Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2022


UNIVERSITAS PATTIMURA

Infeksi Menular Seksual

Oleh :
Isabella J. Borolla
(2021-84-04)

Pembimbing
dr. Jane Pattiasina, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini
guna penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obsgyn dengan judul
referat “Infeksi Menular Seksual”.

Dalam penulisan referat ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk

penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Jane Pattiasina, Sp.OG. selaku Dokter spesialis sekaligus pembimbing

yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian referat ini.

2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi

penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwasanya referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

sebab itu penulis mengharapkan masukkan berupa kritik dan saran yang bersifat

membangun guna perkembangan penulisan referat dalam waktu yang akan

datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 Definisi...........................................................................5
II.1.2 Epidemiologi..................................................................5
II.1.3 Jenis IMS........................................................................6
• Infeksi genital non-spesifik......................6
• Gonore......................................................8
• Trikomoniasis.........................................10
• Vaginosis bakterial.................................12
• Sifilis......................................................14
• Kondiloma Akuminata...........................17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi menular seksual adalah infeksi yang penularannya terutama


melalui hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak selalu genital-genital
namun bisa juga oro-genital, anogenital sehingga kelainan tidak terbatas pada
daerah genital saja. Tidak semua infeksi menular seksual ditularkan dengan
hubungan seksual namun bisa juga melalui peralatan yang tercemar cairan tubuh
(cairan vagina, sperma, dan saliva). Dahulu infeksi menular seksual dikenal
sebagai veneral disease dan hanya terdiri dari 5 penyakit yaitu sifilis, gonore,
ulkus mole, limfogranuloma venerieum dan granuloma inguinale.1

Namun saat ini sudah terdapat banyak jenis penyakit infeksi menular
seksual. Infeksi menular seksual mempunyai beberapa ciri yaitu penularan tidak
harus dengan hubungan seksual, infeksi dapat terjadi pada orang yang belum
pernah melakukan hubungan seksual dan pada orang yang tidak berganti-ganti
pasangan, sebagian penderita adalah karena keadaan di luar kemampuan mereka
yang artinya mereka sudah berusaha untuk tidak terjangkit penyakit. penyakit.
Pada referat ini akan dibahas mengenai masing-masing etiologi, epidemiologi,
pathogenesis, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit
infeksi menular menular seksual yaitu gonore, bacterial vaginosis, sifilis, ulkus
mole, herpes simpleks, kondiloma akuminatum, limfogranuloma venerium, dan
HIV/AIDS.

4
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Infeksi Menular Seksual (IMS)
2.2.1 Definisi
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak selalu genital-genital
namun bisa juga oro-genital, anogenital sehingga kelainan tidak terbatas pada
daerah genital saja. Tidak semua infeksi menular seksual ditularkan dengan
hubungan seksual namun bisa juga melalui peralatan yang tercemar cairan
tubuh (cairan vagina, sperma, dan saliva).1,2
2.2.2 Epidemiologi
lnsidens l.M.S. tetap meningkat di berbagai negeri di dunia. Banyak
laporan mengenai penyakit ini, angka-angka yang dilaporkan tidak
menggambarkan angka yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan oleh:1,3
1. Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena belum ada peraturan yang
mewajibkan melaporkan setiap kasus baru l.M.S. yang ditemukan kecuali
infeksi HIV.
2. Bila ada laporan, sistem pelaporan yang berlaku belum seragam.
3. Fasilitas diagnosis IMS tidak selalu tersedia di tempat layanan
kesehatan sehingga sering terjadi salah diagnosis
4. Banyak kasus IMS asimtomatik (tanpa gejala yang khas) terutama
pasien perempuan.
5. Pengawasan pada risiko IMS belum berjalan baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi insidens l.M.S. ini, antara lain: 1,3
1. Perubahan demografik
2. Perubahan sikap dan perilaku akibat faktor demografi di atas, terutama
dalam bidang agama dan moral.
3. Pemberian pendidikan kesehatan khususnya kesehatan genetalia belum.
4. Pemakaian obat antibiotik tanpa resep dokter, maka timbul resistensi
kuman terhadap antibiotik tersebut.
5. Fasilitas layanan kesehatan yang kurang memadai.

5
6

6. Banyak kasus IMS asimtomatik, merasa tidak sakit, tetapi dapat


menulari pasangan seksualnya.
2.2.3 Jenis IMS
INFEKSI GENITAL NON-SPESIFIK
DEFINISI
Beberapa singkatan dan pengertian akan diterangkan berikut ini. lnfeksi
Genital Nonspesifik (l.G.N.S.) atau Infeksi Genital Nonspesifik (N.S.G.I.)
adalah lnfeksi Menular Seksual (l.M.S.) berupa peradang an di uretra, rektum,
atau serviks yang disebabkan oleh kuman nonspesifik. Uretritis Nonspesifik
(U.N.S.) atau Non-spesifik Uretritis (N.S.U.), pengertiannya lebih sempit dari
N.S.G.I. karena peradangan hanya terjadi pada uretra yang disebabkan oleh
kuman non-spesifik.1,4
lnfeksi Genital Nongonokok (1.G.N.G.) atau Infeksi Genital
Nongonococcal (N.G.G.I.) pera dangan di uretra, rektum, dan serviks yang
dise babkan bukan oleh kuman gonokok. Uretritis Nongonokok (U.N.G.) atau
Non gonococca/ Uretritis (N.G.U.) peradangan di uretra yang disebabkan oleh
kuman lain selain gonokok. Yang dimaksud dengan kuman spesifik adalah
kuman yang dengan fasilitas laboratorium biasa/ sederhana dapat ditemukan
seketika, misalnya gonokok, Candida albicans, Trichomonas vagina/is dan
Gardnerella vagina/is. Jadi penger-tian N.G.G.I atau N.G.U. lebih luas dari
N.S.G.I dan N.S.U.1,4
EPIDEMIOLOGI
Di beberapa negara temyata insidens l.G.N.S cukup tinggi, angka
perbandingan dengan uretritis gonore kira-kira 2: 1. Uretritis nonspesifik
banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi lebih tinggi,
usia lebih muda, dengan pola aktivitas seksual aktif. Angka bertahan pada
laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan golongan heteroseksual lebih
sering daripada golongan homoseksual. 1,2,3,4
7

ETIOLOGI
Penyebab l.G.N.S.adalah Chlamydia trachomatis (50%), sedangkan
sisanya adalah: Ureaplasma urealyticum di Mycoplasma hominis,
Trichomonas vagina, virus herpes simpleks, Gardnerella vagina, Alergi dan
Bakteri. 1,2,3,4
Chlamydia trachomatis Telah terbukti bahwa lebih dari 50% daripada
semua kasus U.N.S. disebabkan oleh kuman ini Chlamydia trachomatis
merupakan parasit intraobligat, menyerupai bakteri Gram-negatif. Chlamydia
trachomatis penyebab U.N.S. ini termasuk subgrup A dan tipe serologi D-K.
Dalam perkembangannya Chlamydia tracho matis mengalami 2 fase: 1,2,3,4
Fase I : disebut fase noninfeksius, terjadi keadaan laten yang dapat
ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. Pada saat ini kuman terdapat
intra selular dan berada di dalam vakuol yang letaknya menempel di inti salt
hospes, disebut badan inklusi (Bl).
Fase II : fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk
badan elementer (BE) yang dapat menimbul kan infeksi pada salt hospes yang
baru.
DIAGNOSIS
Diagnosis secara klinis sukar untuk mem bedakan infeksi karena gonore
atau non-gonore. Menegakkan diagnosis servisitis atau uretritis karena
klamidia sebagai penyebab, perlu peme riksaan khusus untuk menemukan
adanya C. trachomatis. 1,2,3,4
Pemeriksaan laboratorium sederhana relatif dan mudah, serta cepat adalah
dengan pemeriksaan pewarnaan Gram, Kriteria yang dipakai adalah: 1,2,3,4
A. lidak ditemukan diplokokus Gram-negatif maupun ekstrasel PMN
intrasalt.
B. lidak ditemukan blastospora, pseudohifa dan trikomonas.
C. Jumlah lekosit PMN > 5/LPB, pada spesimen duh uretra atau
PMN>30/LPB pada spesimen duh serviks.
D. Belum ada panduan untuk infeksi faring dan anal.
8

TATALAKSANA
Pilihan utama Doksiklin 2x100 mg sehari selama 7 hari, atau Azitromisin
1 gram dosis tunggal. atau Eritromisin untuk penderita yang tidak tahan
tetrasiklin, ibu hamil, atau berusia kurang dari 12 tahun, 4 x 500mg sehari
selama 1 minggu atau 4 x 250 mg sehari selama 2 minggu.
PROGNOSIS
Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan
akhirnya sembuh sen diri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Se
pengobatan pengobatan ± 10% penderita akan mengalami eksaserbasi.1,2
GONORE
Definisi
lstilah Gonore, digunakan di seluruh infeksi yang disebabkan oleh kuman
Neisseria gononhoeae. lnfeksi ini merupakan infeksi menular seksual (IMS)
yang memiliki kejadian yang cukup tinggi di antara l.M.S lainnya. Morbiditas
data di RSCM infeksi pada urutan ke -3, setelah kondiloma akuminata, infeksi
genital non spesifik. Pada pengobatan terjadi perubahan karena sebagian
disebabkan oleh Neisseria gononhoeae yang telah resisten terhadap penisilin
dan disebut Neisseria gononhoeae penghasil penisilinase (P.P.N.G.) dan
beberapa antibiotik lainnya. Pada umumnya penyaluran terjadi melalui
hubungan seksual secara genito-genital, oro genital atau ano-genital. Tetapi,
dapat juga terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk,
termometer, dan sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore
genital dan gonore ekstra genital.1,2,5
ETIOLOGI
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada
tahun 1879 dan baru berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882, oleh
LEISTIKOW. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria terdapat 4
spesies yaitu N.gonorrhoeae dan N.meningitidis yang bersifat pathogen.1
Gonokok termasuk golongan diplokok bernbentuk biji kopi berukuran
lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan lang-sung
9

dengan pewamaan Gram bersifat Gram-negatif, terlihat di luar dan di dalam


leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering,
tidak tahan suhu di atas 39 derajat celcius, dan tidak tahan desinfektan.2,6
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki umumnya bervariasi antara 2-
5 hari, kadang-kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita
telah mengobati dirinya sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau
gejala yang sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. pada
sulit ditentukan karena. perempuan masa tunas pada umumnya asimtomatik.
Gambaran klinis dan komplikasi gonore sa ngat erat hubungannya dengan
susunan anatomi dan alat kelamin faal. Oleh karena itu perlu pengetahuan
susunan anatomi genitalia laki-laki dan perempuan.1,2,3,4
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS ditegakkan atas dasar anamnesa, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu. ketika pada layanan kesehatan tidak didapatkan
fasilitas untuk melakukan pemeriksaan dalam dan laboratorium, dapat
digunakan pendekatan pendekatan sindrom (lihat lampiran) baik untuk pasien
laki-laki maupun perempuan. Pada sediaan langsung dengan pewamaan Gram
gonokok Gram-negatif, ditemukan intraselular dan ekstraseluler. bahan duh
tubuh pada laki-laki diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada
perempuan diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin dan serviks.1,2,3,4
TATA LAKSANA
Dalam hal tatalaksana duh tubuh uretra dan vagina perlu dipertimbangkan
ketersediaan sarana pemeriksaan di lokasi layanan kesehatan. Yang paling
ideal adalah melakukan pemeriksaan penunjang untuk mikroorganisme
penyebab.6
Obat pilihan utama adalah Sefiksim dosis tunggal, per oral. Macam-
macam obat yang dapat dipilih antara lain:1,2
Sefiksim
Merupakan sefalosporin generasi ke-3 dipakai sebagai dosis tunggal 400
mg. Efektifitas dan sensitifitas sampai saat ini paling baik, yaitu sebesar 95%.
10

