Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL KLINIK OBSTETRI

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh :

Sheilla Dewi Sadara Widarjo

42190354

Dosen Pembimbing Klinik :

dr. Theresia Avilla Ririel K., Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

PRODI PROFESI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2020
BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas
Nama pasien : Ny. KNA
No. RM : 02-08-xx-xx
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 21 Desember 1996
Usia : 23 tahun
Alamat : Winong, Gunung Kidul
Pekerjaan : Guru
Status Pernikahan : Menikah
Masuk RS : 17 Juli 2020 pukul 15.00 WIB

II. Anamnesis (Jumat, 17 Juli 2020)


a. Keluhan Utama
Perut terasa kencang-kencang hilang timbul pukul 08.00 juga keluar air ketuban pukul 06.00.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. 23 tahun G1P0A0 uk 31+5 minggu datang pukul 15.00 rujukan RS KIA Sadewa dengan
keluhan perut terasa kencang-kencang dan keluar air ketuban warna jernih.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pada bulan April 2020 pasien melakukan operasi apendektomi dengan diagnosis
apendisitis perforata
- 3 – 4 minggu yang lalu pasien mengalami keputihan (awalnya keputihan berwarna putih
kemudian berubah menjadi kehijauan, gatal, dan berbau amis)
- Riwayat HT (-), DM(-), asma (-), alergi (-).
d. Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 - 30 hari, teratur
Lama Haid : 7 hari
Jumlah haid : 50 - 70 cc
Nyeri : tidak nyeri
Keputihan : (+) 3 – 4 minggu yang lalu
HPHT : 10/12/2019
HPL : 17/09/2020
e. Riwayat Perkawinan
1 kali menikah sejak usia 22 tahun dengan suami sekarang selama 9 bulan
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : G1P0Ah0Ab0

No Tahun Usia Cara Persalinan Penolong L/P BB Hidup/Mati Penyulit


Kehamilan
1 2020 31+2 minggu Kehamilan ini

g. Riwayat KB
Belum pernah menggunakan KB
h. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah mengalami Hipertensi
i. Riwayat Pengobatan dan Operasi
Riwayat operasi apendektomi pada bulan April 2020
j. Riwayat Alergi
Disangkal
k. Gaya Hidup
Pasien adalah seorang guru dengan aktivitas sedang. Pola makan pasien 3x sehari. Tidak ada
penurunan nafsu makan. Istirahat cukup 7-8jam/hari. Olahraga rutin (-)
l. Riwayat Laktasi
-
III. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Baik
GCS : E4 V5 M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 104/67 mmHg
Nadi : 99x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36°C
Berat Badan sebelum hamil : 50 kg
Berat Badan Sekarang : 57 kg
Tinggi Badan : 153 cm
IMT Sekarang : 24,3
IMT sebelum hamil : 21,4

2. Status Lokalis
a. Kepala
Ukuran : normocephalic
Mata : pupil bulat isokor, diameter 3 mm, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), simetris, reflex cahaya normal langsung maupun tidak langsung
Telinga : bentuk normal, simetris, otorrhea (-/-), otalgia (-/-), tinitus (-/-), penurunan
pendengaran (-/-)
Hidung : bentuk normal, rhinorea (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
b. Leher
Inspeksi : Tidak ada jejas, pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
limfonodi
c. Thoraks
 Payudara
Payudara simetris, putting menonjol, belum ada pengeluaran ASI
 Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada ketertinggalan gerak
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkursi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi: Vesikular, wheezing (-), rhonki (-)
 Abdomen
Inspeksi : striae gravidarum (+), linea nigra (+), bekas operasi apendektomi
Auskultasi: peristaltik usus (+) 16x/menit
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : Nyeri tekan (-), Teraba janin tunggal memanjang
d. Ekstremitas
Akral hangat, tidak oedem, CRT < 2 detik
e. Pemeriksaan Obstetrik
Inspeksi : striae gravidarum (+), linea nigra (+), bekas luka operasi
apendektomi (+)
Auskultasi : DJJ 138x/menit
Palpasi : TFU 22 cm, L I bokong, L II punggung kiri, L III kepala, L IV -
HIS : 1x/10 menit, durasi 20 detik, lemah
TBJ : 1600 gr
f. Pemeriksaan Ginekologi
Inspeksi genitalia : tidak ada kelainan, tampak rembesan air ketuban keluar melalui
jalan lahir warna jernih, darah(-), lendir (-)
Vaginal Toucher : Darah Lendir (-), cervix luar dilatasi 1 cm cervix dalam menutup,
tebal, ketuban rembes warna jernih, lakmus ungu +
Inspekulo : tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap :

Hemoglobin 10,0 g/dl 12,0-16,0

Leukosit 10,1 mm3 4.500-11.500

Hematokrit 30,7  35-47

Trombosit 256.000 mm3 150.000-450.000

Basofil 0,2 % 0-1

Eosinofil 1,5 % 2-4

Masa Perdarahan 2.00 Menit.detik 1.00 – 6.00

Masa Pembekuan 9.00 Menit.detik 5.00 – 12.00

- Urine lengkap :

Protein + mg/dL Negatif (-)

Lekosit +2 6 – 8 lpb +1 (<4); +2 (5 – 9); +3 (10 – 29)

Bakteri + Negatif (-)

- HbsAg : Non Reaktif


- Rapid Test : Non Reaktif
- HIV : Non Reaktif
- Kultur cervix : e.coli + enterococcus
Sens : levofloxacin, ciprofloxacin, chloramphenicol, ceftriaxone,
gentamycin, cefotaxime, vancomycin, meropenem
- Golongan darah :B
- USG : janin tunggal hidup presentasi kepala xy 1600gr (31 minggu).
Ketuban jernih 1048 cc
4. Diagnosa : Ny 23 tahun G1P0Ah0Ab0 UK 31+2 minggu dengan ketuban pecah dini preterm
(preterm premature rupture of membranes)
5. Pengobatan / Tatalaksana
Observasi TTV Ibu dan Janin
Infus Ringer Lactat + drip bricasma 8 tpm
Levofloxacin 1x750 tab
Dexamethasone 2x5 mg IM (2 hari)
Kalk 2x500 tab
Blakmores 1x1
Nifedipin 1x 10 mg
Pasang kateter urin
6. Edukasi :
Bedrest, minum obat, makan bergizi, no sex, tidak boleh aktivitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KPD
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan dari kantung
amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture
of the Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses
persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes
(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

B. EPIDEMIOLOGI KPD
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain
mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37
minggu dan secara langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran premature. Insiden
KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80% terjadi pada usia kehamilan
aterm. Sementara itu, insiden KPD preterm diperkirakan sebesar 3 - 8%.
Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30 - 40% kelahiran premature dan
merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang terjadi
sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm previable, kejadiannya kurang
dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin.
Kasus dengan ketuban pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95% dalam waktu 24 jam.
Pada ketuban pecah dini preterm terjadi risiko baik pada janin maupun pada ibu. Pada
kehamilan preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13 - 60% dan solusio plasenta terjadi
pada 4 - 12% kehamilan dengan ketuban pecah dini. Keradangan selaput ketuban atau
korioamnionitis terjadi pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm, risikonya
meningkat sampai 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Kematian janin
dilaporkan pada 3 - 22% kasus ketuban pecah dini preterm dengan usia kehamilan 16 - 28
minggu. Kejadian sepsis pada ibu sekitar 0,8% yang menyebabkan kematian 0,14%. Risiko pada
janin dapat terjadi infeksi intrauterin, penekanan tali pusat dan solusio plasenta.
C. ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai penyebab KPD, meskipun secara garis besar
KPD dapat terjadi karena lemahnya selaput ketuban, di mana terjadi abnormalitas berupa
berkurangnya ketebalan kolagen atau terdapatnya enzim kolagenase dan protease yang
menyebabkan depolimerisasi kolagen sehingga elastisitas dari kolagen berkurang.
1. Faktor Infeksi
Infeksi merupakan faktor risiko terbesar di mana sumber utama adalah infeksi ascenden
vagina dan saluran kemih. di mana bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion
sehingga memicu terjadinya inflamasi dan mengakibatkan persalinan preterm dan ketuban
pecah dini. Terdapat beberapa macam bakteri yang dihubungkan dengan persalinan preterm
dan ketuban pecah dini yaitu: Gardrenella vaginalis, Mycoplasma homnis, Chlamydia,
Ureaplasma urealyticum, Fusobacterium, Trichomonas vaginalis, Klebsiella pneumoniae,
Escherichia coli dan Hemophilus vaginalis.

