Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

STROKE PADA KEHAMILAN

DISUSUN OLEH
FEBRIYANI R
C 11110291

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 PENDAHULUAN
Stroke adalah penyebab utama kedua kematian perempuan di Kanada dan
Amerika Serikat. Insiden lebih tinggi stroke terjadi pada wanita muda
dibandingkan pada pria antara usia 15 dan 30 tahun sampai 35 tahun. Stroke yang
berhubungan dengan kehamilan telah lama ada , stroke yang berhubungan dengan
kehamilan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Di Amerika
penyakit serebrovaskular sebagai penyebab kelima kematian ibu selama 19801985

(1)

. Kehamilan dan periode postpartum berhubungan dengan peningkatan

risiko stroke iskemik dan perdarahan intracerebral, meskipun perkiraan insiden


bervariasi. Ada beberapa penyebab stroke yang unik untuk kehamilan dan periode
postpartum, seperti preeklamsia dan eklamsia, embolus cairan ketuban,
I.

postpartum angiopati dan postpartum cardiomyopathy. (1)


2
INSIDEN
Suatu study yang menggunakan data dari 46 rumah sakit di DC (USA)
Area Baltimore-Washington menyimpulkan bahwa risiko strok iskemik dan
perdarahan intracerebral (ICH) meningkat pada periode post partum, tetapi tidak
selama kehamilan, dengan risiko relatif stroke iskemik dari 8,7 dan 28,3 untuk

I.

ICH. Dan faktor risiko terjadinya stroke 8,1 per 100.000 kehamilan. (2)
3
EPIDEMIOLOGI
Risiko kejadian stroke iskemik pada kehamilan dan masa nifas
dipengeruhi oleh latar belakang etnis dan berdasarkan usia. Perempuan Amerika
Afrika memiliki risiko yang lebih tinggi. Data epidemiologi berkaitan dengan
wanita Asia. Selain itu, wanita di atas usia 35 tahun memiliki peningkatan risiko
kehamilan terkait srtoke. (3)

BAB II
PEMBAHASAN

II. A DEFINISI
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tandatanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (4)
II.B ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK
Otak memperoleh darah melalaui dua sistem, yakni sistem karotis (a.karotis
interna kanan dan kiri), dan sistem vertebral. A.karotis interna, setelah
memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan
a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a. Serebri
anterior dan a.serebri media. Untuk otak sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis (5)

Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna
vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas medula
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior, yang melayani darah bagi
lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis Ke tiga pasang arteri serebri
ini barcabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu

dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan


otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya. Untuk
menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral
antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu (5)
Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.
serebri media kanan-kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua
a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior
(yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak
Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melalui a.oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.
Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh
darah ekstrakranial)
Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,
sehingga menurut Buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan
otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eskterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui venavena jugulares, dicurahkan menuju ke jantung.
II.C. FISIOLOGI
II.C.1 Fisiologi Otak
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalamsatuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada
tekanan

perfusi

otak/cerebralperfusion

pressure

(CPP)

dan

resistensi

serebrovaskular/cerebrovascular resistance(CVR). Dalam keadaan normal dan


sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100gram otak/menit. (5)
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood
pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure
(ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus
pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang
melewati pembuluh darah otak

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit.


Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh
b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah
15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain :
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
a. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia
yang berat dapat menyebabkanoksigenasi otak menurun.
b. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.
II.C.2 Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu

kemampuan

darah

arterial

otak

untuk

mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan
perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata rata adalah 50 150
mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi
akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan (6)
Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi
masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 200 mmHg dan
tekanandiastolik 60 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang
iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas
diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik
dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom
II.C.3 Metabolisme Otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan
oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit

dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber
energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan
H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara
komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme
anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 25 ml/100 gram otak/ menit
maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan (6)
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh 3
faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk memompakan darah dari
sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak.
Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku)
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh
darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan
berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol
otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal
bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang
asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan parsial CO 2
turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokontriksi.
Viskositas/ kekentalan datah yang tinggi mengurangi ADO, sedangkan
koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, dan aliran
darah lambat, akibat ADO yang menurun (6)
II.D PATOFISIOLOGI STROK
II.D.1 Patofisiologi Stroke akibat trombus
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah subtipe kedua
stroke iskemik. Sebahagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien
relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda

yang terjadi akibat stroke ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran
kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteri karotis
interna, yang lebih jarang dipangkal arteri serebri media atau di taut arteria
vertebralis dan basilaris. Trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki
awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan
timbulnya istilah stroke-in-evolution (7)

Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial
adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah
mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan
mendadak tekanan tersebut dapat meyebabkan penurunan generalisata CBF,
iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi non simtomatik, harus
diterapi secara hari-hati dan cermat karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
II.D. 2 Patofisiologi Stroke akibat Emboli
Stroke emboli diklasifikasikan berdasarkan arteri yang yang terlibat
(misalnya, stroke arteria vertebralis) atau asal embolus. Trombus mural jantung
merupakan sumber tersering infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung,katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik. (7)

Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan devisit neurologik


mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan
terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian
pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis
stroke embolik tersering, apabila didiagnosis apabila diketahui adanya kausa
jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark
miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar
otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbantuk didinding rongga
jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil,
fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau
vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada
bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di
percabangan arteri serebrum yang tersangkut.
II.D. 3 Patofiologi strok Perdarahan Intraserebrum
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering
terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu
dari banyak arteri kecil yang menembus jauh kedalam jaringan otak. Apabila
perdarahan terjadi pada individu yang tidak mengidap hipertensi, diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengetahui

kausa lain seperti gangguan

perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan erosi. Stroke


yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat pasien
terjaga dan aktif, sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain.
Biasanya perdarahan dibagian dalam otak menimbulkan defisit neurologik fokal

yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang
dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Perdarahan yang terjadi
langsung kedalam ventrikel otak jarang dijumpai. Yang lebih sering adalah
perdarahan di dalam parenkim otak yang menembus ke dalam sistem ventrikel,
sehingga bukti asal perdarahan menjadi kabur. Dengan demikian, gangguan
lapang pandang terjadi pada perdarahan oksipitaslis, dan kelemahan atau paralisis
pada kerusakan korteks motorik di lobus frontalis. (7)
II.D 4. Patofisiologi Stoke perdarahan Subarachnoid
PSA memiliki dua kausa utama: ruptur suatu anurisma vaskular dan trauma
kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarahnoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka angka kematian
sangat tinggi sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab
tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat peyulit utama dapat
menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang
dapat terjadi setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah (1)
vasospasme reaktif disertai infark, (2) ruptur ulang, (3) hiponatremia, dan (4)
hiodrosefalus. Pada MAV, pembuluh melebar sehingga darah mengalir di antara
arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding
venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pada
sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intraparenkim dengan
perembesan ke dalam ruang subaraknoid. Perdarahan mungkin massif, yang
menyebabkan kematian, atau kecil dengan garis tengah 1 cm. (7)
II.E. FAKTOR RISIKO
Kondisi medis yang dikenal sangat terkait dengan stroke pada kehamilan
termasuk hipertensi, diabetes, penyakit sel sabit, trombofilia, merokok dan
jantung. Faktor risiko lain adalah alkohol dan penyalahgunaan narkoba khususnya
kokain. Pre-elamsia dan eklamsia merupakan faktor risiko independen,
komplikasi kehamilan seperti pre-eklamsia, eklamsia, hiperemesis dan gangguan
elektrolit dan keseimbangan cairan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
stroke pada masa kehamilan. (8)
II.F STROKE DAN KEHAMILAN

Wanita tanpa hipertensi, dan wanita dengan hipertensi komplikasi kehamilan


adalah enam sampai sembilan kali lipat lebih mungkin untuk mengalami stroke
termasuk hiperemesis gravidarum, anemia, trombositopenia, perdarahan post
partum, transfusi cairan, elektrolit dan infeksi. Bedah caesar telah dikaitkan
dengan peripartum stroke, meskipun hubungan kausal belum pasti. Disisi lain
sesar sebenarnya menjadi faktor risiko stroke postpartum karena CVT. Fisiologis
normal perubahan selama kehamilan, termasuk resistensi protein C aktif dan
penurunan S fungsional, dan diperparah oleh hiperkoagulabilitas yang dapat
menyebabkan pembentukan gumpalan dan usia lebih dari 35 tahun meningkatkan
kemungkinan stroke dua kali lipat. Dan Ras Afrika-Amerika peningkatan
kemungkinan stroke hingga 1,5 kali lipat. CVT dapat menyebabkan infark atau
perdarahan atau keduannya, tanda-tanmda CVT yaitu adanya peningkatan tekanan
intrakranial, muntah, papiledema dengan atau tanpa defisit neurologis fokal,
faktor risiko CVT secara klasik berkaitan dengan dehidrasi, infeksi postpartum
dan trombofilia. (2)
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara postpartum angiopati dan
diseksi leher rahim dapat menyebabkan PSA dengan onset mendadak dan gejala
sakit kepala hebat,perubahan status mental, mual, kejang, tanda-tanda neurologis
fokal.
Potensi terjadinya stroke dapat terjadi pada populasi hamil muda, dan
komplikasi kehamilan yang dapat mengakibatkan stroke termasuk pre-eklamsia,
eklamsia, emboli cairan ketuban dan postpartum angiopati. Postpartum
kardiomiopati dapat mengakibatkan kardioembolism dan memicu terjadinya
stroke infark. Perubahan fisiologis selama kehamilan yang dapat menyebabkan
arteri atau vena trombo emboli, stasis vena atau pengurangan darah secara tibatiba selama masa persalinan dapat memicu terjadinya stroke iskemik.
Beberapa
studi
menemukan
bahwa
pre-eklamsia/eklamsia