Levofloksasin
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihannya adalah
Levofloksasin 500 mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin 500 mg, dan
Ofloksasin 400 mg, peroral dosis tunggal, di laporkan sudah resisten pada
beberapa daerah tertentu, di Indonesia.
Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram, dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan adalah
97,7%. Tidak disarankan pemakaiannya pada kehamilan.
TRIKOMONIASIS
DEFINISI
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran bagian urogenital bawah pada
perempuan maupun laki-laki, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh
Trichomonas vagina/is dan penularannya melalui kontak seksual. ETIOLOGI
Penyebab trikomoniasis adalah T.vagina/is yang pertama kali ditemukan oleh
DONNE pada tahun 1836. Protozoa berbentuk filifor mis/ovoid, berukuran
15-18 mikron, mempunyai 4 flagel, dan bergerak seperti gelombang. Parasit
ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam
suasana pH 5-7,5. Pada suhu 50°C akan mati dalam beberapa menit, tetapi
pada suhu 0°C dapat bertahan sampai 5 hari. Ada dua spesies lainnya yang
dapat ditemukan pada manusia, yaitu T. tenax yang hidup di rongga mulut dan
Pentatrichomonas hominis yang hidup di kolon, dan pada umumnya tidak
menimbulkan penyakit.1,2
EPIDEMIOLOGI
Penularan umumnya melalui kontak seksual, tetapi dapat juga melalui
pakaian, dan handuk basah, atau karena berenang. trikomoniasis ditemukan
pada orang dengan aktivitas. terutama sex tinggi, tetapi dapat juga ditemukan
pada bayi dan perempuan paska menopause. penderitaan perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki.1,2,7
PATOGENESIS
11

T. vaginalis mampu menimbulkan peradang pada dinding saluran


urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub-epitel.
Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada perempuan parasit ini
menimbulkan kritik yang berat pada epir\tel skuamosa vagina dan ektoserviks,
sehingga menimbulkan sekresi yang banyak dan mukopurulen. Pada kasus
lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis
dapat ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar sampai ke permukaan
epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-
kuman, dan benda lain yang terdapat dalam sekret. Patogenesis infeksi ini
pada laki-laki,masih belum jelas.1,3
GEJALA KLINIS
1. Trikomoniasis pada perempuan Lima puluh persen perempuan,
asimtomatik. Yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut
maupun kronik. Pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen sampai
mukopurulen berwarna, sampai kuning-kehijauan, berbau tidak sedap
(malodor), dan berbusa. Dinding vagina tampak dan sembab. Kadang-kadang
terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai
granulasi berwama merah dan dikenal sebagai penampilan strawbeny, disertai
gejala dispareuria, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan intermenstruasi.
Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di
sekitar genitalia ekstema. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis.
Bartholinitis, skenitis, dan sistitis yang umumnya tanpa keluhan. pada kasus
yang kronik gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.1,3
2. Trikomoniasis pada laki-laki Pada laki-laki yang diserang terutama
uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis, dan
epididimis. Pada umum nya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan
perempuan. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis non-gonore, misalnya
disuria, poliuria, disertai sekret uretra mukoid atau mukopurulen Urin
biasanya jemih, tapi kadang-kadang ada benang halus. bentuk kronik
gejalanya tidak khas; gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.
12

Karena gejalanya yang asimtomatik, perlu anggapan T. vaginalis sebagai salah


satu penyebab uretritis non spesifik.1,3

DIAGNOSIS
Selain pemeriksaan laboratorium sederhana dengan menemukan parasit
trikomonas pada sediaan basah, dapat juga dilakukan peme riksaan dengan
pewamaan Giemsa, akridin oranye, Leishman, Gram dan Papanicolau. Teknik
pengecatan dianggap sulit karena proses fiksasi dan tahapan pewamaan yang
terlupakan dapat mengubah morfologi kuman. Pemilihan media biakan
merupakan hal penting, mengingat banyak jenis media yang digunakan. Media
modifikasi Diamond, misalnya In Pouch rv, digunakan secara luas dan
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan media ini yang paling baik dan
mudah didapat.1,2,8
TATALAKSANA
Secara sistemik (oral) Obat yang sering digunakan tergolong derivat
nitromidazol seperti:1,3
- Metronidazol 2 x 500 mg per hari selama 7 hari, atau dosis tunggal 2 gram
atau
- Nimorazol: dosis tunggal 2 gram
- Tinidazol: dosis tunggal 2 gram
- Omidazol: dosis tunggal 1,5 gram
VAGINOSIS BAKTERIAL
DEFINISI
Vaginosis bakterial (VB) merupakan sindrom klinis, yang disebabkan oleh
bertambahnya banyak organisme komensal dalam vagina (yaitu Gard nerel/a
vagina/is, Prevotella, Mobiluncus spp.) serta minimnya laktobasilus teru tama
Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Pada vagina yang sehat,
laktobasilus ini mempertahankan suasana asam dan aerob. Penyebab spesifik
vaginosis bakterial ini masih belum diketahui pasti.1,2,3
EPIDEMIOLOGI
13

