Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN HERNIA

Oleh:

KELOMPOK III/KELAS PAJ DI.C

1. Luh Made Sri Yulian Wulan Dewi C2121110


2. Sang Ayu Wini Anarky C2121111
3. Ni Kadek Andri Yuniati C2121112
4. Ni Putu Sri Udayani C2121113
5. Ni Ketut Ari Riantini C2121114
6. Anatasia Melani C2121115
7. Ni Putu Dian Purnami Artha C2121116
8. Ni Made Juita Kama Perastika Yanthi C2121117

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA USADA BALI
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN HERNIA HIATUS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Hernia Hiatus


Hiatal hernia adalah suatu kondisi dimana sfingter kardia menjadi terbuka luas
sehingga memberi kesempatan bagian lambung masuk kedalam rongga toraks.
Terdapat dua tipe utama hiatal hernia, yaitu sliding hiatal hernia dan rolling hiatal
hernia (paraesofagial hernia). Pada sliding hernia, bagian atas lambung dan
persimpangan gastroesofageal (gastroesofageal junction) masuk kedalam rongga
toraks. Sliding hernia terjadi pada sekitar 99% dari total kasus hiatal
hernia(Khan,2008). Pada rolling hernia, persimpangan gastroesofageal masih tetap
berada pada posisi dibawah diafragma, tetapi sebagian lambung lain masuk
kedalam rongga torak melalui defek.

2. Epidemiologi Hernia Hiatus


Secara epidemiologi, kejadian herni hiatus meningkat sesuai dengan usia.
Hernia hiatus lebih sering pada orang tua dibandingkan orang muda yaitu sebanyak
30% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun dan 70% pada pasien yang berusia
lebih dari 70 tahun. Hernia hiatus lebih sering dialami oleh wanita oleh karena
adanya kehamilan yang menyebabkan peningkatan tekanan intrabdomen.

3. Etiologi Hernia Hiatus


a. Peningkatan tekanan intraabdomen.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa pasien
mengalami hiatal hernia setelah mengalami injuri abdomen (Qureshi,2009) .
Tekanan abdomen dengan intensitas tinggi seperti pada batuk atau muntah berat,
kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat
meningkatkan dorongan dan berisiko terjadi hiatal hernia.
b. Kelemahan kongenital.
Defek kongenital pada sfinter kardia memberikan predisposisi melemahnya bagian
ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen, maka kondisi hiatal hernia
menjadi meningakat (Black,1997).
c. Peningkatan usia
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut meningkatkan risiko
terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang
terbuka tidak kembali keposisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga
membuka jalan masukknya bagian lambung ke rongga toraks.

4. Patofisiologi dan Pathway


Esofagus harus melewati hiatus diafragma untuk mencapai lambung. Hiatus
diafragma ini mempunyai lebar sekita 2cm dan berisikan jaringan
muskulotendinus pada bagian kiri dan kanan pada krura diafragma. Ukuran
hiatus bisa membesar disebabkan peningkata intraabdomen seperti batuk.LES
merupakan otot polos dengan ukuran sekitar 2,5-4,5 cm yang secara normal
selalu berada di intraabdomen atau dibawah hiatus diafragma. Pada kondisi ini
peritoneum viseral dan ligamen frenoesofageal menutupi esofagus. Ligamen
frenoesofagus merupakan jaringan penghubung dari krura diafragma untuk
memelihara LES didalam rongga abdomen. Kondisi peningkatan tekanan
intraabdomen secara mendadak akan memberikan aksi pada LES yang berada
dibawah diafragma untuk meningkatkan tekanan sfingter dengan tujuan untuk
mencegah refluks dari isi lambung ke esofagus.Aksi dari gastroesofageal
junction sebagai barier untuk mencegah refluks gastroesofageal dengan
mekanisme kombinasi barier antirefluks yang terdiri atas krura diafragmatik,
tekanan LES, dan segmen intraabdominal, serta stimulus his. Adannya kondisi
hiatal hernia akan mengakibatkan barier antirefluks tidak terjadi, penurunan
tekanan LES, dan juga menurunkan pembersihan asam oleh esofagus sehingga
mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan
lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung
dengan berbagai manifestasi klinik yang akan terjadi.
Pathway

