Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

MORBILI

Oleh :
Andi Fahripa Nur Rahma
2009730125

Dokter Pembimbing :
dr. Suryono Wibowo, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU KESEHATAN ANAK
RSIJ CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena
atas berkat dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus
ini tepat pada waktunya, laporan kasus yang berjudul “Morbili” ini disusun dalam
rangka mengikuti kepanitraan Klinik di bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.

Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-


besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis:

1. dr. Suryono Wibowo, Sp.A selaku dokter pembimbing serta Dokter


Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penyusun
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat
dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.
Terimakasih

Jakarta, Oktober 2013

Penyusun

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS

2
 Nama : An. J
 Usia : 1 tahun 4 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Nama Orang Tua : Ny. R / Tn. T
 Alamat : Jl. Budi Mulia Raya RT. 11/13 No.13
 Masuk RS tanggal : 28 Oktober 2013
 No. Rekam Medis :-

2. ANAMNESIS
(Allo anamnesis – 28 Okbober 2013)

 Keluhan Utama :
Demam sejak 10 hari SMRS

 Keluhan Tambahan :
Batuk, pilek dan muntah

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam 10
hari. Pasien mengaku demam mendadak tinggi dan juga dirasakan
terus menerus, tidak disertai menggigil dan kejang.
Pasien mengeluhkan demam disertai batuk dan pilek yang
dirasakan sejak 10 hari terakhir ini, batuk berdahak. Pasien juga
mengaku keluar bercak - bercak merah dan juga mata merah serta
berair sejak 7 hari SMRS.
Pasien mengeluhkan muntah ± 3 kali SMRS, isi makanan,
volume ± 1 gelas aqua. Ibu os mengaku lemas, nafsu makan
menurun.
Buang air besar konsistensi lembek, warna kehitaman,
ampas (+), darah (-), lender (-), tidak berbau busuk dan tidak
berbusa sejak 1 hari SMRS dengan intensitasnya 1x/hari dan
buang air kecil tidak ada keluhan.

3
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Kejang demam (-)
Campak (-)
TB paru (-)
Bronkopneumonia (-)
.
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Campak (-)
Kejang demam (-)
TB paru (-)
Bronkopneumonia (-)
Riwayat Asma (-)

 Riwayat Kehamilan Ibu


Kunjungan ANC teratur dengan bidan, ibu tidak mengkonsumsi
obat-obatan selama masa kehamilan, ibu tidak pernah sakit selama
masa kehamilan, penyulit kehamilan tidak ada.

 Riwayat Kelahiran
L8ahir secara normal, lahir tunggal, kurang bulan (<8 bulan),
langsung menangis, tidak ada cacat kongenital, BBL 2800 gram ,
PBL 49 cm , LK ?
 Riwayat Makanan
ASI sejak usia 0 – 6 bulan
Susu formula sejak usia 6 bulan
Makanan tambahan diberikan sejak usia 6 bulan

 Riwayat Tumbuh Kembang


Bisa mengangkat kepala 3 bulan
Bisa telungkup usia 6 - 7 bulan
Belum bisa berdiri sendiri 1 tahun

 Riwayat Imunisasi
BCG
Hepatitis B

4
DPT
Polio
Campak (-)

 Riwayat Alergi
Alergi obat (-), alergi makanan-susu sapi (-) alergi cuaca-debu (-)

 Riwayat Pengobatan
Pernah diberikan obat batuk, pilek,mual,BAB dan penurun panas

 Antropometri
BB : 6 kg
TB : 82 cm

BB/U = 6/9,6 x 100% = 62,5% (gizi kurang)


TB/U = 82/74 x 100% = 110% (tinggi normal)
BB/TB = 6/10,9 x 100% = 55% (gizi kurang)
Kesan = gizi kurang
3. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Suhu : 37,0C
Nadi : 94 x/menit
Pernapasan : 40 x/menit
 Status Generalis
 Kepala : Normocephal simetris, ubun-ubun sudah
menutup, rambut bewarna hitam distribusi rata dan tidak
mudah dicabut, ruam makulopapular (+)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Konjungtiva hiperemis (+/+),
Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflex cahaya (+/+)
 Hidung : Septum deviasi (-), sekret (+/+)
 Mulut : Bibir kering (+), stomatitis (-), gigi geligi lengkap, faring
hiperemis (+), T1/T1
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Pemeriksaan Thorax
 Paru 
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris

5
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar
setinggi ICS 5
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung 
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis
sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, ruam makulopapular (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Abdomen supel, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-) dan
limpa (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

 Ekstremitas :
 Atas : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik, ruam makulopapular (+)
 Bawah : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik, ruam makulopapular (+)

Status Neurologis

 GCS 15 (Composmentis)

 Lingkar Kepala 52 cm (normocephal)

 Ubun-ubun sudah menutup

 Tanda rangsal meningeal

- Kaku kuduk (negative)

6
- Brudzinski I (negative)

- Brudzinski II (negative)

- Kernig Sign (negative)

 Paralisis tidak ada

 Refleks fisiologis : biseps (+) triseps (+) patella (+) achilles (+)

 Refleks patologis : Babinski (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
1 Oktober 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 11.2 g/dL 10.7 – 14.7

Leukosit 20.77 103/uL 5.50 – 15.50

Hematokrit 33 % 31 – 43

Trombosit 466 103/uL 229 – 553

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Natrium 135 mmol/L 132 – 145

Kalium 4,8 mmol/L 3.5 – 5.50

Chlorida 108 mmol/L 98 – 110

7
5. RESUME
An. perempuan berumur 1 tahun 4 bulan dengan BB 6,1 Kg MRS dengan
keluhan demam tinggi timbul mendadak dan terus menerus sejak 10 hari
SMRS. Demam tinggi tidak disertai kejang, demam disertai batuk dan pilek
sejak 10 hari, kedua mata merah berair, dan timbul ruam makulopapular di
wajah, dada, perut, punggung, tangan dan kaki sejak 7 hari SMRS, lemas (+),
nafsu makan menurun (+), imunisasi campak (-). BAB lembek berwarna
kehitaman 1x/hari.
Pada pemeriksaan Fisik :
• Keadaan umum pasien tampak sakit sedang
• Kesadaran composmentis
• Suhu 37, oCelcius
• Konjungtiva hiperemis (+/+), ruam makulopapular di kulit (+), bibir
kering (+), lidah kotor (+) dengan pinggiran lidah hiperemis, faring
hiperemis (+) Auskultasi paru vesikuler (+/+), turgor kulit baik.

Pada Pemeriksaan Laboratorium :


• Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 20,77 ribu/µL

6. DIAGNOSIS
 Febris e.c morbili
 Status Imunisasi  Imunisasi dasar tidak lengkap tetapi
campak (-)
 Status Tumbuh Kembang  Tumbuh kembang tidak sesuai usia
 Status Gizi  Gizi kurang

7. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


• Pemeriksaan Darah Tepi →Leukopenia
• Uji HI (Hemaglutinasi-Inhibisi) → Peningkatan kadar/titer antibodi 4x
• Pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung
dan pipi
• Pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik

8
8. RENCANA TERAPI

Working Diagnosis : Morbili

Rencana Terapi
 Infus RL 20 tpm mikro
 Sanmol drop 3 x 0,6 cc
 Puyer batuk pilek
Ctm 1/6 tab
Sabutamol 0,4 mg
Mucopek 1/5 tab 3 x 1 bungkus
Ketrisin 1/5 tab
Vit C 20 mg
Vit A 5000 IU
 Lacto B 2x1
 Zinkid syr 1x1 cdo
 Ceftriaxone inj 500 mg
 Salicil talk

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Morbili atau dengan Campak, Measles, Rubeola merupakan penyakit akut
yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya
menyerang anak. Virus campak dapat menyebabkan penyakit akut pada anak yang
dimulai dari traktus respiratorius bagian atas, selanjutnya menyebar ke organ dan
jaringan sehingga mengakibatkan berbagai gejala klinis.

9
Etiologi
Penyebabnya adalah virus yang tergolong dalam famili Paramyxovirus
yaitu genus virus morbili. Virus ini terdapat dalam sekret nasofaring dan darah
selama masa prodromal dan dalam waktu yang singkat setelah timbul ruam.

Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan
pada suhu 300C dan -200C, sinar ultraviolet, eter, tripsin, dan betapropiolakton.
Cara penularan penyakit ini dengan droplet dan kontak langsung dengan
penderita.

Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa kanak-kanak dan menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6
bulan dan setelah umur tersebut kekebalan mulai berkurang sehingga bayi dapat
menderita morbili.

