Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI AGUSTUS 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS: POLIP ENDOMETRIUM DAN POLIP SERVIKS

DISUSUN OLEH :
Anwar Hakim Bin Shamshul Kamal
C014182191
PEMBIMBING SUPERVISOR :
Dr. dr. Deviana Soraya Riu, Sp.OG(K)
PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Angelina F. Rumintjap

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2020
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 52 tahun
Suku / Bangsa : Makassar/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Makassar
MRS : 07/8/2020
Lama pernikahan : 27 tahun

Nama Suami : Tn. T


Umur : 54 tahun
Suku / Bangsa : Makassar/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Makassar

Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh perdarahan pada jalan lahir
Riwayat perjalanan Penyakit :
Ibu Masuk Rumah Sakit dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir dirasakan sejak
1 tahun yang lalu. Warna darah segar dan kadang-kadang coklat. Jumlah perdarahan
diperkirakan sebanyak 2 pembalut. Tidak ada nyeri. Pasien terakhir haid 5 tahun lalu.
Setelah berhubungan juga didapatkan perdarahan berlaku. Tidak ada nyeri saat
berhubungan. Keputihan tidak ada. Pasien tidak alami sebarang kesulitan beraktivitas.
Riwayat mengalami keluahn yang sama tidak ada. Pasien tidak mengalami keluhan
penurunan berat badan. Nafsu makan biasa. Tidak mual dan muntah. Sesak tidak ada.
BAK dan BAB dirasakan lancar.
1. Riwayat Haid
Menarche : Umur 13 tahun
Lama haid : 8 Hari
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : Tidak
Banyak : 3 – 4x ganti pembalut sehari

2. Riwayat Kehamilan, Nifas, dan Persalinan yang Lalu


Penyulit Anak Nifas
Hamil Tgl Usia Jenis Penolon kehamilan
Ke- Partus Kehamilan partus g dan JK BB PB ASI Penyulit
persalinan
I 1994 39minggu PPN Bidan - L 3300 +
II 1996 38minggu PPN Bidan - L 3500 +
III 2000 37minggu PPN Bidan - L 3200 +
IV 2007 38minggu PPN Bidan - P 3200 +

3. Riwayat Ginekologi
Infertilitas : Tidak ada
Penyakit : Tidak ada
Operasi : Tidak pernah

4. Riwayat KB
Kontrasepsi dipakai/lalu : Pil KB, Injeksi per 3 bulan, IUD
Keluhan :-
Lama pemakaian : 7 tahun
Alasan berhenti : Sudah menopause

5. Riwayat Penyakit Lainnya


Tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,7 º C
1 Berat badan : 57 kg
2 Tinggi badan : 158 cm
3 IMT : 22.83kg/m2 (normal)

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala
 Rambut : Kebersihan cukup, rontok (-)
 Wajah : Pucat (-), sianosis (-), cloasma gravidarum (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+)
 Mulut : Simetris, bibir sianosis (-), gigi karies (-), gusi perdarahan
(-), lidah kotor (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP
5 – 2 cmH2O
Thorax
 Inspeksi : Bentuk simetris kanan dan kiri, tarikan dada (-),
Retraksi (-), mammae dbn
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
 Auskultasi :
o Pulmo : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
o Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Simetris, abdomen datar, bekas luka operasi (-), striae (-), linea (-)
 Palpasi : Supel,hepar dan lien tidak teraba,massa (-),nyeri tekan perut bawah(-)
 Perkusi : Tympani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Simetris (+), akral dingin (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Ginekologi
a. Inspekulo: Tampak massa bulat berukuran sebesar kelereng keluar dari OUE
berwarna kemerahan. Ada fluxus.
b. Pemeriksaan dalam :
Vulva/Vagina : Tidak ada kelainan/ tidak ada kelainan

Portio : Atrofi

Massa tumor : Konsistensi padat kenyal, terfiksasi, ukuran anggaran 3x3 cm


terdapat sedikit perdarahan

Kesan: Polip serviks

Pemeriksaan Penunjang
 Transvaginal Ultrosonografi dan Saline Infus Sonografi

A: Pada TSVU didapatkan penebalan endometrium yang irregular

B: Pada SIS terlihat 2 massa hiperekogenik

Kesan: Polip endometrium multipel


 Darah rutin (07 – 08 – 2020)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
07 Agustus 2020
HEMATOLOGI
WBC 11.1 4.00-10.0 10^3/ul
RBC 3.94 4.00-6.00 10^6/ul
HGB 10,0 10.0-16.0 Gr/dl
HCT 30.8 37.0-48.0 %
MCV 79.7 80.0-97.0 fL
MCH 25.8 26.5-33.5 Pg
MCHC 32.4 31.5-35.5 Gr/dl
PLT 304 150-400 10^3/ul
KIMIA DARAH
mg/dl
GDS 80-140
IMUNOSEROLOGI

HBsAg Non Reaktif


Resume
Ibu Masuk Rumah Sakit dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir dirasakan sejak 1
tahun yang lalu. Warna darah segar dan kadang-kadang coklat. Tidak ada nyeri. Pasien
terakhir haid 5 tahun lalu. Setelah berhubungan juga didapatkan perdarahan berlaku.
Tidak ada nyeri saat berhubungan. Pemeriksaan fisis umum dalam batas normal. Pada
pemeriksaan inspekulo tampak tampak massa bulat berukuran sebesar kelereng keluar
dari OUE berwarna kemerahan. Ada fluxus dan pada pemeriksaan dalam didapatkan
atrofi portio, massa konsistensi padat kenyal, terfiksasi, ukuran anggaran 3x3 cm
terdapat sedikit perdarahan. Pada pemeriksaan TSVU dan SIS di dapatkan penebalan
endometrium irregular dan multiple massa. Pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal.
Diagnosis Kerja
Polip Cervix dan Polip Endometrium

Penatalaksanaan
- Rencana ekstirpasi polip serviks
- Rencana histeroskopi biopsi terpandu polip endometrium

Prognosis

Quo ad vitam et fungsionam : dubia ad bonam

BAB 1
PENDAHULUAN
Menopause didefinisikan sebagai suatu kondisi apabila terjadinya amenore 12 bulan berturut-
turut. Pada sebagian besar wanita, menopause terjadi pada rata-rata usia 51 tahun, sebagai
akibat daripada berlakunya perubahan hormonal yang kompleks dan disertai penurunan
folikel ovarium. Seiring dengan penurunan kadar hormon, menopause sering dikaitkan
dengan pengalaman hot flashes, keringat malam, masalah sulit tidur, perubahan mood, dan
kekeringan pada vagina.1
Perdarahan pascamenopause (PMB) dapat didefinisikan sebagai perdarahan uterus yang
terjadi setidaknya satu tahun setelah menopause. Perdarahan pascamenopause adalah masalah
klinis yang umum didapatkan di rumah sakit. Insiden PMB yang secara spontan pada
populasi umum dapat mencapai 10% terjadi segera setelah menopause.2

PMB sering disebabkan oleh abnormalitas endometrium, dan boleh terjadi secara jinak atau
ganas. Pada wanita pascamenopause dengan perdarahan vagina, diperkirakan 10% -15% akan
mengalami karsinoma endometrium.2

Penyebab PMB penyakit jinak yang banyak ditemukan adalah seperti atrofi vagina atau
endometrium, peggunaan terapi penggantian hormone (HRT), polip endometrium atau
serviks. Namun penyebab lainnya antara lain dapat ditemukan penyakit ginekologi ganas
seperti kanker serviks, kanker endometrium, dan sarkoma uterus.3,4

Polip endometrium atau polip uterin adalah pertumbuhan abnormal yang mengandung
kelenjar, stroma, dan pembuluh darah yang menonjol dari lapisan uterus (endometrium) yang
menempati ruang kecil atau cukup besar untuk mengisi rongga rahim.5

Polip endometrial ditemukan selama fase reproduksi maupun pascamenopause. Mayoritas


polip terletak di fundus. Ukurannya berkisar dari sekitar 5 mm hingga sebesar mengisi
seluruh rongga rahim, dan dapat ditemukan di semua kelompok usia, namun, paling umum
antara usia 40 dan 49 tahun.5

Jika polip endometrium melekat pada permukaan rahim dengan tangkai memanjang sempit,
maka itu dikenal sebagai bertangkai, namun, jika mereka memiliki dasar datar yang besar,
tidak adanya tangkai, merupakan polip sesil.5