Predisposisi peningkatan tekanan Predisposisi kelemahan kongenital Predisposisi peningkatan usia


intraabdomen

Aksi peningkatan tekanan LES Defek kelemahan pada hiatus Kelemahan otot dan kehilangan
diafragma elastsitas hiatus diafragma

Sfingter kardia menjadi terbuka


luas sehingga memberi
kesempatan bagian lambung
masuk kedalam rongga toraks
Kesulitan menelan, disfagia
Intervensi bedah
Regurgitasi Refluks
gastroesofageal Mual, Hiatal hernia fundoflikasi
muntah dan anoreksisia

Barier antirefluks tidak terjadi,


Intake nutrisi tidak adekuat Pascaoperatif
penurunan tekanan LES dan penurunan
pembersihan asam oleh esofagus

Risiko ketidakseimbangan Prosedur bedah


nutrisi kurang dari
Mukosa esofagus menjadi lebih sering Luka pascabedah
kebutuhan
kontak dengan cairan lambung

Respons peradangan Esofagitis Preoperatif


saraf loka

Respons psikologis
Nyeri retrosternal
Port de entree Risiko injuri
Heartburn
Kecemasan
pemenuhan informasi Risiko infeksi
Nyeri
5. Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan dapat dari yang ringan hingga yang berat. Karena pada
dasarnya hernia merupakan isi rongga perut yang keluar melalui suatu celah di
dinding perut, keluhan berat yang timbul disebabkan karena terjepitnya isi perut
tersebut pada celah yang dilaluinya (yang dikenal sebagai strangulasi). Jika masih
ringan, penonjolan yang ada dapat hilang timbul.benjolan yang ada tidak dirasakan
nyeri atau hanya sedikit nyeri dan timbul jika mengedan, batuk, atau mengangkat
beban berat. Biasanya tonjolan dapat hilang jika kita beristirahat. Jika pada
benjolan yang ada dirasakan nyeri hebat, maka perlu dipikirkan adanya penjepitan
isi perut. Biasanya jenis hernia inguinialis yang lateralis yang lebih memberikan
keluhan nyeri hebat dibandingkan jenis hernia inguinalis yang medialis. Terkadang,
benjolan yang ada masih dapat dimasukkan kembali kedalam rongga perut dengan
tangan kita sendiri, yang berarti menandakan bahwa penjepitan yang terjadi belum
terlalu parah. Namun, jika penjepitan yang terjadi sudah parah, benjolan tidak dapta
dimasukkan kembali, dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat. Nyeri dapat
diseratai mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi kematian jaringan
isi perut yang terjepit tadi.

6. Gejala klinis

Penderita sliding hernia hiatal mencapai lebih dari 40% orang, tetapi kebanyakan
tanpa gejala. Gejala yang terjadi biasanya ringan. Hernia hiatal paraesofageal
umumnya tidak menyebabkan gejala. Tetapi bagian yang menonjol ini bisa
terperangkap atau terjepit di diafragma dan mengalami kekurangan darah. Bila
keadaannya serius dan timbul nyeri, disebut penjeratan (strangulasi), yang
membutuhkan pembedahan darurat. Kadang terjadi perdarahan mikroskopis atau
perdarahan berat dari lapisan hernia, yang bias terjadi pada kedua jenis hernia hiatal
tersebut.

