Anda di halaman 1dari 35

1

BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

MIOMA UTERI DALAM KEHAMILAN

Disusun Oleh :

Dewa Gede Eka Yudistira


1408010007

Pembimbing :
dr. Laurens D. Paulus, Sp.OG (K) Onk

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
2019
2

BAB 1

PENDAHULUAN

Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus

atau jaringan ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Jumlah penderita

belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan keluhan

sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun diperkirakan sekitar

20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal mulanya penyakit

mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan

pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan

mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan miometrium

sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada

kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya

sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause). Beratnya bervariasi, mulai

dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.(1,2)

Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat

mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta,

terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang

banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa

menyebabkan keguguran. Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak

memperparah mioma uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan

sering juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam

tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor

bisa terputar yang menyebabkan nyeri.(1,3)


3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Kehamilan

Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi

dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm.(4)

Lama kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari

atau 40 minggu, dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu

ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 42 minggu

disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut

kehamilan prematur.(4)

Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi atas 3 bagian; masing-

masing (1) kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu), (2)

kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu), dan (3) kehamilan

triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu). Tanda dan gejala kehamilan

yaitu:(5)

a. Amenorea (tidak dapat haid). Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita

hamil tidak dapat haid lagi.

b. Nausea (mual) dan emesis (muntah). Mual terjadi umumnya pada bulan-bulan

pertama kehamilan, kadang-kadang disertai emesis. Sering terjadi pagi hari, tapi

tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut morning sickness.


4

c. Mengidam (mengingini makanan atau minuman tertentu). Mengidam terjadi

pada bulan-bulan pertama akan tetapi akan menghilang dengan makin tuanya

kehamilan.

d. Mammae menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan oleh

pengaruh estrogen dan progesterone yang merangsang duktili dan alveoli di

mamma. Glandula Montgomery tampak lebih jelas.

e. Anoreksia (tidak ada nafsu makan). Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama

tetapi setelah itu nafsu makan akan timbul lagi.

f. Sering kencing terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama

kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar.

g. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh

hormon steroid.

h. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung

dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan, dikenal sebagai

kloasma gravidarum. Areola mamma juga menjadi lebih hitam karena deposit

pigmen yang berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam.

i. Epulis, adalah suatu hipertrofi papilla gingivae. Sering terjadi pada triwulan

pertama.

j. Varises sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia

eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis.


5

2.1.2 Mioma Uteri

Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat, disebut juga leiomioma, fibromioma, fibroleiomioma, atau fibroid.

Mioma uteri adalah tumor jinak yang berada pada uterus atau organ rahim.(6)

Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah

suatu pertumbuhan jinak dari otot – otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai

jaringan ikat, neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis

tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai

ukuran besar, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi

terutama pada usia 35 tahun.(1,7)

2.2 Klasifikasi Mioma Uteri

Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang

terkena:(6)

1. Lokasi.

Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.

Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius.

Corporal (91%), merupakan lokasi paling sering terjadi dan seringkali tanpa

gejala.

2. Lapisan Uterus

Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu:


6

a. Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan

saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui

tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum

dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan

mengisi rongga peritonial sebagai suatu massa.

Perlengketan dengan usus, omentum, atau mensenterium disekitarnya

menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum.

Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas

dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma

jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

b. Mioma Uteri Intramural

Mioma uteri pada intramural sering tidak memberikan gejala klinis yang

berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor didaerah perut sebelah

bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang –

kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar (jaringan

ikat dominan) atau lunak (jaringan otot rahim dominan).

c. Mioma Uteri Submukosa

Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak.

Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan

ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang

rahim. Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih

penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
7

intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan

keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya

kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit

berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih

banyak. Sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit hitam

dengan usia di atas 30 tahun mengalami mioma uteri.(2,7)

Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarke. Jarang

sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada

umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Setelah menopause hanya kira-kira 10%

mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 –

11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Mioma uteri terjadi pada

20% wanita diatas 35 tahun. Insiden terjadinya mioma pada kehamilan berkisar

antara 0,3 – 2,6%.(8)

2.4 Etiologi

Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti,

didugamerupakan penyakit multifaktorial. Faktor – faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen,

progesteron, dan Human Growth Hormone.(6,9,10)


8

Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan

tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri

akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya

hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis

(50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomiosis (16,5%), dan

hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan

dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.

Enzim 17B hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen

kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada

jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih

banyak daripada miometrium normal.

Progesteron

Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron

menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B

hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

Human Growth Hormone

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon

yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental

Lactogen (HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan

yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi

sinergistik antara HPL dan Estrogen.


9

2.5 Faktor Risiko

Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor risiko terjadinya

mioma uteri, yaitu:(11)

a. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan

sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering

memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.

b. Riwayat Keluarga

Adanya riwayat keluarga dengan mioma meningkatkan faktor risiko. Jika

seorang ibu mempunyai mioma, maka risiko yang dihadapi putrinya sekitar 3

kali lebih tinggi berbanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.

c. Paritas

Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi

sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri

atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua

keadaan ini saling mempengaruhi.

d. Ras dan Etniks

Statistik menggambarkan wanita dari Afrika-Amerika mempunyai 3 hingga

5 kali lipat risiko mengalami fibroid berbanding wanita kulit putih. Seperti yang

disebutkan di atas, sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita

kulit hitam dengan usia di atas 30 tahun mengalami mioma uteri.


10

e. Obesitas

Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan

risiko kejadian dan perkembangan mioma.

f. Makanan

Makan daging yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya

mioma. Makan makanan mengandung sayuran hijau dapat melindungi wanita

dari pertumbuhan mioma.

g. Fungsi Ovarium

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan

mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang saat kehamilan dan

mengalami regresi setelahmenopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama

sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada

pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen

terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan

produksi reseptor progesterone, faktor – faktor yang distimulasi oleh estrogen.

Munculnya gen yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari

pada miometrium normal, yang mana hal ini mungkin penting pada

perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih kurang menyakinkan karena

tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause

sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu, tumor ini kadang – kadang

berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia

dini.
11

2.6 Patogenesis(11)

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.

Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri.

Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada

usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause. Hormon ovarium

dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan

insidennya setelah menarke.

Pada kehamilan, pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun

setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk

terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko relatif

menurun untuk terjadinya mioma uteri. Jaringan mioma uteri lebih banyak

mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal.

Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan pada nodul

mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor

estrogen dan reseptor progesteron. Patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest

atau genitoblas. Terjadinya mioma uteri bergantung pada sel-sel otot imatur

yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus

oleh estrogen.

2.7. Manifestasi Klinis Mioma Uteri Secara Umum(6)

Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh torsi, degenerasi, atau perdarahan di

dalam tumor. Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai upaya

untuk mengeluarkan suatu polip fibroid melalui kanalis servikalis.


12

Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul karena

gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat

dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,

pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan

dismenore.

Lokasi mioma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan

yang berhubungan dengan fibroid. Mioma submukosa dapat meningkatkan

terjadinya menoragia baik secara efek lokal terhadap endometrium atau alterasi

endometrium terhadap permukaan fibroid. Namun, tak bukti dari histeroskopik

atau mikroskopik yang menyokong hipotesa ini.

Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap

fibroid dalam mempengaruhi menoragia. Miometrium yang berdekatan dengan

mioma mengalami kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake di

dalam miometrium sekaligus mempengaruhi corak perdarahan.

Berhubungan dengan lokasi mioma di antara miometrium, fibroid dapat

bertumbuh besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan mengganggu

fungsi pelvik. Oleh karena itu, penderita akan mengalami sakit di bagian bawah

abdominal, sakit belakang atau masalah berkemih.

Gangguan penekanan dari mioma tergantung dari besar dan lokasi mioma

uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra

dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter

dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
13

pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema

tungkai dan nyeri panggul.

Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena

mioma mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat bertambah

besar sehingga penderita yang tidak hamil dapat menyerupai wanita hamil.

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan terjadinya abortus

oleh karena distorsi rongga uterus.

Wanita dengan mioma subserosa dan mioma intramural tidak mempunyai

risiko infertilitas walaupun sub analisis dari 4000 pasien mengarah kepada

penurunan kadar implantasi yang signifikan. Presentasi mioma submukosa

menghasilkan 68% penurunan implantasi dan 73% penurunan kehamilan klinis.

Ini adalah penting bagi menunjukkan dari meta-analisis bahwa tak ada

makna yang signifikan dalam peningkatan infertilitas pada wanita dengan

jumlah fibroid yang banyak atau lokasi leiomioma. Kebanyakan peneliti

menyokong kepada konsep fibroid dan fertilitas dengan penurunan signifikan

dari lokasi anatomik submukosa kepada intramural kepada subserosa.

2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dari mioma uteri dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain.

1. Pemeriksaan Fisik

a. Palpasi abdomen didapatkan massa tumor di abdomen bagian bawah

serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas, teraba suatu massa pelvis yang
14

besar, midline, irregular-contoured mobile dengan karakteristik hard feel atau

keras.

b. Pemeriksaan ginekologik pada rahim dengan pemeriksaan bimanual

didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas.

Pada pemeriksaan ini, pemeriksa memeriksa ukuran uterus dengan meletakkan

dua jari dari sebelah tangan ke dalam vagina sedangkan tangan yang

berlawanan memberi sedikit penekanan dari atas abdomen. Jika terdapat

fibroid, uterus akan teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke

kawasan yang tidak sepatutnya. Pada pemeriksaan dapat ditemukan pembesaran

uterus yang irregular dan mengeras atau protrusi batu bulat (cobblestone) yang

dapat teraba agak keras sewaktu palpasi. Konsistensi padat dan kenyal.

2. Pemeriksaan Penunjang(12)

a. USG dan MRI

Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium,

dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Pelvis ultrasonografi digunakan untuk

memastikan (bila perlu) kehadiran mioma uteri, tetapi biasanya ditegakkan secara

klinis. Komponen mioma sering terlihat hipoekogenik dan penampakan yang

konsisten dengan mioma yang melalui degenerasi. Struktur adneksal termasuk

ovari dapat dibedakan dari tumor. Mioma juga dapat dideteksi dengan MRI,

tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.

MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena ultrasonografi

tidak dapat menggambarkannya. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang

karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya


15

membutuhkan diagnosa jaringan. CT scan merupakan kontraindikasi oleh karena

radiasi.

b. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis

2.9 Penatalaksanaan(6,10,13)

Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam

kehamilan karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak

dilakukan abortus provokatus. Pada usia kehamilan 12 – 22 minggu, suplai darah

ke mioma dapat terhenti menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila

terjadi degenerasi merah pada mioma, biasanya sikap konservatif dengan istirahat

baring dengan pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup memuaskan.

Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang

menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricans and

Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine

(ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah.

1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.

2. Sangkaan adanya keganasan.

3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.

4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena

oklusi tuba fallopi.

5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.

6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.

7. Anemia akibat perdarahan


16

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan juga

histerektomi.

a. Miomektomi

Miomektomi dengan indikasi harus dilakukan segera karena

ditakutkan akan membahayakan nyawa maternal dan jika perlu harus

dilakukan terminasi kehamilan. Akan tetapi miomektomi yang tanpa

indikasi bisa ditunda sehingga umur kehamilan menjadi aterm. Pada

umumnya miomektomi tidak dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea

karena dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu operasi sebagai akibat

vaskularisasi bertambah, dan juga operasi akan berlangsung berlangsung

lebih lama karena ada kemungkinan teknik operasi yang sulit.

Kebanyakan tumor terletak pada uterus bagian atas (sekitar 30-50%

kasus) yang memungkinkan persalinan pervaginam. Cuma terdapat

beberapa kasus yang mana tumornya terletak di bagian uterus bawah dan ini

bisa menghalangi jalan lahir dan harus dilakukan Seksio Caesaria.

Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan

fungsi reproduksinya. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan

laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi Keuntungan pada

pembedahan secara laparotomy adalah lapangan pandang operasi lebih

luas sehingga penanganan pada perdarahan yang mungkin timbul dapat

ditangani dengan segera. Namun resiko miomektomi secara laparotomi

adalah bisa terjadi perlengketan yang besar sehingga dapat mempengaruhi

faktor fertilitas pada pasien.


17

Disamping itu juga, waktu penyembuhan pasca operasi juga lebih

lama. Pada miomektomi secara histeroskopi, biasanya dilakukan pada

mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri. Alat histeroskop

akan dimasukkan melalui serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan

untuk memperluas dinding uterus. Keuntungan teknik ini adalah waktu

penyembuhan pasca operasi lebih cepat (2 hari).

Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul

perlukaan pada dinding uterus dan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit

dan perdarahan. Pada miomektomi secara laparoskopi dilakukan untuk

mengangkat mioma yang bertangkai di luar kavum uteri dan mioma

subserosum yang terletak di luar kavum uteri. Alat laparoskop dimasukkan

kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen.

Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi yang lebih

cepat (2-7 hari).

Resiko daripada teknik ini bisa terjadi perlengketan,trauma terhadap

organ sekitar seperti usus, ovarium, dan rektum. Miomektomi dengan teknik

ini sehingga sekarang merupakkan prosedur standar bagi wanita dengan

mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.

b. Histerektomi

Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan histerektomi.

Teknik ini dilakukan pada pasien dengan indikasi bila didapati keluhan

menorrhagia, metrorhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran

uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.


18

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total

abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).

STAH dilakukan untuk menghindari daripada terjadinya perdarahan yang massif,

trauma pada ureter, kandung kemih dan rektum.

Histerektomi dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana

tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Oleh karena pendekatan

operasi tidak melalui abdominal, maka histerektomi vaginal tidak terlihat

sikatriks sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan

terjadinya perlengketan pasca operasi juga lebih minimal dan waktu

penyembuhan lebih cepat berbanding yang menjalani histerektomi abdominal.

Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan

laparoskopi. Ada beberapa teknik histerektomi laparoskopi. Pertama adalah

histerektomi vaginal (Laparoscopically assisted vaginal hysterectomy/LAVH).

Pada prosedur tindakan ini dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding

pelvik dan memotong mesosalfing kea rah ligamentum di bagian bawah. Kedua,

teknik classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy

(CISH) tanpa colpotomy. Prosedur ini merupakan modifikasi dari STAH, dimana

lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi dengan menggunakan morselator.

Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik

dan mempertahankan aliran darah pada pelvic untuk mencegah prolapsus.

Keuntungan dari CISH adalah untuk mengurangi resiko trauma pada ureter dan

kadung kemih, perdarahan lebih minimal, waktu operasi lebih cepat, resiko

infeksi lebih minimal dan waktu penyembuhan lebih singkat. Dari tulisan ini
19

dapat disimpulkan bahwa terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah

melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi

laparoskopi memiliki kelebihan di mana resiko perdarahan yang lebih minimal,

waktu penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah

dibanding prosedur histerektomi abdominal.

2.9 Prognosis

Meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya

banyak ibu hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan

persalinan yang sukses.


20

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Ny. JSA

Tanggal lahir/Umur : 18/7/1983 (36 tahun)

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Kristen

Status pernikahan : Menikah

Alamat : Oeleta

Tanggal MRS : 25/2/2019

No RM : 508619

3.2 Anamnesa (25 Februari 2019)

Keluhan utama : Datang dengan keluhan nyeri perut sejak kurang lebih satu

minggu, yang dirasakan hilang timbul dan memberat sejak satu hari sebelum

masuk rumah sakit RSUD W.Z. Johannes.


21

Riwayat penyakit sekarang

25 Februari 2019 – Triase VK


S Pasien rujukan dari dr.Sp.OG dengan diagnosa G3P2A0 AH2 + mioma
uteri. Datang dengan keluhan nyeri perut sejak kurang lebih satu minggu,
yang dirasakan hilang timbul dan memberat sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit RSUD W.Z. Johannes. Pasien juga mengeluhkan besar
perut saat ini tidak sama ketika mengandung anak ke-2, dimana perut
terlihat lebih besar walaupun sekarang sedang hamil muda. Keluar darah
dari jalan lahir (-). BAB sedikit keras, BAK lancar.
O TD: 100/60 mmHg, N: 88 x/m, T: 36,6oC, RR: 18 x/m,
Konjungtiva pucat -/- dan abdomen tampak cembung, supel, BU (+) kesan
normal, NT (-)
HPHT : 22/11/2018
TP : 29/8/2019
UK : 14-15 minggu
Pemeriksaan Ginikologi: Ballotement (+)
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Lab (25/2/2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hb 10,4 gr/dL 12,0 - 16,0
Jumlah eritrosit 4,49 106/µL 4,20 - 5,40
Hematokrit 32,2 % 37,0 – 47,0

MCV 71,7 fL 81,0 – 96,0


MCH 23,2 Pg 27,0 – 36,0
MCHC 32,4 g/L 31,0 – 37,0

Jumlah leukosit 7,55 103/µL 4,0 – 10,0


Jumlah eosinofil 2,1 103/µL 0,00 – 0,40
Jumlah basofil 1,1 103/µL 0,00 – 0,10
Jumlah neutrofil 59,3 103/µL 1,50 – 7,00
Jumlah limfosit 31,6 103/µL 1,00 – 3,70
Jumlah monosit 5,9 103/µL 0,00 – 0,70

Jumlah trombosit 226 103/µL 150 – 400

Albumin 3,7 mg/L 3,5 – 5,2

SGPT 15 U/L < 41


SGOT 16 U/L < 35
GDS 83 mg/dL 70 – 150
BUN 7,0 Mg/dL < 48
Kreatinin darah 0,56 Mg/dL 0,6 – 1,1
22

Natrium darah 135 mmol/L 132 – 147


Kalium darah 3,8 mmol/L 3,5 – 4,5
Klorida darah 105 mmol/L 96 – 111

HbsAg Non reaktif Non reaktif


HIV one step Non reaktif Non reaktif

URINALISA
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1,015 1,000 – 1,030
pH 7,0 4,5 – 8,0
Leukosit esterase Negatif Leu/µL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Albumin Mg/dL
Glukosa Negatif Mg/dL Negatif
Keton Negatif Mg/dL Negatif
Keton Negatif Mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif Mg/dL Negatif
Kreatinin Mg/dL
Darah Negatif Mg/dL Negatif
Sedimen
Eritrosit 0-1 /lpb Negatif
Leukosit 0-1 /lpb 0-5
Silinder Negatif /lpk Negatif
Sel epitel 1-3 /lpk 0-2
Bakteri Negatif Negatif
A G3P2A0 AH2 14-15 minggu T/H + Mioma uteri
P  observasi
 kaltrofen supp. bila nyeri
I  Kaltrofen supp (25/2/2019 – 23.30)
 Visite DPJP, advis (26/2/2019 – 13.00):
- Kie untuk konservatif
- Bila kesakitan hebat rencana miomektomi
- Observasi
 Pasien mengeluh nyeri perut  diberikan katrofen supp (26/2/2019 –
21.00)
 Pasien muntah 3 kali, pusing dan perut sakit (27/2/2019 – 08.00)
 Infus D5% tetesan cepat, TD: 80/50, S: 36, N:62, RR: 22x (27/2/2019 –
08.20)
 Visite DPJP, advis (27/2/2019 – 09.00):
- Rencana miomektomi
- Uterogestan 3x200 mg/rectal
- konsul bedah
 Uterogestan 200 mg/rectal, pasien mengeluh diare sudah > 5x dan mutah
23

> 5x (27/2/2019 – 09.30)


 Lapor DPJP (via tlp), advis: (27/2/2019 – 10.00)
- Infus RL guyur
- New diatab 3x2 tab/oral
- Amoxcilin 3x1 tab/oral
 Sp.B datang visite, advise : (27/2/2019 – 10.00)
- Usul USG abdomen
- Terapi sesuai dengan bagian obgyn
 TD: 130/60, S: 36,8, N:98, RR:24, muntah (-), diare berkurang
(27/2/2019 – 12.00)
 Nyeri perut berkurang, muntah (-), diare (-) (27/2/2019 – 14.30)
 TD: 110/60, S: 36,5, N:88, RR:20, muntah (-), diare (-) (27/2/2019 –
17.00)
 Uterogestan 200 mg/rectal (27/2/2019 – 17.30)
 Pemberian terapi oral (27/2/2019 – 18.00)
 Nyeri berkurang, mual (-), muntah 1 kali (27/2/2019 – 20.00)
 Nyeri berkurang, mual (+), muntah (-) (27/2/2019 – 21.10)
 Uterogestan 200 mg/rectal, nyeri (-) (28/2/2019 – 04.30)
 Nyeri (-), mencret (-) dan amoxcilin 500 mg/oral (28/2/2019 – 06.30)
 Mencret 1x, New Diatab 2 tab/oral (28/2/2019 – 07.00)
 USG abdomen di ruangan radiologi (28/2/2019 – 09.00)
 Visite DPJP, advis : (28/2/2019 – 10.30)
- PCT 3x1
- Diet TKTP
- SF 1x1
- Kalk 1x1
- Asam folat 1x1
- Observasi
 Instruksi verbal DPJP, advis : Cairan infus ganti D5% 20 tpm (28/2/2019
– 10.45)
 TD: 100/60, S: 36,8, N:82, RR:18 (28/2/2019 – 12.00)
 Uterogestan 200 mg/rectal (28/2/2019 – 12.30)
 Kalk dan asam folat 1 tab/oral (28/2/2019 – 13.00)
 Amoxcilin 500mg/oral (28/2/2019 – 14.30)
 Lapor Sp.B hasil USG, advis : untuk bedah tidak ada tindakan khusus
(28/2/2019 – 15.00)
 Tlp. DPJP untuk konfirmasi pasien pindah ruangan, advis : boleh pindah
ruangan (28/2/2019 – 15.15)
 Antar pasien ke ruangan flamboyan (28/2/2019 – 15.20)

Implementasi tindakan 28 Februari 2019 - Flamboyan


15.30  Kontraksi (-), Diare (-)
 TD: 110/70, S: 36,8, N:80, RR:19
24

21.00  Diare (-)


Implementasi tindakan 1 Maret 2019 - Flamboyan
05.00  TD: 100/60, S: 36,6, N:73, RR:18
06.00  Terapi oral
07.00  Diare (-)
 Visite DPJP, advise :
- PCT 3x1
- Uterogestan 1x1
- Boleh pulang

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami gejala yang serupa sebelumnya. Pasien menyangkal

adanya riwayat penyakit kronik seperti hipertensi, DM dan juga asma.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami gejala seperti yang dirasakan pasien. Ayah

kandung pasien menderita DM.

Riwayat Asupaan Makanan, Aktivitas fisik dan Kebiasaan

1 hari makan 3 kali sehari, pasien lebih suka makan sayuran untuk dan daging sapi atau

babi pasien konsumsi tidak rutin (1 minggu 2 kali) dengan porsi 2-3 potong saja, selain

itu diselingi makan daging ayam atau ikan. Pasien tidak pernah merokok atau minum

alkohol. Sehari-hari pasien melakukan aktifitas ringan di rumah.

Riwayat kontrasepsi

KB Pil minum selama 1 bulan (berhenti bulan juli 2018), IUD (lepas bulan oktober 2018)

Riwayat ANC

3x di PKM NBS dan 3x di dr.Sp.OG

Riwayat Menstruasi

Menarche usia 12 tahun, siklus haid 30 hari teratur, lama haid 3 hari.

Riwayat persalinan
25

1. 9 bulan/RS/Bidan/Spontan/3000g/Laki-laki/10 tahun

2. 9 bulan/Klinik/Dokter/Spontan/3100g/Laki-laki/2 tahun

3. Hamil ini

a. HPHT : 22/11/2018

b. TP : 29/8/2019

c. UK : 14-15 Minggu

3.3 Pemeriksaan Fisik (25 Februari 2019)

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5

Tanda-tanda Vital:

 Tekanan darah : 100/60 mmHg

 Nadi : 88 x/m, reguler, kuat angkat

 Pernapasan : 18 x/m

 Suhu : 36,6oC

Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut, deformitas (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Derformitas (-/-), rhinorhea (-/-)

Telinga : Deformitas (-/-), otorhea (-/-)

Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tidak teraba masa, pembesaran kelenjar

tiroid (-)

Thoraks : Simetris, deformitas (-)

Paru :

 Inspeksi : Simetris statis/dinamis

 Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :
26

 Auskultasi : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : Tampak cembung

 Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

 Perkusi : Shifting Dullnes (-)

 Palpasi : Supel, TFU 14 (cm), kontraksi (-)

Genitalia : PPV (-)

Esktremitas : Edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT < 2s

3.4 Pemeriksaan Penunjang (25 Februari 2019)

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Hb 10,4 Gr/dL 12,0 - 16,0
Jumlah eritrosit 4,49 106/µL 4,20 - 5,40
Hematokrit 32,2 % 37,0 – 47,0

MCV 71,7 fL 81,0 – 96,0


MCH 23,2 Pg 27,0 – 36,0
MCHC 32,4 g/L 31,0 – 37,0

Jumlah leukosit 7,55 103/µL 4,0 – 10,0


Jumlah eosinofil 2,1 103/µL 0,00 – 0,40
Jumlah basofil 1,1 103/µL 0,00 – 0,10
Jumlah neutrofil 59,3 103/µL 1,50 – 7,00
Jumlah limfosit 31,6 103/µL 1,00 – 3,70
Jumlah monosit 5,9 103/µL 0,00 – 0,70

Jumlah trombosit 226 103/µL 150 – 400

Albumin 3,7 mg/L 3,5 – 5,2

SGPT 15 U/L < 41


SGOT 16 U/L < 35
GDS 83 mg/dL 70 – 150
BUN 7,0 Mg/dL < 48
Kreatinin darah 0,56 Mg/dL 0,6 – 1,1

Natrium darah 135 mmol/L 132 – 147


27

Kalium darah 3,8 mmol/L 3,5 – 4,5


Klorida darah 105 mmol/L 96 – 111

HbsAg Non reaktif Non reaktif


HIV one step Non reaktif Non reaktif

URINALISA
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1,015 1,000 – 1,030
pH 7,0 4,5 – 8,0
Leukosit esterase Negatif Leu/µL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Albumin Mg/dL
Glukosa Negatif Mg/dL Negatif
Keton Negatif Mg/dL Negatif
Keton Negatif Mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif Mg/dL Negatif
Kreatinin Mg/dL
Darah Negatif Mg/dL Negatif
Sedimen
Eritrosit 0-1 /lpb Negatif
Leukosit 0-1 /lpb 0-5
Silinder Negatif /lpk Negatif
Sel epitel 1-3 /lpk 0-2
Bakteri Negatif Negatif

Pemeriksaan USG (28 Februari 2019)

- Terdapat janin tunggal hidup, air ketuban cukup, CRL 14 minggu

- Tampak masa solid pada subserosa pada bagian corpus-cervix

Kesimpulan : - Mioma subserosa

- Janin tunggal hidup

3.5 Assesment

G3P2A0 AH2 14-15 minggu T/H + Mioma uteri

3.6 Planning

 Kie untuk konservatif


 Bila kesakitan hebat rencana miomektomi
28

 Kaltrofen supp. bila nyeri


 Observasi

3.7 Follow-up

26 Februari 2019 (Sp.OG)


S Pasien mengeluh nyeri perut pada jam 21.00
O TD: 110/60 mmHg, N: 71 x/m, T: 36,6oC, RR: 20 x/m
A G3P2A0 AH2 14-15 minggu T/H + Mioma uteri
P  Kie untuk konservatif
 Bila kesakitan hebat rencana miomektomi
 Kaltrofen supp. bila nyeri
 Observasi

27 Februari 2019 (Sp.OG)


S Pasien muntah 3 kali, pusing dan perut sakit jam 08.00 dan pasien mengeluh
diare sudah > 5x dan mutah > 5x 09.30
O TD: 80/50, S: 36, N:62 RR: 22
A G3P2A0 AH2 14-15 minggu T/H + Mioma uteri + GEA
P - Infus RL guyur
- New diatab 3x2 tab/oral
- Amoxcilin 3x1 tab/oral
- Rencana miomektomi
- Uterogestan 3x200 mg/rectal
- Consul bedah

27 Februari 2019 (Sp.B), balasan konsul


Pasien sedang hamil 14-15 minggu, post appendektomi. Saat ini dari bidang bedah
tidak ditemukan adanya akut abdomen.
D/ usul USG Abdomen
Tx/ mengikuti TS Obgyn

28 Februari 2019 (Sp.OG)


S Mencret 1x jam 07.00, nyeri (-)
O TD: 80/50, S: 36, N:62, RR:18
A G3P2A0 AH2 14-15 minggu T/H + Mioma uteri + GEA
P - Infus RL 20 tpm
- New diatab 3x2 tab/oral
- Amoxcilin 3x1 tab/oral
- Rencana miomektomi
- Uterogestan 3x200 mg/rectal

1 Maret 2019 (Sp.OG)


S Mencret (-)
29

O TD: 100/60, S: 36,6, N:73, RR:18


A G3P2A0 AH2 14-15 minggu T/H + Mioma uteri + GEA membaik
P - PCT 3x1
- Uterogestan 1x1
- Boleh pulang

BAB 4

PEMBAHASAN

Laporan dan Pembahasan kasus

Pada tanggal 25 Februari 2019, pasien rujukan dari dr.Sp.OG dengan

diagnosa G3P2A0 AH2 + mioma uteri, datang ke VK Ponek RSUD W.Z.

Johannes. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak kurang lebih satu

minggu, yang dirasakan hilang timbul dan memberat sejak satu hari sebelum

masuk rumah sakit RSUD W.Z. Johannes. Pasien juga mengeluhkan besar perut

saat ini tidak sama ketika mengandung anak ke-2, dimana perut terlihat lebih
30

besar walaupun sekarang sedang hamil muda. Keluar darah dari jalan lahir (-).

BAB sedikit keras, BAK lancar.

Dilakukan pemeriksaan di VK terhadap ny. JSA (36 thn) dan didapatkan

pasien datang membawa pengantar dari dr.Sp.OG dengan diagnosa G3P2A0 AH2

+ mioma uteri, pasien megeluhkan nyeri perut sejak kurang lebih satu minggu,

yang dirasakan hilang timbul dan memberat sejak satu hari sebelum masuk rumah

sakit RSUD W.Z. Johannes, pada pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium dalam

batas normal.

Keluhan nyeri perut pada pasien dikaitkan dengan hasil USG yaitu

kehamilan disertai dengan mioma dapat terjadi degenerasi merah. Degenerasi

merah fibroid dapat dinilai dengan pemeriksaan patologi anatomi, perubahan ini

biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Pada degenerasi merah terjadi nekrosis

subakut akibat gangguan vaskularisasi.(1) Selain itu, mioma subserosa yang

bertangkai dan oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi lahir,

terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, menyebabkan gangguan sirkulasi dan

nekrosis pada tumor.

Angka kejadian mioma uteri 35-77% pada wanita usia produktif, hal ini

sesuai dengan kasus dimana pasien berusis 36 tahun. Mioma uteri meningkat pada

masa pramenopause. Masa pramenopause terjadi 4-5 tahun sebelum menopause

dimana siklus haid tidak teratur, memanjang sedikit atau banyak yang kadang-

kadang disertai rasa nyeri. Pada masa pramenopause kadar FSH tinggi sehingga

terjadi stimulasi ovarium yang berlebihan untuk menghasilkan estrogen, estrogen

akan berikatan pada reseptornya di otot uterus sehingga menyebabkan terjadinya


31

hyperplasia yang dapat menyebabkan fibroid uteri. Pada kasus ini pasien berusia

36 tahun dan sudah memasuki masa pramenopause.(8)

Dalam anamnesa pasien juga mengatakan bahwa besar perut saat ini tidak

sama ketika mengandung anak ke-2, dimana perut terlihat lebih besar walaupun

sekarang sedang hamil muda, mioma uteri secara signifikan meningkatkan ukuran

selama awal kehamilan dan kemudian menurun pada trimester ketiga. (13) Mioma

yang berukuran < 5 cm dapat stabil dan ukurannya dapat berkurang sedangkan

mioma yang berukuran > 5 cm dapat berkembang selama kehamilan.(8)

Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam

kehamilan karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak

dilakukan abortus provokatus. Pada usia kehamilan 12 – 22 minggu, suplai darah

ke mioma dapat terhenti menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila

terjadi degenerasi merah pada mioma, biasanya sikap konservatif dengan istirahat

baring dengan pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup memuaskan.

Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang

(6,10,13)
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricans and

Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM)

indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah.

1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.

2. Sangkaan adanya keganasan.

3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.

4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena

oklusi tuba fallopi.


32

5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.

6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.

7. Anemia akibat perdarahan

Dalam kasus ini terapi yang dilakukan yaitu konservatif serta terapi

simtomatis untuk nyeri dan bila nyeri bertambah hebat dilakukan pembedahan

dengan miomektomi.

BAB 5

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien wanita 36 thn dengan diagnosis, G3P2A0 AH2 14-

15 minggu T/H + Mioma uteri . Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien menerima

penatalaksanaan berupa konservatif dan terapi simptomatis. Pasien dirawat selama

4 hari selama dilakukan perawatan keluhan nyeri berkurang. Dan pasien

dipulangkan dengan kondisi baik dan di sarankan untuk kontrol poli kandungan

pada tanggal 5 Maret 2019.


33
34

DAFTAR PUSTAKA

1. Maliwad AK, Thaker R, Shah P. Pregnancy outcome in patients with

fibroid. Int J Reprod Contraception, Obstet Gynecol. 2014;3(3):742–5.

2. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of Uterine

Myomas : A Review. Int J Fertil Steril. 2016;9(4):424–35.

3. Catalano A, Badia V, Mallozzi M. Myoma and myomectomy : Poor

evidence concern in pregnancy. J Obs Gynaecol Res. 2017;1–16.

4. Rachimhadhi. Pembuahan, Nidasi dan Plasentasi. In: Saifuddin A, editor.

Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2014. p. 139–47.

5. Adriaansz G, Hanafiah T. Diangnosa Kehamilan. In: Saifuddin A, editor.

Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2014. p. 213–20.

6. Wallach EE VN. Uterine Myomas: An overview of development, clinical

features and management. ournal Am Coll Obstet Gynecol. 2004;

7. Zhao R, Wang X, Zou L, Li G, Chen Y, Li C, et al. Adverse obstetric

outcomes in pregnant women with uterine fibroids in China : A multicenter

survey involving 112,403 deliveries. PLoS One. 2017;1–11.

8. Poovathi M, Ramalingam R. Maternal and Fetal Outcome in Pregnancy

with Fibroids : A Prospective Study. Int J Sci c Study. 2016;3(11):169–72.

9. Radhika B, Naik K, Shreelatha S, Vana H. Case series : Pregnancy

Outcome in Patients with Uterine Fibroids. J Clin Diagnostic Res.

2015;9(10):15–8.
35

10. The Management of Uterine Leiomyomas. SOGC Clin Pract Guidel J.

2003;

11. Ciavattini A, Giuseppe J Di, Stortoni P, Montik N, Giannubilo SR, Litta P,

et al. Uterine Fibroids : Pathogenesis and Interactions with Endometrium

and Endomyometrial Junction. Obstet Gynecol Int. 2013;

12. Rosati P, Bellati U, Exacoustos C, Angelozzi P, Mancuso S. Uterine

myoma in pregnancy : ultrasound. Int Fed Gynecol Obstet. 1989;28:109–

17.

13. Vitale SG, Padula F, Gulino FA. Management of uterine fibroids in

pregnancy : recent trends. Obstet Gynecol. 2015;27(6):433–5.

Anda mungkin juga menyukai