Vaginosis bakterial paling sering ditemukan pada perempuan usia


reproduksi, aktif seksual, termasuk lesbian, dan banyak ditemukan pada
perempuan yang memeriksa diri untuk layanan ginekologi. Prevalensi
meningkat pada perempuan yang datang ke klinik IMS. Keadaan ini juga
dapat ditemukan pada ibu hamil. Perempuan yang memakai alat kontrasepsi
dalam rahim dan melakukan bilas vagina lebih banyak ditemukan menderita
vaginosis bacterial.1,2,9
PATOGENESIS
Timbulnya bakterial vaginosis akibat perubahan ekosistem mikrobiologis
vagina, sehingga bakteri normal dalam vagina (Lactobacil/us spp.) sangat
berkurang. Secara in vitro, Lactobacil/us vagina akan menghambat G.
vagina/is, Mobiluncus dan batang anaerob Gram-negatif. beberapa galur
Lactobacil/us dapat menghasilkan hidrogen peroksidase (Hp2) yang banyak
dijumpai dalam vagina normal dibandingkan dengan vagina pasien vaginosis
bakterial.1,3,10
GEJALA KLINIS
Sebanyak 50% perempuan yang menderita vaginosis bakterial tidak
menunjukkan keluhan atau gejala (asimtomatik). Bila ada keluhan, umumnya
berupa duh tubuh vagina abnormal yang berbau amis, yang sering terjadi
setelah hubungan seks tanpa kondom. Jarang terjadi keluhan gatal, disuria atau
dispareunia. umumnya pasangan seksual atau suami pasien yang berlagakkan
mengenai duh vagina tersebut. Pada pemeriksaan klinis menunjukkan duh
tubuh vagina berwama abu-abu homogen, viskositas rendah atau normal,
berbau amis, menempel di dinding vagina, seringkali terlihat di labia dan
fourchette, pH sekret vagina berkisar antara 4,5-5,5. lidak ditemukannya tanda
peradangan. Gambaran serviks normal.1,2,11
DIAGNOSIS
Terdapat berbagai kriteria dalam diagnosis vaginosis bakterial. umumnya
digunakan Kriteria Amsel, berdasarkan 3 dari 4 temuan berikut:2,4
1. Duh tubuh vagina berwarna putih keabu abuan, homogen, menempel di
vulva dan vagina
14

2. Terdapat clue-cells pada vagina (>20% total epitel vagina yang tampak
pada pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan syaratnya 100
kali)
3. limbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH
10% (tes amin positif)
4. pH duh vagina lebih dari 4,5.
TATALAKSANA
Pilihan pengobatan rejimen:1,2
1. Metronidazol dengan dosis 2 x 500 mg setiap hari selama 7 hari,
2. Metronidazol 2 gram dosis tunggal
3. Klindamisin 2 x 300 mg per oral sehari selama 7 hari
4. Tinidazol 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari,
5. Ampisiliri atau amoksisiin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama 5
hari.
SIFILIS
DEFINISI
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pal/idum,
sangat kronik dan sifat sistematik. Pada perjalannya dapat menyerang hampir
semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, punya masa laten, dan
dapat ditularkan dari ibu ke janin.1,4
EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.
Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang
dibawakan oleh anak buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada
tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru
diketahui bahwa penyaluran sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan
keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama. lnsidens sifilis di
berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04- 0,52%.
lnsidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan.
Di Indonesia insidensnya 0,61 %. Di bagian kami penderita yang paling
15

banyak adalah stadium laten, di susul sifilis stadium I yang jarang, dan yang
langka yaitu sifilis stadum II.2,3
ETIOLOGI
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman
adalah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia
Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur,
panjangnya antara 6-15 um, lebar 0, 15 um, terdiri atas delapan sampai dua
puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju
seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara Pembelahan, pada stadium
aktif terjadi setiap tiga puluh jam.1,2,12
PATOGENESIS
Stadium dini
Pada sifilis yang didapat, Tpallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau lendir bening, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut
membiak, bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel limfosit
dan sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh darah kecil berproliferasi
di kelilingi oleh Tpallidum dan sel-sel.1,2
Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, tampaknya treponema
dalam keadaan Dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum
penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-
konyong berubah, kenapa belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu
faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S 111 berbentuk guma. meskipun
pada permen karet tersebut tidak dapat ditemukan T.pallidum, reaksinya
karena hebat bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah
mengalama masa laten yang bervariasi timbul di tempat-tempat lain.1,2
GEJALA KLINIS
I. Sifilis primer (SI)
Masa Tunas biasanya dua sampai empat minggu. T. Pallidum masuk ke
dalam lendir selaput atau kulit yang telah mengalami lesi/mikro-lesi secara
langsung, biasanya melalui sanggama. Treponema tersebut akan berkembang
16

biak, kemudian terjadi penyebaran secara limfogen dan hematogen. Kelainan


kulit dimulai sebagai papul lentikular yang permukaannya segera menjadi
erosi, umum kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, solitar,
dasamya adalah jaringan granulasi berwama merah dan bersih, di atasnya
hanya tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit di sekkitamya tidak
menunjukkan tanda-tanda akut. Yang khas dari ulkus tersebut indolen dan
teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum.2,3,12
II. Sifilis sekunder (S II)
Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan
jumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan
bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II
dapat disertai gejala-gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S.II.
Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan,
male, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia. kelainan kulit
dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator.
Sela dalam memberi kelainan pada kulit, S II dapat juga memberi kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.2,3
TATA LAKSANA
Pada pengobatan jangan lupa agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selamat belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Peng obatan dimulai
sedini mungkin, semakin dini hasilnya baik-baik saja. Pada sifilis laten terapi
maksud mencegah proses lebih lanjut. pengobatannya menggunakan penisilin
dan antibiotik lain.1,12
1. Penisilin
Obat yang merupakan pilihan adalah penisilin. Obat tersebut dapat
menembus plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat
menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.
Kadar yang tinggi dalam serum tidak perlukan, asalkan jangan kurang
dari 0,03 unit/ml. Yang penting adalah kadar tersebut harus bertahan
dalam serum selama sepuluh sampai empat belas hari untuk sifilis dini
dan lanjut.1,2,12
17

Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh
empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.
Menurut lama kerja, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh
empat jam, jadi bersifat kerja singkat.
b. Penislin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan
dalam serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan secara intramuskular. Turunan penisilin
per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cema kurang
dibandingkan dengan dijumlahkan.1,2
PROGNOSIS
Dengan penisilinnya, maka prog nosis sifilis ditemukan menjadi lebih
baik. Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti bahwa
semua T. Pallidum di bawah air terjun mungkin. Penyembuhan berarti sembuh
secara klinis seumur hidup, tidak menular ke orang lain, T.S.S. pada darah dan
likuor serebrospinalis selalu negative.1,2,3
KONDILOMA AKUMINATA
DEFINISI
Kondiloma akuminatum (bila banyak disebut sebagai kondilomata
akuminata), atau kutil kelamin (venereal warts) yaitu lesi berbentuk
papilomatosis, dengan permukaan verukosa, disebabkan oleh human
papil/omavirus (HPV) tipe tertentu (terutama tipe 6 dan 11), terdapat di daerah
kelamin dan atau anus.1,2,3
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini termasuk kelompok infeksi menular seksual (IMS), karena
98% penularan melalui hubungan seksual. Sisanya dapat ditularkan melalui
barang (fomites) yang tercemar partikel HPV. Frekuensinya pada laki-laki dan
perempuan sama. Tersebar kosmopolit dan transmisi melalui kontak kulit
langsung.
18

