis
- Hipertrofi :-
- Infark :-
Kesan:
Normal EKG
2.11 Resume
Pasien datang ke IGD RSMP dengan keluhan BAB terus menerus sejak
2 hari SMRS. Pasien mengatakan BAB lebih dari 10 kali perhari, dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, dengan sedikit ampas makanan, tanpa
disertai darah dan lendir, dan bau seperti tinja biasanya. Setiap kali BAB,
tinja yang keluar sebanyak ± 1 gelas aqua (± 240 cc).
Pasien juga mengatakan ada mual tetapi tidak sampai muntah, mual
bersifat hilang timbul. Mual muncul ketika pasien mau makan dan minum.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan pada
seluruh lapang perut seperti dipelintir. Nyeri dirasakan ketika setiap kali
pasien merasa ingin buang air besar.
Pasien mengaku merasa lemas di seluruh badan. Nafsu makan pasien
dikatakan menurun karena pasien sering merasakan mual dan muntah setiap
makan. Aktivitas BAK diakui pasien buang air kecil dikatakan normal
dengan frekuensi BAK 3-4x /hari.
Pasien menyangkal adanya demam, pasien juga megatakan tidak ada
rasa haus sejak kejadian.2 hari yang lalu dan minum seperti biasa, Sebelum
kejadian pasien mengatakan membeli makanan dari luar tanpa mengetahui
kebersihanya.

Pemeriksaan Fisik yang didapatkan:


KU : Tampak sakit sedang
Tanda Vital:
- Sens: Compos Mentis
- TD : 100/80 mmHg
- N : 96x/menit
- RR : 18x/menit
- T : 36,70C

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)


Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru : Simetris, statis, dinamis, retraksi dada (-). Nyeri tekan (-),
stem fremitus kanan sama dengan kiri,
Vesikuler (+/+) paru kiri dan paru kanan, ronkhi (-/-),
wheezing
(-/-)
Jantung : Ictus cordis tidak terlihat, ictus cordis tidak teraba, thrill
(-), S1 dan S2 normal, reguler, murmur, (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, venektasi (-), caput medusa (-), spider nevi


(-),

benjolan (-). Bising usus meningkat, bruit (-). Lemas,

nyeri tekan (+) , hepar dan lien tidak teraba, massa (-),

ballottement (-), nyeri tekan suprapubic (-). Timpani (+),

undulasi (-), shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)

Ekstremitas superior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-) tangan kanan,
nyeri sendi (-), eritema (-), CRT <2 detik

Ekstremitas inferior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-) kaki


kanan, nyeri sendi (-), eritema (-), CRT <2 detik

Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit : 22.6 (Leukositoais)
Diff count : 0.1/0/93.4/5.5/1.0/17.0
LED 1 jam : 41 mm/jam (meningkat)
Glukosa darah sewaktu : 460
Kreatinin : 3.0
Natrium : 129
Kalium : : 3.4
Protein Urin : POS (+)
Pemeriksaan Radiologis

Tak tampak kelainan

2.12 Diagnosis Banding

Colitis Ulserative

Demam Thifoid

2.13 Diagnosa Kerja

Gastroenteritis Akut

2.14 Rencana Pemeriksaan Khusus

 Cultur Feses
 Poto polos Abdomen dengan Kontras
 Widal tes

2.15 Penatalaksanaan

Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Hindari sumber infeksi, baik dari minuman dan makanan.
- Anjuran untuk makan dan minum.
- Pola hidup sehat yakni menjaga kebersihan lingkungan dan tempat
tinggal.

Farmakologi
- IVFD RL gtt 20x/ menit
- Inj. Ceftriaxone 2x1 Vial
- Inj. Ondansetron 3x4 amp
- Inj. Pumpisel 1x1 vial
- Inj Insuline 3x8 iu
- Inj. Sansulin 1x10 iu
- Kalium Clorida (KSR) 2x1 tab
- Zink tab 1x1 tab

2.16 Prognosis
- Quo Ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo Ad Fungsionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
2.17 Follow Up
Tanggal S O A P
17/02/22 Pasien GCS: E4M6V5 - IVFD RL gtt
Gastroenteriti
mengeluh KU: Tampak 20x/ menit
s Akut +
BAB sakit berat - Inj. Ceftriaxone
DM tipe II
>10x, TD: 100/80 2x1 Vial
Mual, mmHg - Inj.
Sakit HR: 96x/menit Ondansetron
kepala, RR: 18x/menit 3x4 amp
Lemas, T: 36,70C - Inj. Pumpisel
nafsu SpO2 : 99% 1x1 vial
makan Kepala: - Inj Insuline 3x8
menurun Konjungtiva iu
anemis (-/-) - Inj. Sansulin
Leher: JVP 5-2 1x10 iu
cm H2O - Kalium Clorida
- Pulmo : (KSR) 2x1 tab
- Zink tab 1x1 tab
Simetris, statis,
dinamis, retraksi
dada (-). Stem
fremitus kanan
sama dengan
kiri, Vesikuler
(+/+), ronkhi,
wheezing

(-/-)
- Cor :

Ictus cordis tidak


terlihat, ictus
cordis tidak
teraba,
- Abdomen:

Datar, lemas, nyeri


tekan (+) Bu
meningkat
>10x/menit

- Ekstremitas :
Pitting edema (-)

BSS : 273

18/02/22 Pasien GCS: E4M6V5 - IVFD RL gtt


Gastroenteriti
mengeluh KU: Tampak 20x/ menit
s Akut +
BAB >5x, sakit berat - Inj. Ceftriaxone
DM tipe II
Mual TD: 110/60 2x1 Vial
masih mmHg - Inj.
dirasakan, HR: 68x/menit Ondansetron
Lemas, RR: 17x/menit 3x4 amp
nafsu T: 36,60C - Inj. Pumpisel
makan SpO2 : 100% 1x1 vial
menurun Kepala: - Inj Insuline 3x8
Konjungtiva iu
anemis (-/-) - Inj. Sansulin
Leher: JVP 5-2 1x10 iu
cm H2O - Kalium Clorida
- Pulmo : (KSR) 2x1 tab
- Zink tab 1x1 tab
Simetris, statis,
dinamis, retraksi
dada (-). Stem
fremitus kanan
sama dengan
kiri, Vesikuler
(+/+), ronkhi,
wheezing

(-/-)
- Cor :

Ictus cordis tidak


terlihat, ictus
cordis tidak
teraba,
- Abdomen:

Datar, lemas, nyeri


tekan (+) Bu
meningkat
>10x/menit

- Ekstremitas :
Pitting edema (-)

BSS : 290

19/02/22 BAB cair GCS: E4M6V5 - IVFD RL gtt


Gastroenteriti
tidak lagi. KU: Tampak 20x/ menit
s Akut +
sakit berat - Inj. Ceftriaxone
DM tipe II
TD: 110/60 2x1 Vial
mmHg - Inj.
HR: 68x/menit Ondansetron
RR: 17x/menit 3x4 amp
T: 36,60C - Inj. Pumpisel
SpO2 : 100% 1x1 vial
Kepala: - Inj Insuline 3x8
Konjungtiva iu
anemis (-/-) - Inj. Sansulin
Leher: JVP 5-2 1x10 iu
cm H2O - Kalium Clorida
- Pulmo : (KSR) 2x1 tab
- Zink tab 1x1 tab
Simetris, statis,
dinamis, retraksi
dada (-). Stem
fremitus kanan
sama dengan
kiri, Vesikuler
(+/+), ronkhi,
wheezing

(-/-)
- Cor :

Ictus cordis tidak


terlihat, ictus
cordis tidak
teraba,
- Abdomen:

Datar, lemas, nyeri


tekan (+) Bu
meningkat
>10x/menit

- Ekstremitas :
Pitting edema (-)

BSS : 250
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Gastroenteritis Akut

Gastroenteritis Akut (GEA) adalah suatu keadaan dimana terdapat


inflamasi pada bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan
diare dan muntah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi
feses yang lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari
biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut
adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari.4

3.2 Epidemiologi Gastroenteritis Akut


Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar
kasus diare di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insiden kasus
diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000
kasus diare perlu perawatan di rumah sakit.5 Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta
kasus kematian karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait
mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional
melaporkan lebih dari 28.000 kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun,
51% kematian terjadi pada lanjut usia.5
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya
yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1.000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1.000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang,
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4.204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).6
Insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1.000
penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk
golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan
umur balita adalah sekitar 4 per 1.000 balita. Penyakit ini ditularkan secara
fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang
sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan
kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.8

3.3 Etiologi Gastroenteritis Akut

Faktor Infeksi
a. Virus

Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari


gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara
lain :
1. Rotavirus

Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di


rumah sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap
tahunnya, biasanya diare akibat rotavirus derat keparahannya
diatas rerata diare pada umumnya dan menyebabkan dehidrasi.
2. Human Caliciviruses (HuCVs)

Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-


like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang
sekarang disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan
penyebab utama terbanyak diare pada pasien dewasa dan
menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering
menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur.
3. Adenovirus

Adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan virus


DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral
simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus,
Atadenovirus, dan Siadenovirus.
b. Bakteri

Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut


Bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic
Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella sp.
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut
adalah :
1. Diarrheagenic Escherichia- coli

Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering


terdapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri
jenis ini tidak menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah :

- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)

- Enteropathogenic E. coli (EPEC)

- Enteroinvasive E. coli (EIEC)

- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

2. Campylobacter

Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering


berhubungan dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi
akibat masakan yang tidak matang dan dapat menimbulkan gejala
diare yang sangat cair dan menimbulkan disentri.
3. Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan
tingkat kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah : -
S. sonnei - S. flexneri - S. dysenteriae
4. Vibrio cholera

Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi


pathogen pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139
yang dapat menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya
yang paling sering adalah muntah tidak dengan panas dan feses
yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi
dengan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18
jam dari timbulnya gejala awal.
5. Salmonella

Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme.


Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang
menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin
dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual, muntah
dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus.
c. Parasitic agents

Seperti Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, dan


Cyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut
sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler dan
gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan
infeksi dari cacing seperti Strongiloide stecoralis, Angiostrongylus C,
Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis
akut.5

Non –Infeksi
a. Malabsorpsi/ maldigesti
b. Imunodefisiensi
c. Terapi Obat
d. Lain-lain Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom
Zollinger-Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat
menimbulkan gastroenteritis akut.9

3.4 Klasifikasi
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:10
 Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung
kurang dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak,
disertai lemah dan kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti
atau berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat
terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat makanan.
 Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak
awal diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu
diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifikadalah
diare yang disebabkan oleh makanan. Diare kronik atau diare berulang
adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus
menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu
penyakit berat. Tanda-tanda diare kronik seperti: demam, berat badan
menurun, malnutrisi, anemia, dan meningginya laju endap darah. Demam
disertai defense otot perut menunjukan adanya proses radang pada perut.
Diare kronik seperti yang dialami seseorang yang menderita penyakit crohn
yang mula-mula dapat berjalan seperti serangan akut dan sembuh
sendiri.Sebaliknya suatu serangan akut seperti diare karena infeksi dapat
menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapat diarahkan untuk
memebedakan antara diare akut dengan diare kronik.
Tabel 1. Klasifikasi Diare Berdasarkan Tabel Derajat Dehidrasi:11

Gejala/ derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi


dehidrasi dehidrasi ringan/sedang berat
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat dua
tanda atau lebih tanda atau lebih tanda atau lebih
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu,
lunglai/tidak
sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Keinginan Normal, tidak ada Ingin minum Malas minum
untuk minum rasa haus terus, ada rasa
haus
Turgor Segera kembali Kembali lambat Kembali sangat
lambat

3.5 Patofisiologi Gastroenteritis Akut12

Patofisiologi dasar terjadinya


diare adalah absorpsi yang
berkurang dan atau sekresi
yang meningkat. Beberapa
mekanisme yang
mendasarinya adalah
mekanisme sekretorik
(diare sekretorik), mekanisme
osmotik (diare osmotik), dan
campuran. Prinsip dasar
infeksi
oleh bakteri adalah
kemampuan bakteri
mengeluarkan toksin-toksin,
yang dapat bertindak
sebagai reseptor untuk
melekat pada enterosit,
merusak membran enterosit
dan kemudian
menghancurkannya (sitolitik,
disebut sitotoksin),
mengaktifkansecond
messengerintraseluler
sehingga terjadi peningkatan
sekresi (disebut enterotoksin),
dan merusak/merangsang
sistem
persarafan (disebut
neurotoksin). Pada infeksi
bakteri, kerusakan sel dapat
terjadi tergantung
jenis bakteri yang
menginvasi, tetapi dapat
pula entrositnya utuh/tidak
rusak. Jika
enterositnya tidak rusak
maka diare yang
ditimbulkannnya adalah
diare sekresi. Jika
enterositnya rusak maka
disamping diare sekresi juga
dapat terjadi diare osmotik
(tergantung
pada tingkat kerusakan
enterosit). Prinsip dasar
diare karena virus adalah
invasi virus ke
dalam enterosit untuk
berkembang biak sehingga
enterosit lisis. Lisisnya
enterosit
menyebabkan gangguan
pada villi (pemendekan
pada villi) sehingga
menyebabkan kripta
hipertropi dan hiperplasi.
Patofisiologi dasar terjadinya
diare adalah absorpsi yang
berkurang dan atau sekresi
yang meningkat. Beberapa
mekanisme yang
mendasarinya adalah
mekanisme sekretorik
(diare sekretorik), mekanisme
osmotik (diare osmotik), dan
campuran. Prinsip dasar
infeksi
oleh bakteri adalah
kemampuan bakteri
mengeluarkan toksin-toksin,
yang dapat bertindak
sebagai reseptor untuk
melekat pada enterosit,
merusak membran enterosit
dan kemudian
menghancurkannya (sitolitik,
disebut sitotoksin),
mengaktifkansecond
messengerintraseluler
sehingga terjadi peningkatan
sekresi (disebut enterotoksin),
dan merusak/merangsang
sistem
persarafan (disebut
neurotoksin). Pada infeksi
bakteri, kerusakan sel dapat
terjadi tergantung
jenis bakteri yang
menginvasi, tetapi dapat
pula entrositnya utuh/tidak
rusak. Jika
enterositnya tidak rusak
maka diare yang
ditimbulkannnya adalah
diare sekresi. Jika
enterositnya rusak maka
disamping diare sekresi juga
dapat terjadi diare osmotik
(tergantung
pada tingkat kerusakan
enterosit). Prinsip dasar
diare karena virus adalah
invasi virus ke
dalam enterosit untuk
berkembang biak sehingga
enterosit lisis. Lisisnya
enterosit
menyebabkan gangguan
pada villi (pemendekan
pada villi) sehingga
menyebabkan kripta
hipertropi dan hiperplasi.
Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan
atau sekresi yang meningkat. Beberapa mekanisme yang mendasarinya adalah
mekanisme sekretorik (diare sekretorik), mekanisme osmotik (diare osmotik), dan
campuran. Prinsip dasar infeksi oleh bakteri adalah kemampuan bakteri
mengeluarkan toksin-toksin, yang dapat bertindak sebagai reseptor untuk melekat
pada enterosit, merusak membran enterosit dan kemudian menghancurkannya
(sitolitik, disebut sitotoksin), mengaktifkan second messenger intraseluler
sehingga terjadi peningkatan sekresi (disebut enterotoksin), dan
merusak/merangsang sistem persarafan (disebut neurotoksin). Pada infeksi
bakteri, kerusakan sel dapat terjadi tergantung jenis bakteri yang menginvasi,
tetapi dapat pula entrositnya utuh/tidak rusak. Jika enterositnya tidak rusak maka
diare yang ditimbulkannnya adalah diare sekresi. Jika enterositnya rusak maka
disamping diare sekresi juga dapat terjadi diare osmotik (tergantung pada tingkat
kerusakan enterosit). Prinsip dasar diare karena virus adalah invasi virus ke dalam
enterosit untuk berkembang biak sehingga enterosit lisis. Lisisnya enterosit
menyebabkan gangguan pada villi (pemendekan pada villi) sehingga
menyebabkan kripta hipertropi dan hiperplasi.

