Abstrak: Rumah pemotongan hewan merupakan salah satu bagian dari industri peternakan. Industri peternakan
merupakan penghasil emisi amonia di atmosfer. Amonia memiliki dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kesehatan pada pekerja di rumah pemotongan hewan
akibat pajanan gas amonia. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan cross-sectional dan data dianalisis dengan
metode analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL). Populasi pada penelitian adalah pekerja rumah pemotongan
hewan di bagian pemotongan, teknik, sanitasi dan IPAL yang berjumlah 35 orang. Pengukuran gas ammonia
dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer-Nessler pada panjang gelombang 440 nm. Sampel udara
diambil pada empat titik. Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi terbesar adalah 0,0259 ppm (0,01806 mg/m3)
dan terendah adalah 0,004364 ppm (0,00303 mg/m3). Berdasarkan analisis risiko kesehatan lingkungan diketahui
bahwa nilai RQ sebesar 0,002781. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pajanan gas amonia pada populasi berisiko
dengan berat badan 55 Kg di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian masih dalam batas aman untuk frekuensi 250 hari/
tahun hingga 30 tahun mendatang. Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan perlu memperbaiki manajemen
pengelolaan limbah sebagai sumber emisi amonia di rumah pemotongan hewan.
Kata kunci: analisis risiko kesehatan lingkungan, amonia, rumah pemotongan hewan
Abstrack: Slaughterhouses was one part of the livestock industry. The livestock industry was a producer of ammonia
emissions in the atmosphere. Ammonia has a negative impact on public health and the environment. This study aims
to analyze the health risks to workers in slaughterhouses caused by ammonia gas exposure. The research design
in this research was an observational research with cross-sectional design that used environmental health risk
assessment (EHRA). The population of this research was workers in slaughterhouse, technique, sanitation and IPAL
that consisting of 35 peoples. The measurement of ammonia gas was calculated used Spectrophotometer-Nessler
method with wavelength 440 nm. The Air samples was taken at four points in the slaughterhouses Pegirian area. The
result of the research indicated that the concentration of ammonia highest in slaughterhouses Pegirian of 0.025972 ppm
(0.01806 mg/m3) and concentration ammonia lowest of 0.004364 ppm (0.00303 mg/m3). Based on the analysis of
environmental health risks in mind that the value of RQ by 0.002781. The conclusion of this research is the exposure
to ammonia gas at-risk population with 55 Kg weight at slaughtering houses Pegirian still within safe limits for the
frequency of 250 days / year to 30 years. Advice that can be given is the need to improve the management company
waste management as a source of ammonia emissions in slaughterhouses.
25
26 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35
kaca antropogenik yang menghasilkan jumlah gangguan kesehatan. Menurut Depkes RI (2013),
amonia (NH3) cukup besar, yang menyebabkan keluhan kesehatan merupakan keadaan seseorang
nitrifikasi tanah dan pengasaman yang diproduksi yang mengalami gangguan kesehatan atau
oleh ternak (Mail, dkk, 2010). kejiwaan yang bisa terjadi karena penyakit akut
Salah satu industri peternakan adalah rumah atau kronis, kecelakaan, kriminalitas atau sebab
pemotongan hewan (RPH). RPH melakukan lain. Keluhan kesehatan tidak selalu mengganggu
pemotongan hewan yang biasa dikonsumsi aktivitas sehari-hari, namun terjadinya keluhan dan
manusia kecuali unggas. Kegiatan di RPH meliputi jenis keluhan yang dialami dapat menggambarkan
pemotongan hewan, pembersihan lantai tempat derajat kesehatannya.
pemotongan, pembersihan kandang penampung, Berdasarkan teori dari H.L Blum secara garis
pembersihan kandang isolasi dan atau besar status kesehatan dipengaruhi oleh empat
pembersihan isi perut atau air sisa perendaman. faktor yaitu lingkungan, gaya hidup (perilaku),
Limbah RPH dapat berupa urin, feses, rumen atau pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor
isi lambung, darah, daging atau lemak dan hasil lingkungan mempengaruhi sebanyak 45%, faktor
cucian. Rumah pemotongan hewan merupakan perilaku 30%, faktor pelayanan kesehatan 20%
salah satu penghasil emisi amonia dengan dan faktor keturunan 5% (Hapsari dkk, 2009).