ETIOLOGI
Penyebab kondiloma akuminatum adalah human papillomavirus (HPV),
yaitu virus DNA yang tergolong dalam keluarga papovavirus. Sampai saat ini
telah dikenal sekitar 100 genotipe HPV. Namun tidak semuanya dapat
menyebabkan kondiloma akuminatum, tersering, atau 70-100%, oleh tipe 6,
11 . Selain itu pema pula ditemukan tipe 30, 42, 43, 44, 45, 51, 54, 55, dan 70.
Beberapa tipe HPV tertentu mungkin onkogenik tinggi, yaitu tipe 16 dan 18,
yang paling sering dijumpai pada kanker serviks. Tipe 6 dan 11 lebih sering
dijumpai pada kondiloma akuminatum dan neoplasia intraepitelial serviks
derajat ringan.1,2,13
GEJALA KLINIS
Penyakit ini terutama terletak di daerah lipatan yang lembab, misalnya di
daerah genitalia ekstema. Pada laki-laki tempat predileksinya di perineum dan
sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, di dalam meatus uretra, korpus,
dan pangkal penis. Pada perempuan di daerah vulva dan sekitamya, introitus
vagina, kadang-kadang pada porsio uteri. Dengan semakin banyak kejadian
hubungan seksual anogenital, semakin banyak pula kondiloma akuminatum di
daerah anus dan sekitarnya.2,3
Kondisi lembab, misalnya pada perempuan dengan fluor albus atau pada
laki-laki yang tidak disirkumsisi, lesi kondiloma akuminata lebih cepat
membesar dan bertambah banyak. selain itu, kondisi imunitas yang menurun,
misalnya pada orang yang terinfeksi HIV atau mengalami transplantasi organ
tubuh, juga akan menambah cepat pertumbuhan kondiloma akuminatum.
dalam keadaan hamil, akan menambah banyak lesi dan akan cepat sembuh
dengan berakhirnya kehamilan.2,3,14
Kondiloma akuminatum sering tidak menimbulkan keluhan, namun
disertai rasa gatal. Bila terdapat infeksi sekunder, dapat menimbulkan rasa
nyeri, bau kurang enak, dan mudah berdarah.15
DIAGNOSIS
Kondiloma akuminatum terutama didiagnosis secara klinis karena
bentuknya yang khas. Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan tes asam
19

asetat. Lesi dan kulit atau mukosa sekitamya dibungkus dengan kain kasa
yang telah dibasahi dengan larutan asam asetat 5% selama 3-5 menit. Setelah
kain kasa dibuka, seluruh area yang dibungkus tadi, diperiksa dengan kaca
pembesar (pembesaran 4-8 kali). Hasil tes yang positif disebut sebagai positif
acetowhite, terjadi warna putih akibat ekspresi sitokeratin pada sel suprabasal
yang terinfeksi HPV. Bagian sel ini mengandung banyak protein, dan warna
putih terjadi sebagai akibat denaturasi protein. Lesi HPV seringkali
menunjukkan pola kapillar (punctuated capillary pattern) yang berbatas tegas.
Pada keadaan inflamasi, tes dapat menunjukkan hasil positif namun dengan
pola yang lebih difus dan tidak beraturan.1,2,3,14
TATALAKSANA
Pilihan obat berdasarkan keadaan lesi, yaitu jumlah, ukuran dan bentuk,
serta lokasi. Cara pengobatan dapat dibagi atas pengobatan yang dilakukan
oleh pasien (home-patient-applied treatment) dan pengobatan oleh dokter
(physician app/ied treatment).1,2,3,14
1. Kemoterapi. sebuah.
a. Tinktura podofilin 25% Aplikasi dilakukan oleh dokter, tidak boleh
oleh pasien sendiri. Kulit di sekitarnya dilindungi dengan vaselin agar
tidak terjadi iritasi, dan pusing setelah 4-6 jam. Jika belum ada
penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari. Setiap kali
mempersembahkan jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan
bersifat toksik.13,14
b. Asam triklorasetat (asam trikloroasetat atau TCA) konsentrasi 80-90%
Obat ini juga dioleskan oleh dokter dan dilakukan setiap minggu. Pem
beriannya harus berhati-hati, karena dapat menimbulkan iritasi hingga
ulkus yang dalam. Boleh diberikan pada ibu hamil.13,14
c. 5-fluorourasil konsentrasinya antara 1-5% dalam krim, dipakai terutama
pada lesi di meatus uretra. Pemberiannya setiap hari oleh pasien sendiri
sampai lesi hilang. Pasien disarankan untuk tidak miksi selama 2 jam
setelah pengobatan.1,13
PROGNOSIS
20

Walaupun sering mengalami residif, prog nosisnya baik. Perbaiki faktor


predisposisi misalnya higiene, fluor albus, atau kelembaban pada laki-laki
akibat tidak disirkumsisi, atau keadaan imunosupresi.1,2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
lnfeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penyalurannya
terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak hanya
terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, ano-
genital, sehingga yang timbul ini tidak terbatas hanya pada daerah genital,
tetapi juga pada daerah ekstra genital.
IMS ini memiliki beberapa ciri, yaitu penularan infeksi tidak selalu harus
melalui hubungan seksual, infeksi dapat terjadi pada orang yang belum pemah
melakukan hubungan seksual atau orang yang tidak berganti-ganti pasangan,
sebagian penderita adalah akibat keadaan di luar kemampuan mereka, dalam
arti mereka sudah berusaha untuk tidak mendapat penyakit, tapi kenyataan
masih juga terjangkit.
Sampai saat ini, penyakit kelamin tetap merupakan penyakit yang sukar
ditanggulangi karena dalam penanggulangan penyakit kelamin ada beberapa
segi yang perlu mendapat perhatian, yaitu dari segi medis segi epidemiologi
dan segi sosial ekonomi.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanda A, Suriadiredja ASD, Sudharmono A. ILMU PENYAKIT KULIT
DAN KELAMIN. Edisi ke-7. Menaldi SLS, editor. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UNiversita Indonesia; 2021.
2. IMS edisi 5-2.pdf.
3. Holmes KK, Sparling PF, Watts H, Cohen MS. King Holmes sexual
transmitted diseases. 4th Editio. Wasserheit J, Corey L, editors. New York;
2018.
4. Redfield RR, Kenzie WR Mac, Kent CK, Damon G, Dunworth S, Hood
TM, et al. Sexually Transmitted Infections Treatment Guidelines, 2021,
Recommendations and Reports / Vol. 70 / No. 4 [Internet]. Vol. 67, Rep.
2021. Available from: https://www.cdc.
5. Chan PA, Robinette A, Montgomery M, Almonte A, Cu-Uvin S, Lonks JR,
et al. Extragenital Infections Caused by Chlamydia trachomatis and
Neisseria gonorrhoeae: A Review of the Literature. Infect Dis Obstet
Gynecol. 2016;2016.
6. Suay-García B, Pérez-Gracia MT. Future prospects for neisseria
gonorrhoeae treatment. Antibiotics. 2018;7(2).
7. Patel EU, Gaydos CA, Packman ZR, Quinn TC, Tobian AAR. Prevalence
and correlates of trichomonas vaginalis infection among men and women in
the United States. Clin Infect Dis. 2018;67(2):211–7.
8. Van Der Pol B. Clinical and Laboratory Testing for trichomonas vaginalis.
J Clin Microbiol. 2016;54(1):7–12.
9. Greenbaum S, Greenbaum G, Moran-Gilad J, Weintruab AY. Ecological
dynamics of the vaginal microbiome in relation to health and disease. Am J
Obstet Gynecol [Internet]. 2019;220(4):324–35. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2018.11.1089
10. Han C, Li H, Han L, Wang C, Yan Y, Qi W, et al. Aerobic vaginitis in late
pregnancy and outcomes of pregnancy. Eur J Clin Microbiol Infect Dis.
2019;38(2):233–9.
11. Verstraelen H, Swidsinski A. The biofilm in bacterial vaginosis:

21
Implications
for epidemiology, diagnosis and treatment: 2018 update. Curr Opin Infect Dis.
2019;32(1):38–42.
12. Hook EW. Syphilis. Lancet. 2017;389(10078):1550–7.
13. Brianti P, De Flammineis E, Mercuri SR. Review of HPV-related diseases
and cancers. New Microbiol. 2017;40(2):80–5.
14. Betz SJ. HPV-Related Papillary Lesions of the Oral Mucosa: A Review.
Head Neck Pathol [Internet]. 2019;13(1):80–90. Available from:
http://dx.doi.org/10.1007/s12105-019-01003-7
15. Costa-Silva M, Rodrigues AG, Fernandes I, Lisboa C. Anogenital warts in
pediatric population. An Bras Dermatol. 2017;92(5):675–81.

22
22

Anda mungkin juga menyukai