Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

ADENOMYOSIS

Disusun Oleh :

Marco (07120120054)

Pembimbing :

dr. Jacobus Jeno Wibisono, SpOG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Siloam Hospital Lippo Village - Rumah Sakit Umum Siloam

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Periode 19 Desember 2016 - 25 Februari 2017


BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Inisial Pasien : Ny. B

Tanggal Lahir : 24 Maret 1974

Usia : 42 tahun

Status : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMP

Agama : Islam

Nama Suami : A (46 tahun)

Pekerjaan : Bisnis

Alamat : Jatiuwung, Tangerang

No. MR : RSUS.00-72-33-XX

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 2 Januari 2017 - 17.00

Tanggal pemeriksaan : 3 Januari 2017 - 06.30

KELUHAN UTAMA :

Nyeri hebat saat haid sejak enam bulan lalu.

 
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada saat haid sejak enam bulan lalu.
Nyeri dirasakan pada bagian perut bawah, seperti ditusuk, hilang timbul, tidak ada
penjalaran nyeri, dan tidak ada yang memperberat nyeri. Saat nyeri, pasien
mengonsumsi asam mafenamat untuk meringankan nyeri. Terkadang nyeri juga
muncul saat tidak haid, namun tidak seberat pada saat sedang haid. Pasien juga
mengeluh bahwa perut bagian bawah teraba benjolan yang semakin membesar sejak
sekitar 2 tahun lalu. Keluhan lain seperti pendarahan, keputihan, demam, gangguan
buang air kecil dan buang air besar disangkal. Pasien juga menyangkal adanya
penurunan berat badan yang signifikan dalam waktu singkat.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien tidak pernah mengalami gejala serupa sebelumnya. Pasien tidak memiliki
riwayat tekanan darah tinggi, penyakit gula, maupun penyakit lain seperti TB atau
keganasan.

RIWAYAT OPERASI :

Riwayat operasi Dilatasi dan Kuretase (D&C) 3 tahun lalu.

RIWAYAT KELUARGA :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki gejala serupa.

RIWAYAT SOSIAL/KEBIASAAN :

Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol.

RIWAYAT MENSTRUASI:

• Menopause : Belum menopause


• Menarche : 13 tahun
• Siklus : Teratur, 28 hari

 
• Durasi : 7 hari
• Pembalut : Sedang, 1 pembalut
• Dysmenorrhea : (+)
• Riwayat pendarahan abnormal : (-)

RIWAYAT GINEKOLOGI:

• Riwayat keputihan : (+)

RIWAYAT SEKSUAL & PERNIKAHAN:

• Cointarche : 21 tahun
• Dispareunia : (-)
• Post-coital bleeding : (-)
• Jumlah pasangan seksual : 1
• Penyakit menular seksual : (-)
• Usia pernikahan : 21 tahun

RIWAYAT KONTRASEPSI:

Implan selama 3 tahun

IUD selama 5 tahun

RIWAYAT OBSTETRI :

Status Obstetri : P2 A1

Anak 1 : 21 tahun, lahir spontan, perempuan, berat lahir 3800 gram

Anak 2 : 12 tahun, lahir spontan, perempuan, berat lahir 3100 gram

Anak 3 : Abortus, usia 2 bulan, dilakukan kuretase

 
PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda Vital

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36.9 0C

Status Generalis

Kepala :

Normosefali, tidak terdapat hiperpigmentasi maupun hipopigmentasi, tidak


terdapat bekas luka. Tidak terlihat dan tidak teraba adanya massa.

Mata :

Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)

Leher :

Tidak terdapat bekas luka, trakea intak di tengah leher. Tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid maupun kelenjar getah bening.

Thorax :

Tidak terdapat bekas luka, massa, dan bekas operasi. Rhonchi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Tampak cembung, teraba massa keras, ukuran ± 12 x 10 x 10 cm, permukaan rata,


batas tegas, tidak dapat digerakkan, nyeri tekan (+)

 
Punggung :

Tidak ada bekas luka, massa, dan bekas operasi.

