Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PEKERJA DI RUMAH PEMOTONGAN

HEWAN AKIBAT PAJANAN GAS AMONIA


Risk Analysis of Health Workers in Slaughterhouses Due to Ammonia Gas Exposure

Umi Salamah dan Retno Adriyani


Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
umi.salamah21@yahoo.com

Abstrak: Rumah pemotongan hewan merupakan salah satu bagian dari industri peternakan. Industri peternakan
merupakan penghasil emisi amonia di atmosfer. Amonia memiliki dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kesehatan pada pekerja di rumah pemotongan hewan
akibat pajanan gas amonia. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan cross-sectional dan data dianalisis dengan
metode analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL). Populasi pada penelitian adalah pekerja rumah pemotongan
hewan di bagian pemotongan, teknik, sanitasi dan IPAL yang berjumlah 35 orang. Pengukuran gas ammonia
dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer-Nessler pada panjang gelombang 440 nm. Sampel udara
diambil pada empat titik. Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi terbesar adalah 0,0259 ppm (0,01806 mg/m3)
dan terendah adalah 0,004364 ppm (0,00303 mg/m3). Berdasarkan analisis risiko kesehatan lingkungan diketahui
bahwa nilai RQ sebesar 0,002781. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pajanan gas amonia pada populasi berisiko
dengan berat badan 55 Kg di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian masih dalam batas aman untuk frekuensi 250 hari/
tahun hingga 30 tahun mendatang. Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan perlu memperbaiki manajemen
pengelolaan limbah sebagai sumber emisi amonia di rumah pemotongan hewan.

Kata kunci: analisis risiko kesehatan lingkungan, amonia, rumah pemotongan hewan

Abstrack: Slaughterhouses was one part of the livestock industry. The livestock industry was a producer of ammonia
emissions in the atmosphere. Ammonia has a negative impact on public health and the environment. This study aims
to analyze the health risks to workers in slaughterhouses caused by ammonia gas exposure. The research design
in this research was an observational research with cross-sectional design that used environmental health risk
assessment (EHRA). The population of this research was workers in slaughterhouse, technique, sanitation and IPAL
that consisting of 35 peoples. The measurement of ammonia gas was calculated used Spectrophotometer-Nessler
method with wavelength 440 nm. The Air samples was taken at four points in the slaughterhouses Pegirian area. The
result of the research indicated that the concentration of ammonia highest in slaughterhouses Pegirian of 0.025972 ppm
(0.01806 mg/m3) and concentration ammonia lowest of 0.004364 ppm (0.00303 mg/m3). Based on the analysis of
environmental health risks in mind that the value of RQ by 0.002781. The conclusion of this research is the exposure
to ammonia gas at-risk population with 55 Kg weight at slaughtering houses Pegirian still within safe limits for the
frequency of 250 days / year to 30 years. Advice that can be given is the need to improve the management company
waste management as a source of ammonia emissions in slaughterhouses.

Keywords: environmental health risk assessment, ammonia, slaughterhouse

PENDAHULUAN Risiko bisa ditimbulkan karena faktor usia,


pendidikan maupun perilaku individu. Selain itu,
Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan
dapat disebabkan oleh faktor lain seperti pajanan
peningkatan kebutuhan bahan pokok. Salah
gas beracun di tempat kerja atau adanya benda-
satunya adalah peningkatan kebutuhan bahan
benda tajam. Kegiatan di industri peternakan
makanan. Salah satu bahan makanan yang
merupakan salah satu penyumbang emisi amonia
mengalami peningkatan adalah sumber protein
di atmosfer. Sektor peternakan di Indonesia
hewani berupa daging.
merupakan salah satu penyumbang emisi gas
Te r j a d i n y a p e n i n g k a t a n t e r h a d a p
rumah kaca yang jika tidak ditanggulangi dengan
kebutuhan daging mengakibatkan peningkatan
tepat dan cepat akan timbul bencana yang tidak
perkembangan industri peternakan. Industri
diinginkan (Herawati, 2012). Sektor peternakan
peternakan memiliki risiko bahaya bagi pekerjanya.
merupakan salah satu kontributor emisi gas rumah

25
26 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35

kaca antropogenik yang menghasilkan jumlah gangguan kesehatan. Menurut Depkes RI (2013),
amonia (NH3) cukup besar, yang menyebabkan keluhan kesehatan merupakan keadaan seseorang
nitrifikasi tanah dan pengasaman yang diproduksi yang mengalami gangguan kesehatan atau
oleh ternak (Mail, dkk, 2010). kejiwaan yang bisa terjadi karena penyakit akut
Salah satu industri peternakan adalah rumah atau kronis, kecelakaan, kriminalitas atau sebab
pemotongan hewan (RPH). RPH melakukan lain. Keluhan kesehatan tidak selalu mengganggu
pemotongan hewan yang biasa dikonsumsi aktivitas sehari-hari, namun terjadinya keluhan dan
manusia kecuali unggas. Kegiatan di RPH meliputi jenis keluhan yang dialami dapat menggambarkan
pemotongan hewan, pembersihan lantai tempat derajat kesehatannya.
pemotongan, pembersihan kandang penampung, Berdasarkan teori dari H.L Blum secara garis
pembersihan kandang isolasi dan atau besar status kesehatan dipengaruhi oleh empat
pembersihan isi perut atau air sisa perendaman. faktor yaitu lingkungan, gaya hidup (perilaku),
Limbah RPH dapat berupa urin, feses, rumen atau pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor
isi lambung, darah, daging atau lemak dan hasil lingkungan mempengaruhi sebanyak 45%, faktor
cucian. Rumah pemotongan hewan merupakan perilaku 30%, faktor pelayanan kesehatan 20%
salah satu penghasil emisi amonia dengan dan faktor keturunan 5% (Hapsari dkk, 2009).
konsentrasi nitrogen yang tinggi (Pagans dkk, Faktor lingkungan dalam penelitian ini adalah
2005). Hal ini dikarenakan limbah yang sebagian lingkungan kerja yang diindikasi adanya pajanan
besar adalah kotoran hewan banyak mengandung gas amonia.
nitrogen. Nitrogen tersebut dikonversi menjadi Amonia masuk ke dalam tubuh manusia
amonia. Amonia yang berasal dari kotoran dapat melalui inhalasi, oral, kulit dan atau mata.
menimbulkan kerugian pada kesehatan maupun Amonia yang terhirup dapat merusak saluran
kualitas lingkungan (Panetta dkk. 2005). pernapasan terutama saluran pernapasan bagian
Amonia penting bagi metabolisme mamalia atas. Saluran pernapasan yang terkena amonia
untuk DNA, RNA, sintesis protein dan untuk akan mengalami pembengkakan sehingga
menjaga keseimbangan asam-basa. Efek terjadi penyempitan pada saluran pernapasan.
merugikan dari pajanan amonia yang berlebihan Hal ini menyebabkan terganggunya pernapasan
disebabkan karena sifat iritan dan korosif. manusia. Jika yang terangsang amonia adalah
Sehingga pajanan gas amonia memungkinkan saluran lendir maka akan keluar sekret (cairan
timbulnya dampak terhadap kesehatan pekerja getah) sehingga menghambat pernapasan dan
di RPH berupa keluhan kesehatan maupun mengakibatkan sesak napas. Pendarahan pada

2 3
Analisis Analisis
Dosis Pemaja
Respon nan

II.Pengelolaan III.Komunikasi
1 4 Risiko Risiko
Identifikasi Karakterist
Bahaya ik Risiko

I.Risk Assessment (ARKL)

Analisis Risiko (Risk Analysis)

Gambar 1.
Bagan Alir Penerapan ARKL
Sumber: Purnama (2012)
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 27

saluran pernapasan dapat terjadi jika jaringan mengenal empat langkah yaitu identifikasi bahaya,
yang terangsang mengalami kerusakan dan darah analisis dosis respons (dalam literatur lain disebut
dapat keluar bersama batuk. Iritasi karena amonia karakteristik bahaya), analisis pemajanan dan
dapat terjadi pada hidung dan faring namun tidak karakterisasi risiko. Sebagai tindak lanjut dari
terjadi pada trakea, hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan ARKL, pedoman tersebut juga
amonia disimpan pada saluran pernapasan atas memuat pengelolaan dan komunikasi risiko.
(Health Protection Agency, 2007). Tahapan pertama dalam ARKL adalah
Pajanan melalui oral bukan jalur yang relevan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya digunakan
untuk amonia dalam bentuk gas namun amonia untuk mengetahui secara spesifik agen risiko yang
dalam bentuk cair dapat masuk ke dalam tubuh berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan
manusia melalui oral. Orang yang menelan amonia bila tubuh terpajan. Sebagai pelengkap dalam
(amonium hidroksida) dapat menimbulkan gejala identifikasi bahaya dapat ditambahkan gejala
atau tanda-tanda gangguan kesehatan termasuk gangguan kesehatan yang terkait erat dengan
nyeri pada mulut, tenggorokan dan dada, air liur agen risiko yang akan dianalisis. Tahapan ini harus
berlebihan dan luka bakar alkali dengan cepat menjawab pertanyaan jenis agen risiko spesifik
dan luas pada saluran aerodigestive. Hal tersebut yang berbahaya, di media lingkungan, agen risiko
terjadi pada beberapa kasus bunuh diri dengan eksisting, besar kandungan/konsentrasi agen
mengonsumsi sedikitnya 20–25 ml larutan amonia risiko di media lingkungan dan gejala kesehatan
6% (Health Protection Agency, 2007). yang potensial.
Telah banyak penjelasan mengenai efek Tahapan kedua adalah analisis dosis-respons
iritasi akibat pajanan amonia tetapi belum (dose-response assessment) yaitu menetapkan
ditemukan korelasinya dengan tingkat pajanan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk
(Swotinsky dkk, 1990). Dampak negatif setiap bentuk spesi kimianya. Menurut Keputusan
dari amonia dapat diperkirakan besar risiko Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/
kesehatannya. Untuk mengetahui seberapa besar Menkes/SK/VII/2001 dalam analisis dose-response
risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh pajanan diidentifikasi daya racun yang terkandung dalam
gas pencemar udara tersebut, perlu adanya suatu bahan untuk menjelaskan suatu kondisi
pendekatan yang disebut dengan Analisis Risiko pemajanan (cara, dosis, frekuensi dan durasi) oleh
Kesehatan Lingkungan (ARKL). suatu agen yang berhubungan dengan timbulnya
Menurut KEPMENKES No. 876/Menkes/ dampak terhadap kesehatan.
VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Analisis dosis-respons yaitu mencari nilai RfD,
Dampak Lingkungan (ADKL), ARKL merupakan dan/atau RfC, dan/atau SF dari agen risiko yang
suatu pendekatan untuk mencermati potensi menjadi fokus ARKL, serta memahami efek apa
besarnya risiko yang dimulai dengan saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko
mendeskripsikan masalah lingkungan yang tersebut pada tubuh manusia.
telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko RfD merupakan dosis referensi dan RfC
pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan adalah konsentrasi referensi yaitu nilai yang
masalah lingkungan yang bersangkutan. Analisis dijadikan referensi untuk nilai yang aman
risiko kesehatan biasanya berhubungan dengan pada efek non karsinogenik suatu agen risiko,
masalah lingkungan saat ini atau di masa lalu. sedangkan SF (slope factor) adalah referensi
ARKL merupakan pendekatan yang untuk nilai yang aman pada efek karsinogenik.
digunakan untuk melakukan penilaian risiko Nilainya diperoleh dari berbagai sumber penelitian.
kesehatan di lingkungan dengan output adalah Tahapan kedua ini juga dimaksudkan untuk
karakterisasi risiko (dinyatakan sebagai tingkat mengetahui jalur pajanan agen risiko masuk ke
risiko) yang menjelaskan apakah agen risiko/ dalam tubuh manusia
parameter lingkungan berisiko terhadap kesehatan Tahapan ketiga adalah analisis pemajanan.
masyarakat atau tidak (Purnama, 2012). Bagan alir Pada tahap ini mengukur atau menghitung intake/
penerapat ARKL ditunjukkan pada Gambar 1. asupan dari agen risiko. Untuk menghitung
intake digunakan persamaan atau rumus
Risk Assessment (ARKL) yang berbeda. Data yang digunakan untuk
Kemenkes RI (2011), dalam pedoman melakukan perhitungan dapat berupa data
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) primer (hasil pengukuran konsentrasi agen
menjelaskan bahwa pada dasarnya ARKL hanya risiko pada media lingkungan yang dilakukan
28 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35

