FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH :
Anwar Hakim Bin Shamshul Kamal
C014182191
PEMBIMBING SUPERVISOR :
Dr. dr. Deviana Soraya Riu, Sp.OG(K)
PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Angelina F. Rumintjap
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 52 tahun
Suku / Bangsa : Makassar/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Makassar
MRS : 07/8/2020
Lama pernikahan : 27 tahun
Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh perdarahan pada jalan lahir
Riwayat perjalanan Penyakit :
Ibu Masuk Rumah Sakit dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir dirasakan sejak
1 tahun yang lalu. Warna darah segar dan kadang-kadang coklat. Jumlah perdarahan
diperkirakan sebanyak 2 pembalut. Tidak ada nyeri. Pasien terakhir haid 5 tahun lalu.
Setelah berhubungan juga didapatkan perdarahan berlaku. Tidak ada nyeri saat
berhubungan. Keputihan tidak ada. Pasien tidak alami sebarang kesulitan beraktivitas.
Riwayat mengalami keluahn yang sama tidak ada. Pasien tidak mengalami keluhan
penurunan berat badan. Nafsu makan biasa. Tidak mual dan muntah. Sesak tidak ada.
BAK dan BAB dirasakan lancar.
1. Riwayat Haid
Menarche : Umur 13 tahun
Lama haid : 8 Hari
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : Tidak
Banyak : 3 – 4x ganti pembalut sehari
3. Riwayat Ginekologi
Infertilitas : Tidak ada
Penyakit : Tidak ada
Operasi : Tidak pernah
4. Riwayat KB
Kontrasepsi dipakai/lalu : Pil KB, Injeksi per 3 bulan, IUD
Keluhan :-
Lama pemakaian : 7 tahun
Alasan berhenti : Sudah menopause
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,7 º C
1 Berat badan : 57 kg
2 Tinggi badan : 158 cm
3 IMT : 22.83kg/m2 (normal)
Pemeriksaan Ginekologi
a. Inspekulo: Tampak massa bulat berukuran sebesar kelereng keluar dari OUE
berwarna kemerahan. Ada fluxus.
b. Pemeriksaan dalam :
Vulva/Vagina : Tidak ada kelainan/ tidak ada kelainan
Portio : Atrofi
Pemeriksaan Penunjang
Transvaginal Ultrosonografi dan Saline Infus Sonografi
Penatalaksanaan
- Rencana ekstirpasi polip serviks
- Rencana histeroskopi biopsi terpandu polip endometrium
Prognosis
BAB 1
PENDAHULUAN
Menopause didefinisikan sebagai suatu kondisi apabila terjadinya amenore 12 bulan berturut-
turut. Pada sebagian besar wanita, menopause terjadi pada rata-rata usia 51 tahun, sebagai
akibat daripada berlakunya perubahan hormonal yang kompleks dan disertai penurunan
folikel ovarium. Seiring dengan penurunan kadar hormon, menopause sering dikaitkan
dengan pengalaman hot flashes, keringat malam, masalah sulit tidur, perubahan mood, dan
kekeringan pada vagina.1
Perdarahan pascamenopause (PMB) dapat didefinisikan sebagai perdarahan uterus yang
terjadi setidaknya satu tahun setelah menopause. Perdarahan pascamenopause adalah masalah
klinis yang umum didapatkan di rumah sakit. Insiden PMB yang secara spontan pada
populasi umum dapat mencapai 10% terjadi segera setelah menopause.2
PMB sering disebabkan oleh abnormalitas endometrium, dan boleh terjadi secara jinak atau
ganas. Pada wanita pascamenopause dengan perdarahan vagina, diperkirakan 10% -15% akan
mengalami karsinoma endometrium.2
Penyebab PMB penyakit jinak yang banyak ditemukan adalah seperti atrofi vagina atau
endometrium, peggunaan terapi penggantian hormone (HRT), polip endometrium atau
serviks. Namun penyebab lainnya antara lain dapat ditemukan penyakit ginekologi ganas
seperti kanker serviks, kanker endometrium, dan sarkoma uterus.3,4
Polip endometrium atau polip uterin adalah pertumbuhan abnormal yang mengandung
kelenjar, stroma, dan pembuluh darah yang menonjol dari lapisan uterus (endometrium) yang
menempati ruang kecil atau cukup besar untuk mengisi rongga rahim.5