Ekstremitas :

Tidak terdapat bengkak, edema, deformitas, ataupun luka. Akral hangat. CRT< 2
detik. Nyeri (-/-)

Pemeriksaan Ginekologis

Inspeksi:
Vulva :
Hiperemis (-), benjolan (-), laserasi (-), sekret (-), pendarahan (-), edema (-)
Vagina :
Hiperemis (-), benjolan (-), laserasi (-), sekret (-), pendarahan (-), edema (-)

Inspekulo:
Porsio :
Hiperemis (-), benjolan (-), sekret (-), pendarahan (-), nyeri goyang (-)
Dinding vagina :
Permukaan rata, massa (-), pendarahan (-)

Pemeriksaan Bimanual:
Vagina : benjolan (-), nyeri tekan (-)
Cervix : benjolan (-), nyeri tekan (-)
Uterus : benjolan (-), nyeri tekan (-)
Adneksa : benjolan (+/+), nyeri tekan (+/+)

Rectovaginal Examination :

Tonus sphincter ani intak, ampulla recti tidak kolaps, mukosa licin, permukaan rata,
nyeri tekan (-), benjolan (-­‐)

 
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan USG

 
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 2 Januari 2017

Pemeriksaan Hasil Unit Reference range

Hemoglobin 7.5 g/dL 11.7 – 15.5

Hematocrit 26.50 % 35 – 47

Eritrosit 4.25 10^6/𝜇L 3.8 – 5.2

Leukosit 7.55 10^6/𝜇L 3.6 – 11

Differential Count

Basophil 0

Eosinophil 2

Band Neutrophil 3

Segment Neutrophil 67

Lymphocyte 22

Monocyte 6

Jumlah platelet 333 10^3/𝜇L 150 – 440

ESR 23 Mm/hours 0 – 20

MCV 62.40 fl 80 - 100

MCH 17.60 pg 26 - 34

MCHC 28.30 g/dL 32 - 36

Prothrombin Time

Control 10.70 Seconds 9.1 – 12.3

Patient 10.60 Seconds 9.4 – 11.3

INR 1.02 Seconds

 
A.P.T.T.

Control 30.70 Seconds 28.0 – 38.0

Patient 29.30 Seconds 31.00 – 47.00

Biochemistry

SGOT ( AST) 11 U/L 5 - 34

SGPT ( ALT) 13 U/L 0 – 55

Ureum 22.0 Mg/dL <50.00

Creatinine 0.73 Mg/dL 0.5 – 1.1

eGFR 92.9 mL/mnt/1.73m2

Random Blood Glucose 101.0 Mg/dL <200.0

Sodium (Na) 139 Mmol/L 137 – 145

Potassium (K) 4.0 Mmol/L 3.6 – 5.0

Chloride (Cl) 111 Mmol/L 98 - 107

Foto Thorax AP

-­‐ Kedua sinus costophrenicus dan diafragma normal


-­‐ Cor :
CTR < 50 %
-­‐ Kedua hilus: kesan tampak perselubungan paratrakea kanan susp. vaskular
-­‐ Pulmo: corakan bronkovaskular paru normal
-­‐ Tulang tulang dada baik

Kesan : Normal

 
Diagnosis Kerja

P2A1, 42 tahun, dengan massa pada supra pubis dan inguinal kanan, suspek
adenomyosis + kista ovarium dextra suspek kista endometriosis

Diagnosis Banding

Mioma uteri

Prognosis

Vitam : ad bonam

Functionam : ad malam

Sanationam : dubia

FIFE

Feeling : Pasien merasa terganggu dengan kondisi yang dirasakannya saat ini

Idea : Pasien tidak mengetahui penyebab penyakit yang dideritanya

Function : Pasien takut operasi, dan keadaannya semakin memburuk

Expectation : Pasien berharap dapat sembuh

Terapi

Non-medikamentosa

- Oksigen 3 L/menit
- IV line
- Foley catheter
- Edukasi prosedur operasi penting untuk dilakukan
- Edukasi hasil dari operasi pengangkatan rahim, tidak ada mens lagi, namun
tidak menopause

 
Medikamentosa

Simtomatik sebelum dilakukan operasi :