Bila ibu menderita morbili pada trimester pertama, kedua dan ketiga
kehamilan, maka mungkin akan melahirkan anak dengan kelainan bawaan, berat
badan lahir rendah, lahir mati, atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia
1 tahun.

Bila ibu tidak /belum menderita morbili maka bayi yang dilahirkan tidak
memiliki kekebalan terhadap morbili. Sedangkan ibu yang menderita morbili pada
usia kehamilan 1-2 bulan, 50 % kemungkinan dapat menyebabkan abortus.

Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga, campak


menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit utama pada bayi (0,7%) dan
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun
(0,77%).

Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh


secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit
yang sering dijumpai bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%),
ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).

Faktor Resiko :

 Daya tahan tubuh yang lemah


 Belum pernah terkena campak
 Belum pernah mendapat vaksinasi campak

10
Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penyakit ini sangat mudah menular
dimana penularan dapat terjadi melalui:

 Percikan ludah yang mengandung virus (droplet infection)


 Kontak langsung dengan penderita
 Penggunaan peralatan makan dan minum bersama

Penderita dapat menularkan penyakitnya sejak 2-4 hari sebelum timbulnya


ruam pada kulit sampai ± 5 hari sejak ruam timbul. Tingkat infektivitas campak
sangat tinggi.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara


lengkap, tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel
orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.

Pada hari ke-9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus
dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan
manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek
disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah
proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan
manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit-berat dan ruam yang
menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang
disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.

Akhimya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal


infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan
tubuh menurun, sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap antigen
virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang
mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah.

11
Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil
tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan
bahwa antigen campak dan gambaran histologik pada kulit berupa suatu reaksi
Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak, selain
itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

12
13
Gejala Klinis
Penyakit ini merupakan salah satu self limiting disease yang memiliki
masa tunas 10-20 hari dan dibagi dalam 3 stadium, yaitu :

1. Stadium kataral (prodromal)


Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC),
malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang
akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang
ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula
halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi
ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai
influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang
besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan
penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

2. Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.
Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan.
Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul
dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa
gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah
bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit
splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang
biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada
kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada
penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang
tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.

14
Berdasarkan gejala yang timbul, morbili dapat berupa :

 Panas

Panas dapat meningkat hingga hari kelima atau keenam yaitu pada saat
puncak timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat bifasis dengan
peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan periode
normal selama 1 hari dan selanjutnya terjadi peningkatan yang cepat sampai
39°C-40,6°C pada saat erupsi ruam mencapai puncaknya. Pada morbili yang tidak
mengalami komplikasi, temperatur turun diantara hari ke 2-3, sehingga timbulnya
eksantema. Bila tidak disertai komplikasi, maka 2 hari setelah timbul ruam yang
lengkap, panas biasanya turun. Bila panas menetap, maka kemungkinan penderita
mengalami komplikasi.

 Coryza

Tidak dapat dibedakan dengan common cold. Batuk dan bersin diikuti
dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan menjadi profus pada
saat erupsi mencapai puncaknya serta menghilang bersamaan dengan
menghilangnya panas.

 Konjungtivitis

Pada stadium awal periode prodromal dapat ditemukan transverse


marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering dihubungkan
dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan disertai adanya edema
palpebra. Keadaan ini dapat disertai dengan peningkatan lakrimasi dan fotofobia.
Konjungtivitis akan menghilang setelah demam turun

 Batuk

Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan.


Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun
demikian batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam
waktu 5-10 hari.

 Bercak Koplik’s

Nama tersebut diambil dari Henry Koplik, nama seorang dokter spesialis
anak di Amerika Serikat yang pertama mendeteksi tanda itu. Merupakan
gambaran bercak-bercak kecil yang ireguler sebesar ujung jarum/ pasir yang
berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu.

15
Gambaran ini merupakan salah satu tanda patognomonik morbili. Pada hari
pertama timbulnya ruam sudah dapat ditemukan adanya bercak Koplik’s dan
menghilang hari ketiga timbulnya ruam.