Jika polip endometrium melekat pada permukaan rahim dengan tangkai memanjang sempit,
maka itu dikenal sebagai bertangkai, namun, jika mereka memiliki dasar datar yang besar,
tidak adanya tangkai, merupakan polip sesil.5
Polip serviks merupakan pertumbuhan daripada epitel kolumnar serviks dan terjadi pada
sekitar 2–5% wanita.6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan uterus pascamenopause didefinisikan sebagai perdarahan uterus setelah haid
berhenti secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium dan terjadi setelah 12
bulan pascamenopause. Perdarahan dapat terjadi secara spontan atau terkait dengan terapi
penggantian hormon ovarium atau penggunaan modulator reseptor estrogen selektif.4
Polip endometrium atau polip uterin adalah pertumbuhan abnormal yang mengandung
kelenjar, stroma, dan pembuluh darah yang menonjol dari lapisan uterus (endometrium) yang
menempati ruang kecil atau cukup besar untuk mengisi rongga rahim.5
Polip endoserviks (ECP) adalah spesimen rutin dan umum didapatkan dalam patologi
ginekologi. Secara mikroskopis, proliferasi jinak ini menunjukkan tangkai fibrovaskular dan
kelenjar endoserviks, dan terkadang disertai dengan metaplasia skuamosa, peradangan kronis,
atau ulserasi jika teriritasi.7
2.2 Epidemiologi
Pada penelitian oleh Astrup dan Olivarius, total kejadian tahunan perdarahan
pascamenopause adalah sebanyak 134/1000 orang yang rata-rata wanita berusia 45–54
tahun.8
Ini sekitar 10 kali lebih tinggi prevalensi kejadian perdarahan pascamenopause pada
kelompok usia yang sebanding yang ditemukan dalam sebuah penelitian di Swedia, di mana
kejadian tahunan perdarahan pascamenopause adalah 14,6 / 1000 pada wanita di bawah usia
50 tahun dan 12,7 / 1000 pada wanita berusia 50 tahun. – 54 tahun.8
Polip endometrium adalah temuan patologis yang paling sering diamati di rahim dan biasanya
merupakan lesi jinak. Prevalensi pasti dari polip endometrium tidak diketahui, namun
Dreisler dkk. melaporkan 82% wanita yang memiliki polip diverifikasi histopatologi
merupakan kasus asimptomatik. Namun demikian, polip endometrium ditemukan pada
sekitar 50% kasus perdarahan uterus abnormal dan 35% pada kasus infertilitas.5
Pada penelitian perdarahan uterus abnormal menunjukkan bahwa polip endometrium dapat
didiagnosis pada 10-40% wanita dengan gejala tersebut. Polip endometrium juga didiagnosis
pada 1-12% wanita tanpa gejala pada pemeriksaan ginekologi rutin termasuk pada
pemeriksaan USG transvaginal. Prevalensi polip endometrium yang relatif tinggi pada wanita
infertil yang dijadwalkan untuk fertilisasi in vitro (IVF) ditemukan sebesar 32%,
menunjukkan hubungan kausatif antara adanya polip endometrium dengan infertilitas.9
Polip serviks merupakan pertumbuhan daripada epitel kolumnar serviks dan terjadi pada
sekitar 2–5% wanita.6
2.3 Etiologi
Penyebab pasti dari polip endometrium tidak diketahui, namun ada beberapa teori yang
diajukan berkaitan dengan etiologi dan patogenesis lesi ini.5
Polip diyakini terkait dengan stimulasi estrogen, ini akibat dari peningkatan konsentrasi
reseptor estrogen (ERs), terutama ER-alfa dalam sel kelenjar polip dibandingkan dengan
endometrium normal, dan penurunan ekspresi reseptor progesteron (PR) A dan B pada polip
dibandingkan dengan endometrium normal. Polip endometrium mengandung ER dan PR, dan
konsentrasi reseptor ini telah ditemukan jauh lebih tinggi di epitel kelenjar pada polip
endometrium dibandingkan dengan epitel normal.5
Konsentrasi ER dan PR telah diamati menurun dalam sel stroma polip endometrium, 15 yang
dapat mencegah stroma polip mengalami perubahan desidua dan pelepasan menstruasi yang
terlihat di bagian lain endometrium.5
Dipercayai bahwa polip servikal ini berasal dari perdangan berulang pada serviks akibat
