Anda di halaman 1dari 34

TUMOR CAECUM

OLEH :

Ikramullah (17174103)

Feri Zaini Syahna (17174074)

Cut Deby Ramayunita (17174121)

PEMBIMBING :

Dr. Iftahuddin,Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Tumor sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel
epitel yang tidak terkendali. Beberapa faktor resiko yang menyebabkan tumor sekum
adalah kebiasaan diet rendah serat, colitis ulseratif dan deversi colitis.1

Tumor pada sekum dan kolon ascendens merupakan lesi yang pada umumnya
berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan
jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau
anak sebar.

Berdasarkan pada data World Health Organization (WHO), diperkirakan


700.000 orang meninggan disebabkan oleh kanker kolorektal tiap tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa sekitar 2.000 orang meninggal setiap hari. Kanker kolorektal
merupakan kanker yang dapat menyerang pria ataupun wanita dengan frekuensi
kejadian yang hampir sama, yaitu 9,5 % pada pria dan 9,3 % pada wanita dengan
perkiraan kasus baru di dunia sebanyak 401.000 pada pria per tahun dan 381.000 pada
wanita per tahun, Sejak tahun 1975, jumlah kasus baru di dunia cenderung meningkat
secara cepat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Tumor sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel
yang tidak terkendali. Karsinoma cecum merupakan salah satu dari keganasan pada
kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian cecum yang terjadi akibat gangguan
proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
Selama periode sepuluh tahun sebuah penelitian retrospektif, 66 dari 1.451 pasien
dengan kanker kolon dan rektum memiliki karsinoma cecum. Gejala yang paling sering
adalah spesifik dan disebabkan oleh anemia yang, dalam beberapa kasus.
2. Epidemiologi
Di dunia, lebih dari 1 juta orang menderita kanker usus setiap tahunnya,yang
mengakibatkan kematian sekitar setengah juta orang.
Di Indonesia, rata-rata angka penderita kanker usus mencapai 19,1 per 100.000
populasi laki-laki di Indonesia, dan 15,6 per 100.000 populasi perempuan di Indonesia.
Di (Amerika Serikat), berdasarkan data tahun 2007-2009 4,96% pria dan wanita
yang lahir sekarang didiagnosa akan menderita kanker usus di masa depan mereka.
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian
pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003).
Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati
urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.
3. Anatomi dan Histologi
Usus besar terdiri dari cecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum,
kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri
dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet,
pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler
dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.

3
Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang
disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat
kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan
mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica
semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh
adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah
pindah atau menghilang. (Guyton A. C, et.al, 2008)
Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang
mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra
in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang. (Guyton A. C, et.al, 2008)
Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior
dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang
memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal
arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica
sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang
merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri
mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali
arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum
dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama
dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena
mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri
mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju
ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn.
mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus
intestinalis. (Guyton A. C, et.al, 2008)

4
Gambar 3. Anatomi Cecum
Cecum adalah bagian pertama intestinum crassumdan beralih menjadi colon
ascendens. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6cm dan 7,5 cm.
Cecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale.

Gambar 3. Arteri Mesenterica Superior

5
Gambar 4. Anatomi Colon

Arterialisasi didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri


haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang
terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan
vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara kedalam
vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis superior,
sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena
parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi
pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga
mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk
huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca
communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini
terdapat reccessus intersigmoideus. (Gray’s Anatomy, 2008)
Aliran pembuluh limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingan dalam reseksi
keganasan kolon. (Gray’s Anatomy, 2008)
Fungsi dari kolon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi mukus
(lendir) serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya ke luar. Absorpsi

6
terhadap air dan elektrolit terutama dilakukan di kolon sebelah kanan yaitu di cecum
dan kolon ascenden dan sebagian kecil dibagikan kolon lainnya. (Gray’s Anatomy,
2008)
Fungsi cecumpada titik persatuan ileum dan cecum, terdapat katup atau otot
sfingter yang membuka dan mendorong makanan dari ileum ke dalam perluasan
cecum. Cecum dari usus besar menerima makanan yang dicerna dari usus kecil dan
mendorong ke arah kolon asendens. Serat makanan tidak tercerna diterima dari
makanan yang dikonsumsi, air, vitamin, mineral dan garam. (Gray’s Anatomy, 2008)

3. Fisiologi colon
 Pertukaran air dan elektrolit
Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebanyak
90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium
diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi
sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium
melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen
usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif melalui
pertukaran klorida-bikarbonat.
 Asam lemak rantai pendek
Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi oleh
fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek ini
berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus seperti
transportasi natrium.
 Mikroflora kolon dan gas intestinal
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme
yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides.
Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini
penting dalam pemecahan karbohidrat dan protein di kolon dan berpartisipasi
dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan kolesterol. Bakteri ini
juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat pertunbuhan bakteri

7
patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri pada colon
dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi. Gas intestinal dihasilkan dari air
yang tertelan, difusi dari darah dan produksi intraluminal. Komponen utama dari
gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen
dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida diproduksi
dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi
asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang
diproduksi sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.
 Motilitas
Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari
kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten.
Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di
kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum,
aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon.
 Defekasi
Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan
pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta
relaksasi lantai pelvis. Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter
ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan
epitel memisahkan feses padat dari gas dan cair. (Guyton A. C, et.al, 2008)
4. Insiden dan Faktor Resiko
A. Polip

Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi
kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses
yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma
formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan
invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan
kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

8
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel
yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG),
dan gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi
pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau
menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini
dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif
(penekanan) pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG
yang menyandi protein dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga
berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA. Gen
gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan
mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-
gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan
melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi
proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi
ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi
dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan
penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses
terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu
perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel
dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses
apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi
ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini
akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi adalah mutasi gen
yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak berfungsi baik,
akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada
manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel
yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.

9
Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non
neoplastik. Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk
polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip,
hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip.

Gambar 4 : Adenoma Carcinoma Sequences

Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi


maligna ; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma,
tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip
berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25%
tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.2

10
Gambar 5 : Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen
dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya
berupa invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari
adenoma berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur.
Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara
histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko
tinggi untuk menjadi kanker kolorektal.

Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan


meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat
dari 2,5-4 fold jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 fold pada pasien yang
mempunyai multipel polip. Dari penelitian didapatkan bahwa polip yang
lebih besar dari 1 cm jika tidak ditangani menunjukkan risiko menjadi

11
kanker sebesar 2,5% pada 5 tahun, 8% pada 10 tahun dan 24% pada 20 tahun.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya
derajat displasia. Tiga koma lima tahun untuk displasia sedang dan 11,5
tahun untuk atypia ringan.

Gambar 6 : Polip Neoplastik. (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma,


(C) tubulovillous adenoma, (D) karsinoma pada tangkai
tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul dari
sebuah villous adenoma.

B. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

1. Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.
Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada
usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan

12
keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10
tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker
kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk
menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan
kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan
berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum
terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan
bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial untuk
semua pasien yang didiagnosa dengan displasia yang berhubungan
dengan massa atau lesi, yang paling penting dari analisa
mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan
adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah
tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan
pendapat antara para ahli patologi anatomi.

2. Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan
dengan ulseratif kolitis.

Gambar 7 : Ulseratif Colitis

13
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s
sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang
tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis.
Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan
sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat
melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel
kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien
dengan crohn’s disease.

Gambar 8 : Penyakit Crohn’s

3. Faktor Genetik

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan
keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai
kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi
bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker
kolorektal pada keluarganya.

14
4. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada
dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti
epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma
dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang
berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti
dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh
pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk
menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen
reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan
pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi
berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan
lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon
inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim
COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif.
Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko
terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat
dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon;
(b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme
tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan
kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat
menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.

15
5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko
tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk
yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan
dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang
berukuran besar.

Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika


dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,


obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan
terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan
perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik
menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang
berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study
telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik
dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan
aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

6. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan
wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut
hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita
berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila
dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn).
Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia
lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru (118

16
per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker
yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker
payudara (248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker
paru paru (118 per 100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker


kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal
meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita
berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal
muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima
persen kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per
100.000 populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per
100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.

Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker


kolorektal sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan
peningkatan risiko kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun.
Seseorang dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki
kemungkinan menderita kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun
2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita kanker kolorektal
pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan usia dibawah 20 tahun sebesar
0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun
sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%,
75-84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.

Pada kebanyakan kasus kanker terdapat variasi geografik pada insiden


yang ditemukan pada usia lanjut yang mencerminkan perbedaan sosial
ekonomi, terutama antara Negara berkembang dan Negara maju. Bila di
Negara maju angka kejadian penyakit ini meningkat tajam setelah
seseorang berusia 50 tahun dan hanya 3 persen di bawah 40 tahun, di
Indonesia berdasarkan data Bagian Patologi Anatomi Fakultas

17
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI, 1996-1999) menunjukkan
persentase yang lebih tinggi yakni 35,25%.

Proporsi dari orang yang berusia lanjut telah meningkat di berbagai


Negara beberapa dekade terakhir, dan akan terus meningkat lebih jauh
beberapa tahun mendatang. Tingkat harapan hidup di Indonesia pada
saat kelahiran diperkirakan adalah 67,86 tahun untuk pria dan wanita.
Peningkatan usia harapan hidup yang ada beserta populasi Indonesia
yang menduduki peringkat 4 dunia akan menjadikan Indonesia pada
tahun 1990-2025 akan mempunyai jumlah usia lanjut paling tinggi di
dunia. Meningkatnya jumlah orang yang berusia lebih tua akan
menambahkan beban ganda pada penyakit, dengan umumnya penyakit
yang menular di satu sisi, dan meningkatnya prevalansi penyakit yang
tidak menular di sisi lainnya. Kanker pada usia lanjut di masa-masa yang
akan datang merupakan masalah yang perlu ditangani dengan serius
dikarenakan perubahan populasi penduduk dengan kelompok usia lanjut
yang semakin banyak. Oleh karena itu sangat perlunya penggalakan
penelitian mengenai pencegahan kanker dan perencanaan terapi pada
orang yang berusia lanjut.

5.Patofisiologi Karsinoma Cecum


Tumor-tumor pada cecum merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari
polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan
sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar.
Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena. (Townsend et.al, 2014)
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma cecum dibagi atas 3 fase. Fase
pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama
sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum
menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga.
Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena
keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita

18
umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya
datang berobat dalam stadium lanjut. (Townsend et.al, 2014)

6. Gejala Klinis Karsinoma Cecum


Gejala kanker cecum bisa sulit untuk dideteksi. Manifestasi klinis dari karsinoma
ini muncul secara lambat disebabkan karena diameter lumen kolon kanan yang besar
serta pembentukkan polip pada cecum. Nyeri dan adanya massa, adanya anemia
mikrositik merupakan trias dari karsinoma cecum. (Williams et.al, 2008)
Terdapat kemungkinan pasien tidak akan menunjukkan gejala dan tanda kanker
cecum. Radang di cecum, tidak seperti rektum atau kolon sigmoid, tidak ada dorongan
untuk buang air besar atau menyebabkan penyimpangan kebiasaan buang air besar,
karena tinja melewati cecum yang cair dan dapat dengan mudah memotong massa di
bagian usus. (Williams et.al, 2008)
Sebagian besar gejala kanker cecum terlambat dan sudah tahap perkembangan
penyakit yang lebih lanjut. Gejala dari karsinoma cecum dapat berupa :
- Gas dan kembung
- Kelelahan/ menjadi mudah lelah
- Nyeri perut
- Penurunan berat badan
- Mual dan muntah (tumor besar di sisi kanan usus dapat menyebabkan makanan
tertimbun)
- Anemia
7. Metastase Karsinoma Cecum
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat
direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase
sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan
tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari
rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker cecum lebih sering muncul
pertama kali di paru-paru. (Williams et.al, 2008)

19
8. Penegakkan Diagnosis Karsinoma Cecum
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dibantu dengan
pemeriksaan penunjang. (Williams et.al, 2008)
1. Anamnesis
Gejala dari karsinoma cecum sulit untuk dideteksi. Gejala yang paling banyak
ditemukan karsinoma colorectal adalah berupa perasaan penuh dan tidak nyaman
pada rectum, perdarahan per rectal dan urgensi untuk defekasi. Tetapi pada
karsinoma cecum tidak akan ditemukan gejala- gejala tersebut. Inflamasi pada
cecum, tidak seperti inflamasi pada rectum atau kolon sigmoid, tidak ditemukan
perasaan ingin segera buang air besar (urgensi) ataupun menyebabkan defekasi
yang tidak teratur, oleh karena feses yang melewati cecum encer dan dengan mudah
dapat melewati bagian usus.
Pada kenyataannya kebanyakan gejala dari karsinoma cecum terlambat
muncul, sehingga ketika gejala tersebut muncul sudah memasuki fase lanjut dari
karsinoma.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada region abdomen yang mengalami
ketidaknyamanan, adanya massa yang teraba pada abdomen, pembesaran hepar,
adanya cairan atau pembengkakkan pada abdomen, pembesaran nodus limfe
ditemukan pada karsinoma yang telah mengalami metastasis. Pemeriksaan feses
penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Proktosigmoidoskopi
Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar.
Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian
proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
b. Endoskopi colon dengan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, double-
contrast bowel enema
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan standar dalam penegakkan diagnosis
karsinoma cecum.

20
c. X- ray photo thorax, ultrasonography (USG), computed tomography (CT) dan
magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam menentukkan tahapan karsinoma.
d. Virtual colonoscopy (VC)
Merupakan jenis dari CT scan, modalitas diagnotik terbaru dan bersifat non-
invasif. Pemeriksaan dilakukan setelah pembersihan dan pemasukkan udara
atau karbon dioksida kedalam kolon. Virtual colonoscopy ditoleransi dengan
baik oleh pasien pemeriksaan hanya membutuhkan periode waktu yang singkat
dan tidak memerlukan tindakan anastesi.
Tidak adanya atau kehadiran tumor sisa setelah reseksi ditunjuk oleh huruf R
sesuai dengan faktor prognosis AJCC, seperti yang ditunjukkan di bawah ini, dan jika
mungkin harus ditunjukkan dalam laporan operasi:8
 Reseksi tumor R0-lengkap dengan semua margin histologis negatif
 Reseksi tumor R1-lengkap dengan mikroskopis keterlibatan marjin reseksi bedah
(margin terlalu tidak terlibat)
 Reseksi R2-lengkap tumor dengan tumor residu kotor yang tidak direseksi (tumor
primer, kelenjar regional, keterlibatan marjin makroskopik)

TNM klasifikasi dan AJCC 7 edisi Staging Kanker Colon


Klasifikasi tumor primer (T)
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor menginvasi submukosa
T2 Tumor menginvasi muskularis propria
T3 Tumor menginvasi melalui propria
muskularis ke jaringan pericolonic
T4a Tumor menembus ke permukaan
peritoneum visceral (serosa)
T4b Menginvasi tumor dan / atau patuh
terhadap organ atau struktur lainnya
Kelenjar getah bening regional (N)
N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah
bening daerah
N1a Metastasis di kelenjar getah bening
daerah 1

21
N1b Metastasis pada 2-3 kelenjar getah
bening regional
N1c Deposito tumor di subserosa,
mesenterium, atau perikolik
nonperitonealized atau jaringan
perirectal tanpa metastasis nodal daerah
N2a Metastasis pada 4-6 kelenjar getah
bening regional
N2b Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar
getah bening regional
Jauh metastasis (M)
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1a Metastasis terbatas pada 1 organ atau
situs
M1b Metastasis di lebih dari 1 organ / situs
atau peritoneum

9. Terapi Karsinoma Cecum


Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
- Hemikolektomi
a. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat sebagian dari kolon beserta
pembuluh darah dan saluran limfe.
b. Ruang lingkup
- Keganasan pada cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan kolon
tranversum kanan
- Keganasan pada kolon transversum kiri, fleksura lienalis, kolon desenden.
- Poliposis kolon
- Trauma kolon.
Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau penyakit
pada kolon kanan . Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif dengan melakukan
reseksi pada kasus karsinoma cecum, kolon asenden . Pembuluh darah ileokolika,
kolika kanan dan cabang kanan pembuluh darah kolika media diligasi dan

22
dipotong. Sepanjang 10 cm ileum terminal juga harus direseksi, yang selanjutnya
dibuat anastomosis antara ileum dan kolon transversum.

Gambar 5. Jenis- jenis Hemikolektomi


2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
- sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
- ada metastasis ke kelenjar limfe regional
- masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis
jauh.
Obat sitostatika diberikan bila :
a. Inoperabel
b. Operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus
tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut.
Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6
siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)

23
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel
hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama
pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium
lanjut obat sitostatika tidak memberikan hasil yang memuaskan.
10. Komplikasi Karsinoma Cecum
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau lengkap,
perforasi, perdarahan, dan penyebaran keorgan lain.

11. Prognosis Karsinoma Cecum


50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh
pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor
yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium
tumor, lokasi, dan kemampuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.
Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi rekurensi lokal.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B
Usia : 54 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Juluk (Ketol)
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri Perut Kanan Bawah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke RSUD datu beru oleh keluarganya dengan keluhan nyeri
perut bagian kanan bawah sejak ± 2 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan pasien
semakin bertambah ketika bergerak. keluhan juga disertai mual muntah ± 4 x dalam
sehari, mual muntah timbul setelah nyeri perut datang, dan perut terasa kembung.
Dan nafsu makan berkurang.
BAK dalam batas normal. BAB tidak ada ± 2 hari. Pasien juga mengeluhkan
demam sejak ± 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung (-) Hipertensi (+), Diabetes mellitus (+), Asthma (-)

25
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM dan hipertensi.

Riwayat Penggunaan Obat

Riwayat penggunaan obat (-)

Riwayat Alergi

Disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
Kondisi Umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 165/102 mmHg
Heart Rate : 78 x/i
Respiratory Rate : 22 x/i
Temperature : 37,5 °C
BB : 60 kg
TB : 168 cm
IMT : 21,27 kg/m2

B. Status Generalisata

Kulit : Warna kulit kuning langsat, sianosis (-) Ikterik (-)


Kepala : Normocephali (+) Warna rambut putih kehitam-hitaman (+) Alopesia
(+)
Mata : Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-), Conj.palpebra inf pucat (- /-
), pupil isokor (3mm/3mm)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

26
Hidung : Bentuk normal, Nafas cuping hidung (-), Deformitas (-), Septum
deviasi (-)
Mulut : simetris, gingivitis (-), stomatitis (-), sianosis (+) bibir kering (+)
Leher : bentuk normal, TVJ meningkat (-) R+2 cm H2O, pembesaran KGB
(-)

Thorax
Pemeriksaan Kanan Kiri
1. Inspeksi Bentuk Simetris Bentuk Simetris

2. Palpasi Stem fremitus kanan = stem Stem fremitus kanan = stem


fremitus kiri fremitus kiri
Pelebaran ics (-) Pelebaran ics (-)

3. Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

4. Auskultasi Suara dasar vesikuler, Ronki Suara dasar vesikuler, Ronki


(-/-) Wheezing (-) (-/-) Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V lateral LMCS.
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III
Batas jantung kanan: sulit dinilai
Batas jantung kiri: di 2 jari Lateral LMCS.
Auskultasi : BJ I >BJ II, Bising sistolik (-), gallop S3 (-).

27
Abdomen

Inspeksi : Cembung (+), ascites (-), kulit dalam batas normal


Palpasi : Nyeri tekan titik mc burney, distensil, nyeri PSOAS line
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), ascites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (normal)

Genetalia
Tidak di lakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang

A. Hasil Laboratorium (Tanggal 21/2/2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Hemoglobin 14,1 L: 13-16 gr/dl
Leukosit 15,3 5-10 x 103/ul
RBC 4,97 L : 4,5-5,5 x 106/ul
Trombosit 200 150-400 x 103/ul

28
Hematokrit 40,8 L: 40-48%
MCV 82,2 80-97 fL
MCH 28,4 26,5-33,5 pg
MCHC 34,6 31,5-35 g/dL
CT 8 6-14
BT 2 1-6
Differential
Neutrofil 12,1 50-70 %
Lymphosit 2,0 20-40 %
Monosit 0,884 2-8 %
Eosinofil 0,133 1-6 %
Basofil 0,135 0-1 %
Urine Rutin
Protein +1 -
Glukosa +3 -
Eritrosit 0-1 1-4/lpb
Leukosit 5-6 1-5/lpb
Silinder - -
Epitel +1 +1
Kristal - -
Billirubin - -

KGD

Waktu op = 548 mg/ dl

Post op = 525 mg/dl

Saran : - USG Abdomen, KGD, Appendicogram, Feses Rutin, Fungsi Ginjal.

29
3.5 Diagnosa

Appendicitis Acute

3.6 Penatalaksanaan
- Tirah Baring
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone vial 1 gram/12 jam
- Inj. Ketorolac amp 30 mg /8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
3.7 Laporan Operasi

Status fisik =3

Golongan darah =

Diagnosa = Appendicitis acute + tumor caecum

Tindakan = Laparotomi eksplorasi

Tanda vital pre-operative

Kesadaran : Compos Mentis Hr :74 x/mnt

TD : 144/75 mmHG Rr : 22 x/mnt

Pain Score : 6

- Pasien supine di meja operasi, IV lancar, Monitor terpasang


- Pre-med = metochlorpamide 10 mg, Ranitidine 50 mg, Kalnex 500 mg,
Cefotaxime 1gram, petidine 50 mg
- Posisi LLD
1. Identifikasi celah lumbal 3-4 atau Lumbal 4-5
2. Desinfeksi, infiltrasi anastesi local, lakukan fungsi sub-arachnoid
(bufivacaine 15mg) dengan spinocan no.25, sampai LCS mengalir,
injeksi anastesi local.

30
3. Kembali posisi supine
- Uji ketinggian block dengan cold test atau uji bromage
- Berikan oksigen 100% + sedasi (midazolam 7,5mg) monitoring hemodimak.
Apabila BP ˃20% injeksi vasokonstriktor (ephedrin) secara titrasi. Operasi
mulai.
- (karena ditemukan tumor caecum, maka dilakukan general anastesi + intubasi)
- Premed fentanyl 150 mg
- Induksi propofol 100 mg
- Preoksigenasi + muscle relaxan 40 mg + 20 mg + 10 mg, laringoskopi dan
intubasi orotracheal dengan ett nomor 4 sedalam ? cm, kembangkan balon,
periksa pengembangan paru, bila simetris fiksasi ETT.
- Ventilasi : PCV/
- Maintenance : Oksigen 100% + Isoflurance 2 vol %
- Operasi mulai, monitoring Hemodinamik, Apabila BP ˃20% injeksi
vasokonstriktor (ephedrin) secara titrasi.
- Operasi selesai berikan analgetik post-operative (ketorolac 30 mg)
- Pasien bernafas spontan dan adekuat, hentikan obat anastesi, suction sisa-sisa
lendir dan darah di jalan nafas, ekstubasi. Berikan oksigen selama 5 menit
dengan face-mask.
- Hemodinamik stabil pidah ke ruang recovery
- Score aldrette ˃ 8 pindah ke ruangan.

Input : RL 1300 cc, NaCl 0,9% 1000 cc, Gelofusal 500cc, Terastarch 500cc, WB 350cc

Total = 3.650 cc

Output : Perdarahan 1200 cc, Urine 200 cc

Total = 1.400 cc

Lama Operasi : 3 jam 0 menit

31
Lama Operasi : 3 jam 15 menit

Jenis Anastesi : General Anastesi + Intubasi

Rangkuman : Hemodinamik Stabil Selama Operasi.

Score Aldrette : 8

A- 2
B- 2
C- 1
D- 2
E- 1

Rawat Di ICU.

DAFTAR PUSTAKA

32
1. America Joint committee on Cancer Colon and Rectum Cancer staging 7th
Edition, 2007, USA
2. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American
Cancer Society Inc Atlanta
3. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2016. Atlanta, Ga:
American Cancer
4. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar. Available from URL :
www.sridianti.com/anatomi-dan-fisiologi-usus-besar.html
5. AR., Gennaro. Carcinoma of the caecum. Available from URL :
www.ncbi.nih.gov/pubmed/847603
6. Bruce et.al, 2007. The ASCRS Textbook of Colon and Rectal Surgery. Sfinger.
USA
7. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE,
2007. Schwartz’s Principle of Surgery. 9th ed. United Stated of America: The
MacGraw-Hill Companies.
8. Chang., J., George. M.D., etc. Practice Parameters for the Management of Colon
Cancer. 2012. P834
9. David et.al, 2001 ABC of Colorectal Cancer, BMJ Book, UK
10. Gian, 2005 Cecum Cancer- New Frontiers in Diagnosis Treatment and
Rehabilitatio. Sfinger, USA
11. Gray’s Anatomy, 2008. The Anatomical Basis of Clinical Practice, 14th ed
12. Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta
: EGC
13. Hee sang hwang et.al, 2014. Intestinal Diffuse Large B Cell Lymphoma An
Evaluation of Different Staging Systems. Journal of Korean Medical Science
;29(1);53-60
14. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G, Vassiliou
S, et al. Intussusception of The Bowel in Adults: a review. World Journal
Gastroenterology. 2009; 15(4):407-11.

33
15. National centre for health statistics, division of health interviewstatistics. 2014,
USA
16. National Comprehensive Cancer Network, 2014. NCCN Guidelines for Patient
Colon Cancer version1, Washington DC
17. Pillitteri, Adele. 2007. Maternal and Child Health Nursing: Care of the
Childbearing and Childrearing Family. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins
18. Prassana et.al, 2011. Primary Gastrointestinal Lymphoma, World Journal of
Gastroenterology 14;17(6);697-707
19. Robbins et.al, 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2, Jakarta, EGC
20. Scotish Intercollegiate Guidelines Network, 2015. Diagnosis and Management
of Colorectal Cancer
21. Sjamsuhidajat, R, De jong, Wim. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. EGC,
Juni
22. Townsend, M, Beauchamp, D, Mark, B. 2012. Sabiston Textbook of
Surgery,19th ed,
23. Wilkinson., J., BSN., RN. Cecum Cancer. A Type of Colon Cancer. Available
from URL : www.coloncancer.about.com/od/coloncancerbasics/a/cecum-
cancer.
24. Williams, S, Bulstrode, J, Ronan, O. Bailey and Love’s Short Practice of
Surgery, 25th ed. 2008

34

Anda mungkin juga menyukai