PENDAHULUAN
Uvea
Lapis vascular did lam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid. Diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus dan 7 buah arteri
siliar anterio. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat
perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menmbus sclera.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lateral, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu:
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut
sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf
simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah
uvea dan untuk dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilakan pupil
Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil
akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma,
dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari:
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan memperdalam focus seperti pada kamera foto yang difragmanya
dikecilkan.
Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaucoma.
Berdekatandengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal schelmm, baji
sclera, garis schwalbe dan jonjot iris.
Lensa mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi Secara
fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous
body dan berada di sumbu mata.
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak,
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Badan kaca
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat.
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan
sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskop. Vitreous
humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel
pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, terdiri atas sel batang dan sel kerucut.
2. Membrane limitan eksterna
3. Lapis nucleus luar
4. Lapis pleksiform luar
5. Lapis nucleus dalam
6. Lapis pleksiform dalam
7. Lapis sel ganglion
8. Lapis serabut saraf
9. Membrane limitan interna
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia.
Saraf optik
Saraf optic yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optic
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak
langsung terhadap saraf optic ataupun perubahan toksik dan anoksik yang
mempengaruhi penyaluran aliran listrik.
Sclera
Bagian putih bola mata bersama-sama dengan kornea merupakan
ppembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera berjalan dari papil saraf optic
sampai kornea.
Perkembangan visus
2.2 Ambliopia
2.2.1. Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, amblyos yang berarti tumpul atau
pudar, dan opia yang berarti mata. Jadi ambliopia berarti penglihatan yang tumpul
atau pudar.5,9 Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun
sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang
tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras
penglihatan posterior.1,6,7
Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk
menghilangkan diplopia dan konfusi (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang
berlainan tapi berhimpitan, satu di atas yang lain). Ketika kita menyebut
ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia, bukan eksotropia.
Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah, bukan eksotropia,
yang sering dihubungkan dengan ambliopia. Hal ini disebabkan karena eksotropia
sering berlangsung intermiten dan atau deviasi alternat dibanding deviasi
unilateral konstan, yang merupakan ”prasyarat” untuk terjadinya ambliopia.1
b. Fiksasi Eksentrik
Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina terus
menerus untuk penglihatan monokular oleh mata ambliopia. Fiksasi eksentrik
terdapat sekitar 80% dari penderita ambliopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat
minor), hanya dapat dideteksi dengan uji khusus, seperti visuskop, banyak
dijumpai pada penderita ambliopia strabismik dan hilangnya tajam penglihatan
ringan.1
Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat dideteksi dengan melihat
refleks kornea pada mata ambliopia tidak pada posisi sentral, dimana ia
memfiksasi cahaya, dengan mata dominan ditutup. Umumnya tajam penglihatan
adalah 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Penggunaan regio nonfoveal untuk
fiksasi tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab utama menurunnya penglihatan
pada mata yang ambliopia. Mekanisme fenomena ini masih belum diketahui.1
c. Ambliopia Refraktif
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah ambliopia refraktif,
terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan
lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea
pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan
refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi.
Lebih – lebih fovea mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan
bayangan (form vision).1,4,9
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagiakibat
kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan
yang terjadi pada ambliopia strabismik.1
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat
menyebabkan ambliopia ringan. Miopia anisometropia ringan (< -3D) biasanya
tidak menyebabkan ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D) sering
menyebabkan ambliopia berat.1
Begitu juga dengan hyperopia tinggi unilateral (+6 D). Tapi pada beberapa
pasien (kemungkinan onset-nya terjadi pada umur lanjut), gangguan
penglihatannya adalah ringan. Bila gangguan penglihatan sangat besar, sering
didapat bukti adanya malformasi atau perubahan degeneratif pada mata ametropia
yang menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor ambliopiogenik.1
d. Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak
dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Dimana
walaupun telah dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan
normal. Tajam penglihatan membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu
periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk ambliopia tipe ini yaitu, hilangnya
penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi
abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab. Mekanismenya hanya
karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada amliopia isometropia,
bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi retina) sama dalam hal
kejelasan/kejernihan dan ukurannya.1
Hiperopia lebih dari 5D dan miopia lebih dari 10D berisiko menyebabkan
bilateral ambliopia, dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi
ambliopia.1
e. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau ”disuse ambliopia” masih sering
digunakan untuk ambliopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan
media kongenital atau dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan
pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan ambliopia. Bentuk ambliopia
ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulitdiperbaiki.
Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral dibandingkan bilateral
dengan kekeruhan identik.1,9
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat/total yang
menempati daerah sentral dengan ukuran 3 mm atau lebih, harus dianggap dapat
menyebabkan ambliopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia
> 6 thn lebih tidak berbahaya.1
Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia deprivasi disebabkan karena
penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Ambliopia berat dilaporkan
dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia <
2 tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.1,9
2.3.2. Epidemiologi
Ambliopia Strabismik dan refraktif merupakan jenis ambliopia yang
terbanyak dari seluruh jenis ambliopia. Lebih 90 persen dari semua jenis
ambliopia adalah ambliopia refraktif dan/atau ambliopia strabismik. Ambliopia
isometropik merupakan jenis ambliopia yang paling jarang ditemukan, hanya
sekitar 1-2 % dari seluruh ambliopia.2
Prevalensi anisometropia pada berbagai usia sekitar 2% (atau sekitar 1% sampai
11%). Atkinson dan Braddick menyatakan bahwa kurang dari 1,5% bayi (6
sampai 9 bulan) menunjukkan bahwa anisometropia lebih besar atau sama dengan
1,5 dioptri. Namun, sebuah tesis PhD oleh Thompson menemukan bahwa
retinoscopy cycloplegic mampu menunjukkan anisometropia lebih besar dari
1,0dioptri di lebih dari 14% bayi baru lahir. Banyak studi prevalensi yang telah
dilakukan, tetapi hasil penelitian tersebut sangat bervariasi tergantung pada umur,
teknik untuk menentukan bias, dan definisi anisometropia.5
Ambliopia refraktif lebih sedikit daripada anisometropia dan biasanya
mempengaruhi kurang dari 1,5% dari populasi. Prevalensi ambliopia refraktif
pada pasien dengan anisometropia sekitar 25% sampai 60%. Oleh karena itu, tidak
semua pasien dengan anisometropia berkembang menjadi ambliopia.5
2.3.3. Patofisiologi
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan
daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi
eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung
konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan
ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak
yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan
deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.1
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat
dibanding strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang
deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisompetropia. Periode kritis tersebut
adalah :1,8,9
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu
pada saat lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Periode yang berisiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu di usia beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat
belum jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada
binatang dan percobaan laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah
memberi beberapa masukan, pada binatang percobaan menunjukkan
gangguansistem penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan
pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat
kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua
mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan
juga terjadi pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih
belum dapat disimpulkan.1
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama
interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks
untuk berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi
mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus
belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata
bersamaan.1
Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua
mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama
pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik,
bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan ”mematikan” mata yang
tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.1
2.3.5. Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak
dapat dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang
dapat menyebabkan ambliopia.1,2
Anamnesis
Ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab
dengan lengkap apabila kita menemukan pasien yang menderita ambliopia,
yaitu:1
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam
membuat prognosisnya (Tabel 1).
Tabel 1. Faktor Primer yang Berhubungan dengan Prognosis Ambliopia
Jelek s/d Sedang Sedang s/d Baik Baik s/d Sempurna
Onset anomali Lahir s/d usia 2 thn 2 s/d 4 thn 4 s/d 7 thn
ambriogenik
Onset Terapi >3 thn 1 s/d 3 thn ≤1 thn
Minus onset
Anomali
Bentuk dan Koreksi optikal Koreksi optikal & Koreksi optikal penuh
keberhasilan dari Kemajuan VA Patching Patching
terapi awal minimal Kemajuan VA Kemajuan VA
sedang (moderate) signifikan
Latihan akomodasi,
koordinasi mata-
tangan & fiksasi
Adanya stereoposis &
alterasi
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d Cukup s/d sangat
cukup patuh
Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk/huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada
kedua fungsi tadi, selalu subnormal.1
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan meletakkan balok disekitar huruf tunggal
(Gambar 1). Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.1,2,8,10
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf
isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang
sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf
isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh
hingga tajam penglihatan linear kembali normal.1
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah
pemeriksaan yang paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien anak – anak, tapi untungnya
penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada anak – anak.1
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes ”E” dan tes
”HOTV”. Tes lain adalah dengan simbol LEA (Gambar 2 ). Bentuk ini mudah
bagi anak usia ± 1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen.
