Anda di halaman 1dari 12

MASTITIS

Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya terjadi
karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu
yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam,
terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu.
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.Penyakit
ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis
puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang
adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi
berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat.
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga puting
susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat
teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk
menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan mastitis
adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan karena adanya
bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka..
Epidemiologi

a. Insiden

Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau tanpa kebiasaan menyusui.
Insiden yang dilaporkan bervariasi dari sedikit sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya di
bawah 10%.

b. Mula Timbul

Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran, dengan sebagian
besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12 minggu pertama.
Namun, mastitis dapat terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk pada tahun kedua. Abses
payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama pasca kelahiran.

Klasifikasi
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic, mastitis
aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul
dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mastitis Puerparalis Epidemik


Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya
terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi di
rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfeksiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan waktu
beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi
ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira
hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun
dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Patofisiologi

Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah puting susu yang
luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian
besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus aureus.
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI tidak
dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada
payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada
saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Organisme
yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-
positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus
kadang-kadang juga ditemukan.
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat
stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen pembuluh darah). Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian
mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor resiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :


(1) Umur
(2) Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah
usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
(3) Paritas
(4) Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
(5) Serangan sebelumnya
(6) Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
(7) Melahirkan
(8) Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis.
(9) Gizi
(10) Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko
mastitis.
(11) Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
(12) Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi
tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
(13) Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat
(14) Trauma
Trauma pada payudara karena dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan
hal ini dapat menyebabkan mastitis.
Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
1. Mastitis akut. Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya merasa nyeri setempat
pada salah satu lobus payudara yang diperberat jika bayi menyusu.
2. Mastitis lanjut. Hampir selalu orang datang sudah dalam tingkat abses. Dari tingkat radang ke
abses berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi edematous,air
susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera bercampur dengan nanah. Gejala
nyeri dapat diikuti gejala lain seperti flu, demam, nyeri otot, sakit kepala, keputihan.
b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan anda-tanda vital ibu dengan mastitis biasanya mengalami peningkatan
suhu badan hingga lebih dari 38oC. Keadaan payudara pada ibu dengan mastitis biasanya berwarna
kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu, dan terdapat nanah jika terjadi abses.
Pada abses, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilat dan bayi dengan
sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu disebelah
itu bercampur dengan nanah. Tanda dan gejala lain mastitis meliputi:
- Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40
- Peningkatan kecepatan nadi
- Menggigil
- Malaise umum, sakit kepala
- Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras
- Kemerahan dengan batas jelas
- Biasanya hanya satu payudara
- Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
- Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI
terasa asin
- Timbul garis-garis merah ke arah ketiak
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % resiko terbentuknya abses. Tanda dan
gejala abses meliputi :
- Discharge putting susu purulenta
- Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil.
- Pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dan keras dengan area kulit berwarna
berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu
diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
 pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
 terjadi mastitis berulang
 mastitis terjadi di rumah sakit
 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir
penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang
terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Pada ibu dengan abses
payudara dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya bakteri
Stapylococcus aureus pada pus.
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan mastitis adalah pencegahan terhadap infeksi dan komplikasi
lanjut. Penatalaksanaan berupa non medikamentosa berupa tindakan suportif dan medikamentosa
pemberian antibiotik dan pemberian analgesik.
a. Non medikamentosa
Jika diduga mastitis, intervensi dini adalah berupa tindakan suportif yang dapat mencegah
perburukan. Intervensi meliputi beberapa tindakan hygienitas dan kenyamanan :
1. Bra yang cukup menyangga tetapi tidak ketat
2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
3. Kompres hangat pada area yang terkena
4. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu, Jangan lakukan pemijatan jika
dikhawatirkan justru membuat kuman tersebar ke seluruh bagian payudara dan menambah
risiko infeksi
5. Peningkatan asupan gizi dan cairan
6. Edukasi ibu
7. Bayi sebaiknya terus menyusu, dan jika menyusui tidak memungkinkan karena nyeri payudara
atau penolakan bayi pada payudara yang terinfeksi, pemompaan teratur harus terus dilakukan.
Pengosongan payudara dengan sering akan mencegah statis air susu. Tetap berikan ASI
kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering mungkin dan selama mungkin
sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang. Bayi masih boleh menyusu
kecuali bila terjadi abses. Kalau demikian keadaannya, untuk mengurangi bengkak, ASI harus
tetap dipompa keluar. Bayi sebaiknya tetap menyusu pada payudara yang tak terinfeksi.
b. Medikamentosa
1. Antibiotik
Terapi antibiotik diberikan jika antara 12-24 jam tidak terdapat perbaikan, terapi antibiotik
meliputi :
- Penicillin resistan-penisilinase atau sefalosporin.
- Eritromisin mungkin digunakan jika wanita alergi terhadap penicillin.
- Terapi awal yang paling umum adalah dikloksasilin 500 mg peroral 4 kali sehari untuk 10-14
hari. Amoxicillin-clavulanate 500 mg atau 875 mg untuk 10-14 hari atau Clindamycin 300
mg untuk 10-14 hari atau Trimethoprim-sulfamethoxazole dosis tunggal untuk 10-14 hari.
Pada setiap kasus, penting untuk dilakukan tindak lanjut dalam 72 jam untuk mengevaluasi
kemajuan. Jika infeksi tidak hilang maka kultur air susu harus dilakukan.

Antibiotik Dosis

Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam

Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam

Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral

Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam

Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam


2. Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam
proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis.
Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih
efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan
parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada
ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.
 Penanganan abses
Dalam keadaan abses mamae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat dikeluarkan untuk
mempercepat kesembuhan. Sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses, agar nanah bisa keluar
terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya
duktus-duktus itu. Pengalaman menunjukkan bahwa drainase ini sesudah 72 jam bertukar sifat
menjadi kebocoran air susu yang tidak sedikit melalui luka insisi. Dianjurkan memakai perban
elastic yang ketat pada payudara, untuk menghentikan laktasi.
Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing lembut dengan
larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di sekitar abses akan lenyap sesudah
pembedahan. Penyembuhan biasanya sangat cepat. Setelah tabung diambil keluar, antibiotik dapat
dilanjutkan untuk beberapa hari. Menerapkan panas dan menjaga wilayah yang terkena dampak
ditinggikan dapat membantu meringankan peradangan.

 Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon
klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat
termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat
yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin.
Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa
tumor, kista atau galaktokel.
Gambar 1.3 Inflamasi pada Kanker

Komplikasi
1. Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat
meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir jika obat yang mereka
konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif,
informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan.

2. Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu
telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan
bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat
abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
Gambar 1.4 Abses Payudara

3. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu
harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis
rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.

4. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida
albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur
biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin
tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah nistatin krim
yang juga mengandung kortison dan dioleskan ke puting dan areola setiap selesai bayi
menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
Gambar 1.6 Payudara yang Terinfeksi Candida
DAFTAR PUSTAKA

1. Alasiry, E. (2012). Buku Indonesia Menyusui.


2. Cuningham, F.G. (2017). Obstetri William. Jakarta : EGC.
3. Depkes RI. (2009). Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI.
4. Inch & Xylander.(2012). Mastitis. Jakarta : Widya Medika.
5. Prawiroharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
6. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
7. Spencer J, 2017, Management of Mastitis in Breastfeeding Women, American Family
Physician, vol.78, no.6, pp.727-732

Anda mungkin juga menyukai