Oleh :
Kelompok 1
Sugianto Nim 185070209111050
Erwin Wicaksono NIM 185070209111051
Nofana Eka Ernawati NIM 185070209111052
Moh Maksum NIM 185070209111053
Gita Arimurti NIM 185070209111054
Nora yusfiana NIM 185070209111055
Komang Ellia A A NIM 185070209111056
Mugi Prayitno NIM 185070209111057
Wahyu Dwi Rahayu Prihatin NIM 185070209111058
Indah Yuniarti NIM 185070209111059
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik
dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan
sebagai bahan evaluasi.
Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide gagasan yang menambah
kekayaan intelektual bangsa.
DAFTAR ISI
. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
..
1.4 Manfaat penulisan
..
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi selulitis
..
2.2 Epidemiologi selulitis
..
2.3 Faktor resiko selulitis
2.4 Etiologi selulitis
.
2.5 Patofisiologi selulitis
..
2.6 manifestasi klinis Dan pemeriksaan diagnostik
..
2.7 Komplikasi selulitis
..
2.8 Tatalaksana medis selulitis
.
2.9 Pengkajian anamnesa Dan pemeriksaan fisik
2.10 Analisa data
.
2.11 Diagnosa keperawatan........................................................
2.12 Rencana asuhan keperawatan..............................
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.
3.2 Saran
.
DAFTAR PUSTAKA
..
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau olehkeduanya disebut
pioderma. Penyebab utamanya ialahialah StaphylococcusStaphylococcusaureus
danStreptococcus B hemolyticus, sedangkansedangkan StaphylococcusStaphylococcus epidermidis
merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma
adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit.
Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis.
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dansubkutis. Faktor risiko
untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekankulit), luka terbuka di kulit atau gangguan
pembuluh vena maupun pembuluh getah bening.
Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3) Penyakitini biasanya didahului
trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah.
Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan
yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kallor) pada area
tersebut.
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studitahun 2006 melaporkan
insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi
terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan
kunjungan ke pusat kesehatan diAmerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada tahun 2005mencapai
14,2 juta kasus (5). Data rumah sakit di Inggris melaporkan kejadianselulitis sebanyak 69.576 kasus
pada tahun 2004-2005, selulitis di tungkaimenduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824
kasus (3). Data rumah sakit diAustralia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000
populasi padatahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun
1.2 Rumusan masalahDengan demikian Rumusan permasalahan pada makalah ini sebagai berikut :
Apa definisi dari selulitis?
Bagaimana epidemiologi selulitis?
Apakah Faktor resiko selulitis ?
Manfaat Praktis :
Makalah ini dapat menjadi sumber informasi bagi tenaga perawat untuk mengenal
lebih dalam lagi tentang tatalaksana selulitis sehingga peningkatan kualitas hidup klien
dengan selulitis dapat ditingkatkan dan meminimalkan terjadinya infeksi yang lebih luas serta
dapat melakukan pencegahan terhadap Faktor resiko yang dimiliki individu yang beresiko
terkena selulitis.komplikasi serius sehingga membutuhkan penanganan yang tepat. Kondisi infeksi
tersebut terkadang menyebabkan lamanya masa perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan
erisipelas dan selulitis yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi berupa: limfangitis, infeksi
erisipelas atau selulitis berulang, abses subkutan, 2 gangren, dan kematian.
BAB 2
PEMBAHASAN
Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan.
Tempat yang paling sering terkena adalah ekstremitas, tetapi juga dapat terjadi di kulit
kepala, kepala, dan leher (Cecily, Lynn Betz., 2009). Selulitis merupakan infeksi
bakteri pada jaringan subkutan yang pada orang-orang dengan imunitas normal,
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyrogenes (Graham & Robin., 2005).
Selulitis adalah infeksi lapisan dermis atau subkutis oleh bakteri. Selulitis biasanya
terjadi setelah luka, gigitan di kulit atau karbunkel atau furunkel yang tidak teratasi
(Corwin, Elizabeth J., 2009).
Perbedaan abses dan selulitis (Peterson dan Ellis, 2002; Topaziandan Goldberg,
2002)
Karakteristik Selulitis Abses
Durasi Akut Kronis
Sakit Berat dan merata Terlokalisis
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi
Lokasi Difus Berbatas jelas
Adanya pus Tidak ada Ada
Derajat keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat
Bakteri Aerob (streptococcus) Anaerob (stafilokokus)
Sifat Difus Terlokalisasi
.
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studitahun 2006 melaporkan
insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi
terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan
kunjungan ke pusat kesehatan diAmerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada tahun 2005mencapai
14,2 juta kasus (5). Data rumah sakit di Inggris melaporkan kejadianselulitis sebanyak 69.576 kasus
pada tahun 2004-2005, selulitis di tungkaimenduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824
kasus (3). Data rumah sakit diAustralia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000
populasi padatahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun
Hasil jornal oleh Ryski Meilia Novarina, Sawitri Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soetomo Surabaya Didapatkan kasus selulitis sebanyak 48 kasus (1,4%). Ditinjau dari jenis kelamin
dan jumlah pasien, Didapatkan selulitis lebih banyak diderita oleh laki-laki bila dibandingkan
perempuan dengan rasio 1,2:1 atau 36 laki-laki: 29 perempuan. Mayoritas pasien erisipelas atau
selulitis ditemukan pada kelompok usia 45-65 tahun sebanyak 23 orang (35,4%). Distribusi
penyebarannya cukup merata dengan kelompok usia termuda yang terkena adalah 1-4 tahun dan
ditemukan pada hampir semua kelompok usia.
a) Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang
pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti
selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka.
b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
c) Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem
immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah
pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan
masuk bagi bakteri penginfeksi.
d) Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
e) kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
f) Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri
penginfeksi masuk
g) Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h) Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
i) Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
j) Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah
timbulnya penyakit ini.