Tabel 1.
Notasi Rumus Perhitungan Intake Nonkarsinogenik (Ink)

Notasi Arti notasi Satuan Nilai Default


Ink (Intake) Jumlah konsentrasi agen risiko (mg) mg/kg × hari Tidak ada nilai default
yang masuk ke dalam tubuh manusia
dengan berat
badan tertentu (kg) setiap harinya
C (Concentration) Konsentrasi agen risiko mg/m3 Tidak ada nilai default
pada media udara (udara ambien)
R (Rate) Laju inhalasi atau banyaknya volume m3/jam Dewasa: 0,83 m3/jam
udara yang masuk setiap jamnya Anak-anak (6–12 tahun): 0,5
m3/jam
tE (time of exposure) Lamanya atau jumlah jam terjadinya jam/hari – Pajanan pada pemukiman:
pajanan 24 jam/hari
setiap harinya – Pajanan pada lingkungan
kerja: 8 jam/hari
– Pajanan pada sekolah dasar:
6 jam/hari
fE (frecuency of exposure) Lamanya atau jumlah hari terjadinya hari/tahun – Pajanan pada pemukiman:
pajanan setiap tahunnya 350 hari/tahun
– Pajanan pada lingkungan
kerja: 250 hari/tahun
Dt (duration time) Lamanya atau jumlah tahun terjadinya tahun Residensial (pemukiman)/
pajanan pajanan seumur hidup: 30
tahun
Wb (weight of body) Berat badan manusia / kg – Dewasa asia / Indonesia:
Populasi/kelompok populasi 55 Kg
– Anak-anak: 15 Kg
tavg(nk) (time average) Periode waktu rata-rata hari 30 tahun × 365 hari/tahun =
10.950 hari
Sumber: Purnama, 2012

di lapangan oleh peneliti) atau data sekunder Tahapan ini membandingkan intake dengan dosis
(pengukuran konsentrasi agen risiko pada media konsentrasi agen risiko tersebut. Karakterisasi
lingkungan yang dilakukan oleh pihak lain yang untuk efek non karsinogenik dinyatakan dalam
dipercaya seperti BLH, Dinas Kesehatan, LSM, notasi RQ. Rumus yang digunakan adalah sebagai
dan sebagainya), dan asumsi yang didasarkan berikut
pertimbangan yang logis atau menggunakan nilai
default yang tersedia. RQ =
Penelitian ini fokus terhadap pajanan melalui
jalur inhalasi dengan efek nonkarsinogenik Keterangan:
I (Intake): Intake yang dihitung pada rumus pertama
(dikarenakan amonia bersifat iritan) pada pekerja
RfC (Reference Concentration): Nilai referensi agen risiko
yang terpajan sehingga rumus yang digunakan pada pemajanan inhalasi
adalah sebagai berikut:
Pengelolaan Risiko
Ink =
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Tahapan keempat adalah karakterisasi Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/
risiko. Pada tahapan ini menetapkan tingkat VII/2001 pengelolaan risiko adalah upaya yang
risiko dengan kata lain menentukan apakah risiko secara sadar dilakukan untuk mengendalikan
pada konsentrasi tertentu yang dianalisis berisiko risiko. Pengelolaan risiko dirumuskan berdasar
menimbulkan gangguan kesehatan atau tidak. pada hasil analisis risiko dan acuan lain: tujuan
pengelolaan, faktor sosial – politik, teknologi
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 29

pengendalian yang tersedia, analisis manfaat dan dilakukan di rumah pemotongan hewan
biaya risiko yang dapat diterima, dan dampak Pegirian Surabaya. Waktu penelitian dilakukan
kesehatan yang dapat diterima. pada bulan November 2013 hingga Juli 2014.
Hal-hal pokok dalam pengelolaan risiko Pengambilan data primer dilakukan sebanyak
meliputi pengelolaan risiko melibatkan banyak dua kali. Pengambilan data primer yang pertama
pihak, risiko berada pada setiap tingkat proses adalah pengambilan data kebiasaan merokok
mulai dari rencana sampai akhir kegiatan, dan keluhan kesehatan yang terkait dengan
maka pengelolaan risiko harus memilih dimana pajanan gas amonia, dilakukan pada Juni 2014.
pengelolaan terbaik akan dilakukan, pengelolaan Dari kebiasaan merokok merupakan variabel
risiko harus dilaksanakan melalui penetapan penganggu dalam penelitian ini. Pengambilan
keputusan, penetapan parameter lingkungan dan data kedua adalah untuk mengambil sampel
peraturan pendukungnya; dan risiko itu harus udara yang dilakukan pada bulan Juli 2014.
dikomunikasikan sehingga dapat menurunkan Populasi penelitian adalah seluruh pekerja
dampak yang ditimbulkannya. di rumah pemotongan hewan Pegirian Surabaya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Penentuan sampel menggunakan metode
Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/ purposive sampling karena subjek terpilih
VII/2001, pengelolaan risiko merupakan upaya merupakan orang yang memiliki risiko terbesar
untuk mengendalikan risiko dampak pada untuk terpajan amonia secara langsung. Sampel
tingkat yang tidak membahayakan. Umumnya manusia pada penelitian ini adalah pekerja pada
meliputi 3 langkah: (a) partisipasi masyarakat, (b) bagian pemotongan, teknik, sanitasi dan IPAL.
pengendalian bahaya, dan (c) pemantauan risiko. Besar sampel berjumlah 35 orang. Sedangkan
Pengendalian diarahkan kepada dua sasaran, sampel lingkungan yang diteliti adalah gas
yaitu: (a) pengendalian pada sumbernya dan (b) amonia yang diambil pada empat titik yaitu tempat
pengendalian pemajanan. pemotongan sapi ke-1 (lokasi ini berdekatan
Manajemen risiko tidak termasuk dalam dengan kandang sapi dan jalur masuk sapi yang
langkah ARKL, namun tindak lanjut yang akan disembelih), tempat pemotongan sapi
harus dilakukan bila hasil karakterisasi ke-2 dan jeroan (ruang jeroan ini adalah tempat
risiko menunjukkan risiko yang tidak aman. pengeluaran rumen dari lambung sapi yang baru
Manajemen risiko adalah cara atau metode saja dipotong), tempat penyimpanan rumen
yang akan digunakan untuk mencapai batas dan IPAL (titik ini diindikasikan sebagai sumber
aman tersebut. Cara manajemen risiko meliputi gas amonia terbesar karena merupakan tempat
beberapa pendekatan yaitu pendekatan teknologi, kotoran atau limbah dari kegiatan dikumpulkan)
pendekatan sosial-ekonomis, dan pendekatan dan tempat pemotongan babi. Pengambilan
institusional (Purnama, 2012). sampel udara dilakukan 2 kali. Pada setiap titik
sampling dilakukan pengukuran pada pukul
Komunikasi Risiko 03.00 WIB dan 07.45 WIB. Waktu pengambilan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan sampel udara disesuaikan dengan jam kerja
Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/ dari sampel manusia (pekerja). Dimana terdapat
VII/2001, komunikasi risiko merupakan upaya pekerja yang bekerja pada pukul 01.00 WIB
untuk menginformasikan dan menyarankan hingga 09.00 WIB, 05.30 WIB hingga 11.30 WIB
masyarakat tentang hasil analisis risiko dan dan 07.30 WIB hingga 14.00 WIB. Pengukuran
dampaknya, mendengar reaksi mereka, konsentrasi gas amonia menggunakan alat
dan melibatkan mereka dalam perencanaan midget impinger dan dianalisis menggunakan
pengelolaan risiko. Komunikasi risiko adalah tindak metode spectrophotometer nessler pada panjang
lanjut dari pelaksanaan ARKL dan merupakan gelombang 440 nm. Pengukuran dilakukan selama
tanggung jawab dari pihak yang menyebabkan 15 menit pada masing-masing titik sampling.
terjadinya risiko (Purnama, 2012). Hasil rata-rata NH 3 yang telah diperoleh
dikonversikan ke dalam persamaan model
konversi Canterdengan waktu pencuplikan 8 jam.
METODE PENELITIAN
Pencuplikan waktu menggunakan 8 jam karena
Penelitian ini merupakan penelitian rata-rata lama kerja pekerja dalam sehari adalah
observasional deskriptif dengan rancangan 8 jam. Persamaan konversi Canter dalam Sutra
penelitian cross sectional. Lokasi penelitian (2009) sebagai berikut:
30 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35