keterangan gambar

a. gambaran normal gastroesofageal junction, esofagus dan lambung

b. gambaran slidding hernia dimana lambung memasuki rongga dada melalui


celah

c. gambaran hernia paraesofageal dimana bagian lambung mendorong diafragma


7. Komplikasi

a, Komplikasi akibat Hernia Hiatus


Komplikasi utama hernia hiatus adalah gastroesophageal reflux disease(GERD),
serta risiko strangulasi pada hernia hiatus yang tidak dioperasi. Selain itu, terdapat
juga risiko komplikasi terkait GERD, misalnya esofagitis, Barret esofagus, hingga
kanker esofagus.
Tanda dari strangulasi adalah muntah dan nyeri dada atau perut bagian atas secara
mendadak. Kecurigaan akan strangulasi perlu mendapatkan terapi pembedahan
segera, seperti pada volvulus dan perforasi gaster. Selain memperbaiki defek hiatus,
perlu untuk repair area perforasi maupun volvulus.
Barret esofagus merupakan kondisi yang berisiko progresif menjadi kanker
esofagus. Barret esofagus terjadi pada 0,9-10% populasi. Ditandai dengan gejala
GERD yang kronis dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi dan dilanjutkan biopsi. 
b. Komplikasi Operasi
Dari 7,3% pasien yang dilakukan repair hernia hiatus, terdapat beberapa
komplikasi. Komplikasi tersering dari 7,3% pasien yang menjalani operasi  hernia
hiatus adalah hernia hiatus yang rekuren/berulang (50%) dan disfagia (28.6%). Bila
terjadi, maka diperlukan tindakan operasi redo untuk memperbaikinya.

8. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik

a. Foto polos thoraks. Untuk menilai adanya masa jaringan lunak pada area
retrokardia atau untuk menilai adanya pola gas lambung pada area retrokardia
dan posisi mediastinum.
b. Radiografi dengan barium. Walaupun pemeriksaan foto thoraks dapat melihat
hiatal hernia yang besar, tetapi sering sulit untuk menegakkan diagnostik.
Pemeriksaan dengan barium akan meningkatkan keakuratan pemeriksaan,
khususnya untuk membedakan sliding hiatal hernia dengan rolling hiatal hernia.
c. Pemeriksaan endoskopi. Untuk menilai adanya retrograde lambung dan untuk
menilai kerusakan mukosa esofagus akibat dari kontak asam lambung yang lama

9. Penatalaksanan
Penatalaksanaan medis untuk hiatal hernia adalah secara terapi farmakologis dan
terapi bedah (Qureshi,2009)

a. Terapi farmakologis, bertujuan untuk menurunkan keluhan refluks dengan


memberikan penetral asam atau penghambat produksi asam.
b. Terapi bedah dilakukan apabila keluhan nyeri retrosternal menjadi lebih berat.
Beberapa terapi bedah tersebut adalah sebagai berikut:
1.1 Nissen fundoplication. Fundoplikasi yang dapat dilakukan secara trans
abdominal maupun trans torakal dimana tindakannya adalah melakukan
fundoplikasi secara keliling 360 derajat antara distal esofagus dan
fundus gaster. Prognosis keberhasilannya 96% (Kahrilas,2006)
1.2 Belsey (mark IV) fundoplication: secara trans torakal sampai terlihat
esofagus intraabdominal, kemudian diperkuat dengan cara melakukan
aplikasi gaster secara keliling sebanyak 270 derajat sampai distal
esofagus ( Qureshi,2009).
A. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
Identitas Klien
Pada pasien hernia adalah riwayat pekerjaan biasanya mengangkat benda berat,
nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk
dan bersin Discharge Planing pasien adalah hindari mengejan, mengangkat
benda berat, menjaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, biasanya
penderita hernia yang sering terkena adalah laki-laki pada hernia inguinalis dan
pada heria femoralis yang sering terkena adalah perempuan untuk usia antara
45-75 tahun (Baradero, 2005).

b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus hernia adalah terasa nyeri. Nyeri
tersebut adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan akibat
tindakan pembedahan (insisi pembedahan). Dalam mengkaji adanya nyeri, maka
digunakan teknik PQRST.