- Analgetik : Asam Mafenamat 3 x 500 mg XV PO


- Pil KB kombinasi : Estrogen + Progestin

Operatif

• Pro Histerektomi + kistektomi dextra

Temuan intra-operasi 4 Januari 2017

• Eksplorasi : Tampak uterus membesar permukaan rata, terdapat perlengketan


uterus dengan dinding buli, konsistensi padat kenyal.
• Tampak massa berwarna putih keruh, kistik ukuran 14x12x12 cm, permukaan
rata.
• Tampak massa kistik pada ovarium kanan berwarna coklat, ukuran 4 x 3 x 2
cm, dan kiri dengan ukuran 4 x 4 x 2 cm, permukaan rata.
• Dipilih untuk dilakukan histerektomi subtotal + kistektomi bilateral +
adhesiolisis

Diagnosa paska operasi

P2A1, 42 tahun, Suspek adenomyosis difus + kista coklat bilateral suspek kista
endometriosis, Post Histerektomi subtotal + Kistektomi bilateral + adhesiolisis a.i.
suspek adenomyosis + kista coklat bilateral

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Istilah adenomyosis berasal dari tiga kata, yaitu adeno (kelenjar), myo (otot),
dan osis (kondisi). Secara harafiah, adenomyosis adalah kondisi dimana sel-sel yang
secara normal membentuk lapisan dalam uterus juga tumbuh pada dinding otot dari
uterus.1
Bird et al. (1972) mengemukakan definisi adenomiosis sebagai invasi jinak
jaringan endometrium ke dalam lapisan miometrium yang menyebabkan pembesaran
uterus difus dengan gambaran mikroskopis kelenjar dan stroma endometrium ektopik
non neoplastik dikelilingi oleh jaringan miometrium hipertrofik dan hiperplastik.2,3,4
Definisi tersebut masih berlaku hingga sekarang dengan modifikasi. Adenomiosis
adalah keberadaan kelenjar dan stroma endometrium pada lokasi manapun di dalam
miometrium.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Di masa lalu, diagnosis adenomyosis ditegakkan hanya berdasarkan analisis
histologis. Penentuan insidensi atau prevalensi yang akurat dari adenomyosis belum
dilakukan saat itu, sehingga estimasi dari prevalensinya begitu luas, yaitu antara 5 hingga
70%. Pada tindakan laparotomi histerektomi supraservikal yang dilakukan di Gynecological
University Clinic di Tubingen, adenomyosis didiagnosa secara histologis pada 8% dari kasus
(149 dari 1955 wanita), dan adenomyosis yang terjadi bersamaan dengan leiomyoma pada
20% dari wanita (398 dari 1955 wanita); 70% dari wanita dengan diagnosis adenomyosis
belum mengalami menopause.2

2.3. FAKTOR RISIKO


2.3.1. Usia
70 hingga 80% dari wanita yang menjalani histerektomi karena adenomyosis
berada pada dekade keempat dan kelima dari kehidupan dan memiliki riwayat
multiparitas; beberapa penelitian melaporkan usia rata-rata pada wanita yang
menjalani histerektomi karena adenomyosis adalah lebih dari 50 tahun. Namun,

 
laporan-laporan yang lebih baru menggunakan MRI untuk diagnosis melaporkan
bahwa penyakit ini dapat menyebabkan dismenorrhea dan nyeri panggul kronis
pada wanita dalam usia remaja dan usia produktif. Laporan-laporan ini
menjabarkan bahwa adenomyosis mungkin terjadi pada usia yang lebih muda
daripada yang diketahui sebelumnya, dan adenomyosis pada stadium awal
mungkin dapat memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan adenomyosis
pada stadium akhir.

2.3.2. Multiparitas

Persentase riwayat multiparitas pada wanita dengan multiparitas cukup


tinggi. Kehamilan mungkin dapat mendukung pembentukan adenomyosis
dengan memasukkan foci adenomyotik kedalam myometrium karena sifat
invasif dari trofoblas pada ekstensi dari serat myometrium. Sebagai tambahan,
jaringan adenomyotik mungkin memiliki rasio reseptor estrogen yang lebih
tinggi dan perubahan hormonal dari kehamilan mungkin mendukung
pembentukan endometrium yang ektopik.

