1,5
Administrasi progesteron
mempercepat hilangnya kontraksi uterus,
dan mempercepat penghentian perdarahan.
4,8,9
Sebelum kedatangan progesteron, pengobatan imaborsi minent dilakukan dengan pemberian protablet gestogen, seperti alilestrenol. administrasi yang
tion tablet progestogen oral mengakibatkan beberapa
masalah, seperti gangguan pencernaan dan cepat
metabolisme di usus dan hati, sehingga sebuah op
tingkat timal progesteron serum tidak bisa
tercapai. Selain itu, progesteron jenis ini tidak
benar-benar murni seperti yang dihasilkan oleh korpus luteum. Di
Untuk mencegah metabolisme dalam usus dan hati
tepat, progesteron supositoria telah debangkan, yang dapat diberikan melalui vagina. Sejak itu
tidak mengalami metabolisme di usus dan liver, tingkat optimal progesteron serum dapat
dicapai. Progesteron supositoria ini berasal
dari progesteron murni, seperti salah satu yang diproduksi oleh cor
nanah luteum dan plasenta.
Progesteron di aborsi segera
Di usia kehamilan 0-20 minggu dengan progesteron level <10 ng / ml, prognosis kehamilan adalah unfavorable, atau 80% dari ibu hamil akan mengalami abortion.
1,4,10
Progesteron dapat diberikan secara oral, oleh
injeksi, atau dengan supositoria. Oral
progesteron akan menghasilkan metabolisme di usus
dan hati, seperti tingkat progesteron dalam serum
menjadi tidak cukup untuk mempertahankan survivability
kehamilan.
4,7,11,12
Administrasi progesteron
oleh supositoria, baik melalui vagina atau secara lisan, bisa mengakibatkan
di tingkat serum fisiologis, dan bahkan dalam sangat
level tinggi. Kedua mukosa vagina dan dubur tidak
memiliki enzim yang dapat memetabolisme progesteron, seperti
bahwa tidak ada perubahan terjadi di agen aktif
progesteron. Administrasi 100-400 proge- mg
sterone (Cyclogest), baik melalui anus atau vagina, ulang
, dihasilkan tingkat progesteron serum setinggi progetingkat sterone di fase luteal.
Imunologi aborsi segera
halaman 3
Abadi et al
Med J Indones
260
Gambar 1. Peran progesteron pada kehamilan; Fase endometrium sekresi, mempersiapkan
implantasi; imunologi:
oleh sitokin pencegahan berubah menjadi penghambat aktivitas sel NK, kepekaan otot rahim
menuju relaxin meningkat
hipoksia pada janin dapat terjadi. Dalam keadaan hipoksia,
plasenta memproduksi hormon kortikosteroid-release
(CRF). Parakrin CRF bertindak terhadap desidua dan myo
metrium, dan meningkatkan produksi prostaglandin
din, dan sebagai hasilnya kontraksi otot rahim adalah
meningkat. Hipoksia adalah sensor untuk plasenta mensekresi
CRF. Reseptor CRF juga ditemukan dalam endometrium,
yang bermanfaat untuk mensintesis prostaglandin dan
memperkuat efek oksitosin. Glukokortikoid, Protaglandin, sitokin, dan katekolamin meningkatkan
sekresi CRF di plasenta, sementara NO menghambat
sekresi CRF.
Progesteron dan kecemasan
Wanita hamil mengalami perdarahan umumnya
stres, terutama mereka yang telah sangat ingin
untuk memiliki anak. Kecemasan memiliki efek tidak hanya pada
perempuan itu, tetapi juga pada janin. Pada wanita hamil,
stres menyebabkan produksi adrenalin dan noradrenaline. Kedua jenis hormon dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah plasenta, sehingga
hipoksia pada janin dapat terjadi. Dalam keadaan hipoksia,
plasenta memproduksi hormon kortikosteroid-release (CRF).
Parakrin CRF bertindak terhadap desidua dan miometrium,
ENDOMETRIUM
(Fase Sekresi)
Polos utot Implantasi
utersHIPOFISIS
UTERUS RELAKSASI
Sitokin.
Menghambat-Th1 (IL-2, IFN- , TNF)
Meningkatkan Th2 (IL-4, IL-5, IL-6, IL-10)
PROGESTERON
IImmunological
Meningkatkan respon imun
dari desidua
Penurunan sel NK
aktivitas
Peran progesteron pada kehamilan
imunosupresi
Mencegah penolakan
Terhadap Janin
Meningkatkan sensitivitas yang
otot rahim
menuju relaxin
kehamilan survivability
Mononucleus
leukosit
PIBF
th
halaman 4
Vol 14, No 4, Oktober-Desember 2005
Terapi progesteron, aborsi segera
261
dan meningkatkan produksi prostaglandin, dan sebagai
sebuah hasil kontraksi otot rahim meningkat.
Hipoksia adalah sensor untuk plasenta mensekresi CRF. CRF
reseptor juga ditemukan dalam endometrium, yang merupakan
bermanfaat untuk mensintesis prostaglandin dan strengthening efek oksitosin. Glukokortikoid, prostaglandin
din, sitokin, dan katekolamin meningkatkan sekresi yang
tion dari CRF di plasenta, sementara NO menghambat sekresi yang
tion CRF.
Progesteron memiliki efek anti-stres pada saraf pusat
sistem. Dalam bekerja untuk mengatasi stres, progesteron
menggunakan mediator tertentu. Salah satu yang sangat mediator adalah asam amino butyric Y (GABA-A).
15
Progesterone dan metabolik, bersama dengan barbiturat dan
benzodiazeoin, bisa menempati GABA-A. melalui mengaktivasi
elevasi dari GABA-A reseptor, progesteron memiliki seda- nya
efek tive. Salah satu metabolit progesteron, 5 pregnan-3 -ol, 20 (3 -OH DHP), memiliki obat penenang
efek delapan kali sekuat barbiturat.
2
Sebagai tambahan
untuk efek anti-stres, GABA-A memiliki hipnotis dan
efek anti-convulsant. Efek biologis GABA-A
reseptor berikut mekanisme sirkadian. Pada malam hari, progesterone diberikannya efek sedatif, sedangkan di siang hari itu memiliki
efek merangsang GABA-A reseptor. Tinggikalsium dosis memicu sekresi GABA-A dan
sel-sel saraf.
potensi 3 -hidroksil-5 -pregnan-20-satu dan 3 hidroksil-5 -pregnan 20-satu ditentukan dengan intra
vena EEG metode threshold tikus im laki-laki. Acta Pharma
col Toxicol Scand 1987; 61: 42-7
3.
Huber J. Endokrine Gynakologie. Verlag Wilhelm Maudrich.
Wien-Munchen-Bern. 1998: 64-102
4.
Satorriadis A, Papatheodore S, Makrydimas G. Terancam
keguguran: evaluasi dan manajemen. BMJ 2004;
39: 152-55
5.
Jacoeb TZ. Nasib Kehamilan Triwulan Pertama: Manfaat
Penentuan Progesteron Dan Antibodi Antikardiolipin Ketahanan
rum. Prosiding Simposium Temu Ilmiah Akbar 2002.
FKUI, Jakarta 2002: 93-125
6.
Daya S. Khasiat dukungan progesteron untuk kehamilan di
wanita dengan keguguran berulang. Sebuah meta-analisis
uji coba terkontrol. BJ Obstet Gynaecol 1989; 96: 275-80
7.
Posaci C, Smitz J, Camus M, OSMANAGAOGLU K, Devroe J.
Progesteron untuk dukungan luteal dari reproduksi yang dibantu
teknologi: Pilihan klinis. J Hum Reprod 2000; 15: 129-48
8.
Gerhard saya, Gwinner B, Eggert-Kruse W, Runnenbaum B.
Uji coba terkontrol double-blind substitusi progesteron
aborsi terancam. J Biol Res Kehamilan Perinatol
1987; 8: 26-34
9.
Buletin C, Ziegler De D, Maini M, Ferro ED, Polli V,
Flamigni C. Pengaruh progesteron vaginal gel Crinone 8%
pada kram rahim dan pendarahan yang berkaitan dengan terancam
abortus. J Fertil Steril 2001; 76: 184
10. buletin C, De Ziegler D, Flagmini C, Giagomucci E, Polli
V, Franceschetti F. Target pengiriman obat di ginekologi:
rahim pertama lulus efek. J Hum Reprod 1997; 12. 1073-1079
11. Gucer F, Balkanli-Kaplan P, Yuksel M, Sayin NC, Yuce A.,
Tingkat serum Yardim T. Ibu tumor necrosis factor-
dan interleukin -2 reseptor di aborsi terancam: a comparison dengan kehamilan normal dan patologis. J Fertil
Steril 2001; 76: 707-11
halaman 5
Abadi et al
Med J Indones
262
12. Ludwig M, Finas A, Katalinic A, Strik D, Kowalcek I,
Schwatzt P et al. Prospektif, penelitian secara acak untuk Evaluate tingkat keberhasilan menggunakan hCG, progesteron vaginal atau
