Anda di halaman 1dari 10

KEHAMILAN PRETERM

Definisi
Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram
(Manuaba, 1999). Partus Preterm, pada haid teratur, persalinan preterm dapat
didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Persalinan Preterm
adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1999).
Masalah utama dari persalinan premature adalah perawatan bayinya, semakin
muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya.

Etiologi
Penyebab sekitar 50% kelahiran premature tidak diketahui. Namun,
sepertiga persalinan premature terjadisetelah ketuban pecah dini (PROM).
Komplikasi kehamilan lain, yang berhubungan dengan persalinan premature,
meliputi kehamilan multi janin,hidramnion, serviks tidak kompeten, plasenta
lepas secara premature dan infeksi tertentu (seperti, polinefritis dan
korioamnionitis) (Andersen, Merkatz, 1990).
a. KPD
Menurut Wiknjosastro (2008) ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya
cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan
dapat dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung. Dari sudut medis secara garis besar 50% persalinan preterm
terjadi spontan, 30% akibat ketuban pecah dini (KPD), dan sisanya 20%
dilahirkan atas indikasi ibu/ janin. Pecahnya kulit ketuban secara spontan
sebelum kehamilan cukup bulan banyak dihubungkan dengan amnionitis
yang menyebabkan terjadinya lokus minoris pada kulit ketuban. Amnionitis
ini diduga sebagai dampak asendens infeksi saluran kemih. Ketuban pecah
dini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti; serviks inkompeten,
peningkatan tekanan intrauterin misalnya overdistensi uterus pd keadaan
hidramnion, trauma, kelainan letak misalnya letak lintang sehingga tidak
ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah (Kamisah: 2009).
b. Infeksi
Infeksi intrauterin meliputi korioamnionitis, infeksi intraamnion,
amnionitis, merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput
korion yang disebabkan oleh bakteri. Ada sekitar 25 % infeksi intrauterin
disebabkan oleh ketuban pecah dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah
dengan persalinan, makin tinggi pula resiko morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin. Hal ini ditambah lagi dengan perubahan suasana vagina selama
kehamilan yang menyebabkan turunnya pertahanan alamiah terhadap
infeksi. Pada umumnya infeksi intrauterin merupakan infeksi yang menjalar
keatas setelah ketuban pecah. Bakteri yang potensial patogen (aerob,
anaerob) masuk kedalam air ketuban, diantaranya adalah (1) streptococcus
golongan B, (2) Escherichia coli, (3) streptococcus anaerob, dan (4) spesies

1
bacteroides. Korioamnionitis dapat terjadi jauh sebelum persalinan
memasuki fase aktif atau malahan sebelum trimester ketiga. Antara infeksi
dan persalinan preterm terdapat interaksi: korioamnionitis-pembebasan
prostaglandin-partus prematuruspembukaan serviks uteri-korioamnionitis.
Setelah terjadi invasi mikroorganisme ke dalam cairan ketuban, janin akan
terinfeksi karena janin menelan atau teraspirasi air ketuban, ditandai dengan
terjadinya takikardi yaitu denyut jantung bayi > 160 kali permenit (
Cunningham et al, 2005).
c. Kelainan Uterus
Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrician and
Gynecologist (2001) inkompetensia serviks adalah peristiwa klinis berulang
yang ditandai dengan dilatasi serviks yang berulang, persalinan spontan
pada trimester II yang tidak didahului dengan KPD, perdarahan atau infeksi.
Uterus yang tidak normal mengganggu resiko terjadinya abortus spontan
dan persalinan preterm. Pada serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat
menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks yang mengakibatkan kulit
ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan
kemudian pecah, yang biasanya diikuti oleh persalinan. Terdapat penelitian
yang menyatakan bahwa risiko terjadinya persalinan preterm akan makin
meningkat bila serviks < 30 mm, hal ini dikaitkan dengan makin mudahnya
terjadi infeksi amnion bila serviks makin pendek (Jenny, 2008).
d. Vaginosis Bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan
oleh bakteri anaerob Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus, dan
Mycoplasma hominis. Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan
kelahiran preterm spontan, ketuban pecah preterm, infeksi korion dan
amnion, serta infeksi cairan amnion ( Cunningham et al, 2005).
e. Komplikasi medis dan obstetri
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan yaitu
preeklampsia/eklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum dan
lain-lain. Keadaan tersebut dapat mengganggu kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko
kelahiran bayi prematur. Preeklamsia/eklampsia pada ibu hamil mempunyai
pengaruh langsung terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan darah
ke plasenta yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin. Sedangkan, perdarahan antepartum yaitu
keadaan perdarahan yang keluar dari vagina ibu hamil pada usia kehamilan
lebih dari 28 minggu, dapat diakibatkan oleh dua hal yaitu plasenta previa
(plasenta menutupi sebagian atau seluruh mulut rahim) dan solusio plasenta
(plasenta terlepas dari tempat melekatnya) yang diakibatkan oleh suatu
sebab seperti trauma/ kecelakaan dan tekanan darah tinggi, dapat
mengancam nyawa ibu maupun janin sehingga meningkatkan indikasi untuk
mengakhiri persalinan yang berdampak terjadinya persalinan preterm
(Intan, 2010; Cunningham et al, 2005). Sekitar 28% kelahiran preterm
diindikasikan disebabkan oleh preeklampsia (43%), gawat janin (27%),
pertumbuhan janin terhambat (10%), ablasio plasenta (7%), dan kematian
janin (7%). Sekitar 72% disebabkan oleh persalinan preterm spontan dengan

2
atau tanpa pecah ketuban. Sedangkan kehamilan ganda atau hidroamnion
juga merupakan kausa dari kelahiran preterm akibat dari distensi uterus
yang berlebihan. Usia kehamilan makin pendek pada kehamilan ganda, 25%
bayi kembar 2, 50% bayi triplet, dan 75% bayi kuadriplet lahir 4 minggu
sebelum kehamilan cukup bulan ( Cunningham et al, 2005).
f. Penyakit sistemik kronis pada ibu: diabetes mellitus, penyakit jantung,
hipertensi, penyakit ginjal dan paru kronis (Jenny, 2008).

Faktor resiko
Faktor resiko partus premature antara lain :
a. Umur ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun. Pada
umur kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan
sempurna, rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa
sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami
komplikasi dan pada usia lebih dari 35 tahun organ kandungan sudah tua
sehingga jalan lahir telah kaku dan mudah terjadi komplikasi (Jenny, 2008).
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang
wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan
janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu dengan
primipara yaitu wanita yang melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya,
maka kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar baik
pada kekuatan his (power), jalan lahir (passage) dan kondisi janin
(passager). Menurut sebuah penelitian Dewi Ana Sari dan Wewengkang
Margaretha di Rumah Sakit WS Makassar tahun 2004-2005, persentase
tertinggi karakteristik ibu dengan persalinan preterm adalah dengan paritas
0 atau primipara yaitu sebanyak 44,93%.
c. Keadaan sosial ekonomi
Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan dan kesehatan dan pemenuhan zat
gizi. Selain itu juga sosial ekonomi seseorang mempengaruhi kemampuan
ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai misalnya,
kemampuan untuk melakukan kunjungan prenatal untuk memeriksakan
keadaan janin, mengetahui ada atau tidaknya komplikasi kehamilan. Wanita
pada tingkat sosial ekonomi (pekerjaan dan pendidikan) lebih rendah
mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi mengalami persalinan kurang
bulan dibandingkan dengan tingkat sosial ekonomi lebih tinggi. Frekuensi
persalinan kurang bulan hampir 2 kali lipat pada buruh kasar dibandingkan
dengan yang terpelajar (Jenny, 2008).
d. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
Riwayat persalinan preterm dan abortus merupakan faktor yang sangat erat
dengan persalinan preterm berikutnya. Risiko persalinan preterm berulang
bagi mereka yang persalinan pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat
dibanding dengan wanita yang bayi pertamanya mencapai aterm dengan
persentase kemungkinan persalinan preterm berulang pada ibu hamil yang
pernah mengalami 1 kali persalinan preterm sebesar 37%, sedangkan pada

3
ibu yang pernah mengalami persalinan preterm 2 kali atau lebih mempunyai
resiko 70% untuk mengalami persalinan preterm ( Cunningham et al, 2005).
e. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk dan penambahan berat badan yang
kurang baik selama kehamilan serta penggunaan obat seperti kokain atau
alkohol telah dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian dan
hasil akhir bayi dengan berat lahir rendah. Resiko kelahiran preterm
meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari wanita bukan perokok,
sedangkan resiko keguguran pada usia kehamilan antara minggu ke 28
sampai 1 minggu sebelum persalinan empat kali lebih tinggi dari yang
bukan perokok ( Cunningham et al, 2005).

Manifestasi klinis
Selain kontraksi uterus yang reguler baik nyeri atau tidak terasa nyeri,
gejala-gejala seperti tekanan pada panggul (pelvis), kram seperti saat
menstruasi, perubahan discharge vagina (cair atau berdarah), dan nyeri
punggung bawah secara empiris berkaitan dengan kelahiran preterm.
(Cunningham et al, 2005)

Patofisiologi
Drife dan Magowan menyatakan bahwa 35% persalinan preterm terjadi
tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10% terjadi
pada kehamilan ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau
janinnya.
a. Infeksi
Menurut Cunningham et al (2005) proses patogenesis persalinan diawali
dengan Invasi bakteri yang akan mengawali aktivasi fosfolipase A2 yang
memecah asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam
arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin
didalam air ketuban kemudian merangsang sel desidua untuk menghasilkan
sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Proses
persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali
dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai
sitokin, termasuk interleukin-1, tumor necrosing factor (TNF-α), dan
interleukin-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan
preterm. Sementara itu, platelet activating factor (PAF) yang ditemukan
dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada aktivasi sitokin tadi. PAF
juga diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian janin
memainkan peran yang sinergik dalam mengawali proses persalinan
preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin
menyebabkan kerusakan membran lewat pengaruh langsung dari protease.
b. Vaginosis Bakterial
Vaginosis bakterial adalah bukan keadaan infeksi namun adalah suatu
keadaan dimana flora vagina normal (laktobasilus penghasil hidrogen
peroksida) diganti dengan kuman-kuman anaerobik meliputi Gardnerella
vaginalis, spesies Mobiluncus dan Mycoplasma hominis ( Cunningham et al
2005; Wiknjosastro 2008).

4
Menurut Cunningham et al (2005) data dari penelitian hewan, in vitro dan
manusia seluruhnya memberikan gambaran yang konsisten bagaimana
infeksi bakteri menyebabkan persalinan prematur spontan. Invasi bakteri
rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin,
mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah
sitokin, termasuk tumor necrosing factor (TNF-α), interleukin-1,
interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-
stimulating factor. Selanjutnya, sitokin, endotoksin, dan eksotoksin
merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan dan juga mengawali
neutrophil chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam
sistesis dan pelepasan metalloprotease dan zat bioaktif lainnya.
Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban.
Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan
melembutkannya. Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama
baik. Sebagai contoh, prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik
menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang
mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi
korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan
peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium. Jalur lain
dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu
sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan hipotalamus fetus dan
produksi corticotropinreleasing hormone (CRH) menyebabkan
meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan
produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol
menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Juga, ketika fetus itu
sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk
persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen
maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui.

5
Adopted from: Lockwood CJ, Kuczynski E. Risk stratification and pathological
mechanisms in preterm delivery. Paediatr Perinat Epidemiol. 2001;15 Suppl 2:78-89.

Pemeriksaan diagnostic
a. Sediaan apus Vagina dan Serviks
b. Urin Rutin dan Kultur
c. Ultrasonografi
Pengkajian Gestasi (dengan berat badan janin 500 – 2500 gram)

Penatalaksanaan
a. Pertimbangan Penatalaksanaan Obstetri/ perinatal
Apabila usaha untuk mempertahankan kehamilan sesuai usia kehamilan
normal sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan lagi. Maka solusi yang
ada adalah mengambil jalan terminai kehamilan, atau melakukan partus
preterm. Sebelum melakukan jalan terminasi partus preterm, ada beberapa
pertanyaan yang harus menjadi pertimbangan, antara lain:
1) Berapa besar kemampuan klinik untuk menjaga kehidupan bayi
preterm?
2) Berapa besar peluang/ kemungkinan hidup bayi dengan berat lahir dan
usia gestasi tersebut?
3) Bagaimana persalinan akan dilakukan?pervaginam atau perabdominam
(Sectio Cesarea)?

6
4) Komplikasi apa yang mungkin timbul? Apakah alat / sarana /
kemampuan yang ada memadai?
5) Bagaimana pertimbangan dari pihak pasien / keluarga, tentang
kemungkinan keadaan bayi yang kurang baik, konsekuensi perawatan
bayi premature yang lama dan berat, dan sebagainya?
b. Penatalaksanaan medic kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum cukup
bulan dengan adanya resiko partus premature :
1) Infeksi
Untuk menangani terjadinya infeksi pada ibu hamil dilakukan terapi
farmakologi dengan antibiotika spectrum luas dosis tinggi. Demam/
hiperpireksia yang terjadi pada ibu juga harus mendapat perhatian untuk
di intervensi, sebab hiperpireksia dapat berakibat buruk pada sirkulasi
janin.
2) Kontraksi
Kontraksi yang beresiko untuk terjadi nya persalinan preterm adalah
kontraksi (HIS) yang terjadi dengan frekuensi 3-4 kali perjam.dalam 48
jam menjelang terjadinya partus kontraksi (HIS) akan meningkat sampai
2-4 kali tiap 10 menit dengan intensitas yang makin kuat, semakin lama
frekuensi kontraksi akan makin meningkat. Apabila kontraksi terjadi
sebelum usia kehamilan cukup bulan, maka diberikan intervensi
tokolisis agar partus tidak terjadi terlalu dini, dengan cara memberikan
obat-obatan beta agonis (misalnya salbutamol, terbutalin), sambil terus
mengawasi keadaan ibu dan keadaan janin. Pengobatan dapat diberikan
dengan IV, kemudian dilanjutkan dengan per-oral bila pasien pulang.
Bila kontraksi hilang pemberian tokolisis dihentikan.
3) Pemicu pematangan paru janin
Apabila partus preterm tidak dapat dihindari, sedangkan usia janin
masih belum cukup bulan, maka ada kemungkinan paru-paru janin
belum berkembang dengan benar. Maka untuk melakukan akselerasi
pematangan paru janin dapat diberikan preparat kortikosteroid
(misalnya deksamtason, betametason) yang akan menstimulasi produksi
dan sekresi surfaktan di paru janin. Ideal pemberian terapi farmako ini
minimal selama 2 x 24 jam.
c. Metode yang digunakan untuk menghentikan kontraksi pada partus preterm
Usaha untuk menghentikan partus preterm termasuk sulit untuk dilakukan,
dan seringkali tidak efektif. Sehingga terdapat beberapa cara untuk
menghambat terjadinya partus preterm.
1) Tirah baring
Dengan ibu melakukan tirah baring posisi tubuhnya nyaman.
Keberhasilan intervensi ini diperkirakan pada perasaan tentram pada diri
ibu.
2) Magnesium Sulfat
Peranan magnesium diperkirakan terletak pada sifat antagonisnya
terhadap kalsium. Untuk menghindari intoksikasi oleh magnesium
sulfat maka harus diperhatikan reflek patella tetap ada dan depresi
respiratori.
3) Preparat agonis β- adrenergic
a) Isoksuprin

7
Preparat ini kurang begitu efektif dan bisa menimbulkan efek
samping yitu takikardia dan hipotensi
b) Ritodrin
Merupakan obat satu-satunya yang mempunyai indikasi spesifik
adalah untuk menghentikan persalinan preterm.
c) Terbutalin
Digunakan untuk menghentikan persalinan preterm dengan cara
menghambat kontraksi miometrium.
d) Fenoterol. Secara structural menyerupai ritodrin
4) Terapi Kombinasi
Dari hasil penelitian beberapa ahli, terapi ritodrin dengan magnesium
sulfat memberikan efek yang lebih ampuh dari pada satu obat saja.
5) Anti prostaglandin
Preparat ini bekerja dengan menghambat kerja prostaglandin pada organ
sasaran.
6) Preparat penghambat saluran kalsium
7) Narkotik dan sedative
d. Penanganan partus preterm
1) Penanganan umum
a) Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
b) Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
2) Prinsip penanganan
a) Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan, atau
b) Persalinan berjalan teru dan siapkan penanganan selanjutnya.
(Saifuddin, 2002)
3) Penanganan partus preterm
Kelahiran harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk
menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat. Oksigen
diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran. Ketuban tidak
boleh dipecah secara artificial. Kantong ketuban berguna sebagai bantal
bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang
masih terpisah lebar. Epistomi mengurang tekanan pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membentu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan
mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Pada letak sungsang dengan
partus preterm ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya
tambahan pada partus preterm adalah bahwa bokong tidak dapat
menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan
ruang bagi kepala bayi yang relative besar. Kelahiran prespitatus san
yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur. Seorang ahli
neonates harus hadir pada saat kelahiran (Oxorn, 2003).

8
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada kejadian partus preterm pada neonates
adalah adanya Sindroma Gawat Nafas. Sindroma Gawat Nafas merupakan
komplikasi yang paling sering pada persalinan preterm. Insidennya lebih baik
dengan adanya terapi yang lebih baru. Sindroma gawat nafas memegang
peranan penting terhadap beberapa kondisi lain, seperti :
a. Perdarahan Intra Ventrikuler
b. Enterokolitis Nekotizing
c. Hipertensi Pulmonal Persisten
d. Efek Samping pernafasan lainnya

Prognosis
Saat ini kejadian partus prematur semakin sering terjadi, dimana keadaan
ini berkaitan erat dengan morbiditas dan mortalitas bayi. Sebagian bayi yang
meninggal pada 28 hari pertama memiliki bobot yang kurang dari 2500 gram
pada saat lahir. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur.
Gangguan respirasi menyebabkan 44% kematian yang terjadi pada umur kurang
dari 1 bulan. Jika berat badan bayi kurang dari1000 gram, angka mortalitas
meningkat menjadi 74%. Karena lunaknya tulang kranialis dan immaturitas
jaringan otak, bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala. Pada pusat
pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir dengan
berat 2000-2500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97%, 1500-2000
gram lebih dari 90%, dan 1000-1500 gram sebesar 65-80%.

9
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.

Dhina Novi Ariana, S. E. (2011). Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur.


http://jurnal.unimus.ac.id , 1-13.
Hani, ummi. Kusbandian, Jiarti. Yulifiah, Rita. 2010. Asuhan kebidanan pada
kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Hearter. 2011. Diagnosis keperaewatan Definisi dan Klasifikasi 2012
– 2014. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.
Nugroho, taufam.2010. Kasus Emergency Bidan. Yogyakarta: Nuna Medika
Oxorn, H. (2003). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of
Labor and Birth. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.
Saifuddin, A. B. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Wijayarini, Maria A. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :
EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai