SERVISITIS
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2021
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. AS
Usia : 36 tahun
No. RM : 011XXXX
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Yogyakarta
Status pernikahan : Menikah
Tanggal Periksa : 18 Agustus 2021
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18
Agustus 2020 di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
I. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan keputihan.
V. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki alergi
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Gizi : Cukup
Kepala : Normocephali, sianosis (-)
Leher : Tidak ditemukan lesi
Thorak : Nafas vesikular
Abdomen : Supel, massa (-), nyeri tekan (-)
VAS :1
Status Lokalis
a. Pemeriksaan Inspekulo
Pada pemeriksaan genital didapatkan mukosa serviks sedikit hiperemis dan
dengan duh tubuh seropurulen berwarna putih susu agak jernih, tidak berbau busuk.
VII. TATALAKSANA
Azitromisin tab 500 mg No. II
s.1.d.d.tab II.p.c.
VIII. EDUKASI
- Menjelaskan kepada pasien bahwa servisitis merupakan IMS yang dapat
dicegah dengan menghindari hubungan seksual dengan pasangan yang
terinfeksi.
- Melakukan pemeriksaan dan pengobatan bersama dengan pasangan, termasuk
pemeriksaan IMS lain dan HIV sebelum melakukan hubungan seksual.
- Abstinensia hubungan seksual sampai infeksi dinyatakan sembuh total atau
menggunakan kondom.
- Menganjurkan menggunakan kondom saat berhubungan seksual.
- Kontrol kembali untuk tindak lanjut pada hari ke-7.
- Mengkonsumsi obat secara bersamaan dan saat itu juga.
- Hindari berbagi pakaian atau handuk dengan orang lain.
- Menjaga higienitas area genital.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad funcionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI SERVISITIS
Servisitis merupakan peradangan pada serviks uterin yang ditandai dengan
adanya eksudat endoservikal purulen atau mukopurulen di kanal endoservikal.
Servisitis seringkali bersifat asimtomatik, namun beberapa wanita mengeluhkan duh
vagina abnormal dan perdarahan vaginal intermensrual (misalnya, setelah
berhubungan seksual). Faktor risiko terjadinya servisitis dipengaruhi beberapa faktor,
seperti pasangan seks multipel, usia muda, status perkawinan lajang, tempat tinggal
perkotaan, status ekonomi rendah, penggunaan alkohol atau obat-obatan, dan
penggunaan kondom yang tidak benar. Servisitis dibagi menjadi servisitis infeksi dan
non infeksi yang sebenarnya sulit dibedakan karena mikroorganisme selalu ada di
vagina baik dalam keadaan peradangan ataupun tanpa peradangan. Sekitar 50%
servisitis infeksi paling sering diakibatkan oleh Klamidia Trachomatis dan Neisseriae
Gonorrhae.
1. Servisitis spesifik
Servisitis spesifik merupakan radang pada serviks yang di sebabkan oleh
kuman yang tergolong penyakit akibat hubungan seksual, beberapa kuman
pathogen tersebut antara lain, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma
urealytikum, Trichomonas vaginalis, Spesies Candida, Neisseria gonorrhoeae,
Herpes Simpleks Virus II (genitalis), dan salah satu tipe HPV. Di antara
pathogen tersebut Clamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae adalah
patogen penyebab 50% kasus servisitis.
2. Servisitis non-spesifik
Servisitis non-spesifik relative lebih banyak di jumpai karena kuman yang
ringan sering di temukan sampai derajat tertentu pada hampir setiap multipara.
Walaupun juga sering diketahui bersamaan dengan beberapa organism
termasuk bentuk koli (coli-form), bakteroides, streptokokus, dan stafilokokus,
namun pathogenesis radang tersebut masih belum di ketahui dengan jelas.
Beberapa pengaruh predisposisi servisitis non-spesifik antara lain : trauma
pada waktu melahirkan, pemakaian alat pada prosedur ginekologi,
hiperestrinisme, hipoestrinisme, sekresi berlebihan kelenjar endoserviks,
alkalinisasi mucus serviks, eversi congenital mukosa endoserviks. Servisitis
non-spesifik dapat bersifat akut ataupun kronik, namun sebelumnya perlu di
singkirkan kemungkinan infeksi gonokokus yang menyebabkan bentuk
spesifik dari penyakit akut.
1) Servisitis akut non-spesifik
Servisitis ini relative jarang, sebenarnya terbatas pada wanita pasca
melahirkan dan biasanya di sebabkan oleh stafilokokus dan streptokokus.
Infiltrasi peradangan akut sebagian besar cenderung terbatas pada mukosa
superficial dari endoserviks dan kelenjar endoserviks (endoservisitis) yang di
sertai pembengkakan serviks dan kemerahan pada mukosa endoserviks.
2) Servisitis kronik non-spesifik
Servisitis kronik non-spesifik mungkin akan mengenai paling sedikit
50% wanita pada satu saat di hidupnya. Servisitis kronik biasanya di temukan
pada pemeriksaan rutin atau karena adanya leokorea yang parah, bila
keluhanya parah diferensiasi dengan karsinoma biasanya sukar, walau dengan
kolposkopi maupun biopsy.
B. EPIDEMIOLOGI
Servisitis secara epidemiologi memiliki prevalensi yang cukup tinggi di dunia
sehingga berdampak pada kesehatan reproduksi secara global.WHO mengestimasi
terdapat 357 juta kasus infeksi menular seksual baru ditemukan setiap tahunnya.
Infeksi menular seksual tersebut terutama disebabkan oleh
infeksi klamidia, gonorrhea, sifilis, dan trikomonas. CDC mengestimasi lebih dari 19
juta kasus infeksi menular seksual baru ditemukan di Amerika Serikat pada tahun
2010, dengan sebagian besar di antaranya berusia 15 – 24 tahun. Sebagian besar
wanita yang mengalami infeksi menular seksual termasuk servisitis tidak
menunjukkan gejala sehingga tidak dapat terdiagnosis. Selain gonorrhea dan
klamidia, servisitis juga dapat disebabkan oleh Mycoplasma genitalium. Sebuah studi
yang melibatkan 27,000 wanita menemukan prevalensi global infeksi Mycoplasma
genitalium sebesar 7,3% pada populasi risiko tinggi dan 2% pada populasi risiko
rendah. Data epidemiologi mengenai servisitis nonspesifik masih sangat minim.
C. ETIOLOGI
b. Neisseria gonorrhea: Bakteri gram negatif dalam bentuk diplokokus ini menyerang
pada selaput lendir antara lain vagina, uretra, dan daerah serviks. 50% kasusnya
asimptomatik. Serviks terdapat gambaran hiperemis disertai erosi dan terdapat sekret
mukopurulen. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa
epitel kuboid / lapis gepeng yang belum berkembang (immatur) yakni pada vagina
wanita sebelum pubertas.
e. Candidiasis Vaginalis: Infeksi jamur paling sering karena Candida albicans dengan
duh tubuh vagina bergumpal, disertai rasa gatal & terbakar di daerah vulva.
f. Human Papiloma Virus (HPV-kutil): Predisposisi infeksi virus ini antara lain :
diabetes mellitus, kehamilan dan perlukaan khususnya pada serviks. Gejalanya dapat
bervariasi, dari kutil kecil sampai sangat besar dan dengan tempat yang bervariasi
pula, yaitu vulva, vagina, perineum dan sekitar anus serta pada serviks. HPV ini juga
dpat menginfeksi serviks.
Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbentuk seperti balon atau
kantong yang terbuat dari lateks tipis atau polyurethane / nitril dan di pasang
dengan memasukannya kedalam vagina. Tujuan pemakaian kondom wanita
tidak terlepas dari dua hal yaitu mencegah sperma masuk ke vagina dan
melindungi dari penyakit menular seksual, selain manfaat tersebut alat
kontrasepsi ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan iritasi vagina,
sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Alergi spermatisid pada kondom pria: Spermatisid adalah alat kontrasepsi
berupa zat pembunuh sperma sebelum sperma masuk kedalam uterus dan
membuahi sel telur, spermatisid biasanya digunakan oleh wanita, namun
paling sering dikombinasikan dengan metode lain misalnya cup atau kondom
pria. Beberapa wanita biasanya timbul efek samping berupa alergi pada
pemakaian spermatisid, alergi ini dalam bentuk iritasi atau bias berkembang
menjadi infeksi saluran kencing. Perpaduan spermatisid dan pelumas yang
sering digunakan dengan kondom dapat memicu beberapa alergi intim,
gejalanya termasuk reaksi local, yaitu gatal, rasa sakit, bengkak, dan rasa
terbakar
2). Trauma lokal misalnya iritasi serviks akibat penggunaan tampon, benang IUD
(Intra uterine devices), pesarium dan diafragma
3). Radiasi misalnya radioterapi pada pasien kanker
4). Iritasi bahan kimia misalnya penggunaan cairan pembersih vagina yang terlalu
sering, paparan bahan lateks dari kondom dan diafragma
5). Ketidakseimbangan ekosistem vagina: Ekosistem vagina adalah lingkaran
kehidupan yang ada di vagina, ekosistem ini di pengaruhi oleh dua factor utama
yaitu estrogen dan laktobasilus, jika keseimbangan ini terganggu, bakteri
laktobasilus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga tubuh akan
rentan terhadap infeksi. Banyak factor yang menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem vagina antara lain : kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakaian
antibiotic, darah haid, cairan sperma, pembersihan dan pencucian vagina (vaginal
douching), dan gangguan hormone yaitu pada masa pubertas, menapouse, dan
kehamilan.
C. PATOFISIOLOGI
1. Epithelial
Peradangan terjadi pada serviks akibat kuman pathogen aerob dan anaerob
yang masuk ke lapisan epitel. Proses peradangan melibatkan epitel serviks dan stoma
yang mendasarinya. Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang menjadi
pintu masuk saluran genetalia, yang terjadi pada waktu persalinan atau tindakan medis
yang menimbulkan perlukaan, atau terjadi karena hubungan seksual. Selama
perkembanganya, epitel silindris penghasil mucus di endoserviks bertemu dengan
epitel gepeng yang melapisi ektoserviks os eksternal, oleh karena itu keseluruhan
serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel gepeng. Seiring dengan waktu, pada
sebagian besar wanita terjadi pertumbuhan ke bawah, epitel silindris mengalami
ektropion, sehingga skuamokolumnar menjadi terletak dibawah eksoserviks dan
mungkin epitel yang terpajan ini mengalami “Erosi” meskipun pada kenyataannya hal
ini bisa terjadi secara normal pada wanita dewasa. Remodeling ini bisa terus berlanjut
dengan regenerasi epitel gepeng dan silindirs sehingga membentuk zona transformasi.
Pertumbuhan berlebihan epitel gepeng sering menyumbat orifisium kelenjar
endoserviks di zona transformasi dan menyebabkan terbentuknya kista nabothian
kecil yang dilapisi epitel silindirs penghasil mucus. Di zona transformasi mungkin
terjadi infiltrasi akibat peradangan ringan akibat perubahan pH vagina atau adanya
mikroflora vagina.
2. Imun
D. MANIFESTASI KLINIS
Deteksi infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena
sebagian besar wanita dengan gonore atau klamidiosis tidak merasakan keluhan atau
gejala (asimtomatis). Infeksi ini ditandai dengan eksudat yang mukoid atau
mukopurulen terlihat pada endoserviks dan sekitar 19 % adanya ektopi yang
hipertropik dari serviks. Pada pemeriksaan akan tampak servik udem, dan mudah
berdarah, juga ditemui adanya folikel- folikel serviks. Keluhan yang sering dijumpai
ialah perdarahan paska koital atau pada intermenstrual; nyeri perut bagian bawah,
perdarahan bila tersentuh, serviks rapuh mudah berdarah dan terdapat keluhan nyeri
miksi. Keluhan kencing nyeri jarang dikeluhkan, lebih sering bila dihubungkan
dengan adanya uretritis dan sistitis. Pada pemerilsaan klinis dapat ditemukan kelainan
serviks berupa eksudat serviks mukopurulen, erosi, ektopik serviks, serta kemerahan
pada serviks atau folikel folikel kectl,(microfollicles). Pada wanita dengan ektopik
serviks lebih sering terjadi infeksi Chlamydia karena kebutuhan akan sel untlk
perkembang biakan mikroba (obligat inta seluler bakteri) banyak epitel kolumnar
yang terinfeksi. Keadaan ektopi serviks dapat juga ditemukan pada keadaan lain
seperti pengguna kontasepsi hormonal, atau remaja sebelum menstruasi.
b. Leukorea/duh tubuh vagina: Keluhan duh tubuh vagina abnormal biasanya
disebabkan oleh radang vagina, tetapi dapat pula akibat radang serviks yang muko-
purulen. Trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bakterial merupakan keadaan yang
paling sering menimbulkan infeksi vagina sedangkan N.gonorrhoeae dan
C.trachomatis sering menyebabkan radang serviks. Warna putih–kekuningan yang
tidak berbau dapat menunjukkan kemungkinan dari bakterial vaginosis. Warna putih–
kekuningan yang bergumpal seperti keju atau dapat juga berair yang disertai dengan
gatal dan nyeri saat berhubungan dan atau kencing dapat menunjukkan kemungkinan
adanya infeksi Candida. Secara teori, warna duh vagina pada trichomoniasis akut
terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau
tidak enak & berbusa. Kronik gejala lebih ringan & sekret dan tidak berbusa. Sekret
gonorrhae berwarna kuning-kehijauan dan kental (mukopurulen).
c. Serviks kemerahan (pemeriksaan fisik lebih lanjut)
d. Sakit pinggang bagian sacral.
e. Nyeri abdomen bawah.
f. Gatal pada area kemaluan.
g. Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam berhubungan
seksual.
h. Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi.
i. Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu keadaan yang ditandai oleh
hilangnya lapisan superficial epitel skuamosa dan pertumbuhan berlebihan jaringan
endoserviks
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Servisitis sering tidak menimbulkan gejala pada infeksi
karena klamidia, gonore. Saat muncul gejala, seringkali tidak spesifik, ditemukan
peningkatan pengeluaran duh vagina, disuria, frekuensi urinasi meningkat, dan
perdarahan intermenstrual atau postkoitus. Bila infeksi telah berlangsung lama, gejala
yang timbul berupa nyeri abdomen bawah dan punggung bawah. Oleh sebab banyak
servisitis bersifat asimtomatik, tanyakan seluruh riwayat seksual aktif wanita.
Informasi yang dibutuhkan, yaitu jumlah pasangan, penggunaan kondom, penggunaan
kontrasepsi, PSK, dan pernah terdiagnosis IMS sebelumnya. Gejala utama servisitis
adalah dispareunia, duh vagina purulen atau mukopurulen, lesi kulit genital,
perdarahan vagina abnormal, disuria, genital terasa terbakar, gatal, berbau, dan nyeri
abdomen bawah atau pelvis.
Pemeriksaan fisik harus melipti survei general, inspeksi bagian eksternal dan
pemeriksaan spekulum pelvis dan bimanual bila perlu. Pada pasien tertentu,
pemeriksaan rektal harus dilakukan. Pemeriksaan fisik merupakan evaluasi yang
penting dalam mendiagnosis servisitis tetapi, tidak terbatas pada regio pelvis saja.
Diagnosis servisitis dapat ditegakkan dengan beberapa pemeriksaan, yaitu
3). Pada keadaan kronik dapat terdapat sobeknya serviks uteri lebih luas dan
mukosa endosrviks lebih kelihatan dari luar (ektropion), dalam keadaan demikian
mukosa mudah terkena infeksi dari vagina. Serviks bisa menjadi hipertropis dan
mengeras, secret mukopurulenbertambah banyak, bila terjadi radang menahun.