respons fokal terhadap rangsangan hormonal.10
Polip serviks terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan hiperplasia endometrium
dan polip endometrium, menunjukkan bahwa kadar estrogen yang tinggi menjadi faktor
etiologi.10
2.4.1 Tamoxifen
2.4.3 Obesitas
2.4.4 Umur
Nappi dkk menyatakan bahwa diabetes, hipertensi, dan obesitas adalah faktor risiko
independen untuk perkembangan polip endometrium, tetapi analisis statistik dari
semua variabel independent tersebut menunjukkan bahwa hanya peningkatan usia
pasien yang merupakan faktor risiko yang signifikan.11
Frekuensi terbesar terjadinya polip endometrium dalam penelitian Shetty dkk ini
adalah pada rentang usia 40-59 tahun. Temuan ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Peterson dan Novak, Van Bogaert, dan Costa-Paiva et al.12
Pada penelitian Seema dkk, mayoritas kasus polip servikal adalah pada rentang usia
24-45 tahun.6
2.4.5 Multipara
Sekitar 97,4% polip endometrium dalam penelitian ini terlihat pada wanita multipara
yang serupa dengan temuan Costa-Paiva et al. yaitu sebanyak 91,4%.12
Polip servikal biasanya terjadi pada pasien multipara berusia 40-an hingga 50-an.6
Diperkirakan bahwa paritas memiliki hubungan positif dengan perkembangan polip
serviks karena persalinan berulang meningkatkan paparan stroma serviks ke tingkat
estrogen yang tinggi.6
2.5 Progresifitas
Sebuah tinjauan sistematis studi polip endometrium mengumpulkan data dari 46 studi yang
mencakup 9266 wanita dengan gejala dan asimtomatik sebelum dan sesudah menopause
dengan polip endometrium. Sebagian besar penelitian bersifat retrospektif dan menunjukkan
variasi yang besar karena campuran kasus yang heterogen mengenai usia dan gejala pasien.
Prevalensi atipia dan keganasan masing-masing adalah 0,8% dan 3,1%.11
Sebagian kecil dari kasus polip endometrium, sekitar 1,0%, dapat menjadi hiperplastik atau
menunjukkan transformasi ganas. Subtipe kanker yang paling umum adalah adenokarsinoma
endometrioid dan adenokarsinoma serosa.5
Risiko berkembangnya polip endometrium menjadi ganas tampaknya terkait dengan hal-hal
berikut: gejala, usia, obesitas, hipertensi, ukuran polip, penggunaan Tamoxifen dan terapi
penggantian hormone (HRT). Baik perdarahan vagina simptomatik maupun status
pascamenopause pada wanita dengan polip endometrium dikaitkan dengan peningkatan risiko
keganasan. Insiden transformasi maligna pada polip endometrium meningkat seiring
bertambahnya usia.5
Berzolla dkk yang menemukan tingkat prevalensi setinggi 0,1% untuk polip servikal menjadi
ganas.6
Kebanyakan polip serviks jinak, tetapi dari satu penelitian, peluang polip menjadi ganas dapat
terjadi pada 0,2–1,5% kasus.13
2.6.1 Perdarahan
Polip endometrium sebagian besar merupakan lesi tanpa gejala, meskipun dapat
muncul dengan perdarahan uterus yang abnormal.5
Perdarahan uterus abnormal adalah gejala polip endometrium yang paling umum,
terjadi pada sekitar 68% wanita pra dan pasca menopause dengan kondisi ini.5
Perdarahan mungkin karena kongesti stroma di dalam polip yang menyebabkan stasis
vena dan nekrosis apical. Perdarahan uterus abnormal meningkat seiring
bertambahnya usia: perdarahan pada wanita premenopause diamati 6% lebih sedikit
dibandingkan pada pascamenopause.5
Driesler dkk. lebih lanjut menyatakan dalam penelitian bahwa ukuran polip, jumlah
polip dan lokasi anatomi polip tidak berkorelasi dengan gejala perdarahan.5
Polip endometrium multipel ditemukan pada 26% wanita pascamenopause dan 15%
wanita pramenopause.5
2.7.1 Anamnesis5,9,11
1. Keadaan Umum
Biasa normal melainkan terjadinya menomethorragia
2. Pemeriksaan Luar
Inspeksi
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
Palpasi
- Nyeri tekan (jarang ditemukan).
Auskultasi
- Normal
3. Pemeriksaan spekulum
Apabila serviks telah terbuka, maka dapat dilihat posisi polip (bertangkai atau
sesil)
a. Ultrasonografi Transvaginal
Alat utama untuk diagnosis awal polip endometrium adalah ultrasonografi
transvaginal (TVUS). Ini dicapai dengan memasukkan probe ultrasonik
melalui vagina untuk memvisualisasikan rongga rahim. Polip endometrium
tampak sebagai lesi hiperekogenik dengan kontur reguler. Kelenjar kistik
dapat terlihat di dalam polip.
Polip endometrium terlihat sebagai massa fokal atau penebalan nonspesifik.
Temuan ini, bagaimanapun, tidak spesifik untuk polip karena leiomioma
(fibroid) terutamanya bentuk submukosa memiliki karakteristik yang sama.
TVUS memiliki sensitivitas yang dilaporkan sebesar 19% –96%, spesifisitas
53% –100%, nilai predikatif positif (PPV) 75% –100% dan nilai prediksi
negatif (NPV) 87% –97% untuk mendiagnosis polip endometrium.
2.8 Penatalaksanaan5,10,11,13,14,15,16
Penatalaksanaan polip endometrium bergantung pada gejala, risiko keganasan, dan masalah
kesuburan. Ini dapat dikelompokkan dalam bedah konservatif, bedah radikal dan non-bedah
konservatif. Polip kecil tanpa gejala dapat sembuh secara spontan, dalam kasus ini pasien
akan diobservasi.
Terapi hormon progesteron pasca histeroskopi dilaporkan memiliki efek klinis yang baugs
dalam pengobatan polip endometrium karena terbukti efektif mencegah rekurensi polip
endometrium.
2.8.1 Histeroskopi Polip Endmetrium
Polipektomi histeroskopi direkomendasikan menjadi pengobatan yang optimal
untuk menghilangkan polip endometrium. Reseksi polip dengan perawatan
bedah telah menghasilkan hasil yang sangat memuaskan dengan pengurangan
gejala perdarahan pasien.
Ada berbagai metode yang dilakukan untuk reseksi polip pada histeroskopi;
bagaimanapun, tidak ada studi komparatif untuk metode-metode ini berkenaan
dengan kemanjuran atau biaya, dan metode pilihan adalah tergantung kepada
pilihan Rumah Sakit dan dokter.
Histeroskopi memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada pencitraan lain dan
juga memungkinkan pengambilan sampel langsung dan pengangkatan polip
endometrium. Hasil yang memuaskan dari perawatan polipektomi histeroskopi
tetap sama dan tidak dipengaruhi dari status menopause, ukuran dan jumlah
polip.
Bila serviks lunak dan berdilatasi, sedangkan polip cukup besar, maka
histeroskopi harus dilakukan, terlebih lagi bila pedikel sukar dilihat. Eksplorasi
serviks dan kavum uteri menggunakan histeroskop dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya polip lain di daerah itu. Seluruh jaringan yang
diambil perlu diperiksa secara histoPA untuk menilai secara spesifik apakah
massa polipoid berdegenerasi jinak, pre-maligna, atau malignansi. Bila dari
hasil pemeriksaan sekret serviks ditemukan profil sel-sel infektif, atau secara
klinis dan laboratoris mengarah kepada infeksi, maka pemberian antibiotik
dianjurkan untuk kasus ini.
2.9 Prognosis6,13,16
Prognosis penyakit umumnya baik bagi kedua jenis polip ini. Namun pada penelitian, insiden
terjadi rekurensi polip serviks adalah sebanyak 3–11%. Alasan kekambuhan masih belum
jelas. Namun, kekambuhan dapat terjadi akibat eksisi yang tidak lengkap atau paparan
stroma serviks dan epitel yang terus-menerus terhadap stimulus awal terjadinya
pertumbuhan polip. Interval antara kekambuhan berkisar antara 2–5 tahun. Dari penelitian
didapatkan juga ada hubungan yang signifikan antara kekambuhan dan paritas, adanya
gejala dan pengangkatan polip di bawah anestesi umum.
Daftar Pustaka