Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES INTRA ABDOMEN

DI RUANG SEPSIS (14)

RS Saiful Anwar Malang

PERIODE TANGGAL 1 Desember – 7 Desember 2019

Oleh :

NAMA : NISA NABILA AZMI

NIM : 172303101073

PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

TELAH DISAHKAN PADA :

TANGGAL …………………………..

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

…………………………………… ………………………………………
NIP. ……………………………… NIM. ……………………………….

PEMBIMBING AKADEMIK

……………………………………..
NIP. ………………………………
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit
A. Defenisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses
infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing
(misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan
reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan
infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis
dengan gejala berupa kantong berisi nanah. Bakteri penyebab abses adalah
Staphylococus Aureus.
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati
yang dicairkan oleh enzim autolitik.
Abses juga dapat dikatakan sebagai rongga abnormal yang berada di
bagian tubuh, disebabkan pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat
proses radang yang kemudian membentuk nanah.dinding rongga abses
biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang
berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik
dan mencair.
Abses intra abdomen adalah sekumpulan pus yang terdapat di rongga
peritoneal yang disebabkan oleh peradangan. Abses abdomen itu sendiri dapat
terbentuk dibawah diagfragma, dipertengahan perut, di rongga panggul atau
dibelakang rongga perut. Abses juga bisa terbentuk didalam atau disekitar
organ perut, misalnya ginjal, limfe, pankreas atau hati, dan didalam kelenjar
prostat.

B. ETIOLOGI
Infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara yaitu:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
C. Tanda Gejala/Manifestasi Klini, Klasifikasi
1. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat
dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap
fungsi suatu organ saraf, biasanya berupa:
a. Nyeri
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengakakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antaralain ketiak, telinga, dan tungkai
bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih
karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum
menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering
abses akan menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah,
hangat pada permukaan abses dan lembut.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Abses antara lain :
1. Abses septic
Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil
dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya
bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan
terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs
tersebut dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang
menyerang bakteri dengan terlebih dahulu tanda dan kemudian
mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan menghancurkan mereka
ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem peredaran darah
sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini juga
mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan
bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang
mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang
diawali dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan
lainnya.
d. Ternyata merah.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas
kimia.
Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri
peradangan. Ketika proses berlangsung, jaringan mulai berubah menjadi
cair, dan bentuk-bentuk abses. Ini adalah sifat abses menyebar sebagai
pencernaan kimia cair lebih banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya,
penyebaran mengikuti jalur yang paling resistensi, umum, jaringan yang
paling mudah dicerna. Sebuah contoh yang baik adalah abses tepat di
bawah kulit. Paling mudah segera berlanjut di sepanjang bawah
permukaan daripada bepergian melalui lapisan terluar atau bawah melalui
struktur yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi
abses juga dapat bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala seperti
infeksi lainnya. Ini termasuk menggigil, demam, sakit, dan
ketidaknyamanan umum.
2. Abses steril
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang
sama bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti
obat-obatan. Jika menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap, itu
tetap tempat itu disuntikkan dan dapat menyebabkan iritasi yang cukup
untuk menghasilkan abses steril. Seperti abses steril karena tidak ada
infeksi yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berubah menjadi keras,
padat benjolan karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa
nanah.
Menurut Letaknya abses dibedakan menjadi:
1. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan
pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar
yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui
aliran darah.
2. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan
timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus
otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut harus
dibantu dengan operasi pembukaan abses.
3. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung
akar gigi atau geraham.Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-
periostal) atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah
kulit (sub-cutaneus).Nanah bisa keluar dari saluran pada permukaan gusi
atau kulit mulut (fistel).Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut
gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi
tersebut.
4. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan
terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat
mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar dari
beberapa tempat (multiple fitsel).
5. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses
menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan.Biasanya terjadi pada
penderita tuberkulosis tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat
perkijuan yang luas.
6. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica),
yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah,
melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini
dapat dikenali dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan
pemeriksaan histopatologis dari jaringan.
7. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian
tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat
proses radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses
biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup.Isi abses
yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang
nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen
misalnya: bisul.
8. Abses intra abdomen
Abses intra abdomen adalah sekumpulan pus yang terdapat di rongga
peritoneal yang disebabkan oleh peradangan. Abses abdomen itu sendiri
dapat terbentuk dibawah diagfragma, dipertengahan perut, di rongga
panggul atau dibelakang rongga perut. Abses juga bisa terbentuk didalam
atau disekitar organ perut, misalnya ginjal, limfe, pankreas atau hati, dan
didalam kelenjar prostat.
D. Penatalaksanaan
1. Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah, debridemen, dan kuretase untuk meringankan nyeri dan
mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan
isinya. Salah satu pembedahannya yaitu dengan laparatomi eksplorasi.
2. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya di indikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Apabila menimbulkan risiko tinggi,
misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda
atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
3. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
maka antibiotik sering digunakan.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lab
2. USG
3. CT scan atau MRI

F. Komplikasi
1. Ruptur atau penjalaran lansung
Rongga atau organ yang terkena abses tergantung pada letaknya. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intra peritoneum,
selanjutnya perikardium dan organ-organ lain.
2. Komplikasi vaskuler
Saluran empedu, atau traktus gastrointestinal

G. Patofisiologi
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Organisme atau
benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan
sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang
menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut
dan meningkatkan aliran darah setempat. Struktur akhir dari suatu abses adalah
dibentuknya dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses
sebagai upaya untuk mencegah nanah menginfeksi struktur lain di sekitarnya.
Meskipun demikian, seringkali proses enkapsulasi tersebut justru cenderung
menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi
atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat dalam nanah.Abses
harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di
dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses
mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui
proses terjadinya abses tersebut.

Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas.Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka
infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses.
II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Data umum
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Alasan masuk rumah sakit
2. Riwayat kesehatan
a. Riwaya kesehatan saat ini
b. Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat kesehatan keluarga
d. Riwayat psiko spiritual
3. Kebutuhan dasar
a. Makan dan minum
b. Pola tidur
c. Eliminasi BAK dan BAB
d. Aktifitas dan latihan
e. Personal hygiene
4. Pemeriksaan fisik (Heat To Toe)
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontunitas jaringan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op laparatomi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan post op laparatomi
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat
tindakan operasi
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman
Intervensi (NIC) :
a. Identifikasi karakteristik nyeri
b. Monitor ttv
c. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
d. Anjurkan tirah baring
e. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
f. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan atau infeksi serta penatalaksanaannya
c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukan perilaku hidup sehat
Intervensi (NIC) :
a. Identifikasi tanda dan gejala infeksi
b. Monitor ttv
c. Berikan penjelasan kepada keluarga dan klien tentang tanda dan
gejala infeksi
d. Ajarkan cara menghindari infeksi
e. Kolaborasi pemberian antibiotik

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan post op laparatomi


Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Mampu berpindah atau tanpa dengan bantuan alat atau orang
lain
Intervensi (NIC) :
a. Identifikasi tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas
b. Ajarkan latihan gerak aktif
c. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
d. Anjurkan mobilisasi sederhan
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
b. berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi (NIC) :
a. Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
b. Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu
dan hindari enema
c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat
jahitan/pengikat
d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh
peningkatan nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medik & Nanda Nic-Noc Jilid 1. Jogjakarta:Mediaction
Publishing.

SDKI PPNI, 2017. Edisi 1. Jakarta Selatan

SIKI PPNI, 2018. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan

Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai