PENDAHULUAN
Karbunkel merupakan infeksi yang disebabkan bakteri famili Staphylococcus pada
folikel rambut ditandai dengan abses yang saling berhubungan. Karakteristik lesi karbunkel
adalah abses multipel pada dermal dan subkutan, pustul superfisial, sumbatan yang
ternekrosis, dan drainase pus. Predileksi tersering dari karbunkel adalah pada tengkuk leher.
Dapat ditemukan pula pada permukaan kulit lain yang memiliki folikel rambut, terutama pada
daerah yang sering mengalami trauma dan mengeluarkan keringat seperti wajah, ketiak,
bokong, dan paha. Karbunkel kerap kali dihubungkan dengan furunkel, karena karbunkel
merupakan sekumpulan furunkel yang membentuk kelompok cluster. 1,2,3
Hingga saat ini di Indonesia, belum terdapat data spesifik yang menunjukkan
prevalensi karbunkel. Secara umum karbunkel terjadi pada penderita imunokompromais
seperti pada pasien diabetes, usia lanjut, dan riwayat jerawat kronik. Statistik Departemen
Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau
kurang lebih 24.525 penderita dengan diagnosis furunkel abses kutaneus dan karbunkel,
dimana lebih dari 50% berjenis kelamin pria dan berusia 15-59 tahun.2,3,11
Karbunkel dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup membahayakan bila
penatalaksanaannya kurang dini karena dapat menyebabkan bakteremia. Bakteremia
menyebabkan inflamasi pada berbagai organ yaitu jantung, pembuluh darah dan selaput otak
yang dapat berakhir pada kegagalan organ. Kegagalan pada organ ini dapat menyebabkan
sepsis dan berujung pada kematian. 3,4
ETIOPATOGENESIS KARBUNKEL
Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora residen
pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi
terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Karbunkel disebabkan infeksi
bakteri Staphylococcus aureus dari famili Staphylococcus. Bakteri ini berbentuk bulat dengan
diameter 0.5-1.5 m, bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase
positif, dan termasuk bakteri gram positif sehingga pada perwarnaan gram tampak berwarna
ungu seperti terlihat pada gambar 1. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi dan penyakit
serius lain seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis, dan endokarditis. 1,2,3 Pada sebgaian
besar kasus, karbunkel terbentuk karena infeksi Staphylococcus aureus di folikel rambut
menjadi lebih luas dan mendalam.6,8
Gambar 1. Staphylococcus aureus dengan pewarnaan gram dibawah pembesaran 20.000 kali dari
Scanning Electron Micrograph12
dan sel kulit yang mati. Keadaan ini dapat berakhir dengan komplikasi bila bakteri masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan syok sepsis.3,8
FAKTOR RISIKO KARBUNKEL
Walaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena karbunkel, namun
terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko. Faktor risiko infeksi karbunkel terdiri
dari agen, pejamu, dan lingkungan. 2,3,4,7
Agen
Pada karbunkel, agen infeksi adalah Staphylococcus aureus yang menjadi patogen.
Bakteri ini dapat dijumpai pada hidung, aksila, perineum, dan vagina sebagai flora normal.
Pejamu
Pejamu infeksi adalah organisme hidup tempat terjadinya infeksi. Infeksi terjadi bila
pada pejamu terdapat defek/diskontunuitas jaringan. Pada karbunkel, host infeksi adalah
penderita imunokompromise seperti penderita diabetes, kerusakan barier sawar kulit,
pengguna kortikosteroid, defek fungsi neutrofil, dan penderita penyakit imunodefisiensi
primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom Chediak-Higashi, defisiensi
C3, hiperkatabolisme C3, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.
Lingkungan
Pada karbunkel, pH dan kelembaban yang abnormal serta friksi pada kulit termasuk
faktor lingkungan yang menyebabkan infeksi. Kulit memiliki pH normal bersifat asam dengan
nilai diantara 4 6,5 dan kelembaban yang seimbang untuk melindungi kulit dari infeksi.
Higienitas yang buruk adalah penyebab utama terjadinya perubahan kadar pH dan
kelembaban. Penggunaan sabun yang tidak tepat maupun frekuensi mandi yang sangat jarang
dapat mempengaruhi kadar pH dan kelembaban normal kulit sehingga tidak bisa menjalankan
fungsi proteksi. Selain itu friksi kulit seperti pada penggunaan pakaian yang terlalu ketat juga
dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang menyebabkan bakteri mudah masuk dan
menginfeksi tubuh.
MANIFESTASI KLINIS KARBUNKEL
Papul folikuler kemerahan atau pustul disertai indurasi. Ditandai oleh perubahan
warna kulit menjadi kemerahan, nyeri, dan sensasi panas yang bersifat lokal di daerah lesi.
Pustul ini kemudian dapat menyebabkan sumbatan (pustular plug) yang bisa diinspeksi
dengan menggunakan loop. Indurasi dapat melunak dan kemudian menjadi abses. Gejala
inflamasi cepat mereda dan sembuh dalam 1 sampai 2 pekan setelah pengeluaran atau
discharge dari nanah/pus. Infeksi awal yang telah sembuh ini akan menimbulkan bekas luka
kecil. Apabila terjadi infeksi berulang, inflamasi dapat menyebar hingga ke beberapa folikel
rambut perifer dan kemudian muncul nodul berbentuk kubah, kemerahan atau bengkak
indurasi dengan beberapa sumbatan pustular diatasnya. Hal ini disertai pula dengan nyeri,
demam dan kelemahan sistemik.8
Gambar 3. Lesi karbunkel menunjukkan furunkel konfluen multipel dengan nanah (pus)1
DIAGNOSIS BANDING KARBUNKEL
Kista epidermal yang mengalami inflamasi adalah diagnosis banding paling
utama dari karbunkel. Dengan gambaran lesi menyerupai kubah terelevasi dengan
discharge dari dinding kista seperti bubur berwarna keputihan. Diagnosis banding berupa
kista epidermal yang mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan riwayat kista
sebelumnya pada tempat yang sama, terdapat orifisium kista yang terlihat jelas, dan
penekanan pada lesi mengeluarkan massa seperti keju yang berbau tidak sedap, bukan
discharge yang purulen seperti pada karbunkel. 8,9
Diagnosis banding seperti hidradenitis suppurativa (apok rinitis) juga sering
membuat salah diagnosis karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh
abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel
yaitu pada aksila, lipat paha, pantat, atau dibawah payudara. Diagnosis penyakit ini dapat
dipastikan dan dibedakan dengan karbunkel bila terdapat jaringan parut yang lama, sinus,
fistul, dan kultur bakteri yang negatif.9
Diagnosis banding yang lain antara lain sporotrikosis, blastomikosis dan akne
konglobata. Sporotrikosis merupakan infeksi kronik dari jamur Sporotrichum schenkii dan
ditandai oleh nodul berjejer sepanjang aliran limfe. Blastomikosis ditandai dengan nodul
kronik dengan multipel fistul. Akne konglobata ditandai oleh nodul merah hitam terutama
berada pada daerah punggung daripada wajah dan lengan.8,9
4,6
Gambar 4.
Hasil kultur bakteri
Staphylococcus aureus
pada media Agar darah13
Pasien tidak
boleh mengonsumsi antibiotik sebelum melakukan kultur karena dapat mengacaukan hasil
pemeriksaan. Untuk mengambil sampel pada kulit yang dilapisi oleh abses seperti pada
karbunkel, dibutuhkan jarum untuk mengambil sampel cairan. Sampel kemudian diletakkan
pada tabung kultur. Sampel lalu dikirim ke laboratorium untuk dibiakkan dengan media
biakkan. Dari hasil kultur tersebut akan didapatkan penyebab dari infeksi.4,6
PENATALAKSANAAN KARBUNKEL
Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel atau
furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan
antibiotik sistemik. Lini pertama yang dapat digunakan Dikloxacillin 250-500
mg PO dan Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin) 250-500 mg 4x1 hari selama 57 hari. Pasien alergi penisilin dapat diberikan lini kedua berupa Azitromisin 500
mg pada hari pertama dan dilanjutkan dengan dosis 250 mg sehari selama 4 hari, Klindamisin
14 mg/kgBB/hari 3x1 hari, dan Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari. Antibiotik
topikal berupa Mupirocin dan Asam Fusidat 2x1 hari juga dapat digunakan bersamaan
dengan antibiotik sistemik tersebut. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area
yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk
perenteral.Bila infeksi berasal dari Methicillin Resistent Staphyloccocus Aureus (MRSA)
atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1 sampai 2 gram IV
setiap hari dalamdosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama 1
pekan.1
Jenis
Topikal
Sistemik
hari
Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin)
Mupirocin 2x1
Asam Fusidat 2x1
Lini kedua
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi
berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan. Terapi
antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
terutama bila hasil kultur tersedia. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah
autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau
karbunkel berulang harus dimanajemen secara khusus.1
Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti.
a. Proses sistemik
b. Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industry (zat
kimia, minyak); higienitas yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut yang
tumbuh ke dalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.
c. Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga kontak
seperti gulat, autoinokulasi
d. Stahphylococcus aureus dari hidung: tempat penyebaran
Perawatan kulit secara umum
Tujuannya adalah mengurangi jumlah Stahphylococcus aureus pada kulit.
Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah penting
(solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4% dapat digunakan untuk
mengurangi kolonisasi Staphylococcus pada kulit). Pasien harus menghindari trauma pada
kulit, seperti halnya iritan kulit potensial misalnya sabundan deodoran. Lap badan (dan
handuk) yang terpisah harus digunakan dansecara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum
digunakan.
Pencegahan Rekurensi
dan
trimethoprimsulfametaxole,
siprofloksasin,
atau
minosiklin
bagi
Staphylococcus aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi
rifampisin dan menurunkan resiko rekurensi.
Manajemen furunkel atau karbunkel dapat dengan ringkas terlihat pada bagan dibawah
ini.2
Komplikasi utama pada karbunkel adalah penyebaran bakteremia dari infeksi dan
kemungkinan terjadinya rekurensi. Bakteri dari karbunkel dapat masuk kedalam aliran darah
dan menuju bagian tubuh yang lain menyebabkan infeksi metastasis seperti endokarditis,
vertebral osteomyelitis/discitis, septik arthritis, abses splenik, mycotic aneurysms, meningitis,
dan abses jaringan.
Infeksi metastasis seperti endokarditis merupakan salah satu penyebab utama
septikemia. Septikemia akan memberikan tanda dan gejala seperti menggigil, demam disertai
gelisah, denyut jantung yang cepat dan perasaan sakit berat. Kondisi ini dapat dengan cepat
berkembang menjadi syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan temperatur
tubuh, letargi, serta manifestasi berupa kelainan pembekuan dan perdarahan pada kulit.
Septikemia merupakan keadaan emergensi medis yang bila tidak ditangani dengan benar,
tepat, dan cepat dapat berakhir dengan kematian.3,4
Strain Staphylococcus aureus yang resisten terhadap obat juga merupakan komplikasi
pada karbunkel. Staphylococcus aureus yang resisten dengan methicillin mengalami
peningkatan jumlah, terutama didapatkan pada siswa pendidikan militer, penghuni penjara,
bahkan pada anak-anak. Methicillin-resistant Staphylococcus aereus (MRSA) ini sangat
menular dan menyebar dengan sangat cepat pada daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi dan higienitas yang rendah, seperti pada penggunaan handuk atau peralatan antiseptik
secara bersama-sama. Walaupun MRSA masih memiliki respon baik terhadap beberapa
antibiotik, namun karena resisten terhadap penisilin, MRSA cukup sulit untuk diobati. 3.4
Komplikasi jangka panjang karbunkel adalah rekurensi yang dapat berlanjut bertahuntahun. Kemungkinan rekurensi sangat tinggi pada pasien dengan imunokompromise. Pada
penderita imunokompromise, sistem imun tidak dapat bekerja normal sehingga tidak dapat
memproteksi tubuh dari infeksi mikroorganisme secara alami. Dengan faktor agent
Staphylococcus aureus yang merupakan flora residen dan sistem imun host yang lemah,
faktor risiko lingkungan mutlak harus dihindari oleh pasien dengan imunokompromise agar
kemungkinan terjadi rekurensi berkurang.
KESIMPULAN
Karbunkel dapat diobati dengan menggunakan antibiotika tropikal maupun sistemik.
Baik untuk Staphylococcus aureus yang peka dengan methacillin maupun Staphylococcus
aureus yang resisten dengan methacillin. Edukasi untuk kebersihan dan higienitas diri juga
diperlukan untuk menghentikan penularan. Penularan karbunkel sangat mudah terjadi dengan
kontak antara kulit dan kulit. Begitupun dengan pakaian, peralatan mandi, sprei, dan peralatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith
LA, et al (eds).Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw HillMedical, 2008; 1694-1709.
2. H u n t e r J , S a v i n J , D a h l M . C l i n i c a l D e r m a t o l o g y 3 r d e d . N e w
Yor k : B l a c k w e l l Science; 2002.
3. L o w y F D . S t a p h yl o c o c c a l I n f e c t i o n s . I n : K a s p e r D L , B r a u n w a l d E ,
e t a l ( e d s ) . Harrisons Principle of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw
Hill, 2005;814-22.
4. Gibson, Lawrence E. 2013. Complication of Boils and Carbuncles. Mayo Clinic.
Seperti
diakses
di
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/boils-and-
American
Family
Physician.
2002;66(1).
Seperti
diakses
di
Gawkrodger
DJ.
Dermatology
an
Illustrated
Colour
Liao, Min-Ken. 2006. Luria Broth (LB) and Luria Agar (LA) Media and Their
http://lib.jiangnan.edu.cn/asm/078-Culture%20Media%20Luria%20Broth%20%28LB
%29%20and%20Luria%20Agar%20%28LA%29%20Media%20and%20Their
%20Uses%20Staphylococcus%20aureus-Introduce.htm?id=2296&Lang=
April 2015 pukul 19.55
pada
23