konsentrasi nitrogen yang tinggi (Pagans dkk, Faktor lingkungan dalam penelitian ini adalah
2005). Hal ini dikarenakan limbah yang sebagian lingkungan kerja yang diindikasi adanya pajanan
besar adalah kotoran hewan banyak mengandung gas amonia.
nitrogen. Nitrogen tersebut dikonversi menjadi Amonia masuk ke dalam tubuh manusia
amonia. Amonia yang berasal dari kotoran dapat melalui inhalasi, oral, kulit dan atau mata.
menimbulkan kerugian pada kesehatan maupun Amonia yang terhirup dapat merusak saluran
kualitas lingkungan (Panetta dkk. 2005). pernapasan terutama saluran pernapasan bagian
Amonia penting bagi metabolisme mamalia atas. Saluran pernapasan yang terkena amonia
untuk DNA, RNA, sintesis protein dan untuk akan mengalami pembengkakan sehingga
menjaga keseimbangan asam-basa. Efek terjadi penyempitan pada saluran pernapasan.
merugikan dari pajanan amonia yang berlebihan Hal ini menyebabkan terganggunya pernapasan
disebabkan karena sifat iritan dan korosif. manusia. Jika yang terangsang amonia adalah
Sehingga pajanan gas amonia memungkinkan saluran lendir maka akan keluar sekret (cairan
timbulnya dampak terhadap kesehatan pekerja getah) sehingga menghambat pernapasan dan
di RPH berupa keluhan kesehatan maupun mengakibatkan sesak napas. Pendarahan pada
2 3
Analisis Analisis
Dosis Pemaja
Respon nan
II.Pengelolaan III.Komunikasi
1 4 Risiko Risiko
Identifikasi Karakterist
Bahaya ik Risiko
Gambar 1.
Bagan Alir Penerapan ARKL
Sumber: Purnama (2012)
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 27
saluran pernapasan dapat terjadi jika jaringan mengenal empat langkah yaitu identifikasi bahaya,
yang terangsang mengalami kerusakan dan darah analisis dosis respons (dalam literatur lain disebut
dapat keluar bersama batuk. Iritasi karena amonia karakteristik bahaya), analisis pemajanan dan
dapat terjadi pada hidung dan faring namun tidak karakterisasi risiko. Sebagai tindak lanjut dari
terjadi pada trakea, hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan ARKL, pedoman tersebut juga
amonia disimpan pada saluran pernapasan atas memuat pengelolaan dan komunikasi risiko.
(Health Protection Agency, 2007). Tahapan pertama dalam ARKL adalah
Pajanan melalui oral bukan jalur yang relevan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya digunakan
untuk amonia dalam bentuk gas namun amonia untuk mengetahui secara spesifik agen risiko yang
dalam bentuk cair dapat masuk ke dalam tubuh berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan
manusia melalui oral. Orang yang menelan amonia bila tubuh terpajan. Sebagai pelengkap dalam
(amonium hidroksida) dapat menimbulkan gejala identifikasi bahaya dapat ditambahkan gejala
atau tanda-tanda gangguan kesehatan termasuk gangguan kesehatan yang terkait erat dengan
nyeri pada mulut, tenggorokan dan dada, air liur agen risiko yang akan dianalisis. Tahapan ini harus
berlebihan dan luka bakar alkali dengan cepat menjawab pertanyaan jenis agen risiko spesifik
dan luas pada saluran aerodigestive. Hal tersebut yang berbahaya, di media lingkungan, agen risiko
terjadi pada beberapa kasus bunuh diri dengan eksisting, besar kandungan/konsentrasi agen
mengonsumsi sedikitnya 20–25 ml larutan amonia risiko di media lingkungan dan gejala kesehatan
6% (Health Protection Agency, 2007). yang potensial.