2. Faktor Nutrisi
Faktor nutrisi seperti kekurangan gizi merupakan salah satu factor presdiposisi untuk
terjadinya gangguan dari struktur kolagen, yang dikaitkan dengan peningkatan risiko
pecahnya selaput ketuban. Vitamin C memegang peranan penting dalam metabolisme
matriks ekstraseluler. Vitamin C adalah suatu kofaktor untuk lysyl hidroksilase, enzim
penting yang terlibat dalam sintesis kolagen, dan defisiensi vitamin C mempengaruhi
produksi matriks ekstraseluler. Wanita hamil dengan KPD preterm terjadi defisiensi vitamin
C, dan suplementasi vitamin C pada populasi berisiko tinggi mengurangi KPD preterm.
Meskipun temuan ini mengesankan bahwa status gizi dapat mempengaruhi risiko KPD
preterm, penelitian epidemiologi dan intervensi gizi tidak menunjukkan bahwa vitamin C
mempengaruhi risiko KPD preterm sebagai akibat langsung dari konten matriks ekstaseluler
dari membrane janin. Namun, penelitian dari membran amnion dari kasus KPD
mengungkapkan bahwa terjadi pengurangan asam askorbat dan konsentrasi kolagen pada
KPD preterm dibandingkan dengan membran pada persalinan normal.
Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen
tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih
rendah pada kasus ketuban pecah dini. Penelitian oleh Hauth dkk, (2010) tentang pemberian
vitamin C dan E untuk pencegahan persalinan preterm dan ketuban pecah dini mendapatkan
bahwa pemberian vitamin C dan E mengurangi frekuensi dari ketuban pecah dini preterm
sebelum umur kehamilan 32 minggu.
3. Faktor Hormonal
Faktor hormonal juga berperan pada proses remodeling dari matriks ekstraseluler.
Hormon progesteron dan estradiol dapat menekan proses remodeling matriks ektraseluler
dengan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3, serta meningkatkan konsentrasi TIMP
pada fibroblas serviks. Konsentrasi progesteron yang tinggi menyebabkan penurunan
produksi kolagenase. Hormon relaxin yang diproduksi oleh sel desidua dan plasenta
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan
dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3
dan MMP-9 pada selaput ketuban.
Ekspresi dan aktivitas dari relaxin gen meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban kehamilan aterm. Selaput ketuban menjadi jaringan target dari hormon relaxin yang
merupakan hormon endogen, menyebabkan pelepasan enzim kolagenolitik untuk memulai
proses pelemahan dan pecahnya selaput ketuban
4. Faktor Mekanis
Peregangan secara mekanis seperti pada polihidramnion, kehamilan ganda dan berat
badan bayi besar akan menyebabkan regangan selaput ketuban. Peningkatan regangan atau
overdistensi dari uterus ini meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Secara
mekanik, regangan dari membran fetus ini akan meningkatkan produksi prostaglandin E2
dan Interleukin-8 dalam amnion, juga meningkatkan aktivitas MMP-1 dalam membran.
Interleukin-8 diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil
dan merangsang aktivitas kolagenase, selanjutnya akan menyebabkan terganggungnya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban. Prostaglandin E2 meningkatkan iritabilitas uterus,
menurunkan sistesis dari kolagen membran dan meningkatkan produksi dari MMP-1 dan
MMP-3 oleh fibroblas. Produksi interleukin-8 dan prostaglandin E2 dari amnion
menunjukkan adanya perubahan biokimia dalam selaput ketuban yang dapat diinisiasi oleh
kekuatan fisik atau regangan membran, menunjukkan bahwa kekuatan mekanik
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Produksi Interleukin-8 dan prostaglandin
amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin
dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan apoptosis.
Kondisi posisi janin yang abnormal dan Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) juga dapat
menyebabkan kegagalan kepala janin memasuki pintu masuk panggul. Panggul yang kosong
dapat mengakibatkan tekanan intrauterin yang tidak merata yang menyebabkan cairan
ketuban memasuki rongga kosong tersebut sehingga dapat menyebabkan KPD.
5. Faktor Usia Ibu
Usia adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kualitas kehamilan. Usia ibu < 20
tahun rentan mengalami ketuban pecah dini karena pada usia tersebut organ reproduksi
belum terbentuk sempurna, ligamen- ligamen yang menyanggah uterus belum berfungsi dan
belum terlalu kuat sehingga kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini atau komplikasi lain
dapat terjadi. Sedangkan pada ibu dengan usia lebih dari 35 tahun rentan mengalami KPD
karena pada usia tersebut kualitas ovum yang dihasilkan sudah berkurang dan akan
menurunkan kualitas keturunan, sehingga hamil di usia tua mempunyai kemugkinan lebih
besar tejadi tanda penyulit salah satunya kejadian KPD.
6. Faktor Jumlah Paritas
Ibu dengan multipara dan grandemultipara adalah penyebab umum terjadinya ketuban
pecah dini. Pada multipara dan grandemultipara sebelumnya sudah megalami persalinan
lebih dari satu kali yang dapat mempengaruhi kekuatan otot uterus dan abdomen, keadaan
ini akan mempengaruhi kekuatan membran untuk menahan cairan ketuban sehingga
menyebabkan selaput cairan ketuban lebih rentan untuk pecah. Selain itu, pada multipara
dengan konsistensi serviks yang tipis, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya ketuban
pecah dini karena adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan. Proses pembukaan
serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dengan konsistensi
serviks yang tipis tersebut dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini sebelum pembukaan lengkap.

