Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi


koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan
posterior.1 Ambliopia diklasifikasikan menjadi beberapa kategori dengan nama
yang sesuai dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, ambliopia
isometropia, fiksasi eksentrik, ambliopia refraktif, dan ambliopia deprivasi.1 Lebih
dari 90 persen dari semua jenis ambliopia adalah ambliopia refraktif dan/atau
ambliopia strabismik.2
Ambliopia refraktif adalah ambliopia yang terjadi akibat terdapatnya
kelainan refraksi kedua mata yang berbeda jauh. Akibat refraktif bayangan benda
pada kedua mata tidak sama besar yang menimbulkan bayangan pada retina secara
relatif di luar fokus dibanding dengan mata lainnya.3,4
Prevalensi anisometropia pada berbagai usia sekitar 2% atau sekitar 1%
sampai 11%. Prevalensi ambliopia refraktif pada pasien dengan anisometropia
sekitar 25% sampai 60%. Oleh karena itu, tidak semua pasien dengan
anisometropia berkembang menjadi ambliopia.5
Ambliopia pada satu mata seperti ambliopia refraktif dan strabismik
biasanya hanya menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya memiliki
ketajaman visual yang baik pada mata normal. Masalah yang paling signifikan
biasanya terjadi akibat penurunan stereopsis, yang dapat mengakibatkan gangguan
dalam berbagai kegiatan. Penurunan ketajaman penglihatan pada ambliopia, tidak
membaik walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik.2
Diagnosis ambliopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan tajam
penglihatan, Neural density filter tes, dan dengan menentukan sifat viksasi dengan
menggunakan visuskop atau dengan tes tutup alternate untuk fiksasi eksetrik
bilateral.1,2
Penatalaksanaan ambliopia refraktif mencakup koreksi refraksi, oklusi atau
degradasi optikal. Komplikasi yang paling sering terjadi akibat penatalaksanaan
ambliopia adalah terjadinya ambliopia pada mata yang baik.Hampir seluruh
ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan
intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisiko menderita
ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, sehingga prognosis
keberhasilan terapi akan lebih baik.1,4
Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat
tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya
kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. Faktor risiko
gagalnya penatalaksanaan ambliopia bergantung pada jenis ambliopia, usia
dimana penatalaksanaan dimulai, dan dalamnya ambliopia pada saat terapi
dimulai.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata


Bota Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajan sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh
3 lapis jaringan, yaitu:
1. Sclera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sclera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
disbanding sclera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan
uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil
yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam
bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris
dan otot siliar di persarafi oleh saraf parasimpatis. Otot siliar yang terletak
di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan
siliar yang terletak dibelakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos
humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal
iris di batas konea dan sclera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah rretina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial
antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang
disebut ablasi retina.
Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:
1. Epitel
2. Membrane bowman
3. Stroma, terdapat keratosit yang merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4. Membrane descement
5. Endotel.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung
schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf.

Uvea
Lapis vascular did lam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid. Diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus dan 7 buah arteri
siliar anterio. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat
perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menmbus sclera.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lateral, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu:
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut
sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf
simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah
uvea dan untuk dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilakan pupil
Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil
akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma,
dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari:
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan memperdalam focus seperti pada kamera foto yang difragmanya
dikecilkan.
Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaucoma.
Berdekatandengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal schelmm, baji
sclera, garis schwalbe dan jonjot iris.
Lensa mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi Secara
fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous
body dan berada di sumbu mata.
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
 Keruh atau apa yang disebut katarak,
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Badan kaca
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat.
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan
sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskop. Vitreous
humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.

Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel
pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, terdiri atas sel batang dan sel kerucut.
2. Membrane limitan eksterna
3. Lapis nucleus luar
4. Lapis pleksiform luar
5. Lapis nucleus dalam
6. Lapis pleksiform dalam
7. Lapis sel ganglion
8. Lapis serabut saraf
9. Membrane limitan interna
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia.

Saraf optik
Saraf optic yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optic
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak
langsung terhadap saraf optic ataupun perubahan toksik dan anoksik yang
mempengaruhi penyaluran aliran listrik.

Sclera
Bagian putih bola mata bersama-sama dengan kornea merupakan
ppembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera berjalan dari papil saraf optic
sampai kornea.

Perkembangan visus

Perkembangan visus menurut milestones


Table. 1. Important Visual Development Milestones
Umur Visual
0 - 2 bulan Pupilary respone
Sporadic fix and follow
Jerk saccadic eye movement
Alignment: exodeviations commons, but
esodeviations rare
2 - 6 bulan Central fix and follow (mother face)
Accurate binocular smooth persuit
Alignment: orthotropia with few exodeviations
and no esodeviations
6 bulan - 2 tahun Central fixations, reaches for toys and food
Accurate and smooth persuit eye movement
Alignment: orthotropia
3 – 5 tahun 20/40 and not more than 2 snellen line difference
>5 tahun 20/30 and not more than 2 snellen line difference

Pada ambliopia terjadi kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah


penglihatan perifer tetap normal. Studi eksperimental pada hewan serta studi
klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang
peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan system penglihatan anak yang peka. Secara umum periode kritis
untuk ambliopia terjadi lebih cepat dibandingkan strabismus maupun
anisometropia. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia saat periode
kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun
anisometropia.

Periode keadaan kritis tersebut adalah:


1. Perkembanga tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6)
yaitu pada saat lahir sampai usia 3 sampai 5 tahun.
2. Periode yang berisiko sangat tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu diusia beberapa bulan hingga usia 7 sampai 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia
dewasa.

Pemeriksaan visus pada bayi


Usia 6 bulan
Periksa fiksasi mata dan gerakan mata. Cari adanya strabismus.
Usia 4 tahun
Periksa ketajaman penglihatan dengan grafik “E” buta huruf atau optotipe
pencocokan HOTV,dan stereopsis dengan uji “E” titik acak atau uji
stereotitmus. Ketajaman harus normal 20/30-20/30
Usia 5-16 tahun
Periksa ketajaman penglihatan pada usia 5 tahun. Apabila normal, periksa
ketajaman penglihatan dengan grafik snellen setiap 2 tahun sampai usia 16 tahun.
Penglihatan warna harus diperiksa pada usia 8-12 tahun. Tidak diperlukan
pemeriksaan mata rutin lainnya (misalnya ofthalmoskop) apabila ketajaman
penglihatan normal dan mata tampak normal pada inspeksi.

2.2 Ambliopia
2.2.1. Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, amblyos yang berarti tumpul atau
pudar, dan opia yang berarti mata. Jadi ambliopia berarti penglihatan yang tumpul
atau pudar.5,9 Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun
sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang
tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras
penglihatan posterior.1,6,7

2.2.2. Epidemiologi Ambliopia


Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda
pada tiap literatur, berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 –
5,3% pada anak dengan problema mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar
2 % dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.8 Gangguan ini menyebabkan
kehilangan penglihatan pada kebanyakan populasi di bawah umur 45 tahun dari
semua bentuk penyakit mata termasuk trauma pada mata. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh National Eye Institute menyatakan bahwa ambliopia merupakan
penyebab nomor satu kehilangan penglihatan pada populasi berusia kurang dari
70 tahun. Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya
ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Risiko meningkat
pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya
riwayat keluarga ambliopia.9

2.2.3. Klasifikasi Ambliopia


Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan
gangguan/kelainan yang menjadi penyebabnya.1
a. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi
konstan. Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan jarang
pada mata yang eksotropia. Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi
yang bergantian, sehingga masing-masing mata mendapat jalan/ akses yang sama
ke pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung
intermiten maka akan ada suatu periode interaksibinokular yang normal sehingga
kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.1,9
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu
(fusi) dari kedua mata, yang akhirnya menyebabkan dominasi pusat penglihatan
kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon
terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.1,9,10
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan
binokular ini tampaknya merupakan faktor utama terjadinya ambliopia strabismik,
namun pengaburan bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai,
dapat juga menjadi faktor tambahan.1

Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk
menghilangkan diplopia dan konfusi (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang
berlainan tapi berhimpitan, satu di atas yang lain). Ketika kita menyebut
ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia, bukan eksotropia.
Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah, bukan eksotropia,
yang sering dihubungkan dengan ambliopia. Hal ini disebabkan karena eksotropia
sering berlangsung intermiten dan atau deviasi alternat dibanding deviasi
unilateral konstan, yang merupakan ”prasyarat” untuk terjadinya ambliopia.1

b. Fiksasi Eksentrik
Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina terus
menerus untuk penglihatan monokular oleh mata ambliopia. Fiksasi eksentrik
terdapat sekitar 80% dari penderita ambliopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat
minor), hanya dapat dideteksi dengan uji khusus, seperti visuskop, banyak
dijumpai pada penderita ambliopia strabismik dan hilangnya tajam penglihatan
ringan.1
Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat dideteksi dengan melihat
refleks kornea pada mata ambliopia tidak pada posisi sentral, dimana ia
memfiksasi cahaya, dengan mata dominan ditutup. Umumnya tajam penglihatan
adalah 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Penggunaan regio nonfoveal untuk
fiksasi tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab utama menurunnya penglihatan
pada mata yang ambliopia. Mekanisme fenomena ini masih belum diketahui.1

c. Ambliopia Refraktif
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah ambliopia refraktif,
terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan
lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea
pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan
refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi.
Lebih – lebih fovea mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan
bayangan (form vision).1,4,9
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagiakibat
kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan
yang terjadi pada ambliopia strabismik.1
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat
menyebabkan ambliopia ringan. Miopia anisometropia ringan (< -3D) biasanya
tidak menyebabkan ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D) sering
menyebabkan ambliopia berat.1
Begitu juga dengan hyperopia tinggi unilateral (+6 D). Tapi pada beberapa
pasien (kemungkinan onset-nya terjadi pada umur lanjut), gangguan
penglihatannya adalah ringan. Bila gangguan penglihatan sangat besar, sering
didapat bukti adanya malformasi atau perubahan degeneratif pada mata ametropia
yang menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor ambliopiogenik.1

d. Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak
dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Dimana
walaupun telah dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan
normal. Tajam penglihatan membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu
periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk ambliopia tipe ini yaitu, hilangnya
penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi
abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab. Mekanismenya hanya
karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada amliopia isometropia,
bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi retina) sama dalam hal
kejelasan/kejernihan dan ukurannya.1
Hiperopia lebih dari 5D dan miopia lebih dari 10D berisiko menyebabkan
bilateral ambliopia, dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi
ambliopia.1

e. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau ”disuse ambliopia” masih sering
digunakan untuk ambliopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan
media kongenital atau dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan
pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan ambliopia. Bentuk ambliopia
ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulitdiperbaiki.
Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral dibandingkan bilateral
dengan kekeruhan identik.1,9
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat/total yang
menempati daerah sentral dengan ukuran 3 mm atau lebih, harus dianggap dapat
menyebabkan ambliopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia
> 6 thn lebih tidak berbahaya.1
Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia deprivasi disebabkan karena
penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Ambliopia berat dilaporkan
dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia <
2 tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.1,9

2.3 Ambliopia Refraktif


2.3.1. Defenisi
Ambliopia refraktif adalah ambliopia yang terjadi ketika adanya perbedaan
refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu
retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan
ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan
kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih – lebih fovea mata yang lebih
ametropik akan menghalangi pembentukan bayangan (form vision).1,3