Telah banyak penjelasan mengenai efek Tahapan kedua adalah analisis dosis-respons
iritasi akibat pajanan amonia tetapi belum (dose-response assessment) yaitu menetapkan
ditemukan korelasinya dengan tingkat pajanan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk
(Swotinsky dkk, 1990). Dampak negatif setiap bentuk spesi kimianya. Menurut Keputusan
dari amonia dapat diperkirakan besar risiko Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/
kesehatannya. Untuk mengetahui seberapa besar Menkes/SK/VII/2001 dalam analisis dose-response
risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh pajanan diidentifikasi daya racun yang terkandung dalam
gas pencemar udara tersebut, perlu adanya suatu bahan untuk menjelaskan suatu kondisi
pendekatan yang disebut dengan Analisis Risiko pemajanan (cara, dosis, frekuensi dan durasi) oleh
Kesehatan Lingkungan (ARKL). suatu agen yang berhubungan dengan timbulnya
Menurut KEPMENKES No. 876/Menkes/ dampak terhadap kesehatan.
VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Analisis dosis-respons yaitu mencari nilai RfD,
Dampak Lingkungan (ADKL), ARKL merupakan dan/atau RfC, dan/atau SF dari agen risiko yang
suatu pendekatan untuk mencermati potensi menjadi fokus ARKL, serta memahami efek apa
besarnya risiko yang dimulai dengan saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko
mendeskripsikan masalah lingkungan yang tersebut pada tubuh manusia.
telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko RfD merupakan dosis referensi dan RfC
pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan adalah konsentrasi referensi yaitu nilai yang
masalah lingkungan yang bersangkutan. Analisis dijadikan referensi untuk nilai yang aman
risiko kesehatan biasanya berhubungan dengan pada efek non karsinogenik suatu agen risiko,
masalah lingkungan saat ini atau di masa lalu. sedangkan SF (slope factor) adalah referensi
ARKL merupakan pendekatan yang untuk nilai yang aman pada efek karsinogenik.
digunakan untuk melakukan penilaian risiko Nilainya diperoleh dari berbagai sumber penelitian.
kesehatan di lingkungan dengan output adalah Tahapan kedua ini juga dimaksudkan untuk
karakterisasi risiko (dinyatakan sebagai tingkat mengetahui jalur pajanan agen risiko masuk ke
risiko) yang menjelaskan apakah agen risiko/ dalam tubuh manusia
parameter lingkungan berisiko terhadap kesehatan Tahapan ketiga adalah analisis pemajanan.
masyarakat atau tidak (Purnama, 2012). Bagan alir Pada tahap ini mengukur atau menghitung intake/
penerapat ARKL ditunjukkan pada Gambar 1. asupan dari agen risiko. Untuk menghitung
intake digunakan persamaan atau rumus
Risk Assessment (ARKL) yang berbeda. Data yang digunakan untuk
Kemenkes RI (2011), dalam pedoman melakukan perhitungan dapat berupa data
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) primer (hasil pengukuran konsentrasi agen
menjelaskan bahwa pada dasarnya ARKL hanya risiko pada media lingkungan yang dilakukan
28 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35
Tabel 1.
Notasi Rumus Perhitungan Intake Nonkarsinogenik (Ink)
di lapangan oleh peneliti) atau data sekunder Tahapan ini membandingkan intake dengan dosis
(pengukuran konsentrasi agen risiko pada media konsentrasi agen risiko tersebut. Karakterisasi
lingkungan yang dilakukan oleh pihak lain yang untuk efek non karsinogenik dinyatakan dalam
dipercaya seperti BLH, Dinas Kesehatan, LSM, notasi RQ. Rumus yang digunakan adalah sebagai
dan sebagainya), dan asumsi yang didasarkan berikut
pertimbangan yang logis atau menggunakan nilai
default yang tersedia. RQ =
Penelitian ini fokus terhadap pajanan melalui
jalur inhalasi dengan efek nonkarsinogenik Keterangan:
I (Intake): Intake yang dihitung pada rumus pertama
(dikarenakan amonia bersifat iritan) pada pekerja
RfC (Reference Concentration): Nilai referensi agen risiko
yang terpajan sehingga rumus yang digunakan pada pemajanan inhalasi
adalah sebagai berikut:
Pengelolaan Risiko
Ink =
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Tahapan keempat adalah karakterisasi Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/
risiko. Pada tahapan ini menetapkan tingkat VII/2001 pengelolaan risiko adalah upaya yang
risiko dengan kata lain menentukan apakah risiko secara sadar dilakukan untuk mengendalikan
pada konsentrasi tertentu yang dianalisis berisiko risiko. Pengelolaan risiko dirumuskan berdasar
menimbulkan gangguan kesehatan atau tidak. pada hasil analisis risiko dan acuan lain: tujuan
pengelolaan, faktor sosial – politik, teknologi
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 29
pengendalian yang tersedia, analisis manfaat dan dilakukan di rumah pemotongan hewan
biaya risiko yang dapat diterima, dan dampak Pegirian Surabaya. Waktu penelitian dilakukan
kesehatan yang dapat diterima. pada bulan November 2013 hingga Juli 2014.
