Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENYULUHAN DEMENSIA

Oleh:

Novel Muhammad Bazri 2015730102

Indri Larassandi Fratiwi 2015730060

Zahara Amalia 2015730136

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 09 DESEMBER 2019 – 12 JANUARI 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmat dan hidayah-Nya Proposal Demensia ini dapat terselesaikan dengan baik.
Proposal ini disusun sebagai salah satu tugas kepanitraan klinik stase Ilmu
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta di
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.

Dalam penulisan proposal ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh dokter pembimbing.

Dalam penulisan proposal ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang
bersifat membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan proposal ini.

Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin proposal ini


telah selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal
Alamin.

Jakarta, Desember 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3

SATUAN ACARA PENYULUHAN.....................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG ............................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ...................................................................................................... 7
B. Pembagian Demensia ................................................................................ 7
C. Epidemiologi ............................................................................................. 8
D. Demensia Alzaimer ................................................................................... 9
E. Demensia Vascular .................................................................................. 20
F. Diagnosis Banding .................................................................................. 23
G. Farmakoterapi Demensia ........................................................................ 26
H. Terapi Psikososial ................................................................................... 29
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA… ...................................................................................... 31

3
SATUAN ACARA PENYULUHAN
I. IDENTITAS
Topik : Demensia
Sub Topik : Identifikasi Demensia
Hari/Tanggal : Desember 2019
Waktu : 09.00 s/d selesai
Sasaran : Pasien dan Keluarga pasien rawat jalan
Tempat : RS Jiwa Islam Klender

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah dilakukan penyuluhan mengenai demensia, pasien dan keluarga
pasien dapat memahami bagaimana mengidentifikasi adanya gangguan
demensia.

III. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta
dapat :

1. Memahami apa itu Demensia.


2. Memahami tentang dampak Demensia.
3. Mengidentifikasi adanya Demensia.
4. Mengetahui bagaimana cara mengatasi Demensia.

IV. MATERI (TERLAMPIR)


V. MEDIA
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Leaflet

4
VI. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

VII. KEGIATAN PENYULUHAN

NO Kegiatan Penyuluhan Audience Waktu


 Mengucap salam  Menjawab salam
1. Pembukaan 5 menit
 Memperkenalkan diri  Memperhatikan
2. Isi  Penyampaian isi materi  Memperhatikan 15 menit
 Menyimpulkan materi  Memperhatikan
 Memberi kesempatan  Aktif bertanya
3. Penutup peserta untuk bertanya  Menjawab salam 10 menit
 Menutup dan mengucap
salam

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan
pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)
ataupun tidak menganggu (non-disruptive) demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati
secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan
penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku
dan emosi terjejas bila mengalami demensia.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
1. Definisi demensia
Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala
gangguan daya kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat
kesadaran, namun bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat
berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari
semua golongan usia.1
2. Definisi demensia menurut WHO
Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena
adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan
gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar,
bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak
terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan
kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.2

B. Pembagian demensia
Demensia dapat dibagi dalam demensia yang reversible dan yang tak
reversible. Pada demensia yang reversible, daya kognitif global dan fungsi luhur
lainnya terganggu oleh karena metabolisme neuron-neuron kedua belah
hemisferium tertekan atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Apabila sebab ini
dapat dihilangkan, maka metabolisme kortikal akan berjalan sempurna kembali.
Dengan demikian fungsi luhur dalam keseluruhannya akan pulih kembali.
Apabila sebab ini sudah menimbulkan kerusakan infrastruktur neuron-neuron
kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih kembali dan demensia menetap.1
Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah
hemisferum, yang mencakup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan
semua daerah asosiatif menimbulkan demensia. Sebab-sebab yang disebut di
atas sebagai penyebab “subacute amnestic-confusional syndrome” merupakan

7
penyebab juga bagi demensia reversible dan tak reversible. Karena daerah
motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat terlibat secara difus, maka
hemiparesis atau monoparesis dan diplegia juga dapat melengkapkan sindrom
demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal
tidak nyata, tanda-tanda lesi organik masih dapat ditimbulkan. Pada umumnya
tanda-tanda tersebut mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau
prefrontal. Tanda tersebut diungkapkan dengan jalan membangkitkan refleks
yang merupakan petanda keadaan regresi ( kemunduran kualitas fungsi ).1

Dementia reversible (dapat dirawat).3

 Demensia akibat penyalahgunaan bahan kimia (marijuana/


methamphetamines, cocain heroin/alcohol).
 Tumor yang dapat dioperasi.
 Subdural hematoma.
 Normal-pressure hydrocephalus.
 Kelainan metabolic, seperti kekurangan vitamin B12.
 Hypothyroidisn.
 Hypoglycemia.

Dementia irreversible.3

 Alzheimer’s disease
 Multi-infark dementia (stroke)
 Dementia akibat penyakit Parkinson
 AIDS dementia complex
 Creutzfeldt-jakob disease

C. Epidemiologi
Demensia dianggap penyakit yang timbul pada akhir hidup karena cenderung
berkembang terutama pada orang tua. Sekitar 5% sampai 8% dari semua orang
di atas usia 65 tahun memiliki beberapa bentuk demensia, dan jumlah ini

8
meningkat dua kali lipat setiap lima tahun di atas usia itu. Diperkirakan bahwa
sebanyak setengah daripada orang berusia 80-an menderita demensia.4

D. Demensia Alzheimer
Saat ini, penyakit Alzheimer merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi
pada populasi lansia dan menduduki peringkat ke 4 sebagai penyebab kamatian.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati
sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya. Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.2
1. Etiologi
Faktor-faktor risiko penyakit Alzheimer antara lain :2
a. Usia : Kebanyakan penderita berusia 65 tahun ke atas.
b. Faktor genetic : Mutasi gen protein precursor amiloid, gen presenilin 1
dan 2, serta apolipoprotein E ε4.
c. Faktor lingkungan seperti riwayat cedera kepala berat
d. Penyakit metabolic : obesitas, hiperlipedemi, dan diabetes mellitus.
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis penyakit Alzheimer terdiri atas manifestasi gangguan
kognitif dan gangguan psikiatrik serta perilaku. Gangguan kognitif awal
yang terjadi adalah gangguan memori jangka pendek. Gangguan ini akan
diikuti dengan kesulitan berbahasa, disorientasi visuospasial dan waktu,
serta inatensi. Penderita mengalami ketergantungan dalam melakukan
aktivitas sehari-harinya seiring perjalanan penyakit, akan muncul gangguan
psikiatrik dan perilaku seperti depresi, kecemasan, halusinasi, waham, dan
perilaku agitasi.2

9
Gambaran klinis Alzheimer berdasarkan stadiumnya :
a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi
memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang
dialami.
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebut stadium demensia.
Gejalanya :
 Disorientasi
 Gangguan bahasa (afasia)
 Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan
penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya
15-20 %.”
c. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala
klinisnya antara lain :
 Penderita menjadi vegetative
 Tidak bergerak dan membisu
 Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri
 Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
 Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
 Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma

10
3. Proses yang mempengaruhi otak
Alzheimer mempengaruhi otak dalam banyak cara, tetapi dapat dibagi
menjadi perubahan struktural dan perubahan kimia. Kedua proses ini
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi seperti dulu.5
Secara struktural, otak memiliki banyak komponen:
 Lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital
 sistem limbik
 hippocampus
Komponen ini adalah apa yang kita sebut sebagai daerah-daerah yang
terbagi di dalam otak, karena tanggung jawab yang unik masing-masing
daerah untuk berbagai tugas sehari-hari, penting untuk berfungsi normal.
Selain itu, sisi kanan otak dan sisi kiri otak mengontrol berbagai
fungsi, termasuk bahasa dan gerakan. Dalam daerah otak yang berbeda,
fungsi otak berlangsung pada tingkat cellular.
Secara kimiawi, charges listrik kecil atau "sinyal," bergerak melalui
sel-sel individual dan bagian dari otak, menyalurankan pikiran dan
memori. Seseorang dengan penyakit Alzheimer mengalami gangguan
dalam proses ini, yang kemudian menyebabkan gangguan dalam aktivitas.5

a. Perubahan Struktural
- Bagian otak yang mengecil
Ketika seseorang memiliki demensia, bagian dari otak mereka
mengalami kerusakan dari waktu ke waktu. Sebagai akibat dari penyakit
Alzheimer, sel-sel yang berada di otak mati, dan jaringan otak hilang.
Hal ini mengakibatkan pengurangan dalam ukuran otak secara
keseluruhan.5
Otak terdiri dari tiga bagian: Cerebrum, cerebellum, dan brain
stem (batang otak), yang menerima oksigen dan darah melalui jaringan
pembuluh darah. Korteks adalah bagian dari lapisan luar cerebellum
yang terlibat dengan memori, interpretasi penglihatan dan suara,
dan persepsi. Sebagai proses normal dari perkembangan Alzheimer,

11
terjadi penyusutan korteks, yang mengganggu kegiatan korteks.
Hippocampus yang bertanggung jawab untuk penerimaan memori
baru sering mengalami kerusakan yang paling parah. Pada tingkat
yang lebih lanjut, korteks mengalami kerusak yang lebih parah sehingga
tidak dapat mengenali orang yang dia sayang dan mengalami kesukaran
berkomunikasi.5
- Plaques dan tangles
Protein cluster, yang dikenal sebagai "plaques," mengumpul diantara
sel-sel saraf. Strand protein yang terpelintir, yang dikenal sebagai
"tangles," berkumpul di antara sel-sel saraf mati (Alzheimer Association
2011). Plaques dan tangles mulai terbentuk di bagian otak dimana
memori, proses belajar, dan proses berpikir terjadi, dan terus
mempengaruhi bagian lain dari otak, merusak sel-sel otak dan saraf
5
(Alzheimer Society 2008). Pada tingkat yang ringan dan sedang.
Plaques dan Tangles menyebar ke daerah otak yang bertanggung jawab
untuk komunikasi (bicara), dan persepsi spasial. Pada waktu ini, masalah
yang berkaitan dengan proses memori dan berpikir biasanya akan
menjadi jelas. Setelah perubahan ini, kepribadian dan perilaku juga dapat
menjadi terpengaruh (Alzheimer Association 2011). 5
- Inflammation
Peradangan adalah respon normal terhadap trauma, namun tingkat
peradangan di otak akibat Alzheimer adalah excessive dan kontra-
produktif, menyebabkan lebih banyak kematian sel. Peradangan
tersebut menyebabkan kematian sel-sel saraf, dan juga dapat
meningkatkan tangles. (Alzheimer Society 2008). 5
- Nerve cells shrink
Sel saraf mulai menyusut di bagian otak yang bertanggung jawab untuk
memori dan proses berpikir, dan terus menyusut di daerah sisa otak
(Alzheimer Society 2008).5

12
b. Perubahan Kimia
Perubahan kimia meliputi :
 Kerusakan neuron yang membawa sinyal ke otak.
 Sinyal yang dihantar diantara sinaps oleh neurotransmitter
terganggu.
 Hubungan antara sel-sel saraf otak menjadi terganggu.
Perubahan kimia mempengaruhi otak dalam banyak cara. Miliaran sel
saraf membawa sinyal pada triliunan titik di seluruh otak, ketika proses
ini terganggu, demikian juga tugas-tugas dasar otak, seperti berpikir,
merasa, dan membentuk dan mengingat kenangan.5
Perubahan kimia dan struktural berdampak diantara satu sama
lain untuk memperkuat kerusakan otak. Sebagian besar perubahan di
otak bukan hasil dari satu perubahan namun merupakan kombinasi dari
keduanya.5

Keadaan neurotransmitter di Alzheimer’s disease


Keadaan otak pada penyakit Alzheimer menunjukkan hilangnya neuron
kolinergik di basal otak depan, penurunan tingkat asetilkolin (Ach), dan
penurunan asetilkolin sintesis enzim choline acetyltransferase (CHAT)
di korteks serebral. Model hewan menunjukkan bahwa Ach memainkan
peran penting dalam pemroses informasi dan memori. Meskipun sistem
neurotransmitter lainnya (noradrenalin, serotonin, somatostatin dan
peptida lainnya) juga kekurangan, penurunan kognitif berkorelasi
terbaik dengan hilangnya masukan kolinergik. Acetylcholinesterase
inhibitor (tacrine) dan agonis reseptor Ach, termasuk nikotin, telah
digunakan untuk mengobati Alzheimer. Keberhasilan dari pendekatan
ini menunjukkan bahwa, selain kekurangan Ach, ada perubahan
mendasar lainnya yang berkontribusi terhadap disfungsi kognitif.6

13
4. Diagnosis
Kriteria diagnostik penyakit Alzheimer menurut DSM-IV( Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth revision.2
A. Perkembangan difisit kognitif multiple terdiri dari
1. Gangguan memori (gangguan kemampuan dalam mempelajari
informasi baru atau mengingat informasi yang sudah dipelajari)
2. Salah satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut ini :
 Afasia (gangguan berbahasa).
 Apraksia (Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik dalam keadaan fungsi otot yang normal).
 Agnosia (kegagalan untuk mengenal atau menamai objek).
 Gangguan fungsi berpikir abstrak (misalnya merencanakan,
berorganisasi).
B. Gangguan kognitif Pada Kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan
yang berat pada fungsi sosial dan pekerjaan pederita.
C. Kelainan ini ditandai dengan proses yang bertahap dan penurunan fungsi
kognitif yang berkelanjutan.
D. Gangguan kognitif kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan hal-hal berikut :
1. Kelainan SSP lain yang menyebabkan gangguan memori yang
progresif (Misalnya gangguan peredaran darah otak, Parkinson, dan
tumor otak).
2. Kelainan sistemik yang dapat menyebabkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 dan asam folat, defisiensi
niasin, hiperkalemi, neurosifilis dan infeksi HIV).
E. Kelainan pasien tidak disebabkan oleh delirium.
F. Kelainan tidak disebabkan oleh kelainan aksis 1 misalnya gangguan
depresi dan skizofrenia).

5. Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnostik DSM-IV perlu ditunjang dengan pemeriksaan fisik
(pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis). Pemeriksaan fisik

14
umum berguna untuk mendeteksi kelainan-kelainan metabolit yang
mungkin timbul pada penderita tersebut.2 Tanda-tanda regresi sel-sel saraf
otak yang ditunjukkan dengan refleks-refleks berikut : 1
a. Refleks memegang (“grasp refleks”)
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si
penderita. Refleks memegang adalah positif, apabila jari si pemeriksa
dipegang oleh tangan penderita.

b. Refleks mencucur (“suck refleks”)


Refleks menetek adalah positif, apabila bibir penderita dicucur secara
reflektorik seolah-olah mau menetek, jika bibirnya tersentuh oleh
sesuatu, misalnya sebatang pensil.

c. “Snout reflex”
Pada penderita dengan demensia tiap kali bibir atas atau bawah diketuk
m.orbikularis oris berkontraksi.

15
d. Refleks glabela
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya setiap kali
glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan
berkali-kali pada glabela timbul dua tiga kali saja, dan selanjutnya mata
tidak akan memejam lagi.

e. Refleks palmomental
Pada penderita dengan demensia, goresan pada kulit tenar
membangkitkan kontraksi otot mentalis ipsilateral.

16
6. Pemeriksaa MMSE (Mini Mental State Examination)
Pemeriksaan fisik ditunjang dengan pemeriksaan MMSE yang berguna
untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat,
kemampuan bahasa, dan berhintung.2

Tabel. Pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

NILAI
NO TES
MAKSIMAL
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (Bulan), (tanggal), Hari apa ? 5
2 Kita berada dimana? (Negara), (propinsi), (kota), (rumah 5
sakit), (lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), 3
setiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga
nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebut dengan
benar dan catat jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULUS
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang 5
benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja
terbalik kata “WAHYU” (Nilai diberi pada huruf yang
benar sebelum kesalahan ; misalnya uyahw = 2 nilai.
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3
BAHASA
6 Pasien disuruh menyebut nama benda yang ditunjukkan 2
(pensil, buku)
7 Pasien disuruh mengulangi kata-kata: “namun”, “tanpa”, 1
“bila”.

17
8 Pasien disuruh melakukan perintah : “Ambil kertas ini 3
dengan tangan anda!, lipatlah menjadi dua dan letakkan di
lantai!”.
9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah 1
“Pejamkanlah mata anda”
10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
11 Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1

Total 30

Skor

 Nilai 24-30 : Normal


 Niali 17-23 : Gangguan kognitif Probable
 Nilai 0-16 : Gangguan kognitif definit

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang lain yang berguna untuk membantu diagnosis
Penyakit Alzheimer antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium2
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan kadar vitamin B12 dan asam folat.
 Pemeriksaan elektrolit
 Pemeriksaan glukosa
 Pemeriksaan fungsi ginjal ( ureum dan kretinin)
 Pemeriksaan enzim hati
 Pemeriksaan fungsi tiroid (TSH)

18
 Pemeriksaan serologis HIV dan sifilis.
 Pemeriksaan analisis gas darah.
b. Pemeriksaan radiologi2
 MRI atau Ct-Scan otak alah pemeriksaan radiologi yang utama. Pada
penderita Alzheimer, MRI atau CT-scan akan menunjukkan atrofi
serebral atau kortikal yang difus.
 SPECT scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan perfusi
jaringan di daerah Temporoparietalis bilateral yang biasanya terjadi
pada penderita Alzheimer.
 PET Scan .Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas
metabolic di daerah temporoparietalis bilateral.
 Indikasi MRI/CT Scan pada penderita demensia
 Awitan terjadi pada usia < 65 tahun.
 Manifestasi Klinis timbul < 2 tahun
 Tanda atau gejala neurologi asimetris.
 Gambaran klinis Hidrosefalus tekanan normal {NPH (Normal
pressure hydrocephalus)}2
c. EEG
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan
aktivitas teta yang menyeluruh.2
d. Pungsi lumbal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kelainan cairan
cerebrospinal, seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau
vaskulitis serebral.2

8. Prognosis
Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai survival rate 5-10 tahun
setelah diagnosis ditegakkan dan seringkali meninggal karena infeksi.
Penurunan kognitif serta sifat ketergantungan yang dialami pasien
Alzheimer memberikan beban mental, fisik, dan ekonomi yang berat
terutama kepada keluarga dan kerabat dekat yang mengurus pasien.2

19
E. Demensia Vaskular
Demensia vascular ialah sindrom demensia yang disebabkan disfungsi otak
akibat penyakit serebrovaskular atau stroke. Demensia vascular merupakan
penyebab demensia kedua tersering setelah demensia Alzheimer.2
1. Epidemiologi
Sepertiga penderita pascastroke yang masih hidup didiagnosis demensia
vascular.2
2. Etiologi
Stroke, penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis, dan HIV),
penggunaan alcohol kronis, pajanan kronis terhadap logam (keracunan
merkuri, arsenic, dan aluminium), trauma kepala berulang pada petinju
professional, penggunaan obat-obatan jangka panjang, obat-obatan
sedative, dan analgetik.2
3. Patofisiologi
Mekanisme demensia vaskular :
a. Degenerasi yang disebabkan faktor genetic, peradangan, atau perubahan
biokimia.
b. Aterosklerosis, infark thalamus, ganglia basalis, jaras serebral, dan area
di sekitarnya.
c. Trauma, lesi di serebral terutama di lobus frontalis dan temporalis,
korpus kalosum, dan mesensefalon.
d. Kompresi, TIK meningkat, dan hidrosefalus kronis (NPH
Sebagai fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk
memori jangka panjang dibandingkan dengan korteks lainnya. Kegagalan
dalam tes fungsi verbal (afasia) berhubungan dengan gangguan di hemisfer
serebral dominan, khususnya di bagian perisilvian dari lobus frontalis,
temporalis, dan parientalis. Kehilangan kemampuan membaca dan
berhintung berhubungan dengan lesi di hemisfer serebri dominan bagian
posterior. Gangguan menggambar dan membangun bentuk sederhana dan
kompleks dengan balok, tongkat, serta mengatur gambar, biasanya terjadi
bila terdapat lesi di lobus parientalis hemisfer serebri nondominan.2

20
4. Fisiologi Demensia vaskuler
a. Lokasi Infark. Infark di lobus temporalis menyebabkan gangguan
memori, lesi di lobus parientalis dapat mengakibatkan gangguan
orientasi spasial, apraksi, agnosia serta gangguan fungsi luhur lain.
Depresi lebih sering terjadi pada lesi di hemisfer kiri daripada di
hemisfer kanan.2
b. Jumlah lesi. Bila seseorang telah mempunyai lesi di otak dan kemudian
lesinya bertambah karena ia mengalami stroke berulang, maka deficit
yang timbul bukan aditif melainkan berlipat ganda.2
c. Ukuran lesi. Gangguan mental cenderung terjadi bila volume infark
melebihi 50ml. Pada demensia dengan infark yang letaknya strategis,
lesi kecil dapat mengakibatkan gangguan kognitif yang berat.2
5. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang
mengganggu kegiatan harian seseorang seperti: mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar, dan kecil.2 Pada demensia jenis ini tidak
didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan disabilitas telah timbul paling
sedikit 6 bulan pasca stroke.2
6. Diagnosis
Untuk menentukan demensia diperlukan kriteria yang mencakup :
a. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan dan lingkungan.2
b. Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan
gangguan berpikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan
pertimbangan, afasia, apraksia, kesulitan konstruksional, dan perubahan
kepribadian.
c. Kesadaran masih baik.2
Pedoman diagnostik untuk menentukan demensia vaskular antara lain :
a. Terdapat gejala demensia seperti di atas.
b. Hendaklah fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya berpikir, gejala neurologis daya

21
ingat, gangguan daya berpikir, gejala neurologis fokal). Titik (insight)
dan daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.
c. Awitan yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai gejala
neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vaskule.
d. Pedoman diagnostic untuk demensia vaskuler awitan akut : Biasanya
terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis
serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus yang jarang,
satu infark yang besar dapat menjadi penyebab.

Tabel : Skor Iskemik Hachinski2

Riwayat dan Gejala Skor


Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1
Perjalanan Klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relative tidak terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatic 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit serebrovaskuler 2
Arteriosklerosis penyerta 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologi fokal 2

Skor iskemik Hachinski berguna untuk membedakan demensia Alzheimer dengan


demensia vaskuler

 Bila skor ≤ 4 : demensia Alzheimer


 Bila skor ≥ 7 : demensia Vaskuler

22
F. Diagnosis banding7
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
a. Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe
Alzheimer dengan adanya perburukan penurunan status mental yang
menyertai penyakit serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun
hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara
nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering
ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana
hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit
serebrovaskuler.
b. Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi
neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga
15 menit). Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode
TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang
mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut
biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar
sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami
infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA
merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter
harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem
vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem
vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada
batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis
mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan
hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi
seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial
efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.

23
c. Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium
dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat,
fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang
bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol.

Tabel . Perbedaan Klinis Delirium dan Demensia.

Gambaran Delirium Demensia


Riwayat Penyakit akut Penyakit Kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, Biasanya penyakit otak kronik
dehidrasi, guna/putus obat) (sptAlzheimer, demensia
vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik Progresif
Taraf Kesadaran Orientasi Naik turun, terganggu periodik Normal intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa daya ingat Lamban. Inkoheren, Sulit menemukan istilah tepat
inadekuat, angka pendek terganggu Jangka pendek dan panjang
nyata terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang terjadi kecuali
sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklus tidurnya Sedikit terganggu siklus
tidurnya
Atensi dan kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu

24
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

d. Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif
yang sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis
kadang-kadang menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi
kognitif terkait depresi (depression-related cognitive dysfunction) lebih
disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan
disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala
depresi yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka
alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki riwayat
episode depresi.
e. Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual
yang didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait
dengan gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat
pada demensia.
f. Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi
kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya
ingat yang ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses
penuaan. Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan
memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya
derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan
memori tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan
okupasional pasien.

25
G. Farmakoterapi Demensia
Penatalaksanaan untuk penderita Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan
rehabilitatif. Sasaran terapi simtomatik adalah mengurangi gejala kognitif,
perilaku dan psikiatrik.

Tabel : Jenis, dosis, dan efek samping obat-obat demensia.2

Nama Obat Golongan Indikasi Dosis Efek


Samping
Donepezil Penghambat DA Dosis awal 5 mg/hr Mual,
Kolinesterase ringan bila perlu, setelah 4-6 muntah,
sedang minggu menjadi diare,
10mg/hr. insomnia
Galantamine Penghambat DA Dosis awal 8 mg/hr; Mual,
kolinesterase ringan setiap bulan dosis muntah,
sedang dinaikkan 8 mg/hr diare,
hingga dosis anoreksia
maksimal 24 mg/hr.
Rivastigmine Penghambat DA Dosis awal Mual,
kolinesterase ringan 2x1,5mg/hr; setiap muntah,
sedang bulan dinaikkan pusing,
2x1,5mg/hr hingga diare,
dosis maksimal 2x6 anoreksia
mg/hr.
Memantine Penghambat DA Dosis awal 5mg/hr; Pusing, nyeri
reseptor sedang setelah 1 minggu , kepala,
NMDA berat dosis dinaikkan konstipasi
menjadi 2x5 mg/hr
dan seterusnya
hingga dosis

26
maksimal 2x10
mg/hr

Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan Psikiatrik
dan perilaku pada demensia.2

Depresi
Nama Obat Dosis Efek Samping
Sitalopram 10-40mg/hr Mual, mengatuk, nyeri kepala, tremor, dan
disfungsi seksual
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, dan
mengantuk
Sertralin 25-100mg/hr Mual, diare, mengantuk, mulut kering, dan
disfungsi seksual
Fluoksetin 10-40mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor, dan
ansietas
Venlaflaksin 37,5- Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia, dan
225mg/hr mulut kering
Duloksetin 30-60mg/hr Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk, dan
insomnia
Agitasi, ansietas dan perilaku obsesif
Quetiapin 25-300mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering, konstipasi,
dyspepsia, dan peningkatan berat badan.
Olanzapin 2,5-10mg/hr Peningkatan berat badan, mulut kering,
peningkatan nafsu makan, pusing, mengantuk,
dan tremor
Risperidon 0,5-1mg Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur,
3x/hr pusing, nyeri kepala, mual, dan peningkatan berat
badan.

27
Ziprasidon 20-80 mg/hr Kelelahan, mual, interval QT memanjang, pusing,
diare, dan gejala ekstrapiramidal.
Divalproex 125-500 mg Mengantuk, kelemahan, diare, konstipasi,
2x/hr dyspepsia, depresi, ansietas, dan tremor.
Gabapentin 100-300 mg Konstipasi,dyspepsia, kelemahan, hipertensi,
3x/hr anoreksia, vertigo, pneumonia, peningkatan kadar
kretinin
Alprazolam 0,25-1mg Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan ingatan
3x/hr
Lorazepam 0,5-2mg Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi,
3x/hr muntah, disfungsi seksual
Insomnia
Zolpidem 5-10mg Diare, mengantuk
malam hari
Trezodon 25-100 mg Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi.
malam hari

Terapi dengan menggunakan pendekatan lain


Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk
penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen
serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat
monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan penyakit ini.
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi
kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan
ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap
fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obatantiinflamasi nonsteroid
(OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer.
Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit.7

28
H. Terapi psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres
akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya
disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien
menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit
dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang
berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self)
menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego
dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti
menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal
untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk
masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat
sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan
bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-
lahan dijauhi oleh keluarganya.7

29
BAB III
KESIMPULAN

Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan


yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple
seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran
pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan
perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang paling sering terjadi dan
belum ada penyembuhannya. Demensia vascular merupakan merupakan penyakit
kedua setelah demensia Alzaimer yang dapat menyebabkan demensia. Sebagai
dokter kita perlu memberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien.
Menasihati keluarga pasien supaya sentiasa mendukung dan bersabar.

30
Daftar Pustaka

1. Prof. DR, Mahar Mardjono; Prof.DR, Priguna Sidharta; Dementia; neurolgi


klinis dasar; Dian rakyat; 2009 Bab VI halaman 211-213.
2. Dr George Dewanto,Sp.S; Dr wita J. Suwono, Sp.S; Dr Budi Riyanto, Sp.S;
Dr Yuda Turana, Sp.S Demensia Alzheimer, demensia Vaskular, Farmako
terapi demensia; Diagnosis & tatalaksana penyakit saraf; Departemen Ilmu
penyakit saraf fakultas kedokteran UNIKA ATMAJAYA; penerbit buku
kedokteran 2009 Bab 12 hal 174-183.
3. Dementia ; A.D.A.M Medical Encyclopedia.;Pub Med Health; Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001748/ pada
29/12/2018.
4. Alzheimer’s Disease Health Center; Web MD; Diunduh dari
http://www.webmd.com/alzheimers/guide/alzheimers-dementia.page=2
Pada 29/12/2018.
5. Processes which affect the brain; Dementia care center; Diunduh dari
http://www.dementiacarecentral.com/node/1458 pada 29/12/2018.
6. Alzheimer’S disease; neuropathology web; Diunduh dari
http://neuropathology-web.org/chapter9/chapter9bAD.html pada
29/12/2018.
7. Demensia (penurunan daya ingat), diunduh dari www.
emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id pada 29/12/2018.

31

Anda mungkin juga menyukai