Oleh:
dr. Yullya Tri Utari
Pembimbing:
dr. Hendri Adi S, M.Ked (OG), SpOG
Pendamping :
dr. Hermansyah
dr. Didin Khoiruddin
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD TENGKU RAFI’AN SIAK
SIAK SRI INDRAPURA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Preeklampsia dan eklampsia merupakan suatu
darah perifer dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden hipertensi
meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun. Hansen
melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali pada nulipara yang
berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29 tahun. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% dan merupakan sebab utama kematian
ibu setelah perdarahan dan infeksi serta sebab kematian perinatal yang tinggi.2
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio
plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran
prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death (IUFD). 1
Kematian ibu bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24 % dengan
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny. F Nama Suami : Tn. A
Umur : 39 Tahun Umur Suami : 40 Tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Honorer Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Melayu Suku : Melayu
Alamat : Sungai Apit Alamat : Sungai Apit
No. MR : 20-94-74
II. ANAMNESIS
Pasien rujukan Puskesmas Sungai Apit datang ke VK IGD RSUD Tengku
Rafian Siak pada tanggal 29 November 2018 Jam 18:43 WIB dengan G3P2A0H2
gravid 26-27 minggu + PEB
tekanan darah tinggi yang tidak membaik. Pasien mengaku sudah berobat ke
puskesmas dan diberikan obat penurun tekanan darah namun tekanan darah tetap
tinggi. Nyeri kepala tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak
ada, pandangan mata kabur tidak ada. Keluar air-air dan darah dari jalan lahir tidak
ada. Gerakan janin dirasakan aktif sejak hamil 4 bulan sampai sekarang.
Mual dan muntah minimal dan tidak pernah mengalami perdarahan dari kemaluan.
Pandangan mata kabur, mual, muntah dan kejang disangkal pasien. Tekanan darah
Prenatal Care :
Periksa ke bidan mulai bulan ke 3 kehamilan, USG tidak pernah. Kontrol selama
Selama hamil pasien minum obat hanya diberikan oleh bidan berupa vitamin dan pil
tambah darah. Riwayat minum obat antihipertensi hanya diberikan 2 hari SMRS.
Pasien mengaku tidak mengetahui riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan
Riwayat Haid :
Riwayat Perkawinan :
G3P2A0H2
Riwayat KB :
Vital Sign:
Suhu : 36,4 0C
Gizi:
TB : 155 cm
Kepala:
Thoraks :
STATUS OBSTETRIKUS
Muka : Kloasma Gravidarum (tidak ada data).
Abdomen
Genitalia
VT : tidak dilakukan
Laboratorium (22/04/2018)
Hematokrit : 40,8 %
CT : 6’
BT : 3’
Gol darah : O+
JTHIU
Simptomatik :
1. Tirah baring
2. Terapi regimen magnesium sulfat: drip MgSO4 40% 30cc 14 tpm dalam
500 cc RL.
5. Turunkan TD Nifedipin 3 x 10 gr
Metildopa 3x250 mg
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
IX. Follow Up
Anamnesis:
Umur > 40 tahun
Nulipara
Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
Kehamilan multipel
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Hipertensi kronik
Penyakit Ginjal
Sindrom antifosfolipid (APS)
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
Indeks masa tubuh > 35
Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau
secara kuantitatif 300 mg/24 jam)
3.1.4 Diagnosis
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gajala-gejala preeklampsia
disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai
salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-
muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan
pasien tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia
ditangani sebagai kasus eklampsia.8
Hipertensi:
a. Sistolik >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg pada dua kesempatan
berjarak 4 jam dengan di antaranya pasien dalam keadaan istirahat
(kecuali terapi antihipertensi dimulai sebelum saat ini). Ditemukan pada
usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal.
b. Sistolik >160 mmHg atau diastolik >110 mmHg, hipertensi dikonfirmasi
segera agar dapat diberi terapi antihipertensi
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000).
Gangguan fungsi hati (peningkatan enzim transaminase hati dua kali
konsentrasi normal), nyeri kuadran kanan atas persisten berat atau nyeri
epigastrium tidak responsif terhadap pengobatan dan tidak ada diagnosis
alternatif, atau keduanya.
Insufisiensi ginjal (peningkatan kreatinin serum lebih besar dari 1,1 mg/dL,
atau dua kali lipat dari kreatinin serum baseline laboratorium rumah sakit
yang bersangkutan tanpa penyakit ginjal lainnya.
Edema paru.
Timbulnya onset gejala neurologis seperti nyeri kepala atau gangguan visual.
3.1.5 Penatalaksanaan
1. Preeklampsia ringan
Tujuan utama perawatan preeklampsia yaitu mencegah kejang, perdarahan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat.2
Rawat jalan (ambulator)
Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi
tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan diatas 20
minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim
pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan
akan mencambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital. Diet pada preeklamsia tidak perlu dilakukan
restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih baik. Diet yang mengandung
2 g natrium atau 4-6 g Nacl (garam dapur) sudah cukup. Obat-obatan
seperti diuretik, antihipertensi dan sedatif tidak diberikan.