2.3.2. Epidemiologi
Ambliopia Strabismik dan refraktif merupakan jenis ambliopia yang
terbanyak dari seluruh jenis ambliopia. Lebih 90 persen dari semua jenis
ambliopia adalah ambliopia refraktif dan/atau ambliopia strabismik. Ambliopia
isometropik merupakan jenis ambliopia yang paling jarang ditemukan, hanya
sekitar 1-2 % dari seluruh ambliopia.2
Prevalensi anisometropia pada berbagai usia sekitar 2% (atau sekitar 1% sampai
11%). Atkinson dan Braddick menyatakan bahwa kurang dari 1,5% bayi (6
sampai 9 bulan) menunjukkan bahwa anisometropia lebih besar atau sama dengan
1,5 dioptri. Namun, sebuah tesis PhD oleh Thompson menemukan bahwa
retinoscopy cycloplegic mampu menunjukkan anisometropia lebih besar dari
1,0dioptri di lebih dari 14% bayi baru lahir. Banyak studi prevalensi yang telah
dilakukan, tetapi hasil penelitian tersebut sangat bervariasi tergantung pada umur,
teknik untuk menentukan bias, dan definisi anisometropia.5
Ambliopia refraktif lebih sedikit daripada anisometropia dan biasanya
mempengaruhi kurang dari 1,5% dari populasi. Prevalensi ambliopia refraktif
pada pasien dengan anisometropia sekitar 25% sampai 60%. Oleh karena itu, tidak
semua pasien dengan anisometropia berkembang menjadi ambliopia.5

2.3.3. Patofisiologi
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan
daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi
eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung
konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan
ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak
yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan
deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.1
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat
dibanding strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang
deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisompetropia. Periode kritis tersebut
adalah :1,8,9
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu
pada saat lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Periode yang berisiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu di usia beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat
belum jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada
binatang dan percobaan laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah
memberi beberapa masukan, pada binatang percobaan menunjukkan
gangguansistem penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan
pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat
kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua
mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan
juga terjadi pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih
belum dapat disimpulkan.1
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama
interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks
untuk berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi
mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus
belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata
bersamaan.1
Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua
mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama
pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik,
bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan ”mematikan” mata yang
tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.1

2.3.4. Gejala Klinis


Ambliopia pada satu mata (seperti dalam ambliopia refraktif dan strabismik)
biasanya hanya menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya memiliki
ketajaman visual yang baik pada mata normal. Masalah yang paling signifikan
biasanya terjadi akibat penurunan stereopsis, yang dapat mengakibatkan gangguan
dalam berbagai kegiatan dan kurang efisiennya penglihatan dalam melakukan
berbagai kegiatan seperti mengemudi dan kegiatan yang memerlukan koordinasi
antara mata dan tangan.2,9

2.3.5. Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak
dapat dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang
dapat menyebabkan ambliopia.1,2

Anamnesis
Ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab
dengan lengkap apabila kita menemukan pasien yang menderita ambliopia,
yaitu:1
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam
membuat prognosisnya (Tabel 1).
Tabel 1. Faktor Primer yang Berhubungan dengan Prognosis Ambliopia
Jelek s/d Sedang Sedang s/d Baik Baik s/d Sempurna

Onset anomali Lahir s/d usia 2 thn 2 s/d 4 thn 4 s/d 7 thn
ambriogenik
Onset Terapi >3 thn 1 s/d 3 thn ≤1 thn
Minus onset
Anomali
Bentuk dan Koreksi optikal Koreksi optikal & Koreksi optikal penuh
keberhasilan dari Kemajuan VA Patching Patching
terapi awal minimal Kemajuan VA Kemajuan VA
sedang (moderate) signifikan
Latihan akomodasi,
koordinasi mata-
tangan & fiksasi
Adanya stereoposis &
alterasi
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d Cukup s/d sangat
cukup patuh

VA : Visual acuity (Tajam Penglihatan)

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang


menderita strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan
predisposisi seorang anak menderita ambliopia.1,2,8
Frekuensi strabismus yang ”diwariskan” berkisar antara 22% - 66%.
Frekuensi esotropia diantara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak
dijumpai kelainan tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia,
frekuensi meningkat hingga 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi prognosis,
tapi penting untuk keturunannya).1

Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk/huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada
kedua fungsi tadi, selalu subnormal.1
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan meletakkan balok disekitar huruf tunggal
(Gambar 1). Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.1,2,8,10

Gambar 2. Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen

Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf
isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang
sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf
isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh
hingga tajam penglihatan linear kembali normal.1
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah
pemeriksaan yang paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien anak – anak, tapi untungnya
penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada anak – anak.1
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes ”E” dan tes
”HOTV”. Tes lain adalah dengan simbol LEA (Gambar 2 ). Bentuk ini mudah
bagi anak usia ± 1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen.
Caranya sama dengan tes HOTV.1

Gambar 3. Simbol LEA


Neural Density (ND) Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik.
Filter densitas netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang
cukup unruk menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi
20/40 (6/12) ditempatkan di depan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita
ambliopia, tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau
sedikit membaik. (Gambar 3).1,8
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.
Keuntungan tes ini bisa, digunakan untuk screening secara tepat sebelum
dikerjakan terapi oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas.1

Gambar 4. Tes Filter Densitas Netral

Keterangan :
1) Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang
ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.
2) Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40
3) Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada
ambliopia fungsional
4) Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus
ambliopia organik

Menentukan Sifat Fiksasi


Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral
terletak pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah
daerah retina parafoveal- hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik
ambliopia daripada refraktif ambliopia. Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam
penglihatan 20/200 14(6/60) atau lebih buruk lagi. Tidak cukup kiranya
menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi
didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat didokumentasi dengan
kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi
eksentrik bilateral.1
a) Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang
memproyeksikan target fiksasi ke fundus (Gambar 4) Mata yang tidak diuji
ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat makula, dan pasien
mengarahkan pandagannya ke tanda bintik hitam (asterisk).1

Gambar 5 . Visuskop
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang
beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi
sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser
sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina.1
b) Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan
terjadi pada pasien – pasien dengan ambliopia kongenital keduabelah mata dan
dalam hal ini pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila
kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, mata
yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan
(Gambar 5). Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua
belah mata.1,2,8
Gambar 6. Fiksasi Eksentrik Bilateral

2.3.6. Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus, ambliopia dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka
akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah
berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).1
Ambliopia refraktif diterapi dengan koreksi refraksi dengan menggunakan
kacamata atau lensa kontak. Kontak lensa telah banyak digunakan untuk
pengobatan ambliopia refraktif myopia. Beberapa pasien, terutama orang dewasa,
mengoreksi kelainan refraksi dengan cepat untuk menghindari terjadinya diplopia.
Koreksi refraksi ini dapat memperbaiki kelainan refraksi pada ambliopia.2
Untuk pasien anak-anak, dewasa, dan remaja yang tidak mengalami
perbaikan dengan koreksi kelainan refraksi dengan kaca mata atau lensa kontak,
dapat dilakukan oklusi part time atau full time, atau dengan degradasi optikal atau
penalisasi dengan menggunakan atropine.2,5
a) Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata
ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.
Biladijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya atau estetika buruk.1
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia refraktif dan ambliopia isometropik
akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa
bulan.1
b) Oklusi dan Degradasi Optikal
− Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi
pilihan, yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh
waktu (full time) atau paruh waktu (part-time).1,8

− Oklusi Full Time


Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi
untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga. (Occlusion for all or
all but one waking hour), arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan
ambliopia dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”. Biasanya penutup mata
yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara
komersial.1,8

Gambar 7. Adhesive patch


Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa
kontak opak, atau Annisa’s Fun Patches (Gambar 7) dapat juga menjadi
alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch -nya
kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching
mempunyai sedikit risiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.1,8
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1
minggu untuk setiap tahun usia, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan
berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu
dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada
mata yang baik 1,8
Gambar 8. Annisa’s Fun Patches yang tidak memakai perekat karena dapat
disisipkan ke dalam kacamata.
− Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi
hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch -nya
tergantung dari derajat ambliopia.1 Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah
membantu dalam penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time.
Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat
(tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-
timepatching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari.
Dalamstudi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam
penglihatan hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang /
moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun.
Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1
jam/ hari.1,8
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau
tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing–masing
mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan
kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.1,8

− Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi
lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi
(penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes
5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat
berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat. ATS menunjukkan metode ini
memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching untuk ambliopia sedang
(tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada
anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine
pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama
dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 –
7 tahun dengan ambliopia sedang.1,8
Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan patching
pada 419 orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan
efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu – ragu, memilih atropine
sebagai pilihan pertama daripada patching.1
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,
yaitu tidak mengiritasi kulit dan dilihat lebih baik dari segi kosmetik. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga
tidak perlu sesering oklusi.1
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan
lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah
terjadinya efek samping farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode
atropinisasi dan metode non- oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak
strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan
penglihatan binokular.1,8

2.3.7. Komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya
amblyopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling berisiko
tinggi dan harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up
pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1
minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).
Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi
full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.1
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi
alternat, tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu
baris antara kedua mata. Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung
pada hal berikut :
 Derajat ambliopia
 Pilihan terapeutik yang digunakan
 Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
 Usia pasien
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan
yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan
ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang
lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir
minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat berhasil.1

2.3.8. Pencegahan
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini dapat
dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia harus dilakukan
oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan anak-anak yang
mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining setiap tahun selama periode
perkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.2

Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai selama
tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko perlu dilakukan
monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4 tahun memungkinkan
untuk terjadinya anomali refraksi, terutama astigmatisma dan anisometropia.
Skrining ini juga ditujukan untuk anak- anak yang mempunyai riwayat keluarga
yang menderita strabismus atau ambliopia. Adanya program skrining untuk
mendeteksi dan mengobati ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan
diberbagai negara.2

2.3.9. Prognosis
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau
masih sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami
kekambuhan, yang selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru.
Kegagalan dapat dicegah dengan memakai pengaturan pada penglihatan, seperti
patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau
penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu.
Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi
lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik
sampai usia 8 – 10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan
untuk follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan.1
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor risiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:1,8
 Jenis Ambliopia, pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
 Usia dimana penatalaksanaan dimulai, semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.

Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai, semakin bagus tajam
penglihatan awal pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.
BAB 3
KESIMPULAN

Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi


koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan
posterior. Sementara itu, ambliopia refraktif terjadi akibat terdapatnya kelainan
refraksi kedua mata yang berbeda jauh. Akibat refraktif bayangan benda pada
kedua mata tidak sama besar yang menimbulkan bayangan pada retina secara
relatif di luar fokus dibanding dengan mata lainnya.
Diagnosis ambliopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan tajam
penglihatan, Neural Density Filter test, menentukan sifat fiksasi dengan
menggunakan visuskop, tes tutup alternat (Alternate Cover Test) untuk fiksasi
eksetrik bilateral.
Penatalaksanaan ambliopia adalah dengan koreksi kelainan refraksi dengan
kaca mata atau lensa kontak, dapat dilakukan oklusi part time atau full time, atau
dengan degradasi optikal atau penalisasi dengan menggunakan atropine.
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisiko
menderita ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, sehingga
prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and


Strabismus. Chapter 5: Ambliopia. Section 6. Basic and Clinical Science
Course. 2008 – 2009, 67 – 75.
2. Rouse, M. W, et all. Optometric Clinical Practice Guideline : Care of the
Patient with Ambliopia. 2004.
3. Ilyas, Sidarta. Strabismus. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Ed. 3. Cetakan 5.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008, 245-258.
4. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics. Chapter 4: Clinical
Refraction. Section 3. Basic and Clinical Science Course. 2008 – 2009, 118,
147.
5. Donahue, Sean. The Relationship Between Anisometropia Patient Age and
The Development of Ambliopia. 2005
6. American Academy of Ophthalmology. Neuro-Ophtalmology. Chapter 4: The
Patient With Decreased Vision: Clasification and management. Section 5.
Basic and Clinical Science Course. 2008 – 2009, 111.
7. Sihota, R. Parsons’ Diseases of the Eye. 20th edition. New Delhi : Elsevier.
2007, 92-95.
8. Yen, K.G. Ambliopia. Cullen Eye Institute, Baylor College of Medicine.
2011.
9. Mittelman, D. Ambliopia. The Pediatric Clinics of North America. 2003.
Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2000, 243-244

Anda mungkin juga menyukai