Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL 2

INTERNA

DISUSUN OLEH :

Aqmarina Ajrina 2015730013


Derry Arya Pratama 2015730028
Elida Hasiatin 2015730036
Herni Mauliyah 2014730054
Isya Thulrahmi 2015730063
Karimah 2015730068
Nuraeni 2015730103

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR

PERIODE 17 FEBRUARI – 26 APRIL 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UMJ

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ 2
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 3
1. SKENARIO................................................................................................................... 4
2. KATA SULIT............................................................................................................... 4
3. KATA KUNCI.............................................................................................................. 4
4. PETA KONSEP........................................................................................................... 4
5. PERTANYAAN............................................................................................................ 5
6. HASIL DISKUSI......................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 36
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT tuhan yang
Maha esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan tutorial ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
arahan demi terselesaikannya tugas tutorial ini
Kami sangat menyadari dalam proses penulisan tutorial ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan
rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan
usulan guna menyempurnakan tugas tutorial ini.

Kami berharap semoga tugas tutorial ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Wassalamualaikum wr. wb

Jakarta, April 2020

Penulis
1. SKENARIO
Seorang perempuan berusia 27 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan BAB cair. BAB cair ini dirasakan sejak kemarin sebanyak 3 kali, dan
dua kali sebelum ia ke puskesmas hari ini. Pada kotorannya, terlhat lendir
dengan konsistensi kotoran yang tidak terlalu cair. Keluhan lain yang ia
rasakan adalah adanya rasa mules terutama menjelang BAB, dan sedikit mual.
Dari penggalian riwayat diketahui pada dua hari sebelumnya ia mengkonsumsi
mie ayam yang dijual di pinggir jalan.

2. KATA SULIT
-

3. KATA KUNCI
 Perempuan berusia 27 tahun
 Keluhan BAB cair sejak 1 hari yang lalu sebanyak 5 kali
 Konsistensi tidak terlalu cair dan terdapat lendir
 Keluhan disertai mulas dan sedikit mual
 Riwayat mengkonsumsi mie ayam di pinggir jalan