a. Diare Sekretori

Diare terjadi akibat aktifnya ”pompa:” yang bekerja mengeluarkan


elektrolit dan air ke lumen usus. Biasanya pompa yang terangsang adalah
pompa clorida. ”Pompa” ini terangsang karena adanya rangsangan
mediator-mediator intraseluler (second messengger) yang terangsang
karena toksin bakteri. Beberapa bakteri mengeluarkan enterotoksin tanpa
invasi maupun merusak struktur mukosa usus. Bakteri ini menempel di
sel, kemudian mengeluarkan enterotoksin yang mengikat reseptor
mukosa yang spesifik yang kemudian meningkatkan aktifitas mediator
intraseluler (second messenger). Meningkatnya aktifitas mediator
intraseluler menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi.
b. Diare osmotik

Diare terjadi karena tidak dicernanya bahan makanan secara


maksimal, akibat dari insufisiensi sistem enzim atau terjadi Short Bowel
syndrome. Makanan dicerna sebagian, sisanya akan menimbulkan beban
osmotik (meningkatkan tekanan osmotik) intraluminal bagian distal. Hal
ini memicu pergerakan cairan intravaskuler ke intraluminal, sehingga
terjadi okumulasi cairan dan sisa makanan. Di kolon, sisa makanan
tersebut akan didekomposisi oleh bakteri-bakteri kolon. Polisakarida
didekomposisi menjadi asam lemak rantai pendek, gas hidrogen, dan
lain-lain. Protein menjdi amoniak, dan lain-lain. Adanya bahan-bahan
makanan yang telah dikomposisi ini menyebabkan tekanan osmotik
intraluminal kolon akan lebih meningkat lagi, sehingga sejumlah cairan
akan tertarik ke intra luminal kolon, sehingga terjadi diare osmotik.
Asam-asam lemak rantai pendek yang terbentuk dari pemechan
polisakarida atau disakarida yakni asam propionat, asam asetat, dan asam
butirat dapat menyebabkan peningkatan absorpsi (vasodilatasi vaskuler di
kolon) tetapi dapat juga menyebabkan diare bertambah, tergantung dari
perbandingan komposisi asam-asam lemak rantai pendek tersebut.
Beberapa kuman yang dipakai sebagai probiotik, salah satu mekanisme
kerjanya adalah meningkatkan kemampuan absorpi kolon.

c. Diare sitolitik Oleh virus

Virus menginvasi enterosit dan kemudian bermultifikasi dalam


enterosit yang menyebabkan efek sitotoksik. Pada infeksi rotavirus, virus
masuk dan memperbanyak diri dalam enterosit yang matur pada ujung
vili usus kecil bagan proksimal kemudian menyebar ke bagian distal
dalam masa inkubasi 48 jam. Mikrovili rusak dan dikeluarkan dalam 24
jam, kripta menjadi hiperplasi dan hipertrofi dalam 48 jam dan
memperbaiki kembali permukaan vili yang rusak tetapi perbaikan tidak
lengkap sehingga villi menjadi pendek. Hipertropi dan hiperplasi kripta
membuat kripta makin dalam, sehingga sifat sekresinya kian bertambah.
Memendeknya vili menyebab sifat absorsinya berkurang (struktur
pembuluh darah di villi memungkinkan vili bersifat absorptif). Enterosit
yang terdapat di villi kurang matang sehingga enzim-enzim percernaan
kurang sempurna terbentuk terutama enzim disakaridase (enzim yang
paling cepat berkurang saat diare dan paling lambat pulihnya adalah
laktase). Hal ini menyebabkan makanan tidak sempurna didigesti
sehingga terbentuk banyak sisa makanan. Sisa makanan menyebabkan
beban osmotik intaluminal tinggi, sehingga terjadi penarikan cairan ke
intraluminal. Sebagian sisa makanan dihidrolisis oleh bakteri-bakteri
kolon, sehingga menyebabkan diare osmotik dengan produksi gas dan
asam lemak rantai pendek. Pada infeksi rotavirus terjadi diare campuran
antara diare sekretori dan osmotik. Rotavirus. Insiden tinggi di setiap
negara. Kebanyakan menyerang pada bayi umur 6 bulan sampai 2 tahun.
Bayi di bawah umur 3 bulan dapat terkena. Sangat jarang menyerang
orang dewasa (serotype C). Masa inkubasi 1-2 hari. Gejala diawali oleh
demam yang tidak tinggi (sekitar 75%) dan muntah-muntah (sekitar
100%), kemudian demam dan muntah meredah baru timbul diare (5-10%
kasus disertai BAB berdarah). Sembuh sendiri dalam 7 – 10 hari.
d. Diare Oleh proses inflamasi: allergi, IBD

Inflamasi mengakbatkan sel-sel imun menghasilkan sitokin-sitokin,


kemokin- kemokin, dan prostaglandin. Hal ini memicu terjadi sekresi dan
mengaktifkan saraf-saraf enterik. Metaloprotein yang dihasilkan oleh
proses peradangan akan menghancurkan enterosit pada villus sehingga
terjadi penurunan absorpsi. Rusaknya villus merangsang sel enterosit di
kripta untuk hiperplasia sehingga terjadi peningkatan sekresi. Di villi,
sel-sel ditempati oleh enterosit yang immatur dimana terjadi insufisiensi
enzim-enzim disakaridase dan peptide hydrolase Kedua hal tersebut
mengakibatkan terjadinya diare campuran. Konsistensi feses pada diare
sekresi adalah cair dengan kandungan elektrolit yang tinggi, sedangkan
pada diare osmotik, konsistensinya lembek dengan kandungan elektrolit
rendah. Pada diare sitolitik terjadi campuran antara diare sekretorik dan
osmotik.

3.6 Manifestasi Klinis Gastroenteritis Akut


Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi dari
salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang anak dan dewasa, mual
(93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya
merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti
membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status
mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang
mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%.
10 Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung
atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery
diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam
yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses
lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa
jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi. Diare sekretorik
(watery diarrhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan
medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Sedangkan
kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH
darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut
nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis
karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.9,13

3.7 Pemeriksaan Gastroentreritis Akut


Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut.14
A. Darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
b. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika
C. Feses :
1. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya
disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah
atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti: E. hystolitica, B.coli, T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi
tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja
tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau
tua berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu
yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat
yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti
rifampisin.14
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa
menunjukan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja
yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak
dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon,
khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau
menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut
adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi
laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar
yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat
dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.16
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja
memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya
diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi
laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan
pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat
perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan
tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja
yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida.17
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari
tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5
tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian
ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative,
kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru
terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (++
+=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore.

2. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis, serta
adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Leukosit positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman
invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloide.14

3.8 Diagnosis Gastroenteritis Akut


Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat,
dengan perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair,
berdarah, berlendir, purulen). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda
mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang, rasa haus, pusing,
dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus atau
penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih
menunjukkan invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus,
dan feses berdarah. Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu
untuk mengevaluasi potensi paparan agent. Anak-anak di tempat
penitipan, penghuni panti jompo, penyicip makanan, dan pasien yang
baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare
menular.18

B. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat
dehidrasi pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering,
waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan
tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti penurunan tekanan darah
dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam mengidentifikasi
dehidrasi. Dehidrasi Ringan (hilang cairan <5% BB) gambaran klinisnya
turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi
Sedang (hilang cairan 5-10% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh
dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Dehidrasi
Berat (hilang cairan >10 BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis.9

C. Pemeriksaan Penunjang
Darah:
-Darah rutin
-Feses rutin (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada
jamur)
- Urin rutin atas indikasi
- Serum elektrolit: Na+ , K+ , Cl-
-Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare
akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah
akan sampai pada terapi definitif.6

3.9 Diagnosis Banding


Tabel 2. Diagnosis Banding Penyebab Diare:11

3.10 Pencegahan Gastroenteritis Akut


Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah:19
Perilaku Sehat
Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-
Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari
tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan
air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi
risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anak-anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).20
Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.21 Yang harus
diperhatikan oleh keluarga:
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

3.11 Penatalaksanaan Gastroenteritis Akut


Penggantian cairan dan elektrolit
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi
oral, yang harus dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum
atau diare hebat membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intavena.
Ideal- nya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium klorida,
2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20 gram glukosa
per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang
mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan secara komersial tidak
ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat di- buat dengan menambahkan 1⁄2
sendok teh garam, 1⁄2 sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula
per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti
kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak merasa
haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan
normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat, suplemen kalium
diberikan sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus dipantau dengan
baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, serta
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi
oral sesegera mungkin.

Metode Pierce
berdasarkan keadaan klinis:
Dehidrasi ringan: kebutuhan cairan 5% x kgBB.
Dehidrasi sedang: kebutuhan cairan 8% x kgBB.
Dehidrasi berat: kebutuhan cairan 10% x kgBB.
ANTIBIOTIK
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. 2 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pe lancong, dan pasien
immunocompromised pemberian antibiotik dapat secara empiris (tabel 2),
tetapi terapi antibiotik spesifi k diberikan berdasarkan kultur dan resistensi
kuman.

OBAT ANTI-DIARE Kelompok Anti-sekresi Selektif


Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase,
sehingga enkephalin dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi elektrolit, sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan. Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti-diare
dapat pula digunakan dan lebih aman pada anak
Kelompok Opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg
3x sehari, loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut
meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan
dengan benar cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai
80%. Obat ini tidak dianjurkan pada diare akut dengan gejala demam dan
sindrom disentri
Kelompok Absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius
atau toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit

Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis, dan Catechu dapat membentuk
koloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan
konsistensi feses, tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 mL/2 kali sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

Probiotik
Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bifi dobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Untuk mengurangi/ menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
adekuat
3.12 Komplikasi Gastroenteritis Akut
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic.11,8 Pada kasus-kasus yang terlambat
mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi
lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian
cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai. Haemolityc
Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien
HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14
hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan
antibiotik masih kontroversial. Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati
demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah
infeksi C. jejuni dimana 20-40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C.
jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik
dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom
Guillain – Barre belum diketahui. Artritis pascainfeksi dapat terjadi beberapa
minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella,
atau Yersinia spp. 23
Komplikasi diare antara lain:
1) Gangguan elektrolit
A. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium
plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium
plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5%
dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl
pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.24
B. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia
(Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)= 125 – kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
C. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan
dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-
pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
D. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75
mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan
secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-
kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.25

3.13 Prognosis Gastroenteritis Akut


Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang
berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSMP dengan keluhan BAB terus menerus sejak
2 hari SMRS. Pasien mengatakan BAB lebih dari 10 kali perhari, dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, dengan sedikit ampas makanan, tanpa
disertai darah dan lendir, dan bau seperti tinja biasanya. Setiap kali BAB,
tinja yang keluar sebanyak ± 1 gelas aqua (± 240 cc).
Pasien juga mengatakan ada mual tetapi tidak sampai muntah, mual
bersifat hilang timbul. Mual muncul ketika pasien mau makan dan minum.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan pada
seluruh lapang perut seperti dipelintir. Nyeri dirasakan ketika setiap kali
pasien merasa ingin buang air besar.
Pasien mengaku merasa lemas di seluruh badan. Nafsu makan pasien
dikatakan menurun karena pasien sering merasakan mual dan muntah setiap
makan. Aktivitas BAK diakui pasien buang air kecil dikatakan normal
dengan frekuensi BAK 3-4x /hari.
Pasien menyangkal adanya demam, pasien juga megatakan tidak ada
rasa haus sejak kejadian.2 hari yang lalu dan minum seperti biasa, Sebelum
kejadian pasien mengatakan membeli makanan dari luar tanpa mengetahui
kebersihanya.
Pasien ini memiliki gejala utama yaitu BAB cair dan pasien mengataka
n bahwa BAB cair dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan f
rekuensi BAB cair >10x sehari dan konsistensi feses lebih banyak air diband
ingkan ampas. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan
dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.13

Tabel 3. Klasifikasi Diare Berdasarkan Tabel Derajat Dehidrasi:11

Gejala/ derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi


dehidrasi dehidrasi ringan/sedang berat
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat
tanda atau lebih tanda atau lebih dua tanda atau
lebih
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu,
lunglai/tidak
sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Keinginan Normal, tidak ada Ingin minum Malas minum
untuk minum rasa haus terus, ada rasa
haus
Turgor Segera kembali Kembali lambat Kembali sangat
lambat

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum Ny. R


tampak sakit sedang, suhu tubuh 36,6oC, denyut nadi 96x/menit dan laju
pernapasan 18 x/menit.. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar tanda
vital dalam batas normal. Untuk mengganti cairan yang hilang dapat di
berikan oralit dan IVFD RL.
Dari pemeriksaan penunjang didapati hasil laboratorium darah pada
Ny. R ditemukan peningkatan leukosit (leukositosis) (22.6 103/ul).

Penilaian Virus Bakteri Malabsorbsi


Tipe Diare Sekretorik dan Sekretorik Osmotik
sitolitik
Gejala -Watery Diarrea -Watery Diarrea -Lesi kemerahan
-Mual dan muntah -Demam tinggi pada kulit pantat
-Demam tidak terlalu (>39℃) -Sering Flatus
tinggi (<39℃) -BAB berdarah (+/-) -Diare sering
-Sakit perut -Sakit perut berat
-Resiko dehidrasi
berat

Waktu 1-3 hari < 2 minggu 24-72 jam


Pemeriksaan -Darah lengkap -Kultur darah -Pemeriksaa PH
Penunjang -ELISA -Darah Lengkap feses
-Pemeriksaan -Pemeriksaan -Test hydrogen
elektrolit elektrolit lactose
Lab -Leukositosis (-) Leukositosis (+) -PH feses rendah
-Leukosit Feses (-) -Leukosit Feses (+/-) -laktosa feses (+)
-Blood feses (-) -Blood feses (+) -Lemak feses (+)

Tabel 4.Manifestasi yang membedakan diare akbiat virus, bakteri dan


malabsorsi27

Virus gastroenteritis biasanya menyebabkan mual, muntah, diare,


anoreksia, penurunan berat badan, dan dehidrasi. Gejala biasanya
berlangsung kurang dari seminggu, paling sering membaik setelah 1
hingga 3 hari. Demam ringan dan sakit perut ringan sering terjadi. Muntah
terjadi di sebagian besar kasus, tetapi tidak semua kasus. Temuan
pemeriksaan fisik lainnya mungkin termasuk nyeri perut yang ringan dan
menyebar. Diagnostik digunakan untuk membantu menyingkirkan
penyebab lain dari gejala pasien. Hitung darah lengkap dapat
mengungkapkan leukositosis ringan pada pasien dengan gastroenteritis
virus.27
Diare akibat bakteri dapat menyebabkan diare akut yang lebih
parah. Disentri adalah diare yang berhubungan dengan darah (plus atau
minus lendir) dan merupakan infeksi yang lebih invasif. Organisme yang
paling sering diidentifikasi menyebabkan bakteri diare adalah Escherichia
coli (paling umum di seluruh dunia), Shigella, Salmonella, Campylobacter,
Yersinia, dan Clostridium spp.28 Diare akibat bakteri akan ditemukan nya
leukositosis pada pemeriksaan darah rutih sedangkan pada virus cenderung
normal.6 Pemeriksaan feses sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
feses diare yang baru. Adanya sel darah putih (leukosit feses) bisa jadi
merupakan tanda peradangan, meski sensitivitasnya 70 persen dan
spesifisitasnya hanya 50 persen. Kultur tinja bakteri dapat diindikasikan
untuk mengkonfirmasi patogen bakteri tertentu atau untuk membantu
dalam menentukan pola kerentanan antimikroba untuk memandu
pengobatan.28
Gejala yang di temukan pada diare karna malabsorbsi adalah diare
yang sering, feses berbau tidak sedap , sering flatus, Penurunan berat badan.
Deskripsi feses dapat berupa feses yang mengambang, pucat, berminyak,
dan pasien mungkin melaporkan melihat tetesan minyak di toilet.
Pemeriksaan fisik dapat menghasilkan temuan suara usus hiper / hipoaktif,
perut kembung, nyeri perut (kurang umum), pucat (menunjukkan anemia),
pengecilan otot, refleks tendon dalam yang abnormal, kelainan bentuk
tulang, ruam, aritmia jantung, pertumbuhan yang tertunda (pada bayi dan
anak-anak), penyembuhan luka yang buruk, ekimosis, penurunan
ketajaman penglihatan, neuropati perifer, gangguan pendengaran, atau
gangguan kognitif. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah
darah lengkap dan tes tinja (Lemak tinja, Ekskresi lemak tinja 72 jam,
Pewarnaan Sudan III, Steatokrit asam, Analisis reflektansi inframerah-
dekat (NIRA).29
Tatalaksana yang diberikan pada kasus ini yaitu secara non-
farmakologis dan farmakologis. Tatalaksana non-farmakologis yang
diberikan pada pasien ini adalah rawat inap dikarenakan pasien keadaan
diare akut dengan frekuensi >10x sehari yang disertai dengan diabetes
militus.30
Secara farmakologis, pasien diberikan tatalaksana awal berupa
rehidrasi dengan cairan Asering 500 cc gtt 20x/menit.
Pada kasus ini di berikan antibiotic intravena seperti ceftriaxone 2x1
g. Pemberian Zinc pada pasien diberikan sebanyak 1x20 mg/ hari.
Penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian
zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus
halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Pasien juga diberikan
Ondansetron 2x4 mg. Sebagai anti emetic (untuk meredakan mual dan
muntah). Injeksi pumpisel 1x40 mg. Molagit 3x1 tablet. Apidra 3x8 iu.
Sansulin 1x10 iu.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Penegakan diagnosis Gastroenteritis Akut berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara
lengkap.
2. Pada kasus ini, Gastroenteritis Akut yang terjadi termasuk dalam
kategori Gastroenteritis Akut.
3. Pada kasus ini, Gastroenteritis Akut, kemungkinan disebabkan oleh
Virus, serta penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Halimatussa’diah H, Zahra Z, Anwar A. Kejadian Gastroenteritis Dan Faktor


Penyebabnya Pada Siswa SD Di Kelurahan Beji Timur, Kota Depok. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 2018;17(2).p. 96–104.
2. Hasibuan B, Nasution F, Guntur G. Infeksi Rotavirus pada Anak Usia di
bawah Dua Tahun. Jurnal Sari Pediatri. 2016;13(3).p.165-168
3. Halim F, Warouw SM, Rampengan NH, Salendu P. Hubungan Jumlah Koloni
Escherichia Coli dengan Derajat Dehidrasi pada Diare Akut. Sari Pediatri.
2017;19(2), 81-82
4. Payne JD, and Elliott E. Gastroenteritis in children. Clinical Evidence.
2019.p. 386–396.
5. World Health Organization. Diarrhoeal Disease. WHO Int [serial online].
2017 [cited 2019 June 30]. Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease
6. Magdarina, D. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indoensia
Tahun 2000-2007, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2010.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta:
Ditjen PPM dan PL; 2011.
8. World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children
Guidelines for the Management of Common Childhood Illnesses; 2013.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
10. Bishop WP. Diarrhea. Dalam: Dawn RE, penyunting. Pediatric practice
gastroenterology. New 5. York:McGraw Hill Medica;2010. p.41 – 54.
11. Pudjiadi, A. H., et al. Diare Akut dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jilid II. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2009. p.53-57
12. Dominguez GR, Ward R. Ebook Pediatric Gastroenteritis. StatPearls. 2010.p. 3-
5
13. Cochran W. Gastroenteritis in Children. MSD Manual (Online) Februari 2020 di
https://www.msdmanuals.com/home/children-s-health-issues/digestive-
disorders-in-children/gastroenteritis-in-children
14. Hakim, R. Profil Diare Berdarah Anak BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau
Manado Periode 2008-2011. Universitas Samratulangi. Manado; 2013.
15. Khalili, G; Khalili, M, Mardani, M; Cuevas, LE. Risk Factors for
Hospitalization of Children with Diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian
Journal of Clinical Infectious Disease, 1(3), 131-136; 2006.
16. Sandhu, BK. Rationale for Early Feeding in Chilhood Gastroenteritis. J
Pediatr Gastroenterol Nutr. 2001:33:13-6.
17. Dwiprahasto, I. Penggunaan Antidiare Ditinjau dari Aspek Terapi Rasional.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2003;9(2):94-101
18. Barr W, Smith A. Acute diarrhea. Am Fam Physician. 2014;89(3).p.181-197.
19. Jones, A.C.C., Farthing, MCG. Management of Infectious Diarrhea. Gut
2004, 53: 296-305.
20. Sulistyoningsih, H. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu; 2010.
21. World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children
Guidelines for the Management of Common Childhood Illnesses; 2013.
22. Magdarina, D. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia
Tahun 2000-2007, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2010.
23. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education.2015; 42
(7).p. 504-8.
24. Wilunda, C; Panza, A. Factor Associated with Diarrhea Among Children
Less Than 5 Years Old in Thailand: A Secondary Analysis Thailand Multiple
Indicator Cluster Survey; 2009. J Health Res. 23: 17-22.
25. Subagyo, B; Santoso, NB. Diare Akut. Juffrie, M; Soeparto, P; Ranuh, R;
Sayoeti, Y; Sudigbia, I; Ismail, R; Subagyo, B; Santoso, NB; Soenarto, SSY;
Hegar, B; Boediarso, A; Dwipoerwantoro, PG; Djuprie, L; Firmansyah, A;
Prasetyo, D; Santosa, B; Martiza, I; Arief, S; Rosalina, I; Sinuhaji, AB;
Mulyani, NS; Bisanto, J; Oswari, H . Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.
26. Troeger C, Khalil IA, Rao P C, Cao S, Blacker BF, Ahmed T. et.al.,.
Rotavirus Vaccination and the Global Burden of Rotavirus Diarrhea among
Children Younger Than 5 Years. JAMA Pediatrics. 2018;172(10), 958–965.
27. Stuempfig ND, Seroy J. Viral Gastroenteritis. StatPearls Bookself (Online).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518995/#:~:text=Acute
%20gastroenteritis%20is%20defined%20by,after%201%20to%203%20days
28. Akhondi H, Simonsen KA. Bacterial Diarrhea. StatPearls Bookself (Online)
10 Agustus 2020 di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551643/
29. Zuvarox T, Belletieri C. Malabsorption Syndromes. StatPearls Bookself
(Online) 8 Maret 2021 di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553106/
30. Archietobias MA. Diare Akut Dan Dehidrasi Ringan-Sedang
+Hipokalemia. J Jurnal Medula Unila. 2016;4(3), 94–98.
31. Pujiarto P. Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Anak. InHealth Gazette. 2014.
p.4-8

Anda mungkin juga menyukai