Anda di halaman 1dari 12

KARBUNKEL

Mohammad Adriansyah, S.Ked


Pembimbing : Dr. Fitriani, SpKK
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
2015

PENDAHULUAN
Karbunkel merupakan infeksi yang disebabkan bakteri famili Staphylococcus pada
folikel rambut ditandai dengan abses yang saling berhubungan. Karakteristik lesi karbunkel
adalah abses multipel pada dermal dan subkutan, pustul superfisial, sumbatan yang
ternekrosis, dan drainase pus. Predileksi tersering dari karbunkel adalah pada tengkuk leher.
Dapat ditemukan pula pada permukaan kulit lain yang memiliki folikel rambut, terutama pada
daerah yang sering mengalami trauma dan mengeluarkan keringat seperti wajah, ketiak,
bokong, dan paha. Karbunkel kerap kali dihubungkan dengan furunkel, karena karbunkel
merupakan sekumpulan furunkel yang membentuk kelompok cluster. 1,2,3
Hingga saat ini di Indonesia, belum terdapat data spesifik yang menunjukkan
prevalensi karbunkel. Secara umum karbunkel terjadi pada penderita imunokompromais
seperti pada pasien diabetes, usia lanjut, dan riwayat jerawat kronik. Statistik Departemen
Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau
kurang lebih 24.525 penderita dengan diagnosis furunkel abses kutaneus dan karbunkel,
dimana lebih dari 50% berjenis kelamin pria dan berusia 15-59 tahun.2,3,11
Karbunkel dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup membahayakan bila
penatalaksanaannya kurang dini karena dapat menyebabkan bakteremia. Bakteremia
menyebabkan inflamasi pada berbagai organ yaitu jantung, pembuluh darah dan selaput otak
yang dapat berakhir pada kegagalan organ. Kegagalan pada organ ini dapat menyebabkan
sepsis dan berujung pada kematian. 3,4
ETIOPATOGENESIS KARBUNKEL
Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora residen
pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi
terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Karbunkel disebabkan infeksi
bakteri Staphylococcus aureus dari famili Staphylococcus. Bakteri ini berbentuk bulat dengan
diameter 0.5-1.5 m, bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase
positif, dan termasuk bakteri gram positif sehingga pada perwarnaan gram tampak berwarna
ungu seperti terlihat pada gambar 1. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi dan penyakit

serius lain seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis, dan endokarditis. 1,2,3 Pada sebgaian
besar kasus, karbunkel terbentuk karena infeksi Staphylococcus aureus di folikel rambut
menjadi lebih luas dan mendalam.6,8

Gambar 1. Staphylococcus aureus dengan pewarnaan gram dibawah pembesaran 20.000 kali dari
Scanning Electron Micrograph12

Gambar 2. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut8


Staphylococcus yang menyebabkan karbunkel masuk ke tubuh melalui diskontinuitas
kulit dan mukosa. Respon primer tubuh terhadap infeksi tersebut adalah pengerahan sel
polimorfonuklear (PMN) ke tempat masuk kuman untuk melawan infeksi. Dalam sistem
kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping makrofag. Sebelum
respon imunitas seluler ini terjadi antigen harus dikenalkan pada limfosit T melalui makrofag.
Makrofag akan memfagosit antigen tersebut lalu dikenalkan pada limfosit T melalui Antigen
Presenting Cell. Sel ini ditarik ke dalam tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti
formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) serta
interleukin 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi hingga
menimbulkan inflamasi dan menghasilkan pus sebagai gabungan dari sel darah putih, bakteri,

dan sel kulit yang mati. Keadaan ini dapat berakhir dengan komplikasi bila bakteri masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan syok sepsis.3,8
FAKTOR RISIKO KARBUNKEL
Walaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena karbunkel, namun
terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko. Faktor risiko infeksi karbunkel terdiri
dari agen, pejamu, dan lingkungan. 2,3,4,7
Agen
Pada karbunkel, agen infeksi adalah Staphylococcus aureus yang menjadi patogen.
Bakteri ini dapat dijumpai pada hidung, aksila, perineum, dan vagina sebagai flora normal.
Pejamu
Pejamu infeksi adalah organisme hidup tempat terjadinya infeksi. Infeksi terjadi bila
pada pejamu terdapat defek/diskontunuitas jaringan. Pada karbunkel, host infeksi adalah
penderita imunokompromise seperti penderita diabetes, kerusakan barier sawar kulit,
pengguna kortikosteroid, defek fungsi neutrofil, dan penderita penyakit imunodefisiensi
primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom Chediak-Higashi, defisiensi
C3, hiperkatabolisme C3, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.
Lingkungan
Pada karbunkel, pH dan kelembaban yang abnormal serta friksi pada kulit termasuk
faktor lingkungan yang menyebabkan infeksi. Kulit memiliki pH normal bersifat asam dengan
nilai diantara 4 6,5 dan kelembaban yang seimbang untuk melindungi kulit dari infeksi.
Higienitas yang buruk adalah penyebab utama terjadinya perubahan kadar pH dan
kelembaban. Penggunaan sabun yang tidak tepat maupun frekuensi mandi yang sangat jarang
dapat mempengaruhi kadar pH dan kelembaban normal kulit sehingga tidak bisa menjalankan
fungsi proteksi. Selain itu friksi kulit seperti pada penggunaan pakaian yang terlalu ketat juga
dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang menyebabkan bakteri mudah masuk dan
menginfeksi tubuh.
MANIFESTASI KLINIS KARBUNKEL
Papul folikuler kemerahan atau pustul disertai indurasi. Ditandai oleh perubahan
warna kulit menjadi kemerahan, nyeri, dan sensasi panas yang bersifat lokal di daerah lesi.
Pustul ini kemudian dapat menyebabkan sumbatan (pustular plug) yang bisa diinspeksi
dengan menggunakan loop. Indurasi dapat melunak dan kemudian menjadi abses. Gejala
inflamasi cepat mereda dan sembuh dalam 1 sampai 2 pekan setelah pengeluaran atau

discharge dari nanah/pus. Infeksi awal yang telah sembuh ini akan menimbulkan bekas luka
kecil. Apabila terjadi infeksi berulang, inflamasi dapat menyebar hingga ke beberapa folikel
rambut perifer dan kemudian muncul nodul berbentuk kubah, kemerahan atau bengkak
indurasi dengan beberapa sumbatan pustular diatasnya. Hal ini disertai pula dengan nyeri,
demam dan kelemahan sistemik.8

Gambar 3. Lesi karbunkel menunjukkan furunkel konfluen multipel dengan nanah (pus)1
DIAGNOSIS BANDING KARBUNKEL
Kista epidermal yang mengalami inflamasi adalah diagnosis banding paling
utama dari karbunkel. Dengan gambaran lesi menyerupai kubah terelevasi dengan
discharge dari dinding kista seperti bubur berwarna keputihan. Diagnosis banding berupa
kista epidermal yang mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan riwayat kista
sebelumnya pada tempat yang sama, terdapat orifisium kista yang terlihat jelas, dan
penekanan pada lesi mengeluarkan massa seperti keju yang berbau tidak sedap, bukan
discharge yang purulen seperti pada karbunkel. 8,9
Diagnosis banding seperti hidradenitis suppurativa (apok rinitis) juga sering
membuat salah diagnosis karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh
abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel
yaitu pada aksila, lipat paha, pantat, atau dibawah payudara. Diagnosis penyakit ini dapat
dipastikan dan dibedakan dengan karbunkel bila terdapat jaringan parut yang lama, sinus,
fistul, dan kultur bakteri yang negatif.9
Diagnosis banding yang lain antara lain sporotrikosis, blastomikosis dan akne
konglobata. Sporotrikosis merupakan infeksi kronik dari jamur Sporotrichum schenkii dan
ditandai oleh nodul berjejer sepanjang aliran limfe. Blastomikosis ditandai dengan nodul
kronik dengan multipel fistul. Akne konglobata ditandai oleh nodul merah hitam terutama
berada pada daerah punggung daripada wajah dan lengan.8,9