Rawat inap
Kriteria preeklamsia ringan dirawat di rumah sakit ialah: 2
1. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2
minggu
2. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat
Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa USG dan Doppler juga perlu
dilakukan.
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Pada kehamilan preterm, bila tekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinannya ditunggu ampai aterm.
Pada kehamilan aterm, persalinan ditunggu sampai onset persalinan atau
dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.
2. Preeklampsia berat
Perawatan dan pengobatan preeklamsia berat mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan preeklamsia berat
dinilai dari 2 aspek yaitu sikap terhadap penyakitnya dan kehamilannya.
Perawatan terhadap penyakit yaitu penderita harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia
dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria.
Oleh sebab itu monitoring input dan output cairan sangatlah penting. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
Pemberian obat anti kejang yang menjadi pilihan ialah MgSO4. Syarat
pemberian MgSO4 yaitu harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10% diberikan iv 3-5 menit, refleks patella positif kuat dan
frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres pernafasan. Cara
pemberian MgSO4 yaitu 4 gram MgSO4 40% 10 cc secara iv selama 15 menit
sebagai initial dose, lalu diberikan infus 6 gram dalam RL / 6 jam atau diberikan 4
atau 5 gram secara i.m. selanjutnya 4 gram i.m. tiap 4-6 jam. Magnesium sulfat
dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam pasca persalinan atau 24
jam setelah kejang terakhir.2
Diuretikum diberikan juga ada edema paru, gagal jantung kongestif atau
anasarka. Diuretikum yang digunakan yaitu furosemid.
Antihipertensi
Berdasarkan Cochrane Review, pemberian antihipertensi pada preeklamsia
ringan maupun berat tidak jelas kegunaannya. Pemberian antihipertensi diserahkan
kepada klinikus masing-masing tergantung pengalaman dan pengenalan dengan obat
tersebut.
2. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
3. Eklampsia
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, mengatasi kejang dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan
asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan
tekanan darah khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengaan cara yang tepat. Pilihan pertama obat anti
kejang yaitu magnesium sulfat. Cara pemberiannya sama seperti pada
preeklampsia berat. Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama
pertolongan mencegah terjadinya trauma akibat kejang tersebut. Jika pasien
jatuh ke dalam kondisi koma, yang harus diperhatikan adalah menjaga jalan
nafas agar tetap terbuka dan aspirasi lambung. Jika terjadi edema paru,
sebaiknya pasien dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan dengan
respirator.
Sikap terhadap persalinan ialah dengan terminasi kehamilan tanpa
memandang umur maupun keadaan janin.
4. Sindroma HELLP
Penatalaksanaan sindroma HELLP sama dengan preeklampsia-eklampsia
dengan melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit
<50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa
waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial dan fibrinogen.
Pemberian glukokortikoid pada sindroma HELLP dapat menyebabkan jumlah
trombosit pulih lebih cepat untuk kasus sindroma HELLP yang jumlah
trombosit <50.000 sel/mm3 dibandingkan kasus tanpa pemberian
glukokortikoid.11
3.1.6 Pencegahan
Pemberian antioksidan vitamin C dan E dianggap kurang efektif, karena
vitamin C dan E adalah antioksidan yang fungsinya lebih terhadap peningkatkan daya
tahan tubuh. Selain itu, vitamin E berfungsi juga melindungi sel darah merah dari
kerusakan. Suplementasi kalsium mungkin berguna pada populasi dengan asupan
kalsium yang rendah. Aspirin dosis rendah (60 sampai 80 mg) dapat dimulai pada
akhir trimester pertama mungkin sedikit mengurangi risiko preeklampsia. Tirah
baring dan pembatasan garam tidak terbukti bermanfaat.7
3.1.7 Manajemen
Beberapa perubahan terbaru dalam manajemen preeklampsia, yaitu:7
1. Waktu terminasi: Pada pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, dapat
diterminasi pada usia kehamilan 37 minggu lengkap.
2. Manajemen post-partum: agen antiinflamasi nonsteroid dapat meningkatkan
tekanan darah dan harus diganti dengan analgesik lain pada pasien dengan
hipertensi selama lebih dari 1 hari postpartum.
Beberapa rekomendasi dalam menangani preeklampsia ataupun hipertensi
dalam kehamilan:7
1. Pemantauan ketat pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsia tanpa
perburukan, dengan penilaian serial gejala ibu dan gerakan janin (setiap hari
oleh pasien), pengukuran serial tekanan darah (dua kali seminggu), serta
penilaian jumlah trombosit dan enzim hati (mingguan).
2. Untuk pasien hipertensi gestasional, pemantauan tekanan darah setidaknya
sekali seminggu dengan penilaian proteinuria.
3. Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan tekanan
darah terus-menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik, obat antihipertensi tidak disarankan.
4. Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan tidak
perlu tirah baring.
5. Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan untuk
menilai pertumbuhan janin dan uji antenatal untuk menilai status janin.
6. Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan penilaian
fetoplasenta yang mencakup velocimetry arteri Doppler sebagai uji antenatal
tambahan.
7. Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari 160
mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala, magnesium
sulfat untuk pencegahan eklampsia tidak disarankan.
8. Untuk pasien preeklampsia berat pada atau di luar 34 minggu lengkap
kehamilan, dan pada kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia
kehamilan, dianjurkan persalinan setelah stabilisasi ibu.
9. Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap kehamilan
dengan kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan dilanjutkan,
persalinan hanya pada fasilitas perawatan intensif ibu dan bayi yang memadai.
10. Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan pada 34
minggu atau kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid dianjurkan untuk
kematangan paru janin.
11. Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan (sistolik
tekanan darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110 mmHg
berkelanjutan), dianjurkan terapi antihipertensi.
12. Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus
didasarkan pada jumlah proteinuria atau perubahan jumlah proteinuria.
13. Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi kehamilan
dianjurkan setelah stabilisasi ibu. Manajemen konservatif kehamilan tidak
dianjurkan.
14. Kortikosteroid bisa diberikan dan pilihan terminasi kehamilan ditangguhkan
selama 48 jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada pasien preeklamsia
berat dan janin viable di usia kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap
dengan salah satu dari berikut:
Ketuban pecah dini (preterm)
Jumlah trombosit rendah (<100.000)
Kadar enzim hati abnormal terus-menerus (dua kali atau lebih dari nilai
normal)
3.1.8 Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prognosis
eklamsi, antara lain:
Koma yang lama (prolonged coma)
Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
Suhu 1030 F atau 39,40 C atau lebih
Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
Konvulsi lebih dari 10 kali
Proteinuria 10 gr atau lebih
Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di ata maka eklamsi tegolong
ringan, bila dijumpai dua atau lebih tergolong berat dan prognosis lebih
jelek.
BAB IV
PEMBAHASAN
Belum inpartu
Tanda-tanda inpartu pada kehamilan terdiri dari :10
1. Adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada pembukaan
Pada pasien ini belum terdapat tanda-tanda adanya inpartu, sehingga
diagnosis belum inpartu pada pasien sudah cocok.
PEB
PEB diartikan dengan peningkatan tekanan darah ≥160/110 mmHg
yang disertai proteinuria.2
Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan pasien memiliki
riwayat hipertensi selama kehamilan, disertai gejala nyeri kepala dan nyeri
epigastrium. Dari pemeriksaan fisik didapatkan IMT 27 (obesitas grade I),
tekanan darah 220/140 mmHg. Pada pemeriksaan labor didapatkan proteinuria
+3 (dipstick test). Sehingga diagnosis PEB pada pasien sudah tepat.
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan jumlah trombosit dalam darah < 100.000.
Pada pemeriksaan darah pasien ini didapatkan jumlah trombosit 71.000 maka
diagnosa trombositopenia sudah tepat
HELLP Syndrome
Tambahan diagnosis dinilai sudah tepat, karena sudah sesuai dengan
tanda partial HELLP syndrome yaitu adanya trombositopenia, trombosit ≤
150.000/ml dengan disertai peningkatan nilai fungsi hati yang dilihat dari
kenaikan nilai SGOT/SGPT
5.1 Simpulan
1. Diagnosis G3P2A0H2 gravid 26-27 minggu + PEB + partial HELLP syndrome
pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2. PEB pada pasien ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko yaitu obesitas
grade I, tekanan darah sistolik 220 mmHg dan diastolik 140 mmHg.
3. Talaksana yang diberikan pada pasien ini adalah tatalaksana farmakologis yaitu
MgSO4 dan nifedipine
4. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah dengan memantau
kondisi ibu maupun janin dan menilai faktor risiko melalui ANC sejak awal
kehamilan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi.
5.2 Saran
1. Faktor penyebab terjadinya PEB pada pasien ini belum diketahui dengan pasti,
namun terdapat beberapa faktor risiko yang seharusnya dapat dideteksi secara dini
sehingga pasien segera mendapatkan tatalaksana yang tepat.
2. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat yaitu pemberian MgSO4 dan
nifedipine
3. Pasien dan janin sebaiknya dipantau melalui ANC sejak awal kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syarif U, Referat preeklamsi dan eklampsi [Referat]. Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti: Jakarta: 09 april 2012-16 juni 2012
3. Oakley C, Warnes CA. Heart disease in pregnancy. 2nd ed. Massachusetts: Blackwell
Publishing; 2008.
4. Darmawan, Iyan. Paradigma baru dalam terapi cairan rumatan untuk pasien kebidanan.
2008. [diakses 5 Mei 2018]. Di unduh dari: http://www.otsuka.co.id/?
content=article_detail&id=57&lang=id
6. English FA, Kenny LC, McCarthy FP. Risk factors and management of preeclampsia.
2013. [diakses 10 Mei 2018]. Di unduh dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4354613/
9. Weiss BM, von Segesser LK, Alon E, Seifert B, Turina MI. Outcome of Cardiovascular
Surgery and Pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2008;179: 1643-53.
10. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. 2014. Ilmu Kebidanan:Hipertensi dalam kehamilan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
12. Mochtar R, Sinopsis obstetri. Edisi ke 3. Jakarta. Penerbit buku kedokteran Indonesia
EGC. 2011
13. Suyatna FD. Anti angina in: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta. Depatemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.