ideal diperoleh dengan menggabungkan hukum


C1 = C2 ( )p Charles, Avogadro dan Boyle, sebagai berikut:

C1 = Konsentrasi udara rata-rata dengan lama PV = nRT


pencuplikan 8 jam Keterangan:
C2 = Konsentrasi udara rata-rata dengan lama V = Volume gas
pencuplikan 1/4 jam P = Tekanan
t1 = Lama pencuplikan 8 jam n = mol
t2 = Lama pencuplikan 1/4 jam T = Suhu
p = Faktor konversi dengan nilai 0,17 R = Konstanta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Diketahui bahwa jika volume udara
menganalisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) mengalami peningkatan maka konsentrasi gas
konsentrasi amonia serta keluhan kesehatan akan mengalami peningkatan. Jika suhu udara
pekerja di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian mengalami penurunan maka konsentrasi gas
Surabaya. Penelitian ini memperkirakan tingkat akan mengalami peningkatan begitu sebaliknya.
risiko kesehatan akibat pajanan gas amonia dari Pada penelitian ini adalah konsentrasi gas
populasi berisiko. Data pajanan gas amonia amonia mengalami penurunan seiring dengan
diperoleh dari hasil pengukuran gas amonia dari peningkatan suhu.
udara di wilayah RPH. Konsentrasi gas amonia Amonia adalah salah satu bahan kimia yang
yang terukur dinyatakan sebagai risk agent yang terdapat di atmosfer secara alami maupun di
masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi. produksi oleh manusia. Amonia merupakan gas
Pengolahan data menggunakan perhitungan yang tidak berwarna dan berbau tajam yang
analisis risiko yaitu dengan menghitung asupan terdiri atas satu molekul nitrogen dan tiga molekul
(intake), untuk mengetahui tingkat risiko terhadap hidrogen. Komposisi amonia di udara bersih
populasi terpajan. Analisis data dilakukan secara adalah 1 × 10-6%.
deskriptif yaitu dengan menggambarkan besar Sebagian besar amonia di lingkungan berasal
risiko gangguan kesehatan yang kemungkinan dari pemecahan alami pupuk kandang, tanaman
akan dialami oleh pekerja di Rumah Pemotongan dan hewan mati. Emisi amonia mulai terjadi dari
Hewan Pegirian Surabaya akibat pajanan gas sumber terkecil yaitu pertanian dan peternakan
amonia. serta dipengaruhi oleh kondisi meteorologi.
Amonia merupakan kunci penting dalam
siklus nitrogen di alam dan mikroba merupakan
HASIL DAN PEMBAHASAN sumber utama pembentukan amonia. Emisi
senyawa nitrogen memiliki pengaruh terhadap
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan kualitas udara. Siklus nitrogen dapat terganggu
Identifikasi Bahaya karena dua kebutuhan utama manusia. Kebutuhan
Bahaya yang diidentifikasi adalah gas pertama adalah untuk memperoleh energi yang
amonia. Gas amonia di RPH diperoleh dari adanya mengarah kepada emisi nitrogen oksida di
dekomposisi limbah dari kegiatan di RPH. Hasil udara.
pengukuran konsentrasi gas amonia di Rumah Kebutuhan kedua adalah kebutuhan pangan
Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya disajikan yang mengarah ke pertanian dan emisi amonia
pada Tabel 2. (Aneja, dkk,. 2000).
Berdasarkan pengukuran yang telah Pada dasarnya amonia mempunyai peran
dilakukan diketahui bahwa konsentrasi gas penting untuk tanaman, hewan dan kehidupan
amonia pada ke empat titik pengukuran berada di manusia serta dapat ditemukan di air, tanah dan
bawah NAB (Nilai Ambang Batas) oleh Keputusan udara. Emisi amonia menjadi masalah lingkungan
Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/ karena dapat menimbulkan bau, eutrofikasi pada
XI/2002 yaitu 25 ppm. Konsentrasi gas merupakan air permukaan dan kontaminasi nitrat terhadap
kepekatan gas. Jumlah gas dinyatakan dalam air tanah. Bau yang tidak menyenangkan karena
mol (n). Dari rumus Persamaan rumus untuk gas gas amonia dapat dideteksi pada konsentrasi
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 31

Tabel 2.
Hasil Pengukuran Konsentrasi Gas Amonia di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya
Tahun 2014

Titik Sampling Waktu Pengukuran NH3 (ppm) NH3 Konversi 8 jam (ppm)
Titik Sampling 1 03.05–03.20 0,011672 0,006475
07.42–07.57 0,010423 0,005783
Titik Sampling 2 03.20–03.35 0,020487 0,011366
08.03–08.18 0,017054 0,009461
Titik Sampling 3 03.42–03.57 0,025972 0,014409
08.27–08.42 0,021119 0,011716
Titik Sampling 4 04.07–04.22 0,005025 0,002788
08.51–09.06 0,004364 0,002421
Keterangan: NAB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 yaitu 25
ppm

rendah. Pada konsentrasi amonia yang cukup mempercepat ketika suhu meningkat atau ketika
tinggi akan membahayakan vegetasi. Eutrofikasi konsentrasi NH4+ meningkat.
pada air permukaan karena amonia dikarenakan Tingginya konsentrasi gas amonia pada
tingginya kandungan amonia dalam air sehingga tempat penyimpanan rumen dan IPAL dapat
menyebabkan penurunan kualitas badan air. disebabkan oleh berbagai faktor. Penyimpanan
Eutrofikasi dapat mengganggu fungsi normal rumen merupakan tempat penyimpanan sisa-sisa
dari ekosistem sehinga menyebabkan oksigen rumen, kotoran ternak dan limbah hasil kegiatan
di dalam air yang dibutuhkan oleh ikan dan pemotongan hewan. Selama proses penyimpanan,
makhluk hidup lainnya berkurang. Emisi gas terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme
buang amonia antropogenik berkontribusi terhadap yang mengakibatkan terbentuknya amonia,
terjadinya hujan asam dan pengasaman ekosistem nitrit, nitrat dan asam sulfida. Pada bagian IPAL
(Steinfeld, et al., 2006). merupakan tempat pengolahan air limbah yang
Amonia dihasilkan dari hidrolisis urea, yang termasuk di dalamnya darah, pencucian lantai,
dikatalisis oleh enzim urease yang dihasilkan oleh kotoran sapi, pencucian alat dan saluran air limbah
mikroorganisme dalam feses. Nitrogen organik dikumpulkan. Pada limbah di rumah pemotongan
dalam feses dapat diubah menjadi amonium (NH4+) hewan terdapat reaksi kimia dalam bentuk Hb
oleh mikroorganisme melalui proses mineralisasi (hemoglobin) + H+ (bacteria) C(ppt) (karbon) +
atau sebaliknya (imobilisasi). Melalui proses H2S + NH3 yang merupakan hasil dari metabolisme
amonifikasi yang dilakukan oleh mikroorganisme bakteri yang memberi perubahan fisik di atas air
dalam siklus nitrogen, protein mengalami limbah yang disebabkan oleh campuran hidrogen
deaminasi dan menghasilkan amonia (NH3) yang sulfida dan gas amonia (Coker, dkk., 2001).
dilepaskan di lingkungan atau diasimilasi ke dalam Berdasarkan hasil pengukuran yang
jaringan mikroorganisme. Amonia yang terdapat dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian
di dalam air akan membentuk keseimbangan didapatkan konsentrasi amonia di bawah nilai
dengan ion amonium. Kesetimbangan reaksi ambang batas yang ditetapkan oleh Keputusan
tersebut dapat berubah jika terjadi perubahan pH Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/
di dalam air. Kenaikan pH akan meningkatkan 2002 yaitu 25 ppm. Pada penelitian ini diketahui
jumlah NH3 dan menurunkan NH4+. Pada pH yang bahwa konsentrasi amonia tertinggi adalah
tinggi sebagian NH3 akan menguap ke atmosfer 0,014409 ppm (0,004502 mg/m3) dan terendah
(Ngwabie, 2011). adalah 0,002421 ppm (0,001683 mg/m 3 ).
Menurut Bittman (2009), bahan yang Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa
mengandung amonia lebih rentan terhadap rata-rata konsentrasi gas amonia di Rumah
penguapan dalam kondisi alkali daripada pada Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya adalah
kondisi asam (pKa = 9.2). Reaksi pajanan NH3 ini 0,006442 ppm (0,004479 mg/m3).
32 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35

Analisis Dosis Respons Karakterisasi Risiko


Pada tahapan analisis dosis respons ini Karakteristik risiko dilakukan dengan
adalah menentukan hubungan antara dosis suatu membandingkan/membagi intake dengan dosis
agen dengan efek kesehatan dengan menetapkan /konsentrasi agen risiko tersebut. Variabel yang
kuantitas toksisitas risk agen. Toksisitas dinyatakan digunakan untuk menghitung tingkat risiko adalah
sebagai dosis referensi (RfC) karena pajanan intake (yang didapatkan dari analisis pemajanan)
melalui inhalasi. Konsentrasi referensi (RfC) gas dan dosis referensi (RfD)/konsentrasi referensi
amonia adalah 0,3 mg/m3 (EPA, 2013). Nilai RfC (RfC). Efek amonia terhadap kesehatan manusia
hanya sebagai referensi, jika dosis yang diterima adalah bersifat iritan sehingga perhitungan yang
manusia melebihi RfC, maka kemungkinan untuk digunakan adalah perhitungan tingkat risiko
mendapatkan risiko juga lebih besar. Namun dosis non karsinogenik yang dinyatakan dalam notasi
RfC tidak otomatis mengganggu kesehatan dan Risk Quotien (RQ). Menurut Nukman dkk (2005),
sebaliknya dosis di bawah RfC tidak otomatis faktor yang paling menentukan nilai RQ adalah
aman karena RfC diturunkan dengan menyertakan konsentrasi risk agent.
unsur-unsur ketidakpastian. Suatu toksik yang
RfCnya kecil berarti risiko kesehatan yang dapat RQ =
ditimbulkan besar (Taqwim, 2013).

Analisis Pemajanan
RQ =
Dalam analisis pemajanan yang dilakukan
adalah mengukur atau menghitung intake/asupan RQ = 0,001233
dari agen risiko. Nilai intake adalah nilai yang
menunjukkan dosis sebenarnya yang diterima Tingkat risiko dinyatakan dalam angka atau
oleh pekerja setiap hari per kilo berat badan. Gas bilangan desimal tanpa satuan. Tingkat risiko
amonia yang berasal dari rumah pemotongan dikatakan AMAN bilamana intake ≤ RfD atau
hewan menyebar melalui udara dan terpajan RfCnya atau dinyatakan dengan RQ ≤ 1. Tingkat
kepada pekerja. Untuk pajanan gas amonia risiko dikatakan TIDAK AMAN bilamana intake
melalui inhalasi dengan efek kesehatan bersifat >RfD atau RfCnya atau dinyatakan dengan
non karsinogenik rumus yang digunakan adalah RQ > 1 (Pramana, 2012)
sebagai berikut: Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa
RQ untuk pajanan NH 3 (inhalasi) sebesar
Ink =
0,004479 mg/m3 (0,006442 ppm) pada pekerja
dewasa di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian
Rate atau laju inhalasi yang digunakan pada
Surabaya dengan berat badan 55 kg dan telah
penelitian ini adalah 0,83 m3/jam yaitu nilai default
terpajan selama 250 hari/tahun hingga 30 tahun
yang digunakan untuk orang dewasa dengan
mendatang diketahui sebesar 0,001233, maka
durasi pajanan lifetime atau durasi pajanan
pajanan NH3 secara inhalasi pada pekerja dewasa
seumur hidup. Pada pajanan non karsinogenik
di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya
periode waktu rata-rata selama 30 tahun untuk
dengan berat badan 55 kg, masih aman untuk
orang dewasa. Sedangkan time of exposure yang
frekuensi pajanan 250 hari/tahun hingga 30 tahun
digunakan adalah pajanan pada lingkungan kerja
yaitu 8 jam/ hari. Berat badan adalah rerata berat mendatang.
badan pada dewasa asia/Indonesia yaitu 55 kg Telah diketahui bahwa gas amonia dapat
(default). menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan
Perhitungan intake nonkarsinogenik (I nk) masyarakat. Pada penelitian ini dilakukan
gas amonia pada pemajanan jalur inhalasi dapat pula identifikasi keluhan kesehatan pekerja di
dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Rumah Pemotongan Hewan terkait dengan
pajanan NH3. Keluhan yang diidentifikasi berupa
Ink = keluhan mata dengan keluhan mata pedih, mata
gatal, mata merah, kelopak mata bengkak dan
atau penglihatan kabur. Sedangkan keluhan
Ink= pernapasan dengan keluhan batuk, keluar dahak,
mengi dan sesak napas.
Ink = 0,00037 mg/kg hari
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 33

Tabel 3. Jenis ARKL yang digunakan dalam penelitian


Distribusi Frekuensi Jenis Keluhan Mata dan Keluhan ini adalah kajian di atas meja. Data yang
Pernapasan pada Pekerja Bagian Pemotongan, digunakan dalam penelitian menggunakan nilai
Teknik, Sanitasi dan IPAL di Rumah Pemotongan default, rekomendasi dan/atau asumsi. Sehingga
Hewan Pegirian Surabaya Tahun 2014
jika data tentang berat badan pekerja diperoleh
Jumlah Pekerja yang melalui pengukuran langsung, kemungkinan dapat
Jenis Keluhan Mengalami Keluhan ditemukan berat badan yang kurang dar 55 kg atau
n % lebih dari 55 kg.
Keluhan Mata Dalam analisis risiko kesehatan lingkungan,
Mata Pedih 6 17,1 berat badan mempengaruhi besarnya nilai risiko.
Mata Gatal 4 11,4 Besarnya intake berbanding lurus dengan nilai
Mata Merah 9 25,7 konsentrasi bahan kimia, laju asupan, frekuensi
Kelopak Mata 1 2,9 pajanan dan durasi pajanan. Sedangkan asupan
Bengkak berbanding terbalik dengan nilai berat badan
Penglihatan Kabur 13 37,1 dan peiode waktu rata-rata. Sehingga semakin
Keluhan Pernapasan berat seseorang maka akan semakin kecil risiko
Batuk 17 48,6 kesehatannya (Taqwim, 2013).
Dahak 12 34,3 Pekerja dengan berat badan 55 kg ke atas
Mengi 0 0,0 akan berada dalam batas aman jika konsentrasi
Sesak Napas 0 100,0 gas amonia masih sama seperti hasil penelitian.
Namun jika berat badan pekerja kurang dari 55 kg
Distribusi frekuensi responden yang dikhawatirkan akan meningkatkan risiko bahaya
mengalami keluhan iritasi mata dan iritasi saluran akibat amonia. Untuk mempertahankan berat
pernapasan di Rumah Pemotongan Hewan badan yang ideal diperlukan asupan makanan
Pegirian adalah terdapat 22 (62,9%) pekerja seimbang serta menerapkan hidup sehat.
mengalami iritasi mata dan 21 (60%) pekerja
Komunikasi Risiko
mengalami iritasi pernapasan. Sedangkan jenis
keluhan yang terjadi ditunjukkan pada Tabel 3. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebesar 62,9% Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/
responden mengalami keluhan iritasi mata. Jenis VII/2001, komunikasi risiko merupakan upaya
keluhan yang dialami adalah 17,1% mengalami untuk menginformasikan dan menyarankan
mata pedih, 11,4% responden mengalami mata masyarakat tentang hasil analisis risiko dan
gatal, 25,7% mengalami mata merah, 2,9% dampaknya, mendengar reaksi mereka,
mengalami pembengkakan pada kelopak mata dan melibatkan mereka dalam perencanaan
dan 37,1% mengalami penglihatan kabur. pengelolaan risiko. Komunikasi risiko merupakan
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebesar tindak lanjut apabila ditemukan agen risiko dalam
60% responden mengalami keluhan pernapasan. batas tidak aman. Namun jika masih aman,
Jenis keluhan yang dialami adalah 48,6% dari komunikasi risiko tidak perlu dilakukan.
total responden mengalami batuk, 34,3% dari total
responden keluar dahak dan tidak ada responden Hubungan Kebiasaan Merokok dengan
yang mengalami mengi atau sesak napas. Keluhan Kesehatan di Rumah Pemotongan
Hewan Pegirian
Pengelolaan Risiko
Telah diketahui sebelumnya bahwa pekerja
Dari hasil analisis risiko kesehatan mengalami beberapa keluhan yang berkaitan
lingkungan diketahui bahwa intake dengan gas amonia. Namun berdasarkan
≤ RfC sehingga pajanan amonia sebesar 0,01009 analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan gas
mg/m 3 (0,014515 ppm) secara inhalasi pada amonia pada konsentrasi rata-rata di RPH masih
pekerja di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian dalam batas aman. Kemungkinan keluhan yang
Surabaya dengan berat badan 55 kg masih aman dialami oleh pekerja disebabkan oleh faktor lain
untuk frekuensi pajanan 250 hari/tahun hingga 30 seperti kebiasaan merokok. Merokok merupakan
tahun mendatang. Sehingga tidak perlu adanya penyebab berbagai kondisi patologik yang dapat
pengelolaan risiko.
34 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35

Tabel 4. (Baratawidjaya,2000). Asap rokok mengandung


Tabulasi Silang Kebiasaan Merokok dengan Keluhan lebih dari 4.000 zat kimia. Beberapa diantaranya
Iritasi Mata dan Iritasi Saluran Pernapasan pada beracun dan berbahaya untuk pernapasan
Responden di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian
(Tobing, 2001). Adanya keluhan kesehatan
Surabaya
berupa batuk dan dahak diduga dapat terjadi
Kebiasaan Merokok karena pajanan asap rokok maupun adanya iritasi
Jenis Keluhan Ya Tidak akibat pajanan gas amonia. Hal ini dikarenakan
n % n % responden yang mengalami keluhan pernapasan
Keluhan Mata 85,7% memiliki kebiasaan merokok sedangkan
Ada keluhan 15 60,0 7 70,0 14,3% lainnya tidak memiliki kebiasaan merokok.
Tidak ada keluhan 10 40,0 3 30,0 Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja
yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak
Keluhan Pernapasan memiliki kebiasaan merokok sama-sama banyak
Ada keluhan 18 72,0 3 30,0 yang mengalami keluhan mata. Sedangkan
Tidak ada keluhan 7 28,0 7 70,0 ketika dihubungkan dengan keluhan pernapasan
Jumlah 25 100,0 10 100,0 diketahui bahwa pekerja yang memiliki kebiasaan
merokok lebih banyak yang mengalami keluhan
pernapasan (72%) sedangkan pekerja yang tidak
menimbulkan penyakit dan bahkan kematian memiliki kebiasaan merokok lebih banyak yang
(Kasim, 2001). tidak mengalami keluhan pernapasan.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pekerja yang Pajanan asap tembakau bagi perokok aktif
memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki dan perokok pasif menjadi faktor utama untuk
kebiasaan merokok sama-sama banyak yang batuk. Karena prevalensi perokok aktif dan pasif
mengalami keluhan mata. Selain itu, pekerja masih besar, sulit untuk mengisolasi efek dari
yang memiliki kebiasaan merokok lebih banyak pajanan gas beracun di tempat kerja sehingga
yang mengalami keluhan pernapasan sedangkan menimbulkan batuk (Groneberg dkk, 2005).
pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok
lebih banyak yang tidak mengalami keluhan
KESIMPULAN DAN SARAN
pernapasan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa sebesar 60% responden mengalami Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
keluhan pernapasan. Jenis keluhan yang dialami pajanan gas amonia pada populasi berisiko
adalah 48,6% dari total responden mengalami dengan berat badan 55 kg di Rumah Pemotongan
batuk, 34,3% dari total responden keluar dahak Hewan Pegirian masih dalam batas aman
dan tidak ada responden yang mengalami mengi untuk frekuensi 250 hari/tahun hingga 30 tahun
atau sesak napas. mendatang. Meskipun konsentrasi gas amonia
Batuk dan sekresi lendir dikoordinasikan oleh di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian masih
syaraf yang melindungi saluran pernapasan dari berada dalam batas aman, namun tetap perlu
zat-zat eksogen berbahaya pada kondisi fisiologis adanya upaya untuk mencegah dampak
(Groneberg-Kloft dkk, 2006). Batuk merupakan buruk gas amonia terhadap kesehatan pekerja
mekanisme pertahanan tubuh di saluran mengingat terdapat keluhan kesehatan pada
pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit pekerja berupa keluhan mata dengan yang paling
atau reaksi tubuh terhadap iritasi tenggorokan banyak dirasakan adalah penglihatan kabur
karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan keluhan pernapasan yang paling banyak
dan lain sebagainya. Seperti yang diketahui dirasakan adalah batuk. Maka perlu dilakukan
bahwa manusia memiliki sistim pertahanan peraturan untuk menggunakan masker selama
tubuh, dalam sistem pernapasan memiliki sistim bekerja untuk melindungi pekerja dari polutan
pertahanan fisik berupa selaput lendir. Selaput udara yang dapat mengganggu pernapasan. Perlu
lendir dapat mengalami kerusakan karena asap adanya sosialisasi mengenai bahaya merokok,
rokok, sehingga akan meningkatkan risiko infeksi mengingat banyak pekerja yang merokok dan
mengalami keluhan pernapasan.
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 35

DAFTAR PUSTAKA Mail, D.G.A.B.O., J.V. Itterbeeck, M.J.W. Heetkamp,


H.V.D. Brand, J.J.A.V. Loon, A.V. Huis. 2010. An
Aneja, V.P., P.A. Roelle, G.C. Murray, J. Southerland, JW. Exploration on Greenhouse Gas and Ammonia
Erisman, D. Fowler, Willem, Asman, N. Patni, 2000. Production by Insect Species Suitable for Animal or
Atmospheric nitrogen compounds II: emissions, Human Consumption. Pone 0014445. Available at
transport, transformation, deposition and assessment. http://www.plosone.org diakses pada 15 September
Atmospheric Environment 35 (2001) 1903–1911. 2014
Baratawidjaja, K.G, 2000. Imunologi Dasar Edisi Ngwabie, N.M, 2011. Gas Emissions from Dairy Cow and
ke 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Fattening Pig Buildings. Alnarp: Swedish University
Universitas Indonesia. of Agricultural Sciences.
Bittman, S., R. Mikkelsen, 2009. Ammonia Emissions Nukman A, A. Rahman, S. Warraou, MI. Setiadi, CR. Akib,
from Agricultural Operations: Livestock. Better Crops/ 2005. Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan
Vol. 93 (2009, No. 1) Pencemaran Udara: Studi Kasus di 9 Kota Padat
Coker, A.O, B.O Olugasa, A.O Adeyemi, 2001. Abbatoir Transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 4 No. 2
Wastewater Quality in South Western Nigeria. 27th Agustus 2005: 270–289.
WEDC Conference Zambia. Pagans, E, R. Barrena, X. Font, A. Sancez, 2005.
Depkes R.I., 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Ammonia emissions from the composting of
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. different organic wastes. Dependency on process
Groneberg-Kloft, B., Kraus, T., van Mark, A ., temperature. Chemosphere 62(2006) 1534–1542.
Wagner, U., Fischer, A., 2006. Analysing the Causes Panetta, D.M., W.J. Powers, and J.C. Lorimor, 2005.
of Chronic Cough: Relation to Diesel Exhaust, Management Strategy Impacts on Ammonia
Ozone, Nitrogen oxides, Sulphur oxides and Volatilization from Swine Manure. http://www.
Other Environmental Factors. Germany: Journal of prairieswine.com/pdf/3470.pdf. Sitasi 17 Februari
Occupational Medicineand Toxicology. Available at: 2014
http://www.occup-med.com. (Sitasi 10 September Purnama, D, 2012. Modul Bahan Ajar Pelatihan
2014). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Cikarang:
Groneberg, D.A., D, Nowak, A. Wussow, A. Fischer. Kementerian Kesehatan RI Badan Pengembangan
2005. Chronic cough due to occupational factors. dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Germany: Journal of Occupational Medicine and Kesehatan Balai Pelatihan Kesehatan Cikarang.
Toxicology 2006, 1:3. Available at: http://www.occup- Steinfeld, H. P. Gerber. T. Wassenaar. V. Castel,
med.com. (Sitasi 10 September 2014). M. Rosales. C. Haan, 2006. Livestock’s Long Shadow
Hapsari, D., P. Sari, J. Pradono, 2009. Pengaruh Environmental Issues and Options. Roma: Food and
Lingkungan Sehat dan Hidup Sehat terhadap Status Agriculture Organization of The United Nations.
Kesehatan. Bul. Penelit. Kesehatan. Supplement Sutra, D., 2009. Hubungan antara Pemajanan Particulate
2009: 40–49 http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ Matter 10 (PM10) dengan Gejala Infeksi Saluran
index.php/BPK/article/viewFile/2192/1090. Diakses Pernafasan Akut (ISPA) pada Pekerja Pertambangan
pada 27 Agustus 2014 Kapur Tradisional (Studi di Pertambangan Kapur
Health Protection Agency, 2007. Ammonia Toxicological Tradisional Gunung Masigit Kabupaten Bandung
Overview. J D Pritchard CHAPD HQ, HPA. Barat. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Herawati, T. 2012. Refleksi Sosial dari Mitigasi Emisi Gas Universitas Indonesia,
Rumah Kaca Pada Sektor Peternakan di Indonesia. Swotinsky, Robert B., K.H Chase, 1990. Health Effect of
WARTAZOA Vol. 22 No. 1 Th. 2012 Exposure to Ammonia: Scant Information. American
Kasim, Eddy, 2001. Merokok sebagai faktor risiko Journal of Industrial Medicine 17:515-521 (1990).
terjadinya penyakit periodontal. J Kedokter Trisakti Available at http://onlinelibrary.wiley.com/. diakses
Vol. 20 No. 1. Available at http://www.univmed.org pada 15 September 2014
diakses pada 15 Oktober 2014. Taqwim, T.A., 2013. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
KEPMENKES No. 876/Menkes/VIII/2001 tentang Kadar Debu dan NO2 Serta Keluhan Kesehatan
Pedoman Teknis Analisis Dampak Lingkungan Pedagang Kaki Lima di Jalan Margomulyo dan
(ADKL) Jalan Raya A. Yani Depan Rumah Sakit Islam, Kota
KEPMENKES RI Nomor 1405/MENKES/ SK/XI/2002 Surabaya. Skripsi: Surabaya: Universitas Airlangga
tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran Tobing, N.H., 2001. Rokok dan Kesehatan Respirasi.
dan Industri. Warta Rokok dan Kesehatan No. 1-31/Mei/2001 http://
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Analisis Risiko www.klikpdpi.com/ jurnal-warta/rokok/rokok-kes-03.
kesehatan Lingkungan (ARKL). Jakarta: Direktorat html Rokok dan Kesehatan Respirasi. Diakses 28
Jendral PP PL. Agustus 2014

Anda mungkin juga menyukai

  • Absen Pidi
    Absen Pidi
    Dokumen8 halaman
    Absen Pidi
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • F3 Kia & KB
    F3 Kia & KB
    Dokumen13 halaman
    F3 Kia & KB
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • Literatur Industri Eskrim
    Literatur Industri Eskrim
    Dokumen57 halaman
    Literatur Industri Eskrim
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • Gambaran Umum RPA
    Gambaran Umum RPA
    Dokumen35 halaman
    Gambaran Umum RPA
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • APB Afan
    APB Afan
    Dokumen12 halaman
    APB Afan
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Preterm
    Kehamilan Preterm
    Dokumen10 halaman
    Kehamilan Preterm
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • Mastitis
    Mastitis
    Dokumen12 halaman
    Mastitis
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • Laporan IPE
    Laporan IPE
    Dokumen8 halaman
    Laporan IPE
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat
  • LK Asma
    LK Asma
    Dokumen35 halaman
    LK Asma
    kiritokazuto35
    Belum ada peringkat