2.3.3. Riwayat Pembedahan pada Uterus

Bukti yang berhubungan dengan meningkatnya risiko adenomyosis karena


adanya riwayat pembedahan uterus sebelumnya tidak konsisten. Data klinis telah
mendukung hipotesis bahwa adenomyosis terjadi apabila kelenjar endometrium
menginvasi lapisan myometrium, dan gangguan dari batas endometrium dan
myometrium oleh tindakan bedah meningkatkan risiko adenomyosis pada
beberapa studi. Karena itu, riwayat pembedahan pada uterus sebelumnya tidak
menjamin akan menjadi faktor risiko dari adenomyosis. Terlebih lagi, mencari
hubungan antara riwayat pembedahan dengan insidensi adenomyosis berisiko
tinggi ketika mempertimbangkan pemilihan pasien bedah. Pasien-pasien yang
termasuk dalam sebagian besar studi ditangani dalam era dimana laparotomi
masih sering dilakukan, sehingga hasilnya mungkin berbeda apabila studi
dilakukan di masa sekarang.

 
2.3.4. Kebiasaan Merokok

Bukti mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan adenomyosis


masih bersifat kontroversial. Di satu sisi, wanita yang tidak pernah merokok
memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menderita adenomyosis
dibandingkan dengan wanita yang memiliki kebiasaan merokok. Temuan ini
dapat dijelaskan oleh mekanisme yang dipicu oleh hormon: turunnya kadar
estrogen serum telah dilaporkan pada perokok, dan adenomyosis diperkirakan
merupakan kelainan yang bergantung pada estrogen. Di sisi lain, ditemukan juga
bukti bahwa tidak ada kaitan yang erat antara adenomyosis dengan kebiasaan
merokok. Karena itu, hubungan antara adenomyosis dengan kebiasaan merokok
memerlukan penelitian lebih lanjut.

2.3.5. Kehamilan Ektopik

Implantasi pada fokus adenomyosis dapat menyebabkan kehamilan yang


berkembang dalam myometrium. Karena itu, telah dibuat hipotesis bahwa
wanita dengan adenomyosis memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk
memiliki riwayat kehamilan ektopik, karena adenomyosis mungkin merupakan
faktor risiko dari terbentuknya kehamilan ektopik intramural. Penjelasan lain
yang memungkinkan untuk meningkatnya rasio kehamilan ektopik pada wanita
dengan adenomyosis adalah adanya riwayat merokok. Karena itu, asumsi yang
berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan adanya riwayat merokok dan
kehamilan ektopik yang berhubungan dengan adenomyosis merupakan hipotesis
yang memerlukan bukti-bukti tambahan.

2.3.6. Pengobatan dengan Tamoxifen

Adenomyosis relatif langka pada wanita post-menopausal, namun insidensi


adenomyosis yang lebih tinggi telah dilaporkan pada wanita yang menerima
terapi Tamoxifen untuk kanker payudara. Tamoxifen adalah antagonis reseptor
estrogen pada jaringan payudara melalui metabolit aktif berupa
hidroksitamoxifen. Dalam jaringan, termasuk endometrium, metabolit aktif ini
bersifat sebagai agonis, dan adenomyosis dapar berkembang atau kembali aktif.

 
Karena itu, adenomyosis mungkin lebih umum ditemukan pada wanita yang
mendapat tamoxifen dan mungkin menyebabkan pendarahan post-menopausal
pada pasien-pasien ini.3

2.4. MANIFESTASI KLINIS


Tidak ada gejala yang patognomonis untuk adenomiosis sehingga
menyebabkan rendahnya tingkat akurasi diagnosisi preoperatif. Dalam sebuah studi
dimana telah ditegakkan diagnosis patologis adenomiosis yang dibuat dari spesimen
histerektomi, 35% penderitanya tidak memiliki gejala yang khas. Gejala adenomiosis
yang umum yaitu menorragia, dismenorea dan pembesaran uterus. Gejala seperti ini
juga umum terjadi pada kelainan ginekologis yang lain. Gejala lain yang jarang
terjadi yaitu dispareunia & nyeri pelvis yang kronis atau terus-menerus.
Presentasi klinis adenomiosis
Gejala Klinis Adenomiosis
1. Asimtomatis
Ditemukan tidak sengaja (pemeriksaan abdomen atau pelvis; USG
transvaginal atau MRI; bersama dengan patologi yg lain)
2. Perdarahan uterus abnormal
Dikeluhkan perdarahan banyak, berhubungan dengan beratnya
proses adenomiosis (pada 23-82% wanita dengan penyakit ringan –
berat)
Perdarahan ireguler relatif jarang, hanya terjadi pada 10% wanita
dengan adenomiosis
3. Dismenorea pada >50% wanita dengan adenomiosis
4. Gejala penekanan pada vesica urinaria & usus dari uterus bulky (jarang)
5. Komplikasi infertilitas, keguguran, hamil (jarang)