P= Provoking : Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi


timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian
tubuh yang menjalani prosedur pembedahan dan biasanya
nyeri akan bertambah apabila bersin, mengejan, batuk
kronik dll.

Q= Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk,
diremas.
R= Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

S= Scale of pain : Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya
dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.

T=Time : Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan


dalam kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. (Arief,
Muttaqin, 2008).

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari hernia, yang
nantinya membantu dalam rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa di tentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena, merasa ada benjolan
di skrotum bagian kanan atau kiri dan kadang-kadang mengecil/menghilang.
Bila menangis, batuk, mengangkat beban berat akan timbul benjolan lagi, timbul
rasa nyeri pada benjolan dan timbul rasa kemeng disertai mual-muntah. Akibat
komplikasi terdapat shock, demam, asidosis metabolik, abses, fistel, peritonitis.
Pada pasien post operasi hernia juga akan merasakan nyeri dimana nyeri tersebut
adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan akibat tindakan
pembedahan (insisi pembedahan).

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor
predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda berat, riwayat
penyakit menular atau penyakit keturunan, serta riwayat operasi sebelumnya
pada daerah abdomen atau operasi hernia yang pernah dialami klien
sebelumnya.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang
sama sepert klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular
dalam keluarga.
f. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan
kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi
ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku
meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup bersih dan
sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan yang sehat
dan memenuhi persyaratan (Notoatmodjo, 2003). Kerja otot yang terlalu kuat,
mengangkat beban yang berat, batuk kronik, mengejan sewaktu miksi dan
defekasi, peregangan otot abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen
(TIA). Seperti obesitas dan kehamilan, kelemahan abdomen bisa disebabkan
kerena cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat
mempengaruhi kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding
abdomen semakin melemah). Peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya
mengangkat beban berat, batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak badan
yang berlebih, (Nuari, 2015).

g. Status Nutrisi dan Cairan.


Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan
minum klien dalam sehari. Kaji apakah klien mengalami anoreksia, mual atau
muntah dan haus terus menerus. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang,
ataupun adanya terapi intravena, penggunaan selang NGT, timbang juga berat
badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal
klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan
serta tingkat kesadaran composmentis. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali
akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi
appendiks.
b. Sistem Pernafasan (Breathing)
Bentuk hidung simetris keadaan bersih tidak ada sekret, pergerakan dada
simetris, Irama nafas regular tetapi ketika nyeri timbul ada kemungkinan terjadi
nafas yang pendek dan cepat. Tidak ada nyeri tekan pada dada, tidak ada retraksi
otot bantu nafas, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sama, pada hernia
inkarcerata dan strangulata di jumpai adanya peningkatan RR (> 24 x /mnt) pada
perkusi terdapat bunyi paru resonan, suara nafas vesikuler tidak ada suara
tambahan seperti ronkhi dan whezzing.

c. Sistem Kardiovaskuler (Blood)


Konjungtiva normal tidak terdapat sianosis, tidak ada peningkatan JVP, tidak
ada clubbing finger, CRT < 3 detik, tidak terdapat sianosis, peningkatan
frekuensi dan irama denyut nadi karena nyeri, terdapat bunyi jantung
pekak/redup, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, bunyi jantung normal
S1 S2 tunggal lup dup.

d. Sistem Persyarafan (Brain)


Umumnya pada pasien hernia tidak mengalami gangguan pada persyarafannya,
namun gangguan bisa terjadi dengan adanya nyeri pada post operasi sehingga
perlu dikaji nilai GCS.

e. Sistem Perkemihan (Bladder)


Pada Post Operasi kaji apakah terdapat benjolan pada abdomen bagian bawah /
kandung kemih. Pada hernia inkarcerata dan strangulata di jumpai penurunan
produksi urine. Ada tidaknya nyeri tekan pada kandung kemih.

