Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Terapi Kognitif” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
Komunitas. Selain itu,makalah ini disusun untuk memperluas ilmu tentang
“Terapi Kognitif”
Kami mengakui masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini
karena pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki masih kurang. Oleh karena
itu, kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan tentang Terapi Kognitif.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
3.1 Kesimpulan..............................................................................................10
3.2 Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
terdiagnosa. Persentase gangguan kesehatan jiwa itu akan terus bertambah
seiring dengan meningkatnya beban hidup masyarakat Indonesia.
Menurut (Martin, 2010) bahwa penerapan terapi psikososial dengan
perilaku kognitif dapat merubah pola pikir yang negatif menjadi positif
sehingga perilaku yang maladaptif yang timbul akibat pola pikir yang salah
juga akan berubah menjadi perilaku yang adaptif, sehingga pada akhirnya
diharapkan individu dengan masalah isolasi sosial memiliki peningkatan
kemampuan untuk melakukan interaksi sosial dan bereaksi secara adaptif
dalam menghadapi masalah atau situasi yang sulit dalam setiap fase
hidupnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
3
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan
informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan
akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan
informasi baru.
Terapi kognitif berfokus pada masalah, orientasi, pada tujuan, kondisi
dan waktu saat itu. Terapi ini memandang individu sebagai pembuat
keputusan. Terapi kognitif telah menunjukkan keaktifan penanganan dalam
masalah klinik misalnya, cemas, skizofrenia, substance abuse, gangguan
kepribadian, gangguan mood. Dalam prakteknya, terapi ini dapat
diaplikasikan dalam pendidikan, tempat kerja dan setting lainnya.
4
2.3 Halusinasi Auditorik
Wells dan Matthews menyebutkan halusinasi auditorik adalah
fenomena“sisipan ke dalam kesadaran” (intrusions into awareness), dimana
seseorang yang mengalami halusinasi auditorik memiliki suatu gambaran
mental yang diyakininya sebagai stmulus dari luar. Sisipan ini oleh Hoffman
disebut sebagai “parasitic memories” karena dirasa mengganggu. Menurut
Morrison, sebenarnya mendengar suara-suara adalah fenomena psikologis yang
wajar dan bisa dialami siapapun, dengan atau tanpa fenomena traumatis. Honig
et al menemukan bahwa halusinasi auditorik sering diawali dengan peristiwa
lain yang mengingatkan seseorang pada pengalaman traumatis di masa lalunya.
5
2.4 Terapi Kognitif Perilaku untuk Halusinasi Auditorik
A. Pendekatan Kognitif
6
Tabel 2. Socratic Questioning untuk Cognitive Restructuring (Dirangkum
dari Hagen & Nordahl, 2008; Smith et al, 2003; Padesky, 1993; Beck, 2011)
Simple Socratic Questioning:
- Formal hypothesis testing: “Jika [premis-1], apakah [premis-2] akan terjadi?”
- Discovery-oriented method: “Apa yang akan terjadi jika [premis-1]?”
In-Depth Socratic Questioning:
1. The “Evidence” Questions (tujuan: mencari bukti yang mendukung dan
melemahkan)
- Saat ini, apa yang Anda pikirkan jika mengingat kejadian tersebut? Apa yang
membuat Anda yakin hal tersebut benar? Adakah penjelasan sebaliknya?
- Apa yang membuat Anda berpikir bahwa Anda gagal? Apakah ada kejadian
tertentu yang mendahului, ataukah sepanjang waktu Anda merasa gagal seperti
ini?
2. The “Alternative Explanation” Questions (tujuan: mencari penjelasan alternatif
tentang fokus masalah)
- Seberapa sering Anda mengalami kesedihan seperti sekarang ini? Adakah saat-
saat Anda tidak teringat tentang kejadian tersebut?
- Adakah saat-saat Anda meski teringat kejadian tersebut, namun tidak merasa
sedih seperti sekarang ini? Kapankah itu?
- (Pada beberapa kasus, langkah ini bisa dilakukan terapis dengan menjelaskan
proses kesedihan dari segi biokimiawi otak, atau fakta ilmiah lainnya).
3. The “Decatastrophizing” Questions (tujuan: melihat kondisi terbaik dan
terburuk dari fokus masalah)
- Hal apa yang Anda bayangkan yang akan terjadi ketika Anda belum bisa lepas
dari kesedihan Anda? Apa yang ingin Anda lakukan ketika merasa sedih?
- Hal apa yang Anda bayangkan yang akan terjadi ketika Anda lepas dari
kesedihan Anda? Bagaimana pekerjaan Anda? Bagaimana teman-teman dan
keluarga Anda?
4. The “Impact of The Automatic Thought” Questions (tujuan: menilai akibat jika
mengikuti atau tidak mengikuti pola berpikirnya)
- Apa akibatnya jika Anda meyakini bahwa hal tersebut membuat Anda sedih?
- Apa manfaatnya jika Anda meyakini sebaliknya?
5. The “Distancing” Questions (tujuan: memberikan “jarak psikologis” dengan
fokus masalah)
- Ketika Anda mampu melakukan hal yang berbeda untuk mengatasi kesedihan
ini, bagaimana kira-kira tanggapan orang lain?
7
- Ketika mungkin ada teman atau keluarga yang mengalami hal yang sama seperti
Anda, apa yang Anda katakan untuk mereka?
6. The “Problem Solving” Questions (tujuan: mengubah hal yang abstrak ke
rencana konkrit)
- Apa yang Anda rencanakan selanjutnya untuk situasi ini?
B. Pendekatan Perilaku
Ini adalah resiko yang sering terjadi dalam proses reality testing. Terapis
hendaknya waspada ketika pasien mulai mengalami kebingungan. Dalam hal ini,
‘pendapat’ adalah domain kognitif, sehingga pasien perlu mendapatkan penjelasan
baru tentang halusinasinya. Jika tidak segera mendapatkan penjelasan baru
tentang apa yang sebenarnya dialami, pasien kemungkinan besar akan kembali
8
kepada safety behavior-nya. Hagen dan Nordahl memandu pasiennya agar tidak
terlalu lama mengalami kebingungan, dengan cara memverbalkan apa yang
mungkin dipikirkan pasien. Terapis dapat memandu pasien dengan beberapa
pertanyaan berikut:
1) “Apa sebabnya hingga saat ini saya tidak diganggu atau dibunuh? Apakah
suara-suara tersebut bohong?” atau,
9
jembatan antar-sesi (bridging session). Pada bridging session ini dilakukan dengan
me-review target yang sudah dicapai dan tugas rumah apa yang sudah dikerjakan
pasien saat akan menuju sesi berikutnya. Saat menerima umpan balik, terapis
melakukan reinforcement, bahwa pasien telah berhasil mempelajari sesuatu pada
pertemuan sebelumnya. Melalui reinfrocement diharapkan dapat mendorong
pasien agar aktif mempraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. (Smith et al, 2003;
Cully & Teten, 2008; Beck, 2011).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori kognitif pada hakikatnya adalah teori yang menjelaskan hal-
hal yang berkaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami
berbagai pengalamannya. Teori ini meyakini bahwa belajar adalah hasil
11
dari usaha dari individu dalam memaknai pengalaman-pengalamannya
yang berada disekitarnya. Oleh sebab itu, belajar adalah proses yang
melibatkan individu secara aktif. Karena melibatkan seluruh kemampuan
mental secara optimal. Hal ini tercermin dari cara berfikir yang digunakan
individu dalam menghadapi sebuah situasi, dan hal itulah yang
memperngaruhi cara belajar.
Dalam teori kognitif proses belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah
melibatkan proses berfikir yang sangan kompleks. Ilmu pengetahuan di
bangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-
pisah tapi melalui proses yang mengalir berkesinambungan dan
menyeluruh.
Terapi kognitif-perilaku pada makalah ini berfokus melatih coping
skill yang adaptif untuk membentuk belief yang baru terhadap halusinasi
auditoriknya. Pendekatan terapi ini dapat dilakukan intervensi kognitif
dengan Socratic Questioning, sementara pendekatan perilaku dapat
digunakan reality testing. Terapis dapat menggunakan intervensi kognitif
untuk membentuk perilaku baru, atau menggunakan eksperimen perilaku
untuk membentuk self statement baru.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
selaku penyusun mohon diberi saran dan kritik yang membangun guna
terciptanya makalah yang lebih baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A., dkk. (2005). Modul Basic Course Community Mental Health
Nursing. Kerjasama FIK UI dan WHO.
13