Caranya sama dengan tes HOTV.1
Keterangan :
1) Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang
ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.
2) Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40
3) Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada
ambliopia fungsional
4) Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus
ambliopia organik
Gambar 5 . Visuskop
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang
beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi
sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser
sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina.1
b) Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan
terjadi pada pasien – pasien dengan ambliopia kongenital keduabelah mata dan
dalam hal ini pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila
kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, mata
yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan
(Gambar 5). Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua
belah mata.1,2,8
Gambar 6. Fiksasi Eksentrik Bilateral
2.3.6. Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus, ambliopia dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka
akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah
berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).1
Ambliopia refraktif diterapi dengan koreksi refraksi dengan menggunakan
kacamata atau lensa kontak. Kontak lensa telah banyak digunakan untuk
pengobatan ambliopia refraktif myopia. Beberapa pasien, terutama orang dewasa,
mengoreksi kelainan refraksi dengan cepat untuk menghindari terjadinya diplopia.
Koreksi refraksi ini dapat memperbaiki kelainan refraksi pada ambliopia.2
Untuk pasien anak-anak, dewasa, dan remaja yang tidak mengalami
perbaikan dengan koreksi kelainan refraksi dengan kaca mata atau lensa kontak,
dapat dilakukan oklusi part time atau full time, atau dengan degradasi optikal atau
penalisasi dengan menggunakan atropine.2,5
a) Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata
ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.
Biladijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya atau estetika buruk.1
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia refraktif dan ambliopia isometropik
akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa
bulan.1
b) Oklusi dan Degradasi Optikal
− Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi
pilihan, yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh
waktu (full time) atau paruh waktu (part-time).1,8
− Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi
lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi
(penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes
5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat
berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat. ATS menunjukkan metode ini
memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching untuk ambliopia sedang
(tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada
anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine
pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama
dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 –
7 tahun dengan ambliopia sedang.1,8
Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan patching
pada 419 orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan
efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu – ragu, memilih atropine
sebagai pilihan pertama daripada patching.1
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,
yaitu tidak mengiritasi kulit dan dilihat lebih baik dari segi kosmetik. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga
tidak perlu sesering oklusi.1
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan
lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah
terjadinya efek samping farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode
atropinisasi dan metode non- oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak
strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan
penglihatan binokular.1,8
2.3.7. Komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya
amblyopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling berisiko
tinggi dan harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up
pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1
minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).
Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi
full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.1
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi
alternat, tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu
baris antara kedua mata. Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung
pada hal berikut :
Derajat ambliopia
Pilihan terapeutik yang digunakan
Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
Usia pasien
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan
yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan
ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang
lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir
minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat berhasil.1
2.3.8. Pencegahan
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini dapat
dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia harus dilakukan
oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan anak-anak yang
mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining setiap tahun selama periode
perkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.2
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai selama
tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko perlu dilakukan
monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4 tahun memungkinkan
untuk terjadinya anomali refraksi, terutama astigmatisma dan anisometropia.
Skrining ini juga ditujukan untuk anak- anak yang mempunyai riwayat keluarga
yang menderita strabismus atau ambliopia. Adanya program skrining untuk
mendeteksi dan mengobati ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan
diberbagai negara.2
2.3.9. Prognosis
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau
masih sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami
kekambuhan, yang selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru.
Kegagalan dapat dicegah dengan memakai pengaturan pada penglihatan, seperti
patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau
penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu.
Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi
lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik
sampai usia 8 – 10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan
untuk follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan.1
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor risiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:1,8
Jenis Ambliopia, pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
Usia dimana penatalaksanaan dimulai, semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai, semakin bagus tajam
penglihatan awal pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.
BAB 3
KESIMPULAN