dan

serebrovaskular yang mendasari malformasi arteri vena adalah penyebab paling


umum stroke perdarahan intraserebral pada kehamilan. Pre-eklamsia / elkamsia
merupakan penyebab reversibel sindrom leukoencephalopathy, yang dapat
dikaitkan dengan reversibel edema vasogenik yang terjadi di bagian belakang
otak, serta perdarahan intraserebral yang diakibatkan oleh kelainan pada

autoregulasi. Selain itu pre-eklamsia/ eklamsia terkait dengan sindrom


vasokontriksi serebral reversibel, yang merupakan sindrom klinis dengan gejala
sakit kepala hebat, dengan atau tanpa defisit neurologis fokal. (9)
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko AVM atau aneurisma
pecah selama kehamilan, seperti peningkatan volume darah dan cardiak output
serta perubahan struktural dalam dinding pembuluh darah. Namun, apakah
kehamilan dapat meningkatkan risiko strok perdarahan masih dalam perdebatan.
Bateman el al menemukan bahwa tingkat perdarahan yang timbul akibat
malformasi serebrovaskular adalah serupa pada wanita hamil dan tidak hamil
yaitu 0,50 dan 0,33 per 100.000 orang. Etiologi tambahan penyebab stroke pada
kehamilan termasuk karsinoma metastasis, dan penyalahgunaan zat-zat lain
termasuk alkohol dan metamfetamin. (2,9)
Perdarahan intracranial jarang dijumpai dalam kehamilan, akan tetapi
mempunyai mortalitas yang tinggi. Tersering perdaarahan terjadi menjelang
persalinan dan sesudahnya, jarang dalam masa persalinan, yang justru disertai
tekanan darah paling tinggi. Terbanyak perdarahan intracranial sifatnya
subarahnoid dan disebabkan oleh pecahnya aaneurisma sirkulus Willisi,
sebahagian lain oleh angioma aterioma arteriovenosum dan diathesis hemoragik.
Perdarahan intracranial dapat pula dijumpai setellah serangan eklamsia. (10)
Mula-mula penderita merasa nyeri kepala mendadak, terutama di bagian
frontal dan oksiital, leher kaku, mual, dan muntah; disusul kemuadian okeh koma,
kejang-kejang atau hemiplegia. Diagnosis pasti dibuat dengan pungsi lumbal:
ditemukan

banyak

eritrosit

dalam

liquor

serebrospinalis.

Funduskopi

menunjukkan edema papil dan perdarahan. Angiografi, yang dilakukan empat


sampai lima hari setelah terjadinya perdarahan, dapat menentukan lokasi
perdarahan.
Apabila stroke perdarahan terjadi dalam usia kehamilan lanjut atau kehamilan
tigapuluh enam minggu atau lebih minggu, sebaiknya kehamilan diakhiri dengan
seksio sesaria primer, setelah itu diberi pengobatan neuroligik. Pada stroke
perdarahan yang terjadi selama lasa kehamilan, partusnya harus segera
diselesaikan. Yang masih menjadi pertentangan ialah mengenai penanggulangan
obstetric wanita yang dapat mengatasi serangan perdarahan. Ada yang

