Anda di halaman 1dari 20

REFRESHING

DM

Disusun Oleh :
Herni Maulidyah
2015730054

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas refreshing dengan judul “DM”. Refreshing ini penulis ajukan
sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Ilmu Penyakit
Dalam di Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas selesainya refreshing ini,
penulis menyampaikan terima kasih kepada dokter yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya. Semoga tugas refreshing ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis
dan para pembaca.

Jakarta, April 2020


Penulis

Herni Maulidyah

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
2.1. Definisi........................................................................................................................4
2.2. Klasifikasi....................................................................................................................4
2.3. Faktor risiko................................................................................................................4
2.4. Diagnosis.....................................................................................................................5
2.5. Pemeriksaan penyaring................................................................................................7
2.6. Penatalaksanaan...........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

Berbagai penelitian dalam mencari penyebaran DM adanya peningkatan angka


kejadian dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memperkirakan
adanya peningkatan jumlah penderita diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun yang
akan mendatang. WHO memperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia mengalami
kenaikan dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Sesuai dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, juga
memperkirakan adanya kenaikan jumlah penderita DM dari 7,0 juta pada tahun 2009
menjadi 12,0 juta pada tahun 20301.

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen
Kesehatan, didapatkan data prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas
15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan
terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%2.

Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia


sangat besar dan merupakan beban yang berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter
spesialis/ subspesialis atau bahkan tenaga medis lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2020, Diabetes melitus merupakan
suatu penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis dalam jangka waktu
yang lama atau terus-menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk
mengurangi adanya risiko multifaktorial1.
Sedangkan menurut PERKENI 2015, Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena adanya kelainan sekresi insulin, adanya kelainan kerja insulin atau bahkan
kedua-duanya2.

2.2. Klasifikasi2
1. Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya mengarah ke defisiensi insulin absolut.
 Autoimun
 Idiopatik
2. Tipe 2
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
3. Tipe lain
 Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas (seperti Cystic fibrosis)
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ)
4. Diabetes melitus gestasional

2.3. Faktor risiko


Untuk menguji Diabetes melitus tipe 2 harus dilakukan disemua orang dewasa yang
mengalami kelebihan berat badan atau obesitas (BMI ≥25 atau ≥23 di Amerika Asia) yang
memiliki faktor risiko diabetes ≥1 dari daftar berikut2
1. Pengecekan seharusnya dimulai pada saat usia 45 tahun
2. Jika tesnya normal, maka tes ulang akan dilakukan minimal tiap 3 tahun

Skrining untuk prediabetes dapat dilakukan sesuai dengan kriteria A1C, GDP, 2 jam PP
dan setelah 75-g TTGO1,2
1. Pada pasien dengan diabetes, identifikasi dan melakukan pengobatan untuk faktor risiko
penyakit kardiovaskular
2. Pengecekan mungkin dipertimbangkan pada anak dan remaja dengan kelebihan berat
badan atau obesitas dan memiliki 2 atau lebih faktor risiko diabetes.

Adanya juga faktor risiko dari Diabetes tipe 22:


 Kurangnya aktivitas fisik
 Adanya riwayat keluarga Diabetes melitus
 Ras/etnis dengan risiko tinggi
 Adanya riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 gr atau riwayat DM
gestasional
 Kadar HDL <35 mg/dL ± TG >250 mg/dL
 Hipertensi (≥140/90mmHg atau sedang terapi)
 A1C ≥5.7%, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) maupun Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT) pada pengujian sebelumnya
 Kondisi yang terkait dengan resistensi insulin: obesitas berat, acanthosisnigricans,
PCOS
 Riwayat CVD

2.4. Diagnosis1,2
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
diertimbangkan apabila ditemukan adanya keluhan klasik DM seperti diantaranya:
 Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
 Keluhan lain seperti: badan terasa lemah, terasa kesemutan, gatal, penglihatan kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Kriteria diagnosis Diabetes menurut ADA 2020