D. FISIOLOGI AMNION
Selaput ketuban janin terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan oleh matriks
ekstraselular. Lapisan membran ini, khususnya pada asal mulanyajanin mengelilingi rongga
intrauterus dan merupakan kantung gestasi, di manajanin akan tumbuh dan berada di dalamnya.
Selaput ketuban merupakan suatu struktur membran yang lunak yang mengelilingi fetus selama
kehamilan. Kehamilan normal memerlukan kekuatan integritas dari membran amnion sampai
kehamilan aterm, di mana pada saat pecahnya membran ketuban merupakan bagian yang saat
vital pada saat persalinan. Lapisan korion lebih tebal dan lebih seluler, dan sedangkan lapisan
amnion lebih kaku dan kuat. Ketebalan lapisan amnion + 20% dari ketebalan membran ketuban.
Amnion dan lapisan-lapisan korion mengandung kolagen tipe I dan III di samping jenis kolagen
IV dan V.
Amnion berasal dari ektoderm embrionik dan terdiri dari 5 lapisan berbeda, yaitu lapisan
epitel, membran basalis, lapisan kompak, lapisan fibroblas, dan lapisan intermediate atau
lapisan seperti sponge. Amnion bersifat avaskuler dan tanpa nervus, dan memiliki kontak
langsung dengan cairan amnion, yang mana adalah sumber makanan bergizi bagi amnion
tersebut. Lapisan di bagian proksimal dari cairan amnion adalah epitel amnion yang
mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen seperti laminin, nidogen,
dan fibronektin, yang membentuk lapisan berikutnya berupa membran basalis.
Korion merupakan bagian terluar dari dua membran janin yang berada dalam kontak
dengan amnion pada sisi bagian dalam dan desidua maternal pada bagian luarnya. Plasenta
terdiri dari korion dan dibentuk oleh vili yang hipertrofi dari korion frondosum. Vili korion
berada di sisa korion (chorion laeve) atrofi dan dapat dikenal dalam potongan histologis sebagai
vili yang atrofi. Lapisan korion lebih tebal dari pada lapisan amion dan berisi sublapisan
jaringan ikat dan sitotrofoblas. Sel-sel sitotrofoblas dikelilingi oleh kolagen tipe IV dan lapisan
korion berikatan kuat dengan lapisan desidua, di mana sel-sel desidua dikelilingi oleh kolagen
tipe III, IV, dan V. Pada saat membran janin terpisah dari uterus saat melahirkan, beberapa
jaringan uterus yang melekat merupakan bagian dari desidua tersebut.
Membran amnion adalah struktur biologis yang transparan yang tidak memiliki saraf, otot
atau pembuluh limfe. Sumber nutrisi dan oksigen adalah dari cairan korion, cairan amnion dan
permukaan pembuluh darah janin, menjadi penyedia nutrisi melalui cara difusi. Energi
utamanya diperoleh melalui proses glikolitik anaerobik karena pasokan oksigen terbatas.
Transporter protein Glukosa ditemukan di permukaan apikal sel epitel membran amnion.