 Ruam

Timbul setelah 3-4 hari panas. Ruam mulai sebagai eritema makulo-
papuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut, kemudian
menyebar kedaerah pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta biasanya dalam
waktu 24 jam sudah menyebar sampai ke lengan atas dan selanjutnya ke seluruh
tubuh, mencapai kaki pada hari ketiga. Pada saat ruam sudah sampai ke kaki,
maka ruam yang timbul lebih dulu mulai berangsur-angsur menghilang.

2.6 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya leukopeni. Dalam
sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multi nucleated
giant cell yang khas. Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan
serologi untuk memastikannya. Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan adalah:

1. Fiksasi komplemen
2. Inhibisi hemaglutinasi
3. Metode antibodi fluoresensi tidak langsung

Diagnosis
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap
awal, sulit untuk menegakkan diagnosa campak. Adanya konjungtivitis
merupakan petunjuk berharga dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita
berhasil menemukan bercak Koplik, maka diagnosa dini dapat kita tegakkan.

Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa:

 Riwayat kontak dengan penderita campak


 Gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis
 Bercak Koplik (patognomonik)
 Erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas
 Bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh

16
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :

Anamnesis :

1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus
dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis,
petekie, ekimosis.
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2
minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
Pemeriksaan fisik :

1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam


(biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2. Pada umunya anak tampak lemah.
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular
yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut
di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.

Diagnosis Banding

1. German measles (Rubela)


Gejala lebih ringan dari morbili, terdiri dari gejala infeksi saluran nafas bagian
atas, demam ringan, namun terdapat pembesaran kelenjar regional di daerah
suboccipital dan post aurikuler. Ruam lebih halus yang mula-mula timbul pada
daerah wajah lalu menyebar ke batang tubuh dan menghilang dalam waktu 3 hari.

2. Eksantema subitum
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum
(eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum
tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus
cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat

17
demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi
ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat.
Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya
membantu mengenali penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia
dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk
dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas
purpura petekie. Rash karena obat-obatan lebih bersifat urtikaria, sehingga
rashnya lebih besar, luas, menonjol dan umumnya tidak disertai panas.

3. Infeksi oleh Ricketsia


Gejala prodromal lebih ringan, rash tidak dijumpai di wajah dan koplik’s spot
tidak ada.

4. Infeksi mononucleolus
Dijumpai limfadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit.

5. Rash karena obat-obatan


Bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan umumnya
tidak disertai panas.

Komplikasi
a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres
pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.

b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun oleh invasi bakteri, ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada
saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus akan menghilang, kecuali
batuk yang masih terus sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun
pada saat yang diharapkan, dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung,
dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi

18
pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada fototoraks
dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang
berkembang malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa
terjadi dan menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.

c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode dernam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.

d. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke-4-7 setelah tirnbulnya ruarn. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas berkisar antara 30-40%. Terjadinya
ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung
virus campak ke dalam otak. Gejala, ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma
dan intobel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching,
disgrientasi juga dapat diternukan. Pemeriksaan cairan serebrpspinal
menunjukkan pleositpsis ringan, dengan predominan sel mononuklear,
peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.

e. SSPE (Subacute Sclerosing PanEncepluilitis)


Subacute sclerosing panenceplmlitis merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang jarang disebabkan oleh karena infeksi oleh virus campak yang
persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya
pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko lebih
besar pada umur yang lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7
tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang
progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat miokionik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal,
anribodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak
ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan.

19
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi
invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi
otitis media purulenta.

g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.

h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtiviris, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit.
Konjungtiva dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis dan
menyebabkan kebutaan.

i. Sistem kardiovaskular
Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.

Pengobatan
Morbili merupakan self limiting desease, sehingga pengobatannya hanya
bersifat simptomatis yaitu ; memperbaiki keadaan umum, antipiretik bila suhu
tinggi, sedativum, dan obat batuk. Tindakan lain adalah pengobatan segera
terhadap komplikasi yang timbul.

Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:

 Penurun panas (antipiretik) paracetamol 7,5-10mg/kg bb/kali, interval 6-8


jam.
 Pengurang batuk : ekspektoran, gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 –

20
100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari. Antitusif perlu
diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein)
tidak boleh digunakan. Mukolitik bila perlu.

 Vitamin A dosis tunggal


1. Di bawah 1 tahun : 100.000 unit
2. Di atas 1 tahun : 200.000 unit

 Antibiotika
1. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi
sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan dan indikasi masuk
Rumah Sakit dianjurkan bila :

- Morbili yang disertai komplikasi


- Morbili dengan kemungkinan komplikasi yang berat, yaitu bila
ditemukan :
 Bercak/ eksantema merah kehitaman yang menimbulkan
desquamasi dengan squama yang lebar dan tebal.
 Suara parau terutama disertai tanda penyumbatan seperti laringitis
dan pneumonia
 Dehidrasi berat
 Kejang dengan penurunan kesadaran
 PEM berat

Pencegahan
 Hindari kontak dengan penderita campak
 Imunisasi campak pada usia 9 bulan
 Imunisasi MMR pada usia 15 bulan
 Gamma globulin
 Dapat diberikan pada anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada riwayat

21
kontak dengan penderita
 Hanya memberikan perlindungan singkat (± 3 bulan)
 Dosis: 0.2 ml/kgBB

Vaksinasi biasanya dapat memberikan perlindungan seumur hidup pada


penerimanya. Walau demikian, pada beberapa kasus, orang yang telah mendapat
vaksinasi masih bisa terkena penyakit campak. Bila ini terjadi, gejala yang dialami
biasanya bersifat ringan.

Morbili dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi yang


diberikan dapat berupa imunisasi aktif dan pasif.

Imunisasi aktif

Vaksin yang diberikan ialah “Live attenuated measles vaccine”. Mula-


mula diberikan strain Edmonson B, tetapi strain ini dapat menimbulkan panas
tinggi dan eksantema pada hari ke 7-12 post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini
sering diberikan bersama-sama dengan gamma globulin di lengan lain.

Sekarang digunakan strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan


bersama gamma globulin. Di Indonesia digunakan vaksin virus morbili hidup
yang telah dilemahkan yaitu strain Schwarz. Vaksin ini diberikan sebanyak 0,5 ml
secara subkutan dan dapat menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.

Vaksin ini diberikan secara subcutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan.
Pada anak dibawah umur 9 bulan umumnya tidak dapat memberikan kekebalan
yang baik, karena gangguan antibodi yang dibawa sejak lahir.

Pemberian imunisasi ini akan menyebabkan anergi terhadap tuberkulin


selam 2 bulan setelah vaksinasi. Bila anak telah mendapat imunoglobulin atau
tranfusi darah sebelumnya, maka vaksinasi ini harus ditangguhkan sekurang-
kurangnya 3 bulan.

Vaksinasi tidak boleh dilakukan bila :

22
- Menderita infeksi saluran nafas akut atau infeksi akut lainnya yang disertai
dengan demam lebih dari 38°C
- Memiliki riwayat kejang demam
- Terdapat defisiensi imunologik
- Penderita leukimia, dalam pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
- Memiliki riwayat alergi (ditunda sampai dengan 2 minggu sembuh)
- Dalam masa kehamila

Imunisasi pasif

Tidak banyak dianjurkan karena terdapat risiko terjadinya ensefalitis dan


aktivasi tuberkulosis.

Prognosis
Morbili merupakan self limiting disease dan berlangsung 7-10 hari
sehingga bila tanpa disertai dengan komplikasi maka prognosisnya baik.

Morbiditas morbili dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

 Diagnosis dini, pengobatan yang adekuat terhadap komplikasi yang timbul


 Kesadaran dan pengetahuan yang rendah dari orang tua penderita.
 Masih percaya mitos
 Penggunaan fasilitas kesehatan yang kurang

23
DAFTAR PUSTAKA

Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com

FKUI-RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak –


Jakarta: FKUI. 2007.

Made Setiawan, Agus Sjahrurachman, Fera Ibrahim, Agus Suwandono.


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Bagian Mikrobiologi FK-
UI, Litbangkes Departemen Kesehatan RI. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3,
Oktober 2008.

Rampengan, T.H. Laurentz, I.R. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta:
EGC. 2008.

Ranuh, I.G.N, Et Al. Pedoman Imunisasi Di Indonesia, Satgas Imunisasi-Ikatan


Dokter Anak Indonesia – Jakarta: BP3 IDAI. 2008.

Rahman M. Dardjat M.T (Editor), Segi-Segi Praktis Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
2. Jakarta 2002.

Soedarmo, P.S.S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi Dan Penyakit
Tropis. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

24

Anda mungkin juga menyukai