Kaji PQRST.
P= Provoking : Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi
timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian
tubuh yang menjalani prosedur pembedahan dan biasanya
nyeri akan bertambah apabila berdin mengejan batuk
kronik dll.
Q= Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk,
diremas.

R= Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S= Scale of pain : Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya
dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.

T=Time : Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan


dalam kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. (Arief,
Muttaqin, 2008).

f. Sistem Pencernaan (Bowel)


Dikaji mulai dari mulut sampai anus, tidak ada asites, pada pasien post-op
biasanya sudah tidak ada benjolan pada abdomen, pada pasien post-op biasanya
ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen. Terdapat suara tympani pada
abdomen, Peristaltik usus 5-21x/menit.

g. Sistem Muskuluskeletal (Bone)


Biasanya post operasi herniotomy secara umum tidak memiliki gangguan, tetapi
perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, dengan nilai kekuatan
otot (0-5), adanya kekuatan pergerakan atau keterbatasan gerak. Terdapat lesi/
luka. Kaji keadaan luka apakah terdapat push atau tidak, ada tidaknya infeksi,
keadaan luka bersih atau lembab.
h. Sistem Penginderaan
Pada post herniotomy pada sistem ini tidak mengalami gangguan baik
pengindraan, perasa, peraba, pendengaran dan penciuman semua dalam keadaan
normal.

i. Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar
parotis.
3. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


1 DS : Mual Distensi asam
lambung
Pasien mengatakan mual dan
muntah, mulu terasa pahit
DO :
- Pasien mengatakan saat ini nafsu
makannya menurun, merasa
lemas, dan muntah jika makan.
- Sebelum sakit pasien makan 3x
sehari 1 porsi nasi dan lauk pauk,
minum 7-9 gelas per hari, saat
sakit pasien hanya menghabiskan
1/3 porsi diit RS, dengan minum
6-7 gelas per hari

2 DS: - Resiko infeksi Kondisi terkait:


Penurunan
DO:
hemoglobin dan
- Peningkatan WBC peningkatan
leukosit
- Penurunan HCT
HCT normal : Wanita : 38-46%
Laki-laki : 49-54 %

Penurunan HGB :
HGB normal : Wanita : 12 g/dL
Laki-laki : 13 g/dL

3 DS : Ketidakefektif Sekresi yang


- Pasien mengatakan batuk dan an bersihan tertahan
nyeri pada saat batuk jalan napas
- Pasien mengatakan susah
untuk bernafas dan susah
mengeluarkan dahak
DO :
- RR normal : 12-20 x/menit
- SPO2: 95-100 %
- Terdapat secret berupa ludah
di kerongkongan
- Suara napas ronchi
- Napas dangkal

4. Diagnosa Keperawatan
a. Mual berhubungan dengan distensi asam lambung ditandai dengan pasien
mengatakan mual dan muntah, rasa asam di dalam mulut, pasien mengatakan
saat ini nafsu makannya menurun, merasa lemas, dan muntah jika makan.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin dan peningkatan
leukosit
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan, pasien mengatakan sesak dan nyeri dada