KRITERIA DIAGNOSIS KARBUNKEL


Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut
meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih.
Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.
Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kirakira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple follicular
orifices). Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning
keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi
Karbunkel dapat ditegakkan sebagai diagnosis bila dijumpai nodul kemerahan dan
nyeri. Dari pemeriksaan didapatkan lesi tersebut terjadi pada folikel rambut. Diagnosis dapat
dipastikan bila terdapat sumbatan pustular (pustular plug) di tengah lesi pada inspeksi dengan
menggunakan loop.8 Pada pemeriksaan laboratorik ditemukan leukositosis dengan
Staphylococcus aureus sebagai penyebab utama. Pemeriksaan histologik dari karbunkel
menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan.
Diagnosis dapat d itegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan
pewarnaan gram dan biakkan bakteri.2,8,10
PEMERIKSAAN PENUNJANG KARBUNKEL
Pada karbunkel, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pewarnaan gram
dan uji kultur bakteri. Pada pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna
ungu (gram positif). Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah uji kultur
bakteri dengan medium agar darah domba. Tujuan dari kultur adalah untuk memastikan
diagnosis dan etiologi dari keluhan pasien. Karbunkel disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus maka pada uji kultur bakteri akan didapatkan gambaran koloni
micrococci yang tumbuh cepat pada media agar pada suhu normal (370), dan biasanya bergaris
tengah 1-2 mm setelah inkubasi 24 jam. Koloni tersebut terlihat halus, basah, menonjol
dengan tepi bulat, berwarna kuning keemasan karena bersifat patogen, non-hemolitik, tidak
memecah manitol, dan tidak menghasilkan koagulasi.

4,6

Gambar 4.
Hasil kultur bakteri
Staphylococcus aureus
pada media Agar darah13

Pasien tidak
boleh mengonsumsi antibiotik sebelum melakukan kultur karena dapat mengacaukan hasil
pemeriksaan. Untuk mengambil sampel pada kulit yang dilapisi oleh abses seperti pada
karbunkel, dibutuhkan jarum untuk mengambil sampel cairan. Sampel kemudian diletakkan
pada tabung kultur. Sampel lalu dikirim ke laboratorium untuk dibiakkan dengan media
biakkan. Dari hasil kultur tersebut akan didapatkan penyebab dari infeksi.4,6
PENATALAKSANAAN KARBUNKEL
Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel atau
furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan
antibiotik sistemik. Lini pertama yang dapat digunakan Dikloxacillin 250-500
mg PO dan Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin) 250-500 mg 4x1 hari selama 57 hari. Pasien alergi penisilin dapat diberikan lini kedua berupa Azitromisin 500
mg pada hari pertama dan dilanjutkan dengan dosis 250 mg sehari selama 4 hari, Klindamisin
14 mg/kgBB/hari 3x1 hari, dan Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari. Antibiotik
topikal berupa Mupirocin dan Asam Fusidat 2x1 hari juga dapat digunakan bersamaan
dengan antibiotik sistemik tersebut. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area
yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk
perenteral.Bila infeksi berasal dari Methicillin Resistent Staphyloccocus Aureus (MRSA)
atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1 sampai 2 gram IV
setiap hari dalamdosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama 1
pekan.1

Jenis

Topikal

Sistemik

Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7


Lini pertama

hari
Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin)
Mupirocin 2x1
Asam Fusidat 2x1

25 mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1


Azitromisin 500 mg x 1, kemudian 250 mg
sehari selama 4 hari

Lini kedua

Klindamisin 14 mg/kgBB/hari 3x1

(bila alergi penisilin)

Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7


hari

Tabel 1. Pengobatan karbunkel

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi
berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan. Terapi
antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
terutama bila hasil kultur tersedia. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah
autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau
karbunkel berulang harus dimanajemen secara khusus.1
Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti.
a. Proses sistemik
b. Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industry (zat
kimia, minyak); higienitas yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut yang
tumbuh ke dalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.
c. Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga kontak
seperti gulat, autoinokulasi
d. Stahphylococcus aureus dari hidung: tempat penyebaran
Perawatan kulit secara umum
Tujuannya adalah mengurangi jumlah Stahphylococcus aureus pada kulit.
Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah penting
(solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4% dapat digunakan untuk
mengurangi kolonisasi Staphylococcus pada kulit). Pasien harus menghindari trauma pada

kulit, seperti halnya iritan kulit potensial misalnya sabundan deodoran. Lap badan (dan
handuk) yang terpisah harus digunakan dansecara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum
digunakan.
Pencegahan Rekurensi

Untuk mengurangi kemungkinan siklus lesi rekuren. Terkadang dapat dihindari


dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin mereka. Hal ini terutama
dikhususkan pada individu dengan stress emosional yang tinggi dan kelelahan fisik. Liburan
selama beberapa minggu, idelanya pada iklim sejuk atau kering dapat membantu.
Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis dapat mengurangi Staphylococcus
aureus pada hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organism pada kulit, sebuah
proses yang dapat menyebabkan rekurensi. Pemakaian secara intranasal dari salep mupirocin
calcium 2% dalam base paraffin yang lembut selama 5 hari dapat membantu mengeliminasi
Staphylococcus aureus pada hidung sekitar 70%.
Penggunaan rifampisin untuk mengeradikasi Staphylococcus aureus pada hidung dan
menghentikan rekurensi merupakan alasan utama bila bentuk pengobatan lain gagal. Walau
begitu, strain yang resisten rifampisin dapat muncul kembali. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan obat kedua (seperti dikloxacillin untuk Staphylococcus aureus yang peka
methicillin;

dan

trimethoprimsulfametaxole,

siprofloksasin,

atau

minosiklin

bagi

Staphylococcus aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi
rifampisin dan menurunkan resiko rekurensi.
Manajemen furunkel atau karbunkel dapat dengan ringkas terlihat pada bagan dibawah
ini.2

Bagan 1. Manajemen furunkel atau karbunkel


KOMPLIKASI KARBUNKEL

Komplikasi utama pada karbunkel adalah penyebaran bakteremia dari infeksi dan
kemungkinan terjadinya rekurensi. Bakteri dari karbunkel dapat masuk kedalam aliran darah
dan menuju bagian tubuh yang lain menyebabkan infeksi metastasis seperti endokarditis,
vertebral osteomyelitis/discitis, septik arthritis, abses splenik, mycotic aneurysms, meningitis,
dan abses jaringan.
Infeksi metastasis seperti endokarditis merupakan salah satu penyebab utama
septikemia. Septikemia akan memberikan tanda dan gejala seperti menggigil, demam disertai
gelisah, denyut jantung yang cepat dan perasaan sakit berat. Kondisi ini dapat dengan cepat
berkembang menjadi syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan temperatur
tubuh, letargi, serta manifestasi berupa kelainan pembekuan dan perdarahan pada kulit.
Septikemia merupakan keadaan emergensi medis yang bila tidak ditangani dengan benar,
tepat, dan cepat dapat berakhir dengan kematian.3,4
Strain Staphylococcus aureus yang resisten terhadap obat juga merupakan komplikasi
pada karbunkel. Staphylococcus aureus yang resisten dengan methicillin mengalami
peningkatan jumlah, terutama didapatkan pada siswa pendidikan militer, penghuni penjara,
bahkan pada anak-anak. Methicillin-resistant Staphylococcus aereus (MRSA) ini sangat
menular dan menyebar dengan sangat cepat pada daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi dan higienitas yang rendah, seperti pada penggunaan handuk atau peralatan antiseptik
secara bersama-sama. Walaupun MRSA masih memiliki respon baik terhadap beberapa
antibiotik, namun karena resisten terhadap penisilin, MRSA cukup sulit untuk diobati. 3.4
Komplikasi jangka panjang karbunkel adalah rekurensi yang dapat berlanjut bertahuntahun. Kemungkinan rekurensi sangat tinggi pada pasien dengan imunokompromise. Pada
penderita imunokompromise, sistem imun tidak dapat bekerja normal sehingga tidak dapat
memproteksi tubuh dari infeksi mikroorganisme secara alami. Dengan faktor agent
Staphylococcus aureus yang merupakan flora residen dan sistem imun host yang lemah,
faktor risiko lingkungan mutlak harus dihindari oleh pasien dengan imunokompromise agar
kemungkinan terjadi rekurensi berkurang.
KESIMPULAN
Karbunkel dapat diobati dengan menggunakan antibiotika tropikal maupun sistemik.
Baik untuk Staphylococcus aureus yang peka dengan methacillin maupun Staphylococcus
aureus yang resisten dengan methacillin. Edukasi untuk kebersihan dan higienitas diri juga
diperlukan untuk menghentikan penularan. Penularan karbunkel sangat mudah terjadi dengan
kontak antara kulit dan kulit. Begitupun dengan pakaian, peralatan mandi, sprei, dan peralatan

kulit/kebersihan lainnya yang digunakan bersamaan. Edukasi pasien untuk tidak


menggunakan peralatan pribadi bersama dengan orang lain, lebih sering mengganti baju, serta
membersihkan sprei, handuk, dan peralatan mandi lainnya dengan air panas. 1,2,3
Karbunkel dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Bakteri Staphylococcus aureus
bisa menyebar melalui darah menuju organ lain dan menimbulkan berbagai infeksi multiorgan
seperti osteomyelitis, meningitis, dan endokarditis yang berujung pada septikemia.
Septikemia dapat berkembang menjadi syok dan menjadi kegawatdaruratan medis yang
mengancam nyawa. Komplikasi jangka panjang dari karbunkel adalah rekurensi yang dapat
terjadi menahun. Penderita imunokompromise memiliki risiko rekurensi yang tinggi. Pada
pasien dengan imunokompromise, faktor risiko lingkungan mutlak harus dihindari oleh pasien
dengan imunokompromise agar kemungkinan terjadi rekurensi berkurang. 1,2

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith
LA, et al (eds).Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw HillMedical, 2008; 1694-1709.
2. H u n t e r J , S a v i n J , D a h l M . C l i n i c a l D e r m a t o l o g y 3 r d e d . N e w
Yor k : B l a c k w e l l Science; 2002.
3. L o w y F D . S t a p h yl o c o c c a l I n f e c t i o n s . I n : K a s p e r D L , B r a u n w a l d E ,
e t a l ( e d s ) . Harrisons Principle of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw
Hill, 2005;814-22.
4. Gibson, Lawrence E. 2013. Complication of Boils and Carbuncles. Mayo Clinic.
Seperti

diakses

di

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/boils-and-

carbuncles/basics/complications/con-20024235 pada 9 April 2015 pukul 13.56


5. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC;
2005.
6. Stulburg DL, Penrod MA, Blanty RA. Common Bacterial Skin Infections. Published
by

American

Family

Physician.

2002;66(1).

Seperti

diakses

di

http://www.aafp.org/afp/2002/0701/p119.html pada 9 April 2015 pukul 14.25


7. S l o m i a n y W P . F u r u n c u l o s i s . I n : D o m i n o F J , e t a l ( e d s ) . T h e 5
M i n u t e s C l i n i c a l Consult 16th ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins,
2008; 490-91.
8. Shimizu, Hiroshi. 2007. Shimizus Textbook of Dermatology. Tokyo:
9. Berger TG. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis
MA,Tierney LM (eds).Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New
York:McGraw Hill, 2007; 139-40.
10.

Gawkrodger

DJ.

Dermatology

an

Illustrated

Colour

T e x t 3 r d e d . N e w Y o r k : Churchill Livingstone; 2003.


11. Health Grade, Inc. 2003. Statistics about Carbuncle. Seperti diakses di
http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm pada 10 April pukul 22.03
12. Centers for Disease Control and Prevention (CDC)/ Matthew J. Arduino, DRPH.
2001. Public Health Image Library with identification number #11157. Seperti diakses
di http://phil.cdc.gov/phil/details.asp?pid=11157 pada 17 April 2015 pukul 22.23
13.

Liao, Min-Ken. 2006. Luria Broth (LB) and Luria Agar (LA) Media and Their

Uses: Staphylococcus aureus. American Society for Microbiology. Seperti diakses di

http://lib.jiangnan.edu.cn/asm/078-Culture%20Media%20Luria%20Broth%20%28LB
%29%20and%20Luria%20Agar%20%28LA%29%20Media%20and%20Their
%20Uses%20Staphylococcus%20aureus-Introduce.htm?id=2296&Lang=
April 2015 pukul 19.55

pada

23

Anda mungkin juga menyukai