Apabila pada hasil pemeriksaan tidak memenuhi dari kriteria normal atau DM, maka
bergantung pada hasil data yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan didapatkan kadar glukosa
plasma 2 jam setelah diberikan glukosa dengan nilai antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140 mg/dL.
3. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
4. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c
yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Tabel 4. Kadar tes laboratorium darah untuk diganosis diabetes dan prediabetes.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):


 Tiga hari sebelum dilakukannya pemeriksaan, pasien tetap makan seperti biasa (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan aktivitas fisik seperti biasa.
 Berpuasa setidaknya paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum dilakukan
pemeriksaan, minum air putih tetap diperbolehkan namun tidak disertai gula.
 Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
 Diberikan glukosa 75 gram pada orang dewasa, atau 1,75 gram/kgBB pada anak-anak,
kemudian dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah diberikan glukosa.
 Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa dianjurkan untuk tetap istirahat dan
tidak merokok.

2.5. Pemeriksaan Penyaring1,2


Pemeriksaan penyaring ini atau skrining dapat dilakukan pada mereka yang mempunyai
risiko DM, namun tidak memperlihatkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat
ditangani dengan lebih cepat dan tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara sebelum mengarah ke DM. Kedua
keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular
di masa yang akan datang. Skrining ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Pemeriksaan skrining ini jika dilakukan
dengan tujuan untuk penjaringan masal (mass screening) sangat tidak dianjurkan karena
biayanya yang mahal, dan tidak diberikan atau tidak dilanjutkan perawatan lebih lanjut bagi
mereka yang diketemukan dengan adanya kelainan. Pemeriksaan skrining dianjurkan untuk
pemeriksaan general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa
sebagai acuan untuk skringin dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa • Plasma • < 100 • 100 – 199 • > 200
darah sewaktu vena • < 90 • 90 – 199 • > 200
(mg/dl) • Darah
kapiler
Kadar glukosa • Plasma • < 100 • 100 – 125 • > 126
darah puasa vena • < 90 • 90 – 99 • > 100
(mg/dl) • Darah
kapiler

Untuk kelompok dengan risiko tinggi yang tidak menunjukkan adanya kelainan,
dilakukan uji ulang tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko lain
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

2.6. Penatalaksanaan
Secara umum tujuan penatalaksanaan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita diabetes. Sedangkan tujuan khusus dari perawatan pada DM adalah3:
a. Jangka pendek: untuk menghilangkan keluhan dan tanda gejala DM, mempertahankan
rasa nyaman pada penderita, dan untuk mengendalikan target glukosa darah.
b. Jangka panjang: untuk mencegah dan menghambat adanya penyulit seperti
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir perawatan adalah menurunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik
dengan mengedukasikan atau mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku pada
penderita DM2,3.
Adapun pilar penatalaksanaan DM2:
 Dilakukan edukasi
 Penerapan terapi gizi medis
 Latihan fisik
 Pendekatan tatalaksana dengan obat

Perawatan DM dimulai dengan mengatur pola dan jenis makanan, dan latihan kegiatan
fisik selama beberapa waktu (2-4 minggu). Jika kadar glukosa darah belum mencapai target,
maka dilakukan pendekatan farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
ataupun langsung diberikan dengan cara kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, dan adanya ketonuria, maka insulin dapat diberikan dengan segera.
1. Edukasi
Pada umumnya DM tipe 2 terjadi apabila pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan matang. Dalam perawatan penderita DM diperlukan partisipasi aktif
dari pasien, keluarga dan masyarakat sekitar. Untuk mencapai keberhasilan target
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi2.
Diberikan pengetahuan dan informasi mengenai monitoring atau pemantauan gula
darah secara mandiri, mengenal tanda dan gejala dari hipoglikemia dan bagaimana cara
mengatasinya harus diinformasikan secara lengkap kepada pasien. Untuk melakukan
pengecekan kadar gula darah secara mandiri, dapat dilakukan setelah mendapatkan
pelatihan khusus2.