5. Intervensi Keperawatan
N Diangnosa Tujuan Kreteria
Intervensi Rasional
o Keperawatan Hasil
1 Mual berhubungan Setelah NIC label: NIC label:
dengan distensi
dilakukan Manajemen Nutrisi Manajemen
asam lambung
ditandai dengan asuhan 1. Atur diet yang Nutrisi
pasien mengatakan
keperawatan diperlukan 1. Manajemen diet
mual dan muntah,
mulu terasa pahit, selama 3x24 2. Anjurkan pasien yang tepat
pasien mengatakan
jam diharapkan terkait dengan 2. Manajemen diet
saat ini nafsu
makannya mual pasien kebutuhan diet yang tepat
menurun, merasa
berkurang untuk kondisi sakit 3. Monitor
lemas, dan muntah.
dengan kriteria 3. Monitor terjadinya
hasil: kecenderungan perubahan yang
NOC label: terjadinya signifikan
Status Nutrisi penurunan atau
1. Asupan gizi kenaikan berat NIC label:
dipertahank badan Manajemen Berat
an pada NIC label: Badan
skala Manajemen Berat
2(banyak Badan 1. Berat badan
menyimpan 1. Diskusikan dengan pasien dapat
g) pasien mengenai ideal
ditingkatkan hubungan antara 2. Pasien
ke skala 4 asupan makanan, memahami
(sedikit peningkatan berat dampak dari
menyimpan badan, atau kelebihan berat
g) penuruna berat badannya
2. Rasio berat badan 3. Tidak terjadi
badan per 2. Diskusikan dengan komplikasi yang
tinggi badan pasien mengenai fatal akibat
dipertahank kondisi medis kelebihan berat
an pada apasaja yang badan
skala 2 berpengaruh Mengetahui ideal
berat badan pasien
(banyak terhadap berat
menyimpan badan
g) ke skala 4 3. Diskusikan resiko
(sedikit yang mungkin
menyimpan muncul jika
g) terdapat
kekurangan berat
NOC label: badan atau berat
Perilaku patuh badan kurang
: Diet yang Hitung berat badan
pasien
disarankan
1. Mengikuti
rekomendasi
dipertahank
an dari skala
2 ( jarang
menunjukan
)
ditingkatkan
ke skala 5
( konsisten
menunjukka
n)
2. Memilih
makanan
dan cairan
dipertahank
an pada
skala 2
(jarang
menunjukka
n)
ditingkatkan
ke skala 5
(konsisten
menunjukka
n)

2 Resiko infeksi Setelah NIC label : NIC label :


diberikan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
berhubungan
asuhan
dengan penurunan keperawatan 1. I 2. Mencegah alergi
selama 3x24
hemoglobin dan dentifikasi riwayat terhadap
jam
peningkatan diharapkan kesehatan dan pengobatan
infeksi dapat
leukosit riwayat alergi 3. Mencegah infeksi
dikontrol dan
tidak terjadi 2. P silang
dengan kriteria
ertahankan teknik 4. Mencegah
hasil :
NOC label: aseptic perawatan kesalahan
Tingkat pasien pemberian obat
infeksi 3. I 5. Menjaga
1. Kadar sel dentifikasi keamanan pasien
darah putih kontraindikasi dan tenaga medis
dipertahank pemberian 6. Pemberian obat
an pada antibiotik yang continue
skala 2 4. D 7. Keluarga
(banyak okumentasikan mengetahui
menyimpan pemberian tentang
g) ke skala antibiotik pengobatan
4 (sedikit 5. J pasien
menyimpan adwalkan
NIC label :
g) pemberian
Manajemen
2. Demam antibiotik pada Imunisasi/Vaksin
dipertahank interval waktu yang
1. mencegah
an pada tepat
terjadinya alergi
skala 2 6. J
kembali
(banyak elaskan tujuan,
2. Mencegah
menyimpan manfaat, resiko
kesalahan
g) ke skala yang terjadi, jadwal
pemberian obat
4 (sedikit dan efek samping
3. Sebagai
menyimpan
keamanan pasien
NIC label :
g)
Manajemen dan petugas
3. Nyeri Imunisasi/Vaksin
kesehatan
dipertahank
1. Identifikasi riwayat 4. Melanjutkan
an pada
kesehatan dan pengobatan yang
skala 2
riwayat alergi continue
(banyak
2. Identifikasi 5. Keluarga
menyimpan
kontraindikasi mengetahui
g) ke skala
pemberian tentang
4 (sedikit
imunisasi pengobatan
menyimpan
3. Dokumentasikan pasien
g)
informasi vaksinasi
Kemerahan 4. Jadwalkan
dipertahankan imunisasi pada
pada skala 2 interval waktu yang
(banyak tepat
menyimpang) 5. Jelaskan tujuan,
ke skala 4 manfaat, resiko
(sedikit yang terjadi, jadwal
menyimpang) dan efek samping