menganjurkan abortus buatan apabila kehamilannya sudah cukup bulan, seksio


sesaria. Sebaliknya da pula yang bersikap lebih konservatif. Abortus tidak
dilakukan. Partus kala I dibiarkan karena kontraksi-kontraksi uterus tidak
meningkatkan tekanan liquor serebrospinalis; akan tetapi kala II sebaiknya
diakhiri dengan cunam atau ekstrator vakum. Seksio sesaria dilakukan hanya atas
indikasi medic. (10)
Masalah lain yang harus dihadapi ialah apakah wanita yang pernah menderita
perdarahan intracranial boleh hamil lagi. Walaupun kehamilannya agak tidak
memperbesar kemungkinan terulangnya perdarahan, dan tidak merupakan kontra
indikasi mutlak, namun perlu disadari dan di jelaskan kepada wanita dan
suaminya, bahwa risiko selalu ada. Karena itu masalahnya hatus ditinjau kasus
demi kasus, dan dalam mengambil keputusan hendaknya suami istri yang
bersangkutan memegang peranan yang menentukan. (10)
II.G MANIFESTASI KLINIS
MANIFESTASI KLINIK
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah, timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/sub akut, didahului gejala prodormal, terjadi pada
waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya
terjadi pada usia lebih 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis jernih,
tekanan darah normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pada pemeriksaan scan
tomografik dapat disaksikan adanya daerah hipodens yang menunjukkan
infark/iskemik dan edema. (5)
Gejala utama GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,
mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat
yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila
embolus cukup besar. Liquor serebrospinalis normal.
a. Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis : (5,11)
1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna :
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan
- Hemiparesis kontra lateral dan dapat disertai sindrom Horner pada
sisi sumbatan

2. Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media)
dapat terjadi gejala-gejala berikut :
- Gangguan rasa didaerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan
-

rasa dilengan dan tungkai sesisi.


Dapat terjadi gangguan gerak/kelumpuhan dari tingkat ringan
sampai kelumpuhan total pada lengan dan tungkai sesisi

(hemiparesis/hemiplegi)
Gangguan utuk berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan

kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia)


Gangguan penglihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh

lapangan pandang (hemianopsia)


Mata selalu melirik ke arah satu sisi (deviation conjugate)
Kesadaran menurun
Tidak menegenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

(prosopagnosia)
Pelo (disartri)
Merasa anggota badan sesisi tak ada.
Tak dapat membedakan antara kiri dan kanan (misalnya pakaian)
Sudah tampak tanda-tanda kelainan namun tak sadar kalau dirinya

mengalami kelainan (misalnya : jalan sudah tabrak-tabrak)


Kehilangan kemampuan musik yang dulu dipunyainya (amusia)
Bila sumbatan dipangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila

tidak dipangkal maka lengan lebuh menonjol


- Hemihipestesia
b. Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan ( arteri serebri anterior),
dapat terjadi gejala-gejala sebagai berikut :
- Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan sensibilitas pada
-

tungkai yang lumpuh


Hemiparesis kontra lateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

c. Pada

menonjol
Gangguan mental (bila lesi di frontal)
Inkontinensia
Bisa kejang-kejang
Gangguan pengungkapan maksud
cabangnya yang menuju otak bagian belakang (arteri serebri

posterior), akan memberikan gejala-gejala antara lain :


- Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapang
pandang pada kedua mata, bila bilateral disebut blindness

Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada

separuh sisi tubuh


Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat dimengerti

jika meraba atau mendengar suaranya.


Kehilangan kemampuan mengenal warna.

d. Gangguan pada kedua sisi


Kerana adanya sklerosis pda banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskular
dengan gejala-gejala:
- Hemiplegi dupleks
- Sukar menelan
- Gangguan emosional mudah menangis
e. Gejala-gejala pada pembuluh darah vertebrobasilaris :
- Ganguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia jalan menjadi
-

sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Kedua kaki lemah/hipotoni, tak dapat berdiri (paraparesis inferior)
Vertigo atau dizziness
Nistagmus
Muntah
Gangguan menelan (disfagia)
Disartri
Tuli mendadak

II.H . PEMERIKSAAN PENUNJANG


H.1.Laboratorium
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
strok yang dapat diobati serta untuk menyingkirkan kondisi lain yang
menyerupi stroke. (5)

1. Hitung darah lengkap untuk menyelidiki kemungkinan penyebab stroke


seperti

thrombocytosis,

thrombocytopenia,

polycytopenia,

anemia

(termasuk sickle cell anemia), dan leukocytosis (misalnya leukemia).


2. Laju

endap

darah

untuk

mendeteksi

adanya

peningkatan

yang

mengindikasikan giant cell arteritis atau vasculitis lain.


3. Pemeriksaan serologis sifilis, pemeriksaan treponema pada darah atau
pemeriksaan CSF-VDRL.
4. Glukosa serum untuk mendokumentasikan adanya hypoglycemia atau
hyperosmolar non ketotic hyperglycemia, yang dapat memberikan tanda
neurologis fokal dan mirip dengan stroke.
5. Kolesterol dan lipid serum utnuk medeteksi adanya peningkatan yang
dapat mewakili faktor risiko stroke.

II.I PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK STROKE PADA KEHAMILAN


Tes diagnostik yang spesifik adalah MRI, dokter mungkin ragu-ragu untuk
melakukan pemeriksaan MRI karena efek medan magnet pada janin, terutama
pada trimester pertama, namun American College of Radiologi menyatakan
bahwa pasien hamil dapat menjalani MRI.

Echocardiography adalah tes standar pada pasien stroke untuk mengevaluasi


sumber emboli jantung. Modalitas paling baik untuk melihat CVT adalah MRI.
Jika curiga adanya perdarahan subarachnoid CT-Scan dan jika tes ini dilakukan
dalam wwaktu 24 jam, maka dapat mendeteksi 90-95% PSA. (2)
II.J PENCEGAHAN STROKE SELAMA KEHAMILAN
Metaanalisis terbaru menunjukkan bahwa aspirin bermanfaat dalam
mencagah pre-eklamsia saat mulai lebih awal dari usia kehamilan 16 minggu,
tetapi tidak ketika setelah 16 minggu, dalam penelitian tersebut, perawatan dini
dengan aspirin juga menghasilkan penurunan hipertensi gestasional dan kelahiran
prematur. (2)
Pedoman pencegahan sekunder stroke menurut AHA (American Health
Association) merekomondasikan antikoagulan saetidaknya selama 3 bulan dalam
pengaturan CVT, diikuti dengan terapi antiplatelet. (2)
Tromboemboli vena ditambah trombofilia,

khususnya

antitrombin

kekurangan III, sindrom antifosfolipid antibodi, prootombin mutasi gen atau


faktor V Leiden, dapat diobati dengan LMWH profilaksis dosis atau UFH selama
kehamilan diikuti oleh postpartum antikoagulan dengan warvarin. (2)
Untuk wanita dengan antifosfolipid sindrom antibodi dan tidak memiliki
riwayat tromboemboli vena, tepari kehamilan profilaksis UFH LMWH plus
aspirin selama kehamilan. (2)
II.K PENGOBATAN STROKE PADA KEHAMILAN
Pengobatan stroke arteri akut pada kehmilan masih kontroversial. Jaringan
rekombinan plasminogen activator (rtPA) adalah obat yang melisiskan bekuan

ketika seberikan secara intravena atau intraarteri untuk pasien dengan strok
iskemik akut. rtPA diberikan dlam waktu 3 jam dari onset iskemik stroke, obat ini
mengurangi risiko kematian dan meningkatkan hasil 90 pasca stroke
dibandingkan dengan placebo. rtPA tidak melewati plasenta dan belum ada bukti
teratogenik pada hewan. (2)
Tidak ada pedoman yang jelas untuk managemen medis PSA dan PIS di pada
masa kehailan. Obat yang digunakan secara rutin pada pasien tidak ahamil, seperti
manitpl untuk peningkatan tekaanan intrakranial, antiepileptics untuk pencegahan
kejang dan nimodipin untuk vasospasme, harus dimanfaatkan hati-hati pada
wanita hamil. Manitol dapat mengakibatkan hipoksia janin dan pergeseran asambasa, obat antiepilepsi terkait risiko teratogenik, dan nimodipin telah dikaitkan
dengan teratogecidity di beberapa hewan percobaan, tetapi ada data minimal pada
manusia. (2)
II.L KESIMPULAN
Stroke merupakan penyebab signifikan morbidits dan mortalitas pada
kehamilan postpartum.pedoman yang tepat pengobatan dan pencegahan stroke
iskemik pada kehamilan dapat digunakan aspirin/ extended-release dipyridamole,
clopidogrel, dan rtPA. Manajemen stroke iskemik atau perdarahan selama
kehamilan memerlukan perawatan interdisipliner dari beda saraf , bagian saraf,
dan kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cheryl Jaigobin et al. 2000. Stroke. American Heart Association.diunduh dari :
htttp://strokeahajournals.org
2. Jessica Tate et al. 2011. Pregnancy and stroke risk in women. USA

3. Davie. 2007. Stroke and Pregnancy. University collage London Hospitals.


London UK
4. Yayan A. 2008. Strok. FK Universitas Riau
5. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Penerbit : gajah mada
University Press. Yogyakarta. Hal: 82-84
6. Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar
7. Silvia et al. 2006. Patofisiologi. Edisi 6. EGC; Jakarta
8. cheryl Brushnell et al. 2010. Preeclampsia and stroke: Risk during and after
Pregnancy. Duke university Medical Center. Durham
9. steven J et al, 1996. Pregnancy and The Risk of Stroke.The New England
Journal Medicine.
10. Prof. Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Tridarsa Printer; Jakarta
11. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Penerbit: Gajah Mada University
Press. Yogyakarta. Hal : 60-65.

Anda mungkin juga menyukai