2.5 Patofisiologi
Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang terbuka. Dua bakteri yang paling
sering menyebabkan infeksi ini adalah streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi
adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Karena cenderung
menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak segera diobati, selulitis dapat menjadi
gawat. Pada orang tua, sellulitis yang mengenai extremitas bawah dapat menimbulkan komplikasi
sebagai tromboflebitis. Pada penderita dengan edema menahun, sellulitis dapat menyebar atau
menjalar dengan cepat sekali sedangkan penyembuhannya lambat. Daerah nekrotik yang mendapat
superinfeksi bakteri gram negative akan mempersulit penyembuhan.
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus
disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula.
Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren)
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema),
color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap,
tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi
yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden.
Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis (Mansjoer,2000).
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala
berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar
ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat
terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan
oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).
Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
Pemeriksaan diagnostic selulitis :
1.Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-
rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak
ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi),
dan tidak ada faktor resiko
(Rosfanty, 2009).
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata
klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus
(Rosfanty, 2009).
•Bakterimea nanah / lokal abses, superinfeksi oleh bakteri gram negatif, limpangitis,
tromboplebitis
•Osteomielitis
•Atritis septic
•Glomerulonefritis
•Fasitis necroticans
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Biodata
Berisikan nama,tempat tangal lahir,jenis kelamin,umur,alamat,suku bangsa, dan
penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering menyerang usia lanjut.
2.Keluhan utama
Pasien merasakan demam,malaise,nyeri sendi dan menggigil.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan badanya demam,malaise,disertai dengan nyeri sendi dan
menggigil dan terjadi pada area yang robek pada kulit biasanya terjadi pada
ekstrimitas bawah
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini apakah pasien
alkoholisme dan malnutrisi
5.Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang mengalami sekit yang sama sebelumnya,apakah keluarga
ada riwayat penyakit DM, dan malnutrisi
Kebiasaan sehari-hari
Biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang higine atau kebersihanya jelek
6. Pemeriksaan fisik
a.Keadaan umum: Cukup baik
b.Kesadaran : composmetis, lemah, pucat
c.TTV : biasanya meningkat karena adanya proses infeksi
d. Kepala : rambut bersih tidak ada luka
e. Mata : Konjungtiva anemis,skela tidak ikterik
f.Hidung : tidak ada polip,hidung bersih
g.Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h.Dada :
•I : datar,simetris umumnya tidak ada kelainan
•Pa : ictus cordis tidak tampak
•Pe : sonor tidak ada kelainan
•A : tidak ada whezing ronchi
i. Abdomen :
•I : supel datar tidak ada distensi abdomen
•Pa : tidak ada nyeri tekan
•Pe : tidak ada kelainan atau tympani
•A : bising usus normal atau tidak ada kelainan
j. Ekstremitas bawah : Adakah luka pada ekstremitas serta oedem
k.Ekstremitas atas : Adakah luka pada ekstremitas serta oedem
l. Genetalia : tidak ada kelainan
m. Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang
terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan
bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada
kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau
lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
a. Nyeri
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam
nyeri klien berkurang atau terkontrol
Kriteria Hasil :
Klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
Klien dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi
nyeri, Pergerakan klien bertambah luas.
Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.
S: 36-37,5 °C, N: 60 – 100 x /menit T : 130/80 mmHg RR : 18-20 x/menit
Intervensi
NIC : Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
c. Risiko Infeksi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam
klien tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Intervensi
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Berikan perawatan kulit pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
BAB 3
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Selulitis adalah peradangan kulit bilamana tidak di Tatalaksana dengan baik dapat berakhir dengan
komplikasi serius sehingga membutuhkan penanganan yang tepat. Kondisi infeksi tersebut
terkadang menyebabkan lamanya masa perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan erisipelas dan
selulitis yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi berupa: limfangitis, infeksi erisipelas atau
selulitis berulang, abses subkutan, 2 gangren, dan kematian.
3.2 Saran.
Dalam makalah ini masih banyak yang belum Penulis bahas tentang Penyakit Kanker.
Oleh karna itu, diharapkan kepada Penulis lain yang ingin mengangkat tema yang sama, yaitu
tentang Penyakit Kanker, agar lebih baik dan lebih detail lagi dalam membuat makalah
tentang Penyakit, karena masih ada bahkan masih banyak pembahasan tentang makalah saya
ini yang penulis belum sampaikan dalam Makalah ini.
Daftar pustaka
Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Medica. Aesculpalus, FKUI,
Jakarta.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708
Betz, Cecily lynn; Sowden, Linda A. 2009. buku saku keperawatan pediatric. Ed 5. Jakarta:
EGC.
Price, Sylvia. 2000. Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit. Jakarta: EGC