Membran amnion bukan hanya struktur avaskular sederhana, tetapi memiliki beberapa
fungsi metabolisme seperti transportasi air dan bahan-bahan larut dan produksi faktor bioaktif,
termasuk peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitokin. Salah satu fungsi dasar dari
membran amnion adalah untuk menjaga perkembangan embrio dengan melindunginya dari
lingkungan, di mana embrio dapat tumbuh bebas dari tekanan dari struktur yang mengelilingi
tubuhnya. Resistensi tekanan dari membran amnion utamanya terkait dengan lapisan interstitial
kolagen tipe I, II dan elastin. Di sisi lain, elastisitas amnion utamanya disebabkan oleh kolagen
tipe III, yang merupakan kolagen interstitial untuk mempertahankan ketahanan membran amnion
terhadap faktor proteolitik.

E. PATOGENESIS KETUBAN PECAH DINI


Ketuban pecah dini terjadi setelah terdapat aktivasi dari multifaktorial dan berbagai
mekanisme. Faktor epidemiologi dan faktor klinis dipertimbangkan sebagai pencetus dari
ketuban pecah dini. Faktor ini termasuk infeksi traktus reproduksi pada wanita (Bakterial
vaginosis, Trikomoniasis, Gonorrhea, Chlamydia, dan korioamnionitis subklinis), faktor-faktor
perilaku (merokok, penggunaan narkoba, status nutrisi, dan koitus), komplikasi obstetri
(kehamilan multipel, polihidramnion, insufisiensi servik, operasi servik, perdarahan dalam
kehamilan, dan trauma antenatal), dan kemungkinan karena perubahan lingkungan (tekanan
barometer). Sinyal biokimia dari fetus termasuk sinyal apoptosis dan sinyal endokrin dari fetus,
juga merupakan implikasi dalam inisiasi dari terjadinya ketuban pecah dini.
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah tepi robekan
selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen
pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di
daerah lapisan retikuler atau trofoblas. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Terdapat teori yang menyatakan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal akan pecah
dengan hanya diperlukan 20 - 50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk menimbulkan robekan
di area selaput ketuban lainnya. Berbagai penelitian mendukung konsep adanya perbedaan zona
pada selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah
dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya perubahan pada susunan biokimia
dan histologi. Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban
dan berperan sebagai initial breakpoint (Rangaswamy dkk., 2012).
KPD juga dapat terjadi akibat degradasi jaringan kolagen matriks ekstraseluler. Degradasi
dari jaringan kolagen matriks ekstraseluler dimediasi oleh enzim matriks metalloproteinase
(MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini dihambat oleh tissue inhibitor
matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat menjelang persalinan, terjadi ketidakseimbangan
dalam interaksi antara matrix MMP dan TIMP, peningkatan aktivitas kolagenase dan protease,
peningkatan tekanan intrauterin.
F. GEJALA KLINIK
1. Ketuban pecah tiba – tiba, pancaran involunter atau kebocoran cairan jernih dari vagina
merupakan gejala khas.
2. Cairan tampak di introitus
3. Tidak ada his dalam 1 jam atau jarang
4. Gejala klinis lainnya adalah gejala dari infeksi atau korioamnionitis seperti adanya
demam yang menyertai.

G. DIAGNOSA KLINIS
Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan selanjutnya.
Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan lahir atau
basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat lanjut dapat disertai
mekonium.
2. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju kanalis
servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan cairan amnion yang keruh
dan berbau.
3. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion, namun
dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab oligohidramnion dengan
penyebab lainnya.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya
peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk mendapatkan
bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau
bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di mana
cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada cairan
vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5. Namun pada tes ini,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan tes,
sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan diamati di
bawah mikroskop untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang berasal dari cairan
ketuban menyerupai bentuk seperti pakis.