kombinasi keduanya untuk dukungan fase luteal. J Acta diamati
stet Gynecol Scand 2001; 80: 574-82
13. Bartho JS, Faust Z, Varga P. Ekspresi progesterone-induced protein imunomodulatory pada kehamilan
limfosit. AJ Reprod Immunol 1995; 34: 342-48
14. Folgar B, Kispal G, Lachmann M, Paar G, Nagy E, Csere P
et al. Kloning molekuler dan characteriza- immunologig
tion dari cDNA coding baru untuk progesteron yang diinduksi
Faktor blocking. J Immun 2003; 171: 5956-63
15. Majewska MD, Harrison N, Shwartz R, Barker J, Paul S.
Metabolit hormon steroid yang barbiturat seperti modulasi
tor dari reseptor GABA. Sains 1986; 232; 1004-7a
ABORTUS IMMINENS
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu , dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
cerviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan
melalui ostium uteri eksternum , disertai mules sedikit atau tidak sama sekali , uterus membesar s
ebesar tuanya kehamilan , serviks belum membuka , dan test kehamulan positif .Pada beberapa
wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak
ada pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi choreales ke dalam desidua , pada saat
implantasi ovum . Perdarahan implantasi biasanya sedikit ,warnanya merah ,dan cepat
berhenti,tidak disertai mules-mules.
PENATALAKSANAAN ABORTUS IMMINENS
1.Istirahat baring . Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2.Periksa dennyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam
bila pasien panas
3.Test kehamilan dapat dilakukan .Bila hasil negatif ,kemungkinan janin sudah
mati. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
4.Berikan obat penenang. Berikan preparat hematinik ,misalnya Sulfas Ferrosus 600-1.000 mg.
5.Diet tinggi protein dan tamba han vitamin C.
6.Bersihkan vulva , minimal dua kali sekali dengan cairan cairan antiseptik untuk mencegah
infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan cokelat. Kapita Selekta Kedokteran . Jilid
1. Kelainan pada Kehamilan . Media Aesculapius FKUI . 1999.hal.263).
7.Obat-obat yang dapat diberikan:
Penenang: penobarbital 3x30mg, valium
Anti perdarahan: adona, transamin
Vitamin B kompleks
Hormonal: progesteron
Penguat plasenta: gestanon, duphaston
Anti kontraksi rahim: duvadilan, papaverin
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan. Prognosis
menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama,mules-mules yang disertai pendataran
serta pembukaan cerviks. (Ilmu Kebidanan . Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan .Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.1999.hal.305)
PENATALAKSANAAN JUGA
Abortus Imminens adalah p eristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan pervaginam pada paruh
pertama kehami l an. Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dari beberapa jam
sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di
anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap dis
ertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah
suprapubis. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu. Dalam hal ini
perlu diputuskan apakah kehamilan dapat dilanjutkan.
Sonografi vagina,peme riksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (hCG) serum, dan
kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk
memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Dapat juga digunakan tekhnik pencitraan
col o ur and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.
Setelah konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus
diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila ja n in dan
plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ulhasonografi abdomen
atau probe vagina Dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam
rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka di anjurkan dilakukan kuretase.
Penanganan abortus imminens meliputi :
Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik
peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.
KOMPLIKASI YANG BERBAHAYA PADA ABORTUS
Perdarahan: Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian tranfusi darah .Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tedak segera diberikan pada waktunya.
Perforasi: Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperetrofleksi .Jika terjadi peristiw a ini penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada
tanda bahaya ,perlu segera dilakukan laparatomie,dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi,penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomie.Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya
luas;mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kencing atau usus.Dengan adanya dugaan
atau kepastian terjadinya perforasi ,laparatomie harus segera dilakukan untuk menentukan luasny
a cedera , untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi
komplikasi.
Infeksi ( lihat abortus infeksiosus ): Abortus Infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada
genetalia .Umumnya terbatas pada desidua.Diagnosis ditentukan dengan adanya abortus yang
disertai gejala dan tanda infeksi alat genital ,seperti panas , takikardia,perdarahan pervaginam
yang berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan , dan leukositosis.
Syok: Syok pada abortus bisa terjadi karena perdara han (syok hemoragik), dan karena infeksi
berat (syok Endoseptik ).
Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis
jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna, yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah
janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak, jika plasenta segera
terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong
amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) ;
mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang singkat, maka ia dapat diliputi
oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya
tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa ; dalam hal ini amnion tampak
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mummifikasi : janin
mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng
(fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus
papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi ; kulit
terkeluas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin
berwarna kemerah-merahan.
2. Epidemiologi
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya
seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran
dengan anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan
sekitar 10-15 % dari semua kehamilan.
Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya
kejadian yang tidak
dapat
lebih
tinggi
lagi
karena
banyak
Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo, Sarwono. Kelainan dalam lamanya
kehamilan. Ilmu Kebidanan. Jakarta.2007.
2. Cunningham FG, MacDonald PC,Gant NF. Abortion. In
Williams Obstetrics 20
th
Ed. Appleton Lange, 1997, p 579.
3. DeCherney, Alan H. Spontaneous Abortion. In current
Diagnosis and Treatment in Obstetrics and gynecology. McGraw-Hill Companies,
2003.
4. Evans, Artur T. Pregnancy Loss and Spontaneous Abortion.
In Manual of Obstetrics 7
th
Ed
. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.