F. DIAGNOSIS BANDING
a. Kandidiasis Vulvovagina
Pada kandidiasis vulvovagina pasien akan mengeluhkan rasa gatal yang berat
dan keluar duh tubuh vagina putih kental seperti susu atau keju, tidak berbau,
dan terasa panas. Pada pemeriksaan ditemukan eritema vulvovagina dengan
sel satelit, edema vulva, dan pH < 4,5. Pada kandidiasis, terdapat faktor
predisposisi yaitu higiene kulit, suasana lembab, pemakaian larutan pembersih
alat genital perempuan sehingga justru menjadi rentan, dan steroid jangka
panjang. Selain faktor-faktor tersebut, hal lain yang memengaruhi terjadinya
kandidiasis adalah pemakaian kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi,
kehamilan dan diabetes tidak terkontrol. Pada pemakaian kontrasepsi IUD,
mikroorganisme berupa jamur dapat menjadi semakin lebih mudah untuk ikut
masuk saat melakukan hubungan seksual sehingga menyebabkan terjadinya
infeksi.
b. Bacterial Vaginosis
Suatu sindrom klinis akibat perubahan ekosistem vagina, di mana terjadi
pergantian flora normal Lactobacillus sp. Sebagai penghasil H2O2 (hidrogen
peroksida) di vagina, dengan bakteri anaerob (misalnya; Bactroides
sp.,Mobiluncus sp., Prevotella sp., Gardnerella vaginalis, Mycoplasma
hominis) yang menyebabkan peningkatan pH dengan nilai pH 4,5-7,0 Duh
tubuh vagina warna putih homogen, melekat, berbau amis pada dinding vagina
dan vestibulum, kadang-kadang disertai rasa gatal. Vagina dan serviks tidak
ada kelainan. Faktor predisposisi seperti diabetes melitus, konsumsi antibiotik
sistemik yang mengganggu flora normal, setelah abortus atau kehamilan, usia
lanjut yang bersamaan dengan penurunan sistem imun dan pasien
imunodefisiensi yang didapat.
c. Trikomoniasis
Infeksi genital non spesifik adalah peradangan pada serviks yang disebabkan
oleh mikroorganisme non spesifik atau mikroorganisme bukan kuman
gonokokus, dengan kata lain tidak dapat dipastikan atau diketahui dengan
pemeriksaan laboratorium sederhana. Sediaan apus Gram: Jumlah leukosit
PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB (perempuan),tidak ditemukan etiologi
spesifik. Sediaan basah: Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis. Untuk
menentukan infeksi Chlamydia trachomatis, bila memungkinkan, dilakukan
pemeriksaan cara: Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). (kerjasama
dengan bagian mikrobiologi dan bagian parasitologi
G. TATALAKSANA
H. EDUKASI
Selain itu:
a. Jagalah kebersihan pribadi (personal hygine)
b. Setelah buang air besar keringkan genitalia eksternal dan perenium secara
menyeluruh. Bersihkan dari arah depan ke belakang setelah berkemih dan
defekasi.
c. Ganti pembalut setiap 1-4 jam setiap hari
d. Kenali pasangan seksual (riwayat menderita PMS/infeksi genetalia)
e. Menjelaskan kepada pasien bahwa servisitis merupakan IMS yang dapat
dicegah dengan menghindari hubungan seksual dengan pasangan yang
terinfeksi.
f. Melakukan pemeriksaan dan pengobatan bersama dengan pasangan, termasuk
pemeriksaan IMS dan HIV sebelum melakukan hubungan seksual
g. Kontrol kembali untuk tindak lanjut pada hari ke-3 dan hari ke-7.
h. Pasangan seks dalam kurun waktu 60 harus di evaluasi, diperiksa, dan
diberikan terapi. Anjurkan juga pasien untuk menjalani pemeriksaan pap
smear setiap 3 tahun sekali
I. KOMPLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
- CDC.2015.Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines.United States: CDC.
- Kang, Sewon, Amagai, Masayuki, et al.(Eds).2019.Fitzpatrick’s Dermatology 9th
Edition Volume 1.United States: Mc Graw-Hill Education.
- Ollendorff, Arthur T., MD. 2017.Cervicitis. diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/253402-overview#a3 tanggal 28 November
2020.
- Piszczek, J., St Jean, R., & Khaliq, Y. (2015). Gonorrhea: Treatment update for an
increasingly resistant organism. Canadian pharmacists journal : CPJ = Revue des
pharmaciens du Canada: RPC, 148(2), 82–89.
https://doi.org/10.1177/1715163515570111
- SW Menaidi, Sri Linuwih.(Eds).2019.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Ketujuh.Jakarta: FK UI.