MASTITIS
I. PENDAHULUAN
1.1. Definisi
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka
pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah
(Prawirohadjo, 2005 : 701).
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah
melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001 : 324).
Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar
yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi 3, yaitu :
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal
juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran
karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara
ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
3. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC
memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak
tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
1.2. Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus
(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi
tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus
ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus
(periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme
yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan
Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis
tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:
1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
2. Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya
minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap
puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi
atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,
serpihan kulit, dan lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.
14. Ibu malnutrisi.
1.3. Etiologi
Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara ( misalnya : glandular,
jaringan ikat, areolar, lemak ) oleh organisme infeksius atau adanya cidera
payudara. Organisme yang umum termasuk S. aureus, streptococci, dan
H. parainfluenzae. Cidera payudara mungkin disebabkan memar karena
manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, statis air susu ibu dalam duktus,
atau pecahnya atau fisura puting susu.
Mastitis dapat disebabkan oleh :
a. Bakteri dapat bersal dari beberapa sumber, seperti tangan ibu, tangan orang
yang merawat ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus darah sirkulasi.
b. Infeksi jamur pada payudara juga dapat terjadi jika bayi mengalami sariawan,
atau jika ibu mengalami infeksi jamur vagina persisten. Penyebab utama
mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Organisme
yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
albus. Escherichia coli dan Streptococcus.
c. Statis ASI, Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan
efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang
buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
d. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu:
1) Umur
Wanita berumur 21 – 35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada
wanita dibawah usia 21 tahun atau diatas 35 tahun.
2) Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
3) Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat
teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
4) Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
5) Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Antioksi dan dari vitamin E, vitamin A dan selenium
dapat mengurangi resiko mastitis.
6) Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara.
7) Stres dan kelelahan
stress dan keletihan dapat menyebabkan kecerobohan dalam teknik
penanganan, terutama saat mencuci tangan, atau melewatkan waktu
menyusui, atau mengubah frekuensi menyusui yang dapat menyebabkan
pembesaran dan stasis.
8) Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang
panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
9) Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
1.4. Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala
a. Nyeri payudara dan tegang atau bengkak, terlihat membesar
b. Kemerahan dengan batas jelas
c. Biasanya hanya satu payudara
d. Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
e. Teraba keras dan benjol-benjol
f. Merasa lesu
g. Suhu badan meningkat, suhu lebih dari 38 0C
1.5. Kompikasi
a. Galaktokele
b. Kelainan puting susu
c. Kelainan dalan keluarnya air susu
d. Penghentian laktasi
1.6. Penatalaksanaan
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari
mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan tindakan ini
terjadinya abses sering kali dapat dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh
Stapilococus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan. Sebelum
pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Bila ada abses dan nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang
pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan
pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus itu.
a. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat frustasi, dan
membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam penanganan yang efektif
dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus
dinyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan,
bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya
dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :
- Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
- Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki,
tanpa pembatasan
- Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
c. Terapi antibiotic
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
- Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi
- Gejala berat sejak awal
- Terlihat puting pecah-pecah
- Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki
- Bantulah ibu agar tetap meneteki
- Bebat/sangga payudara
- Kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkan dan nyeri
- Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
- Antibiotik laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.
- Antibiotik Dosis
- Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
- Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
- Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
- Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
- Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam
d. Terapi simtomatik
- Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi
inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat.
Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat
meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu.
- Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan
yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.