Polip serviks merupakan pertumbuhan daripada epitel kolumnar serviks dan terjadi pada
sekitar 2–5% wanita.6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan uterus pascamenopause didefinisikan sebagai perdarahan uterus setelah haid
berhenti secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium dan terjadi setelah 12
bulan pascamenopause. Perdarahan dapat terjadi secara spontan atau terkait dengan terapi
penggantian hormon ovarium atau penggunaan modulator reseptor estrogen selektif.4

Polip endometrium atau polip uterin adalah pertumbuhan abnormal yang mengandung
kelenjar, stroma, dan pembuluh darah yang menonjol dari lapisan uterus (endometrium) yang
menempati ruang kecil atau cukup besar untuk mengisi rongga rahim.5

Polip endoserviks (ECP) adalah spesimen rutin dan umum didapatkan dalam patologi
ginekologi. Secara mikroskopis, proliferasi jinak ini menunjukkan tangkai fibrovaskular dan
kelenjar endoserviks, dan terkadang disertai dengan metaplasia skuamosa, peradangan kronis,
atau ulserasi jika teriritasi.7

2.2 Epidemiologi

Pada penelitian oleh Astrup dan Olivarius, total kejadian tahunan perdarahan
pascamenopause adalah sebanyak 134/1000 orang yang rata-rata wanita berusia 45–54
tahun.8

Ini sekitar 10 kali lebih tinggi prevalensi kejadian perdarahan pascamenopause pada
kelompok usia yang sebanding yang ditemukan dalam sebuah penelitian di Swedia, di mana
kejadian tahunan perdarahan pascamenopause adalah 14,6 / 1000 pada wanita di bawah usia
50 tahun dan 12,7 / 1000 pada wanita berusia 50 tahun. – 54 tahun.8

Polip endometrium adalah temuan patologis yang paling sering diamati di rahim dan biasanya
merupakan lesi jinak. Prevalensi pasti dari polip endometrium tidak diketahui, namun
Dreisler dkk. melaporkan 82% wanita yang memiliki polip diverifikasi histopatologi
merupakan kasus asimptomatik. Namun demikian, polip endometrium ditemukan pada
sekitar 50% kasus perdarahan uterus abnormal dan 35% pada kasus infertilitas.5

Pada penelitian perdarahan uterus abnormal menunjukkan bahwa polip endometrium dapat
didiagnosis pada 10-40% wanita dengan gejala tersebut. Polip endometrium juga didiagnosis
pada 1-12% wanita tanpa gejala pada pemeriksaan ginekologi rutin termasuk pada
pemeriksaan USG transvaginal. Prevalensi polip endometrium yang relatif tinggi pada wanita
infertil yang dijadwalkan untuk fertilisasi in vitro (IVF) ditemukan sebesar 32%,
menunjukkan hubungan kausatif antara adanya polip endometrium dengan infertilitas.9
Polip serviks merupakan pertumbuhan daripada epitel kolumnar serviks dan terjadi pada
sekitar 2–5% wanita.6

2.3 Etiologi

Penyebab pasti dari polip endometrium tidak diketahui, namun ada beberapa teori yang
diajukan berkaitan dengan etiologi dan patogenesis lesi ini.5

Polip diyakini terkait dengan stimulasi estrogen, ini akibat dari peningkatan konsentrasi
reseptor estrogen (ERs), terutama ER-alfa dalam sel kelenjar polip dibandingkan dengan
endometrium normal, dan penurunan ekspresi reseptor progesteron (PR) A dan B pada polip
dibandingkan dengan endometrium normal. Polip endometrium mengandung ER dan PR, dan
konsentrasi reseptor ini telah ditemukan jauh lebih tinggi di epitel kelenjar pada polip
endometrium dibandingkan dengan epitel normal.5

Konsentrasi ER dan PR telah diamati menurun dalam sel stroma polip endometrium, 15 yang
dapat mencegah stroma polip mengalami perubahan desidua dan pelepasan menstruasi yang
terlihat di bagian lain endometrium.5

Dipercayai bahwa polip servikal ini berasal dari perdangan berulang pada serviks akibat
respons fokal terhadap rangsangan hormonal.10

Polip serviks terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan hiperplasia endometrium
dan polip endometrium, menunjukkan bahwa kadar estrogen yang tinggi menjadi faktor
etiologi.10

2.4 Faktor Risiko

Sejumlah penelitian melaporkan peningkatan kejadian polip endometrium pada wanita


dengan terapi penggantian hormon (HRT) dan tamoxifen (8–36%), yang bertindak sebagai
modulator reseptor selektif dan agonis estrogen pada endometrium.11

2.4.1 Tamoxifen

Tamoxifen (agonis estrogen uterus yang digunakan untuk mengobati kanker


payudara pada wanita pramenopause dan pascamenopause) meninkatkan risiko
terjadinya polip endometrium. Tamoxifen memiliki efek estrogenik pada rahim,
sehigga kejadian polip endometrium, hiperplasia dan kanker endometrium pada
wanita yang memakai Tamoxifen lebih tinggi daripada bukan pengguna.5
McGurgan dkk. mengamati bahwa penggunaan Tamoxifen menurunkan kadar
reseptor estrogen (ER) dan meningkatkan kadar reseptor progestron (PR) dalam polip
menyebabkan penurunan aktivitas pada tingkat apoptosis sel. Hasil ini dapat
mendukung hipotesis mereka bahwa Tamoxifen meningkatkan pertumbuhan polip
dengan menghambat apoptosis.5

2.4.2 Terapi Penggantian Hormon (HRT)

Wanita pascamenopause yang menjalani terapi penggantian hormon (HRT)


ditemukan memiliki insiden polip endometrium yang lebih tinggi. Hal ini mungkin
disebabkan oleh stimulasi endometrium yang terus menerus oleh estrogen.5

2.4.3 Obesitas

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan produksi estrogen endogen melalui


peningkatan kadar aromatase (enzim pengubah estrogen) yang mengubah androgen
dalam lemak menjadi estrogen.5

2.4.4 Umur

Nappi dkk menyatakan bahwa diabetes, hipertensi, dan obesitas adalah faktor risiko
independen untuk perkembangan polip endometrium, tetapi analisis statistik dari
semua variabel independent tersebut menunjukkan bahwa hanya peningkatan usia
pasien yang merupakan faktor risiko yang signifikan.11

Frekuensi terbesar terjadinya polip endometrium dalam penelitian Shetty dkk ini
adalah pada rentang usia 40-59 tahun. Temuan ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Peterson dan Novak, Van Bogaert, dan Costa-Paiva et al.12

Pada penelitian Seema dkk, mayoritas kasus polip servikal adalah pada rentang usia
24-45 tahun.6

2.4.5 Multipara

Sekitar 97,4% polip endometrium dalam penelitian ini terlihat pada wanita multipara
yang serupa dengan temuan Costa-Paiva et al. yaitu sebanyak 91,4%.12

Polip servikal biasanya terjadi pada pasien multipara berusia 40-an hingga 50-an.6
Diperkirakan bahwa paritas memiliki hubungan positif dengan perkembangan polip
serviks karena persalinan berulang meningkatkan paparan stroma serviks ke tingkat
estrogen yang tinggi.6

2.5 Progresifitas

Sebuah tinjauan sistematis studi polip endometrium mengumpulkan data dari 46 studi yang
mencakup 9266 wanita dengan gejala dan asimtomatik sebelum dan sesudah menopause
dengan polip endometrium. Sebagian besar penelitian bersifat retrospektif dan menunjukkan
variasi yang besar karena campuran kasus yang heterogen mengenai usia dan gejala pasien.
Prevalensi atipia dan keganasan masing-masing adalah 0,8% dan 3,1%.11

Sebagian kecil dari kasus polip endometrium, sekitar 1,0%, dapat menjadi hiperplastik atau
menunjukkan transformasi ganas. Subtipe kanker yang paling umum adalah adenokarsinoma
endometrioid dan adenokarsinoma serosa.5

Risiko berkembangnya polip endometrium menjadi ganas tampaknya terkait dengan hal-hal
berikut: gejala, usia, obesitas, hipertensi, ukuran polip, penggunaan Tamoxifen dan terapi
penggantian hormone (HRT). Baik perdarahan vagina simptomatik maupun status
pascamenopause pada wanita dengan polip endometrium dikaitkan dengan peningkatan risiko
keganasan. Insiden transformasi maligna pada polip endometrium meningkat seiring
bertambahnya usia.5

Berzolla dkk yang menemukan tingkat prevalensi setinggi 0,1% untuk polip servikal menjadi
ganas.6

Kebanyakan polip serviks jinak, tetapi dari satu penelitian, peluang polip menjadi ganas dapat
terjadi pada 0,2–1,5% kasus.13

2.6 Gejala dan Tanda Klinis

2.6.1 Perdarahan

Polip endometrium sebagian besar merupakan lesi tanpa gejala, meskipun dapat
muncul dengan perdarahan uterus yang abnormal.5

Perdarahan uterus abnormal adalah gejala polip endometrium yang paling umum,
terjadi pada sekitar 68% wanita pra dan pasca menopause dengan kondisi ini.5
Perdarahan mungkin karena kongesti stroma di dalam polip yang menyebabkan stasis
vena dan nekrosis apical. Perdarahan uterus abnormal meningkat seiring
bertambahnya usia: perdarahan pada wanita premenopause diamati 6% lebih sedikit
dibandingkan pada pascamenopause.5

Driesler dkk. lebih lanjut menyatakan dalam penelitian bahwa ukuran polip, jumlah
polip dan lokasi anatomi polip tidak berkorelasi dengan gejala perdarahan.5

Polip endometrium multipel ditemukan pada 26% wanita pascamenopause dan 15%
wanita pramenopause.5

Wanita pascamenopause lebih cenderung memiliki gejala yang berhubungan dengan


polip serviks. Hal ini mungkin terkait dengan keadaan hipoestrogenik saluran genital
pada wanita pascamenopause.6

Polip serviks mendatangkan gejala dengan perdarahan uterus abnormal (menorrhagia


atau metrorrhagia), perdarahan pascamenopause, perdarahan setelah trauma
(misalnya, pemeriksaan ginekologi atau senggama), atau leukore.10

2.7 Diagnosis Polip Endometrium dan Polip Serviks

2.7.1 Anamnesis5,9,11

- Umur (peningkatan umur merupakan faktor risiko polip endometrium)


- Perdarahan uterus abnormal
- Perdarahan pasca menopause
- Penggunaan terapi penggantian hormone (HRT)
- Pemakaian Tamoxifen
- Riwayat persalinan (multipara atau nullipara)
- Riwayat perdarahan setelah berhubungan
- Leukorea

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum
Biasa normal melainkan terjadinya menomethorragia
2. Pemeriksaan Luar
 Inspeksi
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
 Palpasi
- Nyeri tekan (jarang ditemukan).
 Auskultasi
- Normal
3. Pemeriksaan spekulum

Apabila serviks telah terbuka, maka dapat dilihat posisi polip (bertangkai atau
sesil)

Figur 1. Posisi polip endometrium

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang5,14

a. Ultrasonografi Transvaginal
Alat utama untuk diagnosis awal polip endometrium adalah ultrasonografi
transvaginal (TVUS). Ini dicapai dengan memasukkan probe ultrasonik
melalui vagina untuk memvisualisasikan rongga rahim. Polip endometrium
tampak sebagai lesi hiperekogenik dengan kontur reguler. Kelenjar kistik
dapat terlihat di dalam polip.
Polip endometrium terlihat sebagai massa fokal atau penebalan nonspesifik.
Temuan ini, bagaimanapun, tidak spesifik untuk polip karena leiomioma
(fibroid) terutamanya bentuk submukosa memiliki karakteristik yang sama.
TVUS memiliki sensitivitas yang dilaporkan sebesar 19% –96%, spesifisitas
53% –100%, nilai predikatif positif (PPV) 75% –100% dan nilai prediksi
negatif (NPV) 87% –97% untuk mendiagnosis polip endometrium.

Figur 2. Ultrasonografi Transvaginal Polip Endometrium

b. Sonografi infus saline


Sonografi infus saline (SIS) adalah standar emas untuk mendiagnosis polip
endometrium bekerja dengan meningkatkan kontras rongga endometrium
yang memungkinkan untuk melihat ukuran, lokasi dan karakteristik dari polip
endometrium lainnya.
Polip endometrium tampak sebagai massa halus ekogenik. Schwarzler dkk.
melaporkan bahwa metode SIS meningkatkan akurasi diagnosis, menemukan
polip kecil yang terlewat di TVUS.
Figur 3. Sonografi infus saline polip endometrium