3 Ketidakefektifan Setelah NIC label: NIC label:


bersihan jalan dilakukan Manajemen Jalan Manajemen Jalan
napas berhubungan asuhan Nafas Nafas
dengan sekresi keperawatan 1. Posisikan pasien 1. Membuka jalan
yang tertahan selama 3x24 untuk nafas
ditandai dengan, jam, memaksimalkan 2. Mengetahui ada
pasien mengatakan diharapkan ventilasi atau tidaknya
sesak dan nyeri bersihan jalan 2. Auskultasi suara suara nafas
dada nafas efektif nafas tambahan
dengan kriteria 3. Posisikan untuk 3. Melancarkan
hasil: meringankan sesak jalan nafas pasien
NOC label: nafas 4. Mengetahui
Status 4. Monitor status status pernafasan
Pernafasan pernafasan dan dan kebutuhan
1. Irama oksigenasi oksigen pasien
pernafasan
dipertahanka NIC label: Monitor NIC label:
n pada skala Tanda Tanda Vital Monitor Tanda
2 ( deviasi Tanda Vital
cukup berat 1. Kontrol suara paru 1. Mengetahui
dari kisaran paru kelainan pada
normal ) 2. Monitor pola paru paru
ditingkatkan pernafasan 2. Mengetahui
ke skala 4 abnormal adanya
( deviasi 3. Monitor sianosis komplikasi
ringan dari dan perifer 3. Untuk
kisaran mengetahui
normal) status oksigenasi
2. Kedalaman
inspirasi
sipertahanka
n pada skala
2 ( deviasi
cukup berat
dari kisaran
normal)
ditingkatkan
ke skala 4
( deviasi
ringan dari
kisaran
normal)
3. Batuk
dipertahanka
n pada skala
2 ( berat)
ditingkatkan
ke skala 4
(ringan)

NOC label:
Status
Pernafasan:
Ventilasi
1. Frekuensi
pernafasan
dipertahanka
n pada skala
2 (berat)
ditingkatkan
ke skala 4
(ringan)
2. Suara nafas
tambahan
dipertahanka
n pada skala
2 (berat)
ditingkatkan
ke skala 4
(ringan)
3. Retraksi
dinding dada
dipertahanka
n pada skala
2 (berat)
ditingkatkan
ke skala 4
(ringan)

NOC label:
Tanda-
Tanda Vital
1. Suhu tubuh
dipertahanka
n pada skala
2 ( berat)
ditingkatkan
ke skala 4
(ringan)
2. Tekanan nadi
dipertahanka
n pada skala
2 (berat)
ditingkatkan
ke skala 4
(ringan)

B. Impemantasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan yang


merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi adalah
melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya

C. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Muttaqin, (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Asmadi, (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Baradero, M, et al. (2005). Prinsip dan Praktek Keperawatan Perioperatif. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Griffith H. Winter, (1997). Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
(Fakultas Kedokteran Indonesia).
Nurarif, Amin Huda, Kusuma Hardi, 2015, NANDA NIC NOC, Jakarta : Mediaaction
Jogja.

Notoatmodjo,S.,(2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta Rineka Cipta.

Nuari Afrian Nian, 2015. Buku Ajar Asuhan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: TIM.

Romi, (2006). http://www.kompas.com/kesehatan/news. Diakses tanggal 29 Mei 2021


pukul 22.12 WITA.

Sjamsuhidajat, R. 2011. Buku Ajar ilmu Bedah. ECG. Jakarta. Indonesia

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta. Retrieved


from http://www.inna-ppni.or.id. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. oleh NPL
Primandari - 2019.

Sue, Hinchliff, (1999). Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC

Suratun, Lusianah, (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Tambayong, J., (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Seputra,sonny 2016, Hiatal Hernia, Jakarta : alomedika.

Anda mungkin juga menyukai