2. Terapi Nutrisi Medis


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan penuh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya)3.
Prinsip dari mengatur pilihan makanan pada penderita DM sama seperti
masyarakat pada umumnya, yaitu sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi untuk
memenuhi kebutuhan gizi masing-masing individu. Hanya saja pada penderita DM
penting untuk ditekankan jadwal makan, jenis makanannya terutama pada pasien dengan
obat penurun gula darah atau menggunakan insulin2,3.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari3:
a. Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan yaitu sebesar 45-65% total asupan energi.
 Tidak dianjurkan pembatasan karbohidrat total <130 g/hari
 Makanan harus mengandung karbohidrat yang berserat tinggi.
 Diperbolehkan dengan menambahkan gula pada masakan
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi
batas aman dalam konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Jika perlu dapat diberikan makanan selingan.

b. Lemak
 Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% dari total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
 Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

c. Protein
 Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu diturunkan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.

d. Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat pada umumnya yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh) garam dapur.
 Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natriumnitrit.
e. Serat
 Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahanlain
yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

f. Pemanis alternatif
 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,sorbitol dan xylitol.
 Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
 Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake / ADI)

3. Latihan jasmani
Kegiatan atau aktivitas fisik dapat dilakukan secara teratur sebanyak 3-4x dalam
seminggu selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang bisa dilakukan seperti berjalan
kaki, menggunakan tangga. Selain itu, aktivitas fisik juga dapat menurunkan berat badan
selain untuk kebugaran tubuh. Dan latihan yang dianjurkan seperti jalan kaki, bersepeda,
jogging, berenang3.
Aktivitas fisik ini sebaiknya disesuaikan dengan umur dan kesehatan fisik. Bagi
mereka yang relatif keadaanya lebih sehat maka intensitas dapat ditingkatkan, sedangkan
yang sudah mengalami komplikasi DM dapat dikurangi. Hindari untuk bermalas-
malasan dan kurangnya aktvitas fisik2,3.
4. Intervensi farmakologis3
Terapi farmakologis diberikan secara bersamaan dengan pengaturan makan dan
aktivitas fisik. Obat farmakologis terdiri dari obat oral dan juga ada yang bentuk
suntikan.
a. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
 Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
 Penghambat glukoneogenesis (metformin)
 Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
 DPP-IV inhibitor
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
• OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahan sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
• Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
• Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
• Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
• Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
• Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
• DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1.0-2%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0.5-1.5%
insulin hipoglikemia
Metformin Menekan produksi Diare, dyspepsia, 1, 5 – 2,0 %
glukosa hati dan asidosis laktat
menambah
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorbs Flatulens, tinja 0, 5 – 0,8 %
glukosidase alfa glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5 – 1,4 %
sensitivitas terhadap
insulin
Insulin Menekan produksi Hipoglikemia, BB 1,5 – 3,5 %
glukosa hati, naik
menstimulasi
pemanfaatan glukosa
DPP -4 inhibitor Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5 -0,8%
insulin, menghambat
sekrresi glukagon
Inkretin analog / Meningkatkan sekresi Meningkatkan 0,5 – 1,0 %
mimetik insulin, menghambat sekresi insulin,
sekrresi glukagon menghambat
sekrresi glukagon
b. Suntikan
1) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai dengan adanya ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empatjenis, yakni:


 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah(premixed insulin)

Efek samping terapi insulin


 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinyahipoglikemia.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulinatau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:


 Sekresi insulin secara fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
 Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
 Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah
basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral
maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
 Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
 Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja
pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat
diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial
(basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal
+ 3 kali prandial (basal bolus).
 Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan
glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja
pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari
lumen usus (acarbose).
 Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
harian.

2) Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar adanya peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru dalam pengelolaan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
pelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat
badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.
Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang
lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa
sebah dan muntah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Standart medical care in diabetes. 2020. American Diabetes Assosiation


2. Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia cetakan keempat,
tahun 2015. PERKENI.
3. Diabetes Guidelines Summary Recommendations from NDEI. 2016. American Diabetes
Assosiation.

Anda mungkin juga menyukai