Gejala yang sering ditemui pada adenomyosis adalah sebagai berikut:


• Pendarahan menstruasi yang hebat atau abnormal
• Dismenorrhea hebat

 
• Pendarahan diantara siklus menstruasi
• Pada pemeriksaan vagina, ditemukan pembesaran dan nyeri tekan uterus
• Pendarahan menstruasi yang hebat dapat menimbulkan gejala-gejala anemia,
seperti rasa lemas dan pusing.4

2.5. PATOFISIOLOGI
Adenomyosis ditandai oleh pembesaran uterus yang disebabkan oleh sisa
ektopik dari endometrium berupa kelenjar dan stroma, yang terletak didalam
myometrium. Sisa-sisa ini mungkin tersebar diseluruh myometrium – adenomyosis
difus, atau dapat membentuk kumpulan nodular yang terlokalisir, disebut
adenomyosis fokal. Meskipun kedua bentuk dapat dicurigai secara klinis, diagnosa
biasanya didasari oleh kriteria histologis. Dalam pemeriksaan kasar, uterus
membesar secara global, namun pembesaran ini jarang melebihi ukuran uterus pada
kehamilan 12 minggu. Kontur permukaan pada uterus biasanya mulus, teratur,
kemerahan dan lunak. Potongan kasar dari permukaan uterus tampak kenyal dan
berlubang-lubang dengan titik-titik pendarahan. Fokus ektopik dari kelenjar dan
stroma yang ditemukan didalam myometrium pada adenomyosis berasal dari lapisan
basal. Karena sel-sel dari lapisan basal tidak mengalami perubahan proliferatif dan
sekretori yang tipikal selama siklus menstruasi, pendarahan didalam fokus ini
minimal.

Teori yang paling banyak dipakai secara luas mengenai perkembangan


adenomyosis menjelaskan invaginasi kearah bawah dari lapisan basal endometrium
kedalam myometrium. Hubungan antara endometrium dengan myometrium bersifat
unik karena tidak memiliki lapisan sub-mukosa yang membatasi kedua lapis tersebut.
Dalam keadaan normal pun endometrium cukup sering menginvasi myometrium
secara superfisial. Mekanisme yang mendorong invasi dalam pada myometrium tidak
diketahui. Pada beberapa kasus, kerapuhan myometrium timbul karena riwayat
kehamilan sebelumnya atau pembedahan uterus. Diperkirakan estrogen dan
progesteron memegang peranan besar dalam perkembangan dan pemeliharaan
adenomyosis. Sebagai contoh, adenomyosis tumbuh selama usia reproduktif dan
mengalami kemunduran setelah menopause, meskipun migrasi sel dan proses invasi
masih berlanjut.

 
Paritas dan usia merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya
adenomyosis. Secara spesifik, hampir 90% kasus terjadi pada perempuan dengan
riwayat paritas, dan hampir 80% terjadi pada wanita berusia 40-50 tahun.
Adenomyosis juga berhubungan dengan ekspresi aromatase dan kadar estrogen
jaringan yang tinggi. Peningkatan serupa juga ditemukan pada leiomyoma,
hiperplasia endometrium, dan endometriosis, yang biasanya timbul berdampingan
dengan adenomyosis. Adenomyosis juga sering ditemukan pada wanita yang
mengkonsumsi modulator estrogen reseptor selektif, yaitu tamoxifen.5

2.6 DIAGNOSIS
Diperkirakan 1/3 dari wanita dengan adenomyosis memiliki gejala, dan
pendarahan menstruasi hebat serta dismenorrhea cukup umum ditemukan. 10%
penderita juga mengeluhkan dispareunia. Tingkat keparahan gejala berhubungan
dengan meningkatnya jumlah fokus ektopik dan kedalaman invasi. Patogenesis dari
gejala-gejala ini tidak diketahui, meskipun kontraktilitas myometrium dan penanda
inflamasi telah terimplikasi. Hubungan dengan subfertilitas tidak diketahui secara
jelas, karena kurangnya jumlah dan kualitas data yang ada.
Selama bertahun-tahun, diagnosis dari adenomyosis pada sebagian besar
kasus telah ditegakkan secara retrospektif mengikuti riwayat histerektomi dan
pemeriksaan histologis. Pengukuran kadar Ca125 serum tidak banyak membantu
karena kurangnya spesifisitas dari pemeriksaan ini, sebab kadar Ca125 serum juga
meningkat pada penderita leiomyoma, endometriosis, infeksi pelvis dan keganasan
pelvis.
Sonografi transabdominal tidak dapat secara konsisten mengidentifikasi
perubahan myometrium pada adenomyosis yang cenderung sedikit, sehingga
pencitraan dengan sonografi transvaginal lebih dipilih. Sebagai perbandingan,
pencitraan dengan MRI bisa sama atau sedikit lebih baik daripada dengan sonografi
transvaginal. Dengan sonografi transvaginal, temuan pada adenomyosis difus
meliputi 1.) penebalan dinding myometrium anterior atau posterior yang lebih tebal
dibanding lawannya, 2.) heterogenisitas dari tekstur myometrium, 3.) kista hipoekoik
myometrium kecil, yang merupakan kelenjar kistik didalam fokus endometrium
ektopik, 4.) projeksi bergaris-garis memanjang dari endometrium ke myometrium,

 
5.) echo endometrium yang berbatas tidak jelas, 6.) pembesaran uterus secara global.
Dengan aplikasi warna atau power Doppler, vaskularisasi difus mungkin terlihat
pada myometrium yang terpengaruh. Karena temuan ini seringkali tidak menonjol,
pengalaman operator mempengaruhi ketepatan diagnosis adenomyosis melebihi
keadaan patologis pelvis lainnya. Sedangkan adenomyosis fokal tampak sebagai
nodul hipoekoik yang terkadang dapat dibedakan dari leiomyoma dari batasnya yang
tidak tegas, bentuknya yang lebih eliptik dibanding globuler, efek massa yang
minimal pada jaringan sekitar, kurangnya kalsifikasi, dan keberadaan kista anekoik
dengan diameter yang bervariasi.6

2.7 TATALAKSANA
Tujuan utama dari tatalaksana adalah untuk mengurangi nyeri dan
pendarahan. Meskipun data-data yang mendukung secara spesifik untuk
adenomyosis tidak banyak, terapi konservatif untuk adenomyosis simptomatik
serupa dengan terapi untuk endometriosis. Pertama, NSAID siklik seringkali
diberikan ketika sedang menstruasi. COC dan regimen progesteron dapat digunakan
untuk memicu atrofi endometrium dan mengurangi produksi prostaglandin
endometrium untuk mengurangi dismenorrhea dan pendarahan menstruasi yang
hebat.
Agonis GnRH merupakan pilihan lain yang efektif, meskipun efek samping
hipoestrogeniknya membatasi durasi penggunaan agonis GnRH. Agonis-agonis ini
mungkin paling membantu pada wanita dengan subfertilitas yang berhubungan
dengan adenomyosis atau untuk mengurangi keluhan sebelum dilakukan tindakan
pembedahan. Meskipun penggunaan danazol dapat dipertimbangkan, danazol
merupakan pilihan yang kurang diminati karena efek samping androgenik yang
ditimbulkan.
Histerektomi merupakan terapi definitif untuk adenomyosis. Seperti kondisi-
kondisi lain, pemilihan rute pembedahan dipengaruhi oleh ukuran uterus dan
berhubungan dengan patologi dari uterus atau abdominopelvis. Di sisi lain, ablasi
endometrium atau reseksi endometrium menggunakan histeroskopi telah berhasil
mengatasi pendarahan hebat saat menstruasi yang disebabkan oleh adenomyosis. 7

 
Suatu teknik operasi baru telah dipublikasikan oleh Osada pada tahun 2011.
Dengan teknik adenomiomektomi yang baru ini, jaringan adenomiotik dieksisi secara
radikal dan dinding uterus direkonstruksi dengan teknik triple flap. Teknik ini
diklaim dapat mencegah ruptur uterus apabila pasien hamil. Dalam penelitian
tersebut, dari 26 pasien yang mengharapkan kehamilan, 16 di antaranya berhasil dan
14 dapat mempertahankan kehamilannya hingga aterm dengan bayi sehat tanpa
penyulit selama kehamilan. Akan tetapi teknik ini belum diterima secara luas karena
masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.8

Indikasi operasi antara lain :


- Ukuran adenomioma lebih dari 8 cm
- Gejala yang progresif seperti perdarahan yang semakin banyak
- Infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal
konvensional

Eradikasi komplit dari adenomyosis dalam cukup sulit dan sering berbuah
kegagalan, sehingga disarankan untuk dilakukan sonografi atau MRI sebelum ablasi
untuk mengidentifikasi lesi-lesi dalam ini. Hal lain yang dapat berpengaruh ialah
cedera apapun pada lapisan endometrium, termasuk ablasi, mungkin dapat memicu
jaringan endometrium untuk menginvasi myometrium, menyebabkan adenomyosis.
Adenomyosis telah ditemukan pada 45-65% spesimen histerektomi setelah
kegagalan ablasi.7

 
BAB III
ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, ditemukan pasien mengeluhkan nyeri perut


bawah yang timbul terutama saat haid, yang sesuai dengan gejala adenomyosis berupa
nyeri perut saat menstruasi karena pengaruh hormonal. Selain itu, juga terdapat
pembesaran abdomen pasien yang juga sesuai dengan gejala adenomyosis. Pasien
tidak mengeluhkan adanya pendarahan hebat baik saat menstruasi atau diantara siklus
menstruasi. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya tanda-tanda infeksi seperti demam
dan nyeri saat berkemih, sehingga kemungkinan infeksi bisa disingkirkan. Pasien juga
tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kearah keganasan.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan pada abdomen terlihat cembung, teraba


massa keras, ukuran ± 12 x 10 x 10 cm, permukaan rata, batas tegas, tidak dapat
digerakkan, nyeri tekan (+). Temuan ini sesuai dengan adenomyosis, meskipun
diagnosa myoma uteri masih belum dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan penunjang,
ditemukan penurunan kadar Hb beserta MCV, MCH & MCHC, menandakan adanya
anemia mikrositik hipokrom yang kemungkinan disebabkan oleh pendarahan kronis,
memperkuat diagnosis adenomyosis.

Pada pasien ini, dipilih untuk dilakukan histerektomi karena umur pasien
sudah diatas 35 tahun, massa yang apabila dibiarkan akan terus menerus membesar,
dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. Saat operasi, ditemukan pembesaran
uterus difus, dan ditemukan massa pada uterus, dan kista coklat di kedua ovarium.
Temuan ini memperkuat diagnosis adenomyosis yang merupakan invasi jaringan
endometrium ke myometrium sehingga menyebabkan penebalan uterus. Untuk
menegakkan diagnosis pasti, perlu dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

 
DAFTAR PUSTAKA

1. Benagiano G, Brosens I. History of adenomyosis. Best Pract Res Clin Obstet


Gynaecol. 2006;20:449–463.
2. Garcia L, Isaacson K. Adenomyosis: review of the literature. J Minim
Invasive Gynecol. 2011;18:428–437.
3. Burghaus S, Klingsiek P, Fasching P A. et al. Risk factors for endometriosis in
a German case–control study. Geburtsh Frauenheilk. 2011;71:1073–1079.
4. Yeniel O, Cirpan T, Ulukus M. et al. Adenomyosis: prevalence, risk factors,
symptoms and clinical findings. Clin Exp Obstet Gynecol. 2007;34:163–167.
5. Kitawaki J. Adenomyosis: the pathophysiology of an oestrogen-dependent
disease. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2006;20:493–502.
6. Hoffman B.L., Schorge J.O., Bradshaw K.D., et al.. Williams Gynecology, 3rd
ed. New York: McGraw Hill Education; 2016.
7. Taran F.A., Stewart E.A., Brucker S. . Adenomyosis: Epidemiology, Risk
Factors, Clinical Phenotype and Surgical and Interventional Alternatives to
Hysterectomy. Geburtshilfe Frauenheilkd 2013; 73(10.1055/s-0033-1350840):
924-931.
8. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID
786132.

Anda mungkin juga menyukai