H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan korioamnionitis
berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis korioamnionitis secara klinis ditandai
dengan adanya demam 38 ° C dan minimal 2 dari kondisi berikut : takikardia pada ibu,
takikardia pada janin, nyeri tekan uterus, cairan ketuban berbau busuk, atau darah ibu
mengalami leukositosis. Rongga ketuban umumnya steril. Invasi mikroba dari rongga
ketuban mengacu pada hasil kultur mikroorganime cairan ketuban yang positif, terlepas
dari ada atau tidaknya tanda atau gejala klinis infeksi. Pasien dengan KPD memiliki
kejadian solusio plasenta sekitar 6%. Solusio plasenta biasanya terjadi pada kondisi
oligohidroamnion lama dan berat. Data sebuah analisis retrospektif yang didapatkan dari
semua pasien dengan KPD berkepanjangan menunjukkan risiko terjadinya solusio
plasenta selama kehamilan sebesar 4%. Alasan tingginya insiden solusio plasenta pada
pasien dengan KPD adalah penurunan progresif luas permukaan intrauterin yang
menyebabkan terlepasnya plasenta. Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan
malpresentasi serta terjadinya partus kering juga merupakan komplikasi maternal yang
dapat terjadi pada KPD.
2. Komplikasi Neonatus
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan dengan infeksi yang
terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm banyak disebabkan oleh sindrom
gangguan pernapasan. Pada penelitian Patil, dkk (India,2014) KPD berkepanjangan
meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3% dan sepsis sebesar 8,7%. Infeksi
dapat bermanifestasi sebagai septikemia, meningitis, pneumonia, sepsis dan
konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari kematian perinatal dilaporkan dalam literatur
berkisar dari 2,6 hingga 11%. Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar
pasien mengalami oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan kebocoran
cairan ketuban yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban akan membuat rahim
memberikan tekanan terus-menerus kepada janin sehingga tumbuh kembang janin
menjadi abnormal seperti terjadinya kelainan bentuk tulang.

I. PENATALAKSANAAN
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
ibu maupun bayinya.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini harus dipertimbangkan beberapa hal
sebagai berikut:
A. Fase laten:
a) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
b) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
c) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
a. Abdomen terasa tegang.
b. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
c. Kultur cairan amnion positif.
B. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang mempunyai
program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin, semakin besar
kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan terminasi memerlukan
pertimbangan keluarga.
C. Presentasi janin intrauterin
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi kehamilan. Pada
letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan seksio sesarea.
a) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan
maternal terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
b) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi kehamilan
banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin lebih
matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar
dan membahayakan janin serta situasi maternal.
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan
komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan
disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin
memanjang L.P-nya.
Penatalaksanaan KPD berdasarkan umur kehamilan.
1. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu: diberi antibiotika, Observasi suhu
rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu
dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda
inpartu dilakukan terminasi
2. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm yaitu:
a. EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin 1 gram/ hari
tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari
selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau
belum inpartu segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada
kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi.
b. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan Observasi 2x24 jam,
melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam, Pemberian antibiotika/kortikosteroid,
pemberian Ampicilline 1 22 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan
Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam ),
melakukan VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his/inpartu. Bila suhu
rektal meningkat >37,6°C segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG:
bagaimana jumlah air ketuban.

J. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan bayi serta adanya infeksi
atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu) memiliki prognosis
yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia kehamilan saat diagnosis (dari 12%
ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% bila didiagnosis pada 25-26 minggu).
Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga bila bayi selamat dan dilahirkan
memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm
maka prognosis lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga terkadang pada
aterm sering digunakan induksi untuk membantu persalinan.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, Lindsay H. Biological Mechanisms That Might Underlie Iron’s Effects On Fetal Growth
and Preterm Birth. The Journal Of Nutrition 581S589S Antonius. 2007.
Perawatan Ketuban Pecah Dini. Jakarta : Muha Medika Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian, Jakarta : Rineka
Cipta Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap II LC, Wendstrom KD. 2005.
William Obstetrics, 22nd Edition, Chapter 21 Disorder of Aminic Fluid Volume . USA :
McGRAW-HILL
Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Terjadinya Sepsis Neonatorium di RSUD Dr
Moewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Goldenberg, Robert L, Culhane, Jennifer F, Iams, Jay D, Romero, Roberto. Epidemiology and
Causes of Preterm Birth. The Lancet 75-84 Manuaba
Mansjoer Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescularius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Maria. 2007. Ketuban Pecah Dini Berhungan Erat Dengan Persalinan Preterm dan Infeksi
Intrapartum. Jakarta : CDK
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo..
Prawirohadrjo, Sarwono. 2011 .Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai