Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai pada wanita adalah
munculnya mioma uteri. Biasanya penyakit ini ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan rutin atau saat sedang melakukan medical check up tahunan
(Hediyani, 2012). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di dunia
setiap tahunnya ada 6,25 juta penderita tumor dalam 20 tahun terakhir ini ada 9
juta manusia meninggal karena tumor. Perlu dicatat bahwa 2/3 kejadian ini terjadi
di negara yang sedang berkembang (Bustan, 2007). Penelitian di Amerika Serikat
yang dilakukan Schwortz, angka kejadian mioma uteri 2-12,8 orang per 1000
wanita setiap tahunnya. Schwortz, menunjukkan angka kejadian mioma uteri 2-3
lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan kulit putih (Victory, 2006).
Mioma uteri merupakan tumor paling umum pada trakturs genetalis. Mioma
terjadi pada kira-kira 5% pada wanita selama masa reproduksi. Tumor ini tumbuh
dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada kehidupan dekade
ke 4. Ada decade ke 4 ini insiden mencapai kira-kira 20%. Mioma lebih sering
terjadi pada wanita nulipara atau wanita yang hanya satu anak (Derek, 2002).
Mioma uteri dikenal juga dengan istilah leiomoma uteri, fibromioma uteri fibroid,
ditemukan sekurang-kurangnya pada 20-25% wanita diatas usia 30 tahun. Dimana
prvalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan patologi
anatomi uterus yang membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri
asimpomatik. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh
wanita (Baziad, 2003). Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,7% pada
semua penderita ginekologi yang dirawat (Prawirohardjo).
Faktor-faktor yang berpengaruh adalah ketidakseimbangan emosi misalnya
sering stress, daya tahan tubuh rendah, gaya hidup yang tidak seimbang, semua itu
menyebabkan gangguan pada hormon dan kemungkinan timbul mioma uteri.

1
1 KASUS

1.1 Keterangan Umum


Nama : Ny.Yulianingsih Nama Suami : Tn Arim Pendi

Usia : 52 Tahun Usia : 52 Tahun

Alamat : Garut Kota Alamat : Garut Kota

Pendidikan : S1 Pendidikan : D3

Agama : Islam Agama : Islam

Status : Menikah Status : Menikah

Pekerjaan : Kader Pekerjaan : PNS

No. CM :7600xx

Ruang : kalimaya

Masuk RS : 03-01-2017

Keluar RS : 08-01-2017
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Perdarahan dari jalan lahir

Anamnesa Khusus:

P3A0 pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS perdarahan

yang dirasakan diluar siklus haid disertai dengan adanya rasa sakit perut bagian

bawah dan terasa adanya benjolan besar. Darah yang keluar berupa flek-flek

berwarna merah. 1 tahun SMRS pasien mengeluhkan keluhan yang sama, tetapi

perdarahan yang dirasakan lebih banyak disertai nyeri hebat pada perut bagian

bawah. Pasien memeriksakan diri ke dokter Sp.OG dan dilakukan pemeriksaan

penunjang USG, didapatkan diagnosa Mioma Uteri.

2
Pasien menolak untuk dilakukan operasi karena benjolan yang dirasakan kecil.

Riwayat pengobatan : Pasien pernah ke dokter SpOG sebelumnya.

Riwayat Obstetri:

Tempat Penolong Umur Cara BB Jenis Usia Keadaan:


kehamilan persalinan lahir kelamin hidup/mati
1 RS Bidan Aterm Spontan 2500gr L 27 thn Hidup
II Rumah Bidan Aterm Spontan 3900gr L 24 thn Hidup
III Rumah Bidan Aterm Spontan 4100gr L 13 thn Hidup

KETERANGAN TAMBAHAN

Menikah I : , 24 tahun, S1, Kader

, 24 tahun, D3, PNS

Haid

HPHT: 22-12-2016. Siklus teratur, dengan frekuensi sekitar 10 hari, dan

jumlah darah yang keluar banyak tidak disertai nyeri haid. Partama kali

menstruasi pada usia 12 tahun

KB

Pasien pernah menggunakan KB IUD sejak tahun 2004 s/d 2010

Riwayat penyakit terduhulu : (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status Praesens:

Keadaan umum : compos mentis

TD : 140/90 mmHg R : 22 kali/menit

N : 92 kali/menit S : 36,5oC

3
Status Generalis:

Kepala

konjungtiva : anemis (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Leher

KGB : TAK

Tiroid : TAK

Thorak

Paru-paru : VBS kiri = kanan , ronki (-), wheezing (-)

Jantung : S1 S2 murni reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen : Cembung lembut, teraba benjolan, reguler, mobile.


Ekstrimitas :Edema -/- Varises -/-

Status Ginekologi

Pemeriksaan Luar:

Inspeksi : tampak adanya benjolan

Palpasi

Fundus uteri : 2 jari dibawah pusat

Massa tumor : teraba

Permukaan : Licin rata

Ukuran : 12x10x10 cm permukaan halus

Mobilitas : mobile

Posisi : sentral

Konsistensi : Mixed

Perkusi/auskultasi : TAK

4
Inspekulo : fluxus (+) flour ( - )

Pemeriksaan dalam

Vulva : tidak ada kelainan

Vagina : tidak ada kelainan

Portio : tebal lunak

OUE : Tertutup

Corpus Uteri : tidak ada kelainan

Parametrium: TAK

Cavum Douglas : tidak menonjol, tidak teraba masa dan tidak ada nyeri tekan

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium (04-01-2017)

Hematologi :

HB : 9.5 g/dl

HT : 33 %

Lekosit : 8.350

Trombosit : 577.000

Eritrosit : 4.52

Kimia klinik (27-12-2016)

AST (SGOT) : 13 U/L

ALT (SGPT) : 13 U/L

Ureum : 14 mg/dL

Kreatinin : 0.8 mg/dL

5
Glukosa darah puasa : 91 mg/dL

2. Laboratorium (05-01-2017)

Hematologi :

HB : 10.2 g/dl

HT : 36 %

Lekosit : 10.670

Trombosit : 394.000

Eritrosit : 4.88

1.5 Diagnosa Awal


Myoma Uteri

1.6 Rencana Pengelolaan


- Rencana Operasi
- Infus RL 500cc 20 gtt/ menit
- Cek hematologi rutin
- Observasi KU, TTV
- Konsultasi Anastesi
- Puasakan
- Informed Consent
- Cross Match : sedia darah
- Pemeriksaan PA
LAPORAN OPERASI

Nama : Ny. Jam Operasi Mulai : 10.30


No. CM :7600xx
Yuningsih Jam Operasi Selesai :11.30
Ruang : kalimaya
Umur : 52 tahun Lama Operasi : 60 menit

Akut / Terencana : terencana Tanggal : 5 januari 2017

Operator : Asisten I : Teh Elis Perawat Instrumen: Teh

6
Mite
Dr. Bowo/ dr. Asisten II : Sirkulasi:
Dhanny, Sp.OG

Ahli Anestesi : Asisten Anestesi : Jenis Anestesi : NU

dr. fera Sp.An resta & Ramdan Obat Anestesi :


O2,N2O,isoflurane

Diagnosa Pra-Bedah : Indikasi Operasi :

Mioma uteri Mioma uteri

Diagnosa Pasca bedah : Jenis Operasi :

Post histerektomi total a.i mioma Histerektomi totalis


uteri

Kategori Operasi : Besar

Disinfeksi dengan : Povidone Jaringan yang di eksisi : dikirim PA


Iodine

Laporan Operas Lengkap :


- Dilakukan tindakan a dan antiseptic di daerah abdomen dan sekitarnya.
- Dilakukan insisi mediana inferior sepanjang 10 cm.
- Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus membesar sesuai gravida 14-
16 minggu permukaan rata
- Kesan mioma uteri, insisi pada kulit dan dinding abdomen diperluas
kearah umbilicus
- Eksplorasi kedua tuba dan ovarium baik
- Diputuskan dilakukan histerektomi totalis
- Ligamentum rotundum kiri diklem, digunting dan di jahit double ligase
- Dilakukan juga pada ligamentum rotundum kanan
- Dibuat jendela pada ligament rotundum kanan
- Tuba, ligamentum ovarioproprium dan mesosalping kiri di klem, dijait
double ligase
- Demikian juga pada ligamentum latum kanan
- Identifikasi plika vesikouterina, plika digunting kecil, diperluas kekiri
dan kanan dan dibebaskan dari jaringan dibawahnya secara tumpul
- Vesika urinaria disisihkan kebawah dan dilindungi dengan haak
abdomen
- Identifikasi arteri uterine kiri, diklem, digunting dan dijahit double
ligase demikian juga yang kanan
- Ligament cardinal kiri dan ligament sakrouterina diklem digunting dan
dijahit double ligase
- Identifikasi puncak vagina, diklem dengan dimasukan povidone iodine
ke vagina selanjutnya puncak vagina dijahit 2 lapis secara simpul angka

7
8 dan jelujur dengan kromik 2.0
- Perdarahan di rawat
- Dilakukan reperitonealisasi
- Kavum abdomen dibersihkan dari sisa bekuan darah
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
- Peritoneum dijahit secara jelujur, otot dijahit
- Fascia dijahit
- Kulit dijahit secara subkutikuler
- Operasi selesai
- Perdarahan selama operasi +- 300 cc
- Diuresis selama operasi +- 100 cc
INTRUKSI PASCA BEDAH :
Observasi : KU, tensi, Nadi, Respi, suhu, perdarahan
Puasa : +
Infus :
Antibiotik : ceftriaxone 2x1 gr IV, metronidazole 3x500 mg
Lain-lain : kaltrofen 2x1 supp
Lain-lain : Cek Hb post-op, transfusi bila Hb <8 g/dL

DIAGNOSIS AKHIR

Post histerektomi totalis a.i mioma uteri

Follow Up

Tanggal Catatan Instruksi


04-01-17 S/ - Conjungtiva: anemis - Observasi KU,
Hb : 9.5 O/ +/+ ; Sclera : Ikterik TTV, Pendarahan
g/dL KU: CM -/- - Cek hematologi
TD: 100/80 mmHg Abd: cembung - Inf RL 500cc 20
N: 91x/menit regular lembut, NT-, DM gtt
R: 22x/ menit TFU : 2 jari dibawah - Transfusi sampai
S: 36.50C pusat Hb >10g/dL
Lokhia : + - Pro USG

8
A/ Mioma uteri BAB/BAK: -/+ - Pro HT
(Adenomiosis)

05-01-17 S/ - Mata : Ca -/-, -/- - Observasi KU,


Hb : 10.2 O/ Abd: datar, lembut, TTV
g/dl KU: CM NT-, DM - Inf RL 500 cc 20
TD: 120/80 mmHg TFU : 2 jari di gtt
N: 80x/menit regular bawah pusat - Rencana HT
R: 24x/ menit Lokhia : -
S: 36,70C BAB/BAK: -/+

A/ Mioma uteri
(Adenomiosis)
06-01-17 S/ Lemas Mata : Ca -/-, Si -/- - Cefotaxime 2x1 gr
Hb : 11.6 O/ Abd: datar, lembut, - Metronodazole
g/dl KU: CM NT + 3x500mg
POD 1 TD: 140/90 mmHg TFU : Tidak Teraba - Kaltrofen
N: 84x/menit Lokhia : - 2x100mg supp
R: 20x/ menit Luka Operasi : - Aff DC
S: 36,50C Tertutup verban
BAB/BAK: -/+

A/ Post HT a.i
Mioma Uteri
07-01-17 S/ Mata : Ca -/-, Si-/- - Cefadroxil 2x100
POD II O/ Abd: datar, lembut, - Metronidazole
KU: CM NT-, DM 3x500mg
TD: 130/90 mmHg TFU : tidak teraba - Asam mefenamat
N: 80x/menit regular Lokhia : - 3x500gr
R: 20x/ menit LO : tertutup verban - Aff infus
S: 36,50C BAB/BAK: -/+

A/ Post HT a.i

9
Mioma Uteri

08-01-17 S/ - Cnj : anemis -/- - Cefadroxil


O/ Sclera : Ikterik -/- 2x500mg
POD III KU: CM Abd: datar lembut, - As.mefenamat
TD: 110/70 mmHg NT- , DM - 3x500mg
N: 88x/menit regular TFU : tidak teraba - Metronidazole
R: 18x/ menit Lokhia : - 3x500
S: 36.50C LO : Kering - Ganti Verban
BAB/BAK: + /+
A/ post histerektomi
totalis a.i mioma
uteri

10
2 BAB II
ANALISIS KASUS

2.1 Bagaimanakah Penegakkan Diagnosis Pada Kasus?

2.1.1 Mioma Uteri

Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Beberapa istilah
untuk mioma uteri antara lain fibromioma, miofibroma, leiomiofibroma,
fibroleiomioma, fibroma dan fibroid. Mioma uteri merupakan tumor pelvis
yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadian mioma uteri
sebesar 20 40% pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun dan sering
menimbulkan gelaja klinis berupa menorrhagia dan dismenoria. Mioma
dapat bersifat tunggal atau multipel. Biasanya mengecil saat menopouse
namun patut dicurigai ke arah malignansi (sarcoma) bila bertambah besar
pada masa postmenopouse. Mioma uteri berbatas tegas kapsul, dan berasal
dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi

11
padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot
rahimnya yang dominan.

Epidemiologi
Merupakan neoplasma jinak yang merupakan penyebab utama
dilakukannya histerektomi di Ameriksa Serikat. Berdasarkan otopsi,
Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang
mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma
uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di
Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologik yang dirawat kebanyakan pada usia 35-45 tahun. Selain itu
dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia
reproduksi dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun. Mioma uteri
semakin meningkat dengan bertambahnya usia, puncaknya adalah pada
usia 40 tahun.

Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan
tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma
uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon
pertumbuhan dan Human Placental Lactogen. Hal yang mendasari tentang
penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal
yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal yang
berada di antara otot polos miometrium. Sel-sel mioma mempunyai abnormalitas
kromosom. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mioma, disamping
faktor predisposisi genetik, adalah beberapa hormon seperti estrogen, progesteron,
dan human growth hormon. Dengan adanya stimulasi estrogen, menyebabkan
terjadinya proliferasi di uterus , sehingga menyebabkan perkembangan yang
berlebihan dari garis endometrium, sehingga terjadilah pertumbuhan mioma.
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma:

a. Estrogen

12
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri
akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah
reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen
dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut
tertekan selama kehamilan.

b. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus


menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari
estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu:
Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada mioma.

c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang


mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan
esterogen.

Faktor Predisposisi
a. Umur

Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi,
serta akan turun pada usia menopause. Pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%.

b. Riwayat Keluarga

13
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.

c. Obesitas

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi
dan pertumbuhan mioma uteri.

d. Paritas

Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk


terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil
atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.

e. Kehamilan

Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan
dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada kemungkinan
dapat mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat juga mengurangi
resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan.

Lokalisasi
a. Cervical (2,6%)
umumnya bias muncul sampai vagina dan menyebabkan infeksi
b. isthmica (7,2%)
paling sering menyebabkan rasa nyeri dan gangguan mikturisi
c.corporal (9,1%)
asimtomatik

14
Patogenesis
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri.
Adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada usia menopause. Hormon ovarium dipercaya
menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah
menarke. Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun
setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang tinggi untuk
terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai resiko relatif
menurun untuk terjadinya mioma uteri.
Jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika
dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi
pada setiap individu. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan
reseptor progesteron. Patogenesis mioma uteri dengan teori Cell nest atau
genitoblas. Terjadinya mioma uteri bergantung pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada Cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh
estrogen.

Klasifikasi dan Gambaran Klinis


Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di lapisan uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 5% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa
umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan
waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma
submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai

15
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas. Kemungkinan terjadinya sarcoma
juga lebih besar.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan
konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,
dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke
atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa atau Subperitoneal
Letaknya di bawah tunica serosa. Kadang vena pada permukaannya pecah dan
menyebabkan perdarahan intraabdominal. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter yang
dapat menekan ureter dan Arteri iliaka.Mioma subperitoneal yang bertangkai
dapat mengalami torsi.
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut mondering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan
sabit.

16
Gejala Utama
50% perempuan dengan mioma asimtomatik, 30% mengalami menorrhagia,
dan 20% mengalami gejala akibat supresi. Mioma submukosal dapat
menyebabkan gangguan menstruasi seperti menorrhagi dan perdarahan
intermenstrual. Mioma dapat menyebabkan infertilitas dan keguguran akibat
massa yang mengganggu ruang uterus.
a. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut
bagian bawah.
b. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan
bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas
permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi
ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri
menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan
miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah
langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini.
Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus

17
vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai
pilihan, berkurangn ya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting
factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan
uterus yang abnormal.
c. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan
kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri
disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya
akut, disertai dengan rasa enek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat
besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu
pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
d. Pressure Effects (Akibat Tekenan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit
untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung
kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan
retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis.
Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan
konstipasi atau nyeri saat defekasi.
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas.
Pengaruh mioma uteri pada kehamilan :
1. Kemungkinan abortus lebih besar
2. Kelainan letak
3. Plasenta previa dan akreta
4. Inersia uteri
5. Menghalangi jalan lahir
6. Perdarahan postpartum

Gejala Sekunder
a. Anemia

18
b. Lemah
c. Pusing
d. Sesak nafas
e. Erythrocytosis

Perubahan Sekunder
a. Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma
uteri berkurang saat menopause atau setelah kehamilan.

b. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan
karena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi hialin dan
serabut otot menhilang. Mioma kehilangan struktur aslinya menjadi
homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil
daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
c. Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor
ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
d. Degenerasi Membatu (Calsireus Degeneration / Kalsifikasi)
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.
e. Degenerasi Merah (Necrose)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: Diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskulerisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada

19
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran yangkai tumor
ovarium atau mioma bertangkai.
f. Infeksi dan Suppurasi
Banyak terjadi pada jenis submukosa akibat ulserasi.
g. Degenerasi sacromateus
Jarang terjadi

h. Degenerasi Lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang
sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya
berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat
ditunjukkan dengn pengecatan khusus untuk lemak.

Diagnosis
a. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
b. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus
oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan
bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada
beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan
kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.
2. Imaging
1) Pemeriksaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Gambaran mioma biasanya simetrikal, berbatas tegas, hipoekoik
dan degenerasi kistik biasanya menunjukkan anekoik.

20
2) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri
submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut
sekaligus dapat diangkat.
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap
berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi
dengan jelas, termasuk mioma.
3. Sondase
Cavum uteri besar dan tidak rata. Terdiri dari sel-sel otot spindel dan
tersusun sebagai whorl appearance (konde) dengan ukuran sel-sel sama
besar.

Komplikasi
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
c. Infeksi
d. Infertil

2.2 Penegakan Diagnosis dalam Kasus


Penegakan diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan pada :
1. Pada anamnesis didapatkan bahwa ibu tidak sedang hamil dan sudah pernah
hamil, HPHT 22-12- 2016 P3A0
2. Pada anamnesis pasien datang mengeluh ada perdarahan dari jalan lahir. Dan
teraba adanya benjolan, benjolan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, benjolan
awalnya kecil dan semakin lama semakin membesar. pasien baru konsul ke

21
SpOG karena keluar flek darah dan benjolan terasa mengganjal. Pasien
mengaku menstruasi teratur tiap bulan. dari pemeriksaan ginekologi terlihat
adanya benjolan, benjolan teraba 2 jari dibawah umbilikus. Teraba massa
tumor berukuran 12x10x10 cm permukaan rata dan mobile di bagian sentral
dengan konsistensi mixed (sebagaian padat, sebagian kistik) dan tidak ada
nyeri tekan. Mioma Uteri

3. Pasien mengaku benjolan terasa mengganjal Gejala penekanan dari


massa Mioma Uteri

4. Hasil usg menunjukan adanya massa hipoekhoik intrauterine berbatas tegas.


Pada laporan operasi ditemukan masa pada uterus dengan kesan mioma uteri,
pada pemeriksaan PA ditemukan massa myom warna putih dengan diameter
10 cm dengan sebagian daerah mengalami hyalinisasi Mioma Uteri
Degenerasi hyaline

2.3 Apakah Penatalaksanaan Pada Kasus Sudah Tepat?

Tatalaksana Mioma Uteri

Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar
dari kehamilan 12-14 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada
tangkai, perlu diambil tindakan operasi. Bila mioma bertambah besar pada masa
postmenepouse maka perlu dicurigai kemungkinan keganasan (sarcoma).
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa
masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRHa (Gonadotropin realising Hormon Agonis), progesteron, danazol,
gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti
gossypol dan amantadine.

22
a. Analog GnRH
Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara

kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga

kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause.

Setiap mioma uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap

pemberian analog GnRH ini.


b. Progesteron
Goodman melaporkan terpai injeksi progesteron 10 mg dalam 3 kali

seminggu atau 10 mg sehari selama 2 6 minggu, terjadi regresi dari

mioma uteri, setelah pemberian terapi. Segaloff tahun 1949, mengevaluasi

6 pasien dengan perawatan 30 sampai 189 hari, dimana 3 pasien diberi 20

mg progesteron intramuskuler tiap hari dan 3 pasien lagi diberi 200 mg

tablet. Pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri.


c. Selective progesterone modulator (SPRMs)

d. Tamoksifen
Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat

estrogenik maupun antisektrogenik dan dikenal sebagai selective estrogen

receptor modulator ( SERM ) dan banyak digunakan untuk pengobatan

23
kanker payudara stadium lanjut. Karena khasiat sebagai estrogenik

maupun antiestrogenik. Beberapa peneliti melaporkan, pemberian

tamoksifen 20 mg tablet per hari untuk 6 wanita premenopause dengan

menopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma

tidak berubah.
Kerja tamoksifen pada mioma uteri, dimana konsentrasi reseptor estradiol

total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan

kadar progesteron bila diberikan secara berkelanjutan.


e. Goserelin
Goserelin merupakan GnRHagonis, dimana ikatan reseptornya terhadap

jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama.

Dan pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma

uteri dan dapat menghilangkan gejala menorargia dan nyeri pelvis. Pada

saat menjelang menopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka

panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama pada saat

menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari

semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari

sekali dengan cara injeksi subkutan.

f. Antiprostaglandin
Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi perdarahan

yang berlebihan pada wanita dengan menoragia dan hal ini beralasan untuk

diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma

uteri

Radioterapi
Radiasi dengan radioterapi. Radioterapi dilakukan untuk menghentikan
perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus. Hanya dilakukan pada wanita yang

24
tidak dapat dioperasi (bad risk patient). Radioterapi dilakukan pada pasien dengan
ukuran uterus kurang dari usia kehamilan 3 bulan, bukan jenis submukosa, tidak
disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum. Tidak dilakukan pada wanita
muda karena dapat menyebabkan menopouse.

Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri
uterus.
1. Miomektomi
Merupakan pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi dilakukan bila masih diinginkan keturunan.
Sebelumnya dilakukan kuretase terlebih dahulu untuk menghilangkan
kemungkinan keganasan. Kerugiannya adalah melemahkan dinding uterus
sampai ruptura uteri pada waktu hamil, menyebabkan perlekatan, ataupun
residif.
2. Histerektomi
Merupakan pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.
Histerektomi dapat total ataupun supravaginalis. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
serviks uteri. Dilakukan pada mioma yang besar dan multipel. Pada wanita
muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium untuk menjaga agar
tidak terjadi menopouse sebelum waktunya. Untuk menjaga kemungkinan
keganasan pada serviks sebaiknya dilakukan Pap smear.
3. Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE)
Embolisasi arteri uterus adalah injeksi arteri uterina dengan butiran
polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran
darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih
ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak
dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat.

25
2.4 Tatalaksana Pada Kasus
Pada pasien dilakukan Histerektomi total (Histerektomi Total ) Tatalaksana
pada pasien sudah tepat karena mioma pada pasien besar. Selain itu dari usia
pasien yang sudah tidak dianjurkan untuk kehamilan. Tatalaksana ini juga paling
efektif untuk mencegah terjadinya perubahan ke arah keganasan.

2.5 Bagaimanakah Prognosis Pasien Pada Kasus?

A. Quo ad vitam
Ad bonam. Karena pada pasien ini setelah dilakukan Histerektomi total
keadaan pasien berangsur membaik dan luka operasi kering terawat. Dari
pemeriksaan PA tidak ditemukan tanda-tanda keganasan.

B. Quo ad functionam
1. Reproduksi

26
Ad malam karena pada pasien telah dilakukan prosedur Histerektomi total
sehingga pasien tidak dapat hamil lagi.
2. Seksual
Ad bonam karena pada pasien hanya dilakukan histerektomi total saja tidak
beserta dengan ovarium.
3. Menstruasi
Ad malam karena pasien telah dilakukan histerektomi total sehingga pasien
tidak bias lagi menstruasi.

3 DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD.
Ginekologi Edisi 2. 1981. Bandung. Elstar Offset.
2. Manuaba B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan
Ginekologi Edisi Kedua. Jakarta: EGC, pp: 309-312.
3. Rani, VR Sreeja, and Sindha Thomas. "Leiomyoma, a major cause of
abnormal uterine bleeding." Journal of Evolution of Medical and
Dental sciences 2.16 (2013): 2626-2631.
4. Siregar, Muhammad Fidel Ganis. "When myoma causes infertility."
Journal of Natural Sciences Research 3 (2013): 95-105.

27
5. Siregar, Muhammad Fidel Ganis. "Association between menarche age
and menstrual disorder with the incidence of uterine fibroid in medan,
Indonesia: based on hospital data." International Journal of
Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology 4.4 (2015):
1025-1028.
6. Stewart Elizabeth A. Uterine Fibroid. New England Journal Of
Medicine.2015.
7. Wise, Lauren A., et al. "Influence of body size and body fat
distribution on risk of uterine leiomyomata in US black women."
Epidemiology (Cambridge, Mass.) 16.3 (2005): 346.
8. A George, Allaire C., et al. The Management Of Uterine
Leiomyomas. SOGC Clinical Practice Guideline No. 318, februari
2015.

28

Anda mungkin juga menyukai