Hal-hal pokok dalam pengelolaan risiko Pengambilan data primer dilakukan sebanyak
meliputi pengelolaan risiko melibatkan banyak dua kali. Pengambilan data primer yang pertama
pihak, risiko berada pada setiap tingkat proses adalah pengambilan data kebiasaan merokok
mulai dari rencana sampai akhir kegiatan, dan keluhan kesehatan yang terkait dengan
maka pengelolaan risiko harus memilih dimana pajanan gas amonia, dilakukan pada Juni 2014.
pengelolaan terbaik akan dilakukan, pengelolaan Dari kebiasaan merokok merupakan variabel
risiko harus dilaksanakan melalui penetapan penganggu dalam penelitian ini. Pengambilan
keputusan, penetapan parameter lingkungan dan data kedua adalah untuk mengambil sampel
peraturan pendukungnya; dan risiko itu harus udara yang dilakukan pada bulan Juli 2014.
dikomunikasikan sehingga dapat menurunkan Populasi penelitian adalah seluruh pekerja
dampak yang ditimbulkannya. di rumah pemotongan hewan Pegirian Surabaya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Penentuan sampel menggunakan metode
Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/ purposive sampling karena subjek terpilih
VII/2001, pengelolaan risiko merupakan upaya merupakan orang yang memiliki risiko terbesar
untuk mengendalikan risiko dampak pada untuk terpajan amonia secara langsung. Sampel
tingkat yang tidak membahayakan. Umumnya manusia pada penelitian ini adalah pekerja pada
meliputi 3 langkah: (a) partisipasi masyarakat, (b) bagian pemotongan, teknik, sanitasi dan IPAL.
pengendalian bahaya, dan (c) pemantauan risiko. Besar sampel berjumlah 35 orang. Sedangkan
Pengendalian diarahkan kepada dua sasaran, sampel lingkungan yang diteliti adalah gas
yaitu: (a) pengendalian pada sumbernya dan (b) amonia yang diambil pada empat titik yaitu tempat
pengendalian pemajanan. pemotongan sapi ke-1 (lokasi ini berdekatan
Manajemen risiko tidak termasuk dalam dengan kandang sapi dan jalur masuk sapi yang
langkah ARKL, namun tindak lanjut yang akan disembelih), tempat pemotongan sapi
harus dilakukan bila hasil karakterisasi ke-2 dan jeroan (ruang jeroan ini adalah tempat
risiko menunjukkan risiko yang tidak aman. pengeluaran rumen dari lambung sapi yang baru
Manajemen risiko adalah cara atau metode saja dipotong), tempat penyimpanan rumen
yang akan digunakan untuk mencapai batas dan IPAL (titik ini diindikasikan sebagai sumber
aman tersebut. Cara manajemen risiko meliputi gas amonia terbesar karena merupakan tempat
beberapa pendekatan yaitu pendekatan teknologi, kotoran atau limbah dari kegiatan dikumpulkan)
pendekatan sosial-ekonomis, dan pendekatan dan tempat pemotongan babi. Pengambilan
institusional (Purnama, 2012). sampel udara dilakukan 2 kali. Pada setiap titik
sampling dilakukan pengukuran pada pukul
Komunikasi Risiko 03.00 WIB dan 07.45 WIB. Waktu pengambilan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan sampel udara disesuaikan dengan jam kerja
Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/ dari sampel manusia (pekerja). Dimana terdapat
VII/2001, komunikasi risiko merupakan upaya pekerja yang bekerja pada pukul 01.00 WIB
untuk menginformasikan dan menyarankan hingga 09.00 WIB, 05.30 WIB hingga 11.30 WIB
masyarakat tentang hasil analisis risiko dan dan 07.30 WIB hingga 14.00 WIB. Pengukuran
dampaknya, mendengar reaksi mereka, konsentrasi gas amonia menggunakan alat
dan melibatkan mereka dalam perencanaan midget impinger dan dianalisis menggunakan
pengelolaan risiko. Komunikasi risiko adalah tindak metode spectrophotometer nessler pada panjang
lanjut dari pelaksanaan ARKL dan merupakan gelombang 440 nm. Pengukuran dilakukan selama
tanggung jawab dari pihak yang menyebabkan 15 menit pada masing-masing titik sampling.
terjadinya risiko (Purnama, 2012). Hasil rata-rata NH 3 yang telah diperoleh
dikonversikan ke dalam persamaan model
konversi Canterdengan waktu pencuplikan 8 jam.
METODE PENELITIAN
Pencuplikan waktu menggunakan 8 jam karena
Penelitian ini merupakan penelitian rata-rata lama kerja pekerja dalam sehari adalah
observasional deskriptif dengan rancangan 8 jam. Persamaan konversi Canter dalam Sutra
penelitian cross sectional. Lokasi penelitian (2009) sebagai berikut:
30 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Diketahui bahwa jika volume udara
menganalisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) mengalami peningkatan maka konsentrasi gas
konsentrasi amonia serta keluhan kesehatan akan mengalami peningkatan. Jika suhu udara
pekerja di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian mengalami penurunan maka konsentrasi gas
Surabaya. Penelitian ini memperkirakan tingkat akan mengalami peningkatan begitu sebaliknya.
risiko kesehatan akibat pajanan gas amonia dari Pada penelitian ini adalah konsentrasi gas
populasi berisiko. Data pajanan gas amonia amonia mengalami penurunan seiring dengan
diperoleh dari hasil pengukuran gas amonia dari peningkatan suhu.
udara di wilayah RPH. Konsentrasi gas amonia Amonia adalah salah satu bahan kimia yang
yang terukur dinyatakan sebagai risk agent yang terdapat di atmosfer secara alami maupun di
masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi. produksi oleh manusia. Amonia merupakan gas
Pengolahan data menggunakan perhitungan yang tidak berwarna dan berbau tajam yang
analisis risiko yaitu dengan menghitung asupan terdiri atas satu molekul nitrogen dan tiga molekul
(intake), untuk mengetahui tingkat risiko terhadap hidrogen. Komposisi amonia di udara bersih
populasi terpajan. Analisis data dilakukan secara adalah 1 × 10-6%.
deskriptif yaitu dengan menggambarkan besar Sebagian besar amonia di lingkungan berasal
risiko gangguan kesehatan yang kemungkinan dari pemecahan alami pupuk kandang, tanaman
akan dialami oleh pekerja di Rumah Pemotongan dan hewan mati. Emisi amonia mulai terjadi dari
Hewan Pegirian Surabaya akibat pajanan gas sumber terkecil yaitu pertanian dan peternakan
amonia. serta dipengaruhi oleh kondisi meteorologi.
Amonia merupakan kunci penting dalam
siklus nitrogen di alam dan mikroba merupakan
HASIL DAN PEMBAHASAN sumber utama pembentukan amonia. Emisi
senyawa nitrogen memiliki pengaruh terhadap
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan kualitas udara. Siklus nitrogen dapat terganggu
Identifikasi Bahaya karena dua kebutuhan utama manusia. Kebutuhan
Bahaya yang diidentifikasi adalah gas pertama adalah untuk memperoleh energi yang
amonia. Gas amonia di RPH diperoleh dari adanya mengarah kepada emisi nitrogen oksida di
dekomposisi limbah dari kegiatan di RPH. Hasil udara.
pengukuran konsentrasi gas amonia di Rumah Kebutuhan kedua adalah kebutuhan pangan
Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya disajikan yang mengarah ke pertanian dan emisi amonia
pada Tabel 2. (Aneja, dkk,. 2000).
Berdasarkan pengukuran yang telah Pada dasarnya amonia mempunyai peran
dilakukan diketahui bahwa konsentrasi gas penting untuk tanaman, hewan dan kehidupan
amonia pada ke empat titik pengukuran berada di manusia serta dapat ditemukan di air, tanah dan
bawah NAB (Nilai Ambang Batas) oleh Keputusan udara. Emisi amonia menjadi masalah lingkungan
Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/ karena dapat menimbulkan bau, eutrofikasi pada
XI/2002 yaitu 25 ppm. Konsentrasi gas merupakan air permukaan dan kontaminasi nitrat terhadap
kepekatan gas. Jumlah gas dinyatakan dalam air tanah. Bau yang tidak menyenangkan karena
mol (n). Dari rumus Persamaan rumus untuk gas gas amonia dapat dideteksi pada konsentrasi
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 31
Tabel 2.
Hasil Pengukuran Konsentrasi Gas Amonia di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya
Tahun 2014
Titik Sampling Waktu Pengukuran NH3 (ppm) NH3 Konversi 8 jam (ppm)
Titik Sampling 1 03.05–03.20 0,011672 0,006475
07.42–07.57 0,010423 0,005783
Titik Sampling 2 03.20–03.35 0,020487 0,011366
08.03–08.18 0,017054 0,009461
Titik Sampling 3 03.42–03.57 0,025972 0,014409
08.27–08.42 0,021119 0,011716
Titik Sampling 4 04.07–04.22 0,005025 0,002788
08.51–09.06 0,004364 0,002421
Keterangan: NAB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 yaitu 25
ppm
rendah. Pada konsentrasi amonia yang cukup mempercepat ketika suhu meningkat atau ketika
tinggi akan membahayakan vegetasi. Eutrofikasi konsentrasi NH4+ meningkat.
pada air permukaan karena amonia dikarenakan Tingginya konsentrasi gas amonia pada
tingginya kandungan amonia dalam air sehingga tempat penyimpanan rumen dan IPAL dapat
menyebabkan penurunan kualitas badan air. disebabkan oleh berbagai faktor. Penyimpanan
Eutrofikasi dapat mengganggu fungsi normal rumen merupakan tempat penyimpanan sisa-sisa
dari ekosistem sehinga menyebabkan oksigen rumen, kotoran ternak dan limbah hasil kegiatan
di dalam air yang dibutuhkan oleh ikan dan pemotongan hewan. Selama proses penyimpanan,
makhluk hidup lainnya berkurang. Emisi gas terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme
buang amonia antropogenik berkontribusi terhadap yang mengakibatkan terbentuknya amonia,
terjadinya hujan asam dan pengasaman ekosistem nitrit, nitrat dan asam sulfida. Pada bagian IPAL
(Steinfeld, et al., 2006). merupakan tempat pengolahan air limbah yang
Amonia dihasilkan dari hidrolisis urea, yang termasuk di dalamnya darah, pencucian lantai,
dikatalisis oleh enzim urease yang dihasilkan oleh kotoran sapi, pencucian alat dan saluran air limbah
mikroorganisme dalam feses. Nitrogen organik dikumpulkan. Pada limbah di rumah pemotongan
dalam feses dapat diubah menjadi amonium (NH4+) hewan terdapat reaksi kimia dalam bentuk Hb
oleh mikroorganisme melalui proses mineralisasi (hemoglobin) + H+ (bacteria) C(ppt) (karbon) +
atau sebaliknya (imobilisasi). Melalui proses H2S + NH3 yang merupakan hasil dari metabolisme
amonifikasi yang dilakukan oleh mikroorganisme bakteri yang memberi perubahan fisik di atas air
dalam siklus nitrogen, protein mengalami limbah yang disebabkan oleh campuran hidrogen
deaminasi dan menghasilkan amonia (NH3) yang sulfida dan gas amonia (Coker, dkk., 2001).
dilepaskan di lingkungan atau diasimilasi ke dalam Berdasarkan hasil pengukuran yang
jaringan mikroorganisme. Amonia yang terdapat dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian
di dalam air akan membentuk keseimbangan didapatkan konsentrasi amonia di bawah nilai
dengan ion amonium. Kesetimbangan reaksi ambang batas yang ditetapkan oleh Keputusan
tersebut dapat berubah jika terjadi perubahan pH Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/
di dalam air. Kenaikan pH akan meningkatkan 2002 yaitu 25 ppm. Pada penelitian ini diketahui
jumlah NH3 dan menurunkan NH4+. Pada pH yang bahwa konsentrasi amonia tertinggi adalah
tinggi sebagian NH3 akan menguap ke atmosfer 0,014409 ppm (0,004502 mg/m3) dan terendah
(Ngwabie, 2011). adalah 0,002421 ppm (0,001683 mg/m 3 ).
Menurut Bittman (2009), bahan yang Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa
mengandung amonia lebih rentan terhadap rata-rata konsentrasi gas amonia di Rumah
penguapan dalam kondisi alkali daripada pada Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya adalah
kondisi asam (pKa = 9.2). Reaksi pajanan NH3 ini 0,006442 ppm (0,004479 mg/m3).
32 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 25–35
Analisis Pemajanan
RQ =
Dalam analisis pemajanan yang dilakukan
adalah mengukur atau menghitung intake/asupan RQ = 0,001233
dari agen risiko. Nilai intake adalah nilai yang
menunjukkan dosis sebenarnya yang diterima Tingkat risiko dinyatakan dalam angka atau
oleh pekerja setiap hari per kilo berat badan. Gas bilangan desimal tanpa satuan. Tingkat risiko
amonia yang berasal dari rumah pemotongan dikatakan AMAN bilamana intake ≤ RfD atau
hewan menyebar melalui udara dan terpajan RfCnya atau dinyatakan dengan RQ ≤ 1. Tingkat
kepada pekerja. Untuk pajanan gas amonia risiko dikatakan TIDAK AMAN bilamana intake
melalui inhalasi dengan efek kesehatan bersifat >RfD atau RfCnya atau dinyatakan dengan
non karsinogenik rumus yang digunakan adalah RQ > 1 (Pramana, 2012)
sebagai berikut: Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa
RQ untuk pajanan NH 3 (inhalasi) sebesar
Ink =
0,004479 mg/m3 (0,006442 ppm) pada pekerja
dewasa di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian
Rate atau laju inhalasi yang digunakan pada
Surabaya dengan berat badan 55 kg dan telah
penelitian ini adalah 0,83 m3/jam yaitu nilai default
terpajan selama 250 hari/tahun hingga 30 tahun
yang digunakan untuk orang dewasa dengan
mendatang diketahui sebesar 0,001233, maka
durasi pajanan lifetime atau durasi pajanan
pajanan NH3 secara inhalasi pada pekerja dewasa
seumur hidup. Pada pajanan non karsinogenik
di Rumah Pemotongan Hewan Pegirian Surabaya
periode waktu rata-rata selama 30 tahun untuk
dengan berat badan 55 kg, masih aman untuk
orang dewasa. Sedangkan time of exposure yang
frekuensi pajanan 250 hari/tahun hingga 30 tahun
digunakan adalah pajanan pada lingkungan kerja
yaitu 8 jam/ hari. Berat badan adalah rerata berat mendatang.
badan pada dewasa asia/Indonesia yaitu 55 kg Telah diketahui bahwa gas amonia dapat
(default). menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan
Perhitungan intake nonkarsinogenik (I nk) masyarakat. Pada penelitian ini dilakukan
gas amonia pada pemajanan jalur inhalasi dapat pula identifikasi keluhan kesehatan pekerja di
dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Rumah Pemotongan Hewan terkait dengan
pajanan NH3. Keluhan yang diidentifikasi berupa
Ink = keluhan mata dengan keluhan mata pedih, mata
gatal, mata merah, kelopak mata bengkak dan
atau penglihatan kabur. Sedangkan keluhan
Ink= pernapasan dengan keluhan batuk, keluar dahak,
mengi dan sesak napas.
Ink = 0,00037 mg/kg hari
U Salamah dan R Adriyani, Analisis Risiko Kesehatan Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan 33