2.8 Penatalaksanaan5,10,11,13,14,15,16
Penatalaksanaan polip endometrium bergantung pada gejala, risiko keganasan, dan masalah
kesuburan. Ini dapat dikelompokkan dalam bedah konservatif, bedah radikal dan non-bedah
konservatif. Polip kecil tanpa gejala dapat sembuh secara spontan, dalam kasus ini pasien
akan diobservasi.
Terapi hormon progesteron pasca histeroskopi dilaporkan memiliki efek klinis yang baugs
dalam pengobatan polip endometrium karena terbukti efektif mencegah rekurensi polip
endometrium.
2.8.1 Histeroskopi Polip Endmetrium
Polipektomi histeroskopi direkomendasikan menjadi pengobatan yang optimal
untuk menghilangkan polip endometrium. Reseksi polip dengan perawatan
bedah telah menghasilkan hasil yang sangat memuaskan dengan pengurangan
gejala perdarahan pasien.

Ada berbagai metode yang dilakukan untuk reseksi polip pada histeroskopi;
bagaimanapun, tidak ada studi komparatif untuk metode-metode ini berkenaan
dengan kemanjuran atau biaya, dan metode pilihan adalah tergantung kepada
pilihan Rumah Sakit dan dokter.

Histeroskopi memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada pencitraan lain dan
juga memungkinkan pengambilan sampel langsung dan pengangkatan polip
endometrium. Hasil yang memuaskan dari perawatan polipektomi histeroskopi
tetap sama dan tidak dipengaruhi dari status menopause, ukuran dan jumlah
polip.

2.8.2 Ekstirpasi Polip Serviks

Sebagian besar polip serviks dapat dihilangkan di poliklinik atau


tempat praktik. Hal ini karena sebagian besar polip serviks berukuran kecil.
Teknik pembuangan polip serviks yang berukuran kecil umumnya tidak sulit.
Biasanya dengan cara memfiksasi pedikel menggunakan hemostat atau
instrument pemfiksasi lain kemudian memutar pedikel hingga lepas.
Perdarahan yang terjadi biasanya sedikit. Polip serviks yang berukuran besar
biasanya dilakukan eksisi di ruang operasi. Pada tindakan ini, pasien perlu di
anestesi dan selama eksisidilakukan, perdarahan harus dikontrol.

Bila serviks lunak dan berdilatasi, sedangkan polip cukup besar, maka
histeroskopi harus dilakukan, terlebih lagi bila pedikel sukar dilihat. Eksplorasi
serviks dan kavum uteri menggunakan histeroskop dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya polip lain di daerah itu. Seluruh jaringan yang
diambil perlu diperiksa secara histoPA untuk menilai secara spesifik apakah
massa polipoid berdegenerasi jinak, pre-maligna, atau malignansi. Bila dari
hasil pemeriksaan sekret serviks ditemukan profil sel-sel infektif, atau secara
klinis dan laboratoris mengarah kepada infeksi, maka pemberian antibiotik
dianjurkan untuk kasus ini.

Sebelumnya pasien dipuasakan 8 jam, lalu dipasangi infus glukosa. Pasien


diposisikan litotomi, lalu dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentkan
besar dan letak uterus serta ada tidaknya kelainan pada uterus dan organ
adneksa. Pasien diberikan drip oksitosin 10 IU untuk kontraksi dinding uterus
dan mencegah kemungkinan perforasi uterus. Setelah itu pasang speculum
sims posterior dan anterior. Pasang tenaculum pada serviks jam 11 dan jam
1, lalu lepas speculum anterior, sedangkan speculum posterior dipegang oleh
asisten. Kemudian anastesi lidocain diinjeksikan pada fornix dextra dan
sinistra sebanyak 2 ml (40 mg) yang diencerkan dalam 2 ml NaCl. Dilakukan
pemuntiran polip dengan menggunakan klem ovarii. Selanjutnya sondase
dilakukan untuk mengetahui seberapa panjangnya cavum uteri dan arahnya
anteflexi ataukah dorsoflexi. Lalu dilakukan dilatasi canalis cervicalis dengan
busi hegar dari nomor yang terkecil namun tidak boleh lebih dari busi nomor
12 pada multipara. Lalu kuretasi dilakukan boleh dengan kuret tajam maupun
tumpul, searah dengan jarum jam.

Setelah kuretase pasien diberikan terapi berbagai macam obat untuk


profilaksis dan pencegahan perdarahan dan berupa suplemen zat besi. Yaitu
yang pertama amoxicillin diberikan sebagai profilaksis. Lalu asam mefenamat
diberikan sebagai analgesic. Sulfas ferrous diberikan sebagai suplemen zat
besi dan dikombinasikan dengan pemberian vitamin C untuk membantu
meningkatkan penyerapan zat besi. Yang terakhir metergin diberikan agar
kontraksi uterus tetap terjaga dan mencegah perdarahan.

2.9 Prognosis6,13,16

Prognosis penyakit umumnya baik bagi kedua jenis polip ini. Namun pada penelitian, insiden
terjadi rekurensi polip serviks adalah sebanyak 3–11%. Alasan kekambuhan masih belum
jelas. Namun, kekambuhan dapat terjadi akibat eksisi yang tidak lengkap atau paparan
stroma serviks dan epitel yang terus-menerus terhadap stimulus awal terjadinya
pertumbuhan polip. Interval antara kekambuhan berkisar antara 2–5 tahun. Dari penelitian
didapatkan juga ada hubungan yang signifikan antara kekambuhan dan paritas, adanya
gejala dan pengangkatan polip di bawah anestesi umum.
Daftar Pustaka

1. Edwards H, Duchesne A, Au A, Einstein G. The many menopauses: searching the


cognitive research literature for menopause types. Menopause. 2019;26(1):45-65.
2. Breijer M, Timmermans A, van Doorn H, Mol B, Opmeer B. Diagnostic Strategies for
Postmenopausal Bleeding. Obstetrics and Gynecology International. 2010;2010:1-5.
3. Jo H, Baek J, Park J, Park J, Cho I, Choi W et al. Clinicopathologic Characteristics
and Causes of Postmenopausal Bleeding in Older Patients. Annals of Geriatric
Medicine and Research. 2018;22(4):189-193.
4. Munro M. Investigation of Women with Postmenopausal Uterine Bleeding: Clinical
Practice Recommendations. The Permanente Journal. 2013;.
5. Nijkang N, Anderson L, Markham R, Manconi F. Endometrial polyps: Pathogenesis,
sequelae and treatment. SAGE Open Medicine. 2019;7:205031211984824.
6. Tirlapur S, Adeyemo A, O’Gorman N, Selo-Ojeme D. Clinico-pathological study of
cervical polyps. Archives of Gynecology and Obstetrics. 2010;282(5):535-538.
7. Komforti M, Whitney K, Chung S. Benign Endocervical Polyp with Heterologous
Elements in a 42-year-old Female: Report of a Case. Cureus. 2019;.
8. Astrup K, Olivarius N. Frequency of spontaneously occurring postmenopausal
bleeding in the general population. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica.
2004;83(2):203-207.
9. Lieng M, Istre O, Qvigstad E. Treatment of endometrial polyps: a systematic review.
Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2010;89(8):992-1002.
10. Schnatz P, Ricci S, O'Sullivan D. Cervical polyps in postmenopausal women.
Menopause. 2009;16(3):524-528.
11. Annan J, Aquilina J, Ball E. The management of endometrial polyps in the 21st
century. The Obstetrician & Gynaecologist. 2012;14(1):33-38.
12. Shetty DS, Gosavi AV, Murarkar PS, Sulhyan KR. Great mimickers: Tumor-like
lesions of uterine corpus. Int J Health Sci (Qassim). 2020;14(2):18-23.
13. Stamatellos I, Stamatopoulos P, Bontis J. The role of hysteroscopy in the current
management of the cervical polyps. Archives of Gynecology and Obstetrics.
2007;276(4):299-303.
14. AAGL Practice Report: Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of
Endometrial Polyps. Journal of Minimally Invasive Gynecology. 2012;19(1):3-10.
15. Tiras. MB. Current diagnosis and treatment: Obstretics and gynecology. Chapter 40.
Benign disorders of the uterine cervix. 11th ed. Newyork NY: Lange (McGraw-Hill);
2014: 657 – 59.
16. Nwachokor FN, Forae GD. Morphological spectrum of non-neoplastic lesions of the
uterine cervix in Warri, South-South, Nigeria. Niger J Clin Pract. 2013
17. Nwachokor FN, Forae GD. Morphological spectrum of non-neoplastic lesions of the
uterine cervix in Warri, South-South, Nigeria. Niger J Clin Pract. 2013

Anda mungkin juga menyukai