Disusun Oleh :
1. Guci Niken Mustikasari, S.Kep 40221025
2. Hanan Agustin, S.Kep 40221026
3. Maulidiyatul Aisyah Dini P, S.Kep 40221031
4. Nadya Dwi Siswanti, S. Kep 40221032
5. Reda Ayu Saraswati, S.Kep 40221038
6. Rokhimahtul Fayyadhah, S.Kep 40221039
7. Timing Dwi Noer Setyo, S.Kep 40221044
PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN
V. KEGIATAN PENYULUHAN
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Metode
1. Pembukaan 1. Mengucapkan 1. Menjawab
salam salam
2. Memperkenalkan 2. Memerhati
diri kan
3. Menyampaikan penjelasan
tentang tujuan
pokok materi
4. Menyampaikan
pokok
pembahasan
5. Kontrak waktu
VI. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
VIII. EVALUASI
a. Standart persiapan
1. Menyiapkan materi penyuluhan
2. Menyiapakan Leaflet
b. Standart proses
1. Membaca materi tentang Down Syndrome
2. Memberi penyuluhsn tentang Down Syndrome
c. Evaluasi Hasil
Diharapkan Peserta mampu :
1. Mengetahui tentang pengertian Down Syndome
2. Mengetahui tentang tanda dan gejala Down Syndome
3. Mengetahui tentang penyebab Down Syndome
4. Mengetahui tentang Klasifikasi Down Syndome
5. Mengetahui tentang komplikasi Down Syndome
MATERI PENYULUHAN
A. PENGERTIAN
Down Syndrome Istilah Down syndrome pertama kali diperkenalkan oleh
Dokter berkewarganegaraan dari Inggris, yaitu Dr. John Langdon Down pada
tahun 1866. Down Syndrome atau Sindrom Down merupakan kelainan
genetik disebabkan olehkelebihan kromosom 21 yang memiliki tiga
kromosom (trisomi 21). Kelebihan kromosom pada penderita Down
Syndrome mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan
perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan
dalam fungsi fisiologi tubuh. Down Syndrome terjadi sekitar 1 dari 700
kelahiran bayi dan lebih sering terjadi pada ibu hamil berusia di atas 35 tahun
(Pienaar, 2012; Abdullah, 2016).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Mangungsong (2014:131-134), bahwa anak down
syndrome memiliki IQ yang berkisar antara mild dan moderate mental
retardation.
1. Mild Mental Retardation/ringan
mereka juga tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok
dalam segi pendidikan mereka termasuk yang bisa di didik di sekolah
umum, meskipun hasilnya sedikit rendah dibanding anak-anak normal
pada umumnya, rentang perhatian pendek sehingga sulit
berkonsentrasi dalam jangka waktu lama
2. Moderate Mental Retardation/menengah
pada tingkatan ini dapat dilatih untuk beberapa keterampilan
tertentu, seperti membaca dan menulis sederhana. Mereka memiliki
kekurangan dalam kemampuan mengingat, bahasa, konseptual,
perseptual, dan kreativitas, sehingga perlu diberikan tugas yang lebih
ringan, memiliki koordinasi fisik yang buruk dan mengalami masalah
situasi sosial.
3. Severe Mental Retardation/berat
pada tingkatan ini mereka membutuhkan perlindungan dan
pengawasan yang lebih teliti, pelayanan, dan pemeliharaan yang terus
menerus karena mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri tanpa
bantuan dari orang lain.
4. Profound Mental Retardation/parah.
Pada tingkat ini mereka memiliki problem yang serius, baik itu
menyangkut fisik, intelegensi, serta program pendidikan yang tepat
bagi mereka. Pada umumnya mereka memperlihatkan kerusakan pada
otak serta kelainan fisik yang nyata, seperti hydrocephal, mongoloism,
dan sebagainya. Mereka dapat makan dan berjalan sendiri, namun
kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah, begitupun
dalam berinteraksi sangat terbatas. Mereka juga sangat kurang dalam
penyesuaian diri, tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain,
sehingga membutuhkan bantuan pelayanan medis yang baik dan
intensif.
C. ETIOLOGI (PENYEBAB)
Down Syndrome Secara umum etiologi Down Syndrome merupakan kelainan
kromosom yang disebabkan oleh genetik, umur ibu dan ayah, radiasi, infeksi, dan
autoimun. Berdasarkan patogenesis dari Down Syndrome disebabkan oleh
kelainan genetik yang terjadi pada lebih dari 350 gen ekstra kromosom 21 yang
menyebabkan gambaran karakteristik fenotipe khas Down syndrome (Kliegman et
al, 2017).Terdapat tiga tipe kelainan kromosom sebagai penyebab Down
Syndrome:
1. Tipe trisomi 21 reguler atau biasa disebut non-Disjuction yang merupakan
kasus terbesar padakelainan Down Syndrome (95%). Penderita Down Syndrome
memiliki 3 salinan kromosom 21, dimana yang normal seharusnya 2 salinan,
sehingga menghasilkan 47 pasang kromosom. Ada juga yang berpendapat pada
seluruh sel tubuh terjadi akibat kegagalan pemisahan kromosom saat oosis
bermeiosis.
2. Tipe translokasi (3-4%), yang terjadi bila sebagian atau seluruh kromosom
ekstra 21 menempel (translokasi) pada kromosom lain (13,14,15,22). Penderita
Down Syndrome mempunyai pasangan kromosom yang normal yaitu 46 pasang
kromosom.
3. Tipe mosaik (1-2%). Penderita Down Syndrome tidak terjadi pemisahan pada
tahap divisi sel, sehingga beberapa sel mempunyai pasangan kromosom yang
normal yaitu 46 pasangan kromosom dan beberapa sel lain mempunyai 47
pasangan kromosom (dengan jumlah kromosom 21 yang berlebih). Manifestasi
klinis pada penderita Down Syndrome ini tidak begitu parah dibanding dua tipe
lainnya (Bell et al, 2012).
D. MANIFESTASI KLINIS
Penderita sindrom Down akan mengalami beberapa masalah kesehatan.
Masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh penderita sindrom Down adalah
sebagai berikut:
1. Kelainan otak
Anak dengan sindrom Down akan mengalami retardasi mental
ringan hingga sedang dengan rentang intelligence quotient (IQ) 50-90.
Setelah umur 6 bulan, ukuran otak pada anak sindrom Down pada
umumnya lebih kecil dari pada ukuran normal. Selain itu juga terdapat
keterlambatan myelinisasi (25%), penyempitan girus temporosuperior
(35%), penurunan korteks sel granul saraf (20-50%) dan penyusutan
ukuran batang otak dan serebelum pada sebagian besar kasus.
2. Kelainan jantung
Sekitar 40%-60% penderita sindrom Down akan mengalami
penyakit jantung bawaan dengan bentuk tersering berupa
atrioventricular septal defect (AVSD). Bentuk lain kelainan yang
terjadi adalah atrial septal defect (ASD), ventricular 11 septal defect
(VSD), dan tetralogy of Fallot (ToF). Kelainan jantung cenderung
semakin berkembang seiring berjalannya usia. Usia remaja atau
dewasa muda merupakan saat kelainan katup jantung mulai terjadi.
3. Kelainan mata
Pada 60-70% penderita sindrom Down akan mengalami kelainan
refraksi, termasuk hipermetropia yang memerlukan koreksi untuk
mencegah cacat sekunder. Kelainan mata lain juga dapat terjadi seperti
katarak kongenital, strabismus, nistagmus, keratokonus, blefaritis,
glaukoma, dan sumbatan duktus nasolakrimalis.
4. Kelainan ortopedi
Penderita sindrom Down akan lebih rentan mengalami kelainan
ortopedi berupa skoliosis, subluksasi/dislokasi panggul, pes planus,
dan metatarsus varus. Selain itu ketidak seimbangan pada sendi juga
dapat terjadi termasuk ketidak seimbangan patella dan craniovertebral.
Hal ini dapat terjadi dikarenakan hipotonia, kelemahan ligamen, dan
displasia skeletal.
5. Kelainan gastrointestinal
Kelainan gastointestinal terjadi pada 10% penderita sindrom
Down. Kelainan yang terjadi dapat berupa malformasi kongenital
saluran pencernaan, termasuk atresia esofagus, duodenum, jejunum,
dan anus, serta pankreas annular. Penyakit celiac dan Hirschprung juga
umum terjadi pada penderita sindrom Down.
6. Kelainan imunologis
Anak dengan sindrom Down akan mengalami kelainan fungsi
imunologis sehingga lebih rentan mengalami infeksi virus dan bakteri
terutama infeksi saluran pernapasan.
7. Kelainan hematologi
Kelainan hematologi umum terjadi pada neonatus penderita
sindrom Down. Walaupun kelainan darah yang banyak terjadi
umumnya jinak, tetapi 1-2% kelainan tersebut dapat berkembang
menjadi leukemia. Transient myeloperative disorder (TMD) terjadi
pada sekitar 5% neonatus. Kelainan ini bersifat tidak simtomatis dan
mengalami regresi spontan pada usia 3 bulan, tetapi risiko terjadinya
leukemia akan meningkat.
8. Kelainan tiroid
Kelainan tiroid berupa hipotiroidisme umum terjadi pada 15-30%
penderita sindrom Down. Tanda dan gejala kelainan tiroid tidak
terlihat dengan jelas karena tersamarkan dan menjadi bagian dari
fenotipe sindrom Down. Hipertiroidisme walaupun lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan hipotiroid, tetapi frekuensi kejadiannya
meningkat pada penderita sindrom Down dibandingkan populasi
normal yaitu 0,12-1,6% atau 28 kali lebih besar dari populasi normal.
9. Kelainan pendengaran
Sebanyak 50-75% anak dengan sindrom Down akan mengalami
gangguan pendengaran, baik tipe conductive hearing loss (CHL)
maupun sensorineural hering loss (SNHL). Kelainan pendengaran tipe
CHL pada umumnya disebabkan oleh karena otitis media efusi (OME).
Penelitian yang dilakukan Barr menunjukkan 13 prevalensi OME pada
tahun pertama adalah 93% sedangkan pada tahun kelima sebesar 68%
pada anak sindrom Down.25 Kelainan SNHL memiliki onset lebih
lama, mengenai frekuensi tinggi, dan prevalensinya meningkat dengan
usia.
E. KARAKTERISTIK
Menurut Selikowitz dalam Romadheny (2016:70-71) karakteristik
yang muncul pada anak down syndrome bervariasi, mulai dari yang tidak
nampak sama sekali, tampak minimal, hingga muncul tanda yang khas.
Ciri-ciri down syndrome yang tampak khas yaitu ciri fisiknya yang dapat
diamati antara lain:
1. Kepala dan Wajah.
penampilan fisik dari kepala yang relatif lebih kecil dari normal
(microchepaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar dengan
paras wajah yang mirip seperti orang mongol, hidung, sela hidung datar
dan pangkal hidung pesek, telinga, lebih rendah dan leher agak pendek dan
lebar, mata, jarak antara dua mata jauh dengan 100 mata sipit dengan
sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthol folds) sebesar 80%.
mulut, ukuran mulutnya kecil, tetapi ukuran lidah besar dan menyebabkan
lidah selalu menjulur (macroglossia) dengan pertumbuhan gigi yang
lambat dan tidak teratur dan down syndrome mengalami gangguan
mengunyah, menelan dan bicara, Rambut anak down syndrome biasanya
lemas dan lurus.
2. Kulit
anak down syndrome memiliki kulit lembut, kering dan tipis.
Sementara itu, lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatologlyhics).
3. Tangan dan kaki
memiliki tangan yang pendek, jarak antara ruas-ruas jarinya
pendek, mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking
membengkok ke dalam, tapak tangan biasanya hanya terdapat satu garisan
urat dinamakan “simian crease”, kaki agak pendek dan jarak antara ibu jari
kaki dan jari kaki keduanya agak jauh terpisah.
4. Otot dan tulang
otot down syndrome lemah sehingga mereka menjadi agak lemah
untuk menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah
yang berkaitan seperti masalah kelainan organ terutama jantung dan usus.
Tulangtulang kecil dibagian leher tidak stabil sehingga menyebabkan
berlakunya penyakit lumpuh (atlantaoxial instability). Selain ciri-ciri fisik
yang nampak, anak down syndrome juga memiliki tanda-tanda yang tidak
nampak atau penyakit penyerta lainnya.
Dalam Potads (2019:26-31), penyakit jantung kongenital sering
ditemukan pada down syndrome dengan prevelensi 40-50%, juga
gangguan pendengaran dan penglihatan. Dalam Rahmatunnisa (2017:231-
232), 70-80% anak dengan down syndrome memiliki gangguan
pendengaran karena memiliki rongga hidung kecil, yang membuat lebih
sulit bagi mereka untuk melawan flu dan infeksi, serta sering mengalami
gangguan penglihatan atau katarak. Beberapa kasus, terutama yang disertai
kelainan kongenital yang berat lainnya, akan terjadi gangguan
pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus justru
terjadinya obesitas pada masa remaja atau setengah dewasa.
Dalam Rohmadheny (2016:68-69) Penyandang down syndrome
mempunyai risiko tinggi mendapat Leukimia (Leukimia Limfoblastik akut
dan Leukemia Myeloid), penyandang down syndrome mempunya risiko
12 kali lebih tinggi dibandingkan orang normal untuk mendapat infeksi
karena mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah,
diperikirakan sekitar 18-38% anak down syndrome risiko mendapat
gangguan psikis. Masalah perkembangan belajar anak down syndrome
secara keseluruhan mengalami keterbelakangan perkembangan dan
kelemahan akal, karena anak down syndrome memiliki IQ rata-rata 35-50.
Pada tahap awal perkembangannya, mereka mengalami masalah dalam
semua aspek perkembangan, yaitu lambat untuk berjalan, mengalami
gangguan mengunyah, menelan dan berbicara, anak down syndrome juga
memiliki keterlambatan purbertas. Pada saat berusia 30 tahun, mereka
kemungkinan dapat mengalami demensia (hilang ingatan, penurunan
kecerdasan dan perubahan kepribadian).
G. KOMPLIKASI
Penderita Down Syndrome berpotensi mengalami komplikasi,
bahkan seirin bertambahnya usia, risiko ini dapat menjadi semakin tinggi
pula. Komplikasi yang dapat terjadi, meliputi :
1. Cacat Jantung
Sekitar setengah dari anak-anak yang menderita Down Sindrome
dilahirkan dengan berbagai jenis kelainan jantung bawaan. Masalah –
masalah jantung ini dapat mengancam jiwa dan mungkin memerlukan
pembedahan pada masa awal setelah dilahirkan
2. Kelainan saluran pencenaan
Sebagian anak dengan down sindrome ditemukan memiliki
kelainan pada saluran pencernaa mereka. Kondisi ini juga bisa disebut
sebagai gastrointestional (GI). Kelainan bisa terjadi pada usus,
kerongkongan, trakea atau juga anus. Akibat kelainan tersebut risiko
muncunya penyakit lain bisa lebih tinggi. Mulai dari penyumbatan saluran
pencernaan, heartburn (gastroesophageal reflux), dan peyakit celiac
(autoimun).
3. Kegemukan
Para penderita down syndrome memiliki kecenderungan lebih
besar untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan populasi umum.
4. Masalah pada tulang belakang
Beberapa penderita down syndrome memiliki ketidakstabilan pada
dua tulang teratas dibagian leher. Kondisi ini juga disebut sebagai
atlantoaxial instability. Kondisi tersebut membuat mereka lebih beresiko
terkena cidera serius pada sumsum tulang belakang.
5. Leukimia
Anak – anak dengan penyakit down syndrome memiliki risiko
lebih tinggi terkena leukimia atau kanker darah
6. Demensia
Penderita down syndrome memiliki risiko besar terkena demensia.
Rata – rata gejalanya akan ditunjukkan saat pendrita 50 tahun. Disamping
itu, penderita down sydrome juga berisiko terkena alzheimer. Down
syndrome juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada ogan lain.
Seperti masalah endokrin, masalah gigi, kejan, infeksi telinga, dan
gangguan pendengaran dan penglihatan
7. Gangguan pada sistem kekebalan tubuh
Para penderita down syndrome memiliki gangguan kekebalan
tubuh sejak awal. Sehingga mereka lebih berisiko terkena penyakit lain
seperti auto imun, beragam jenis kanker, penyakit menular, seperti
pneumonia.
8. Sleep apnea atau gangguan tidur
Sleep apnea adalah kondisi serius terkait pernapasan yang sering
terhenti saat tidur. Pada penderita down syndrome, risiko mereka
mengalami sleep apnea lebih tinggi karena adanya perubahan kerangka
serta jaringan lunak dalam tubuh.
2. 2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7. 8.
8. 9.
9. 10.
10. 11.
12.
11.
13.
12.
14.
13.
15.
14. 16.
15. 17.
16. 18.
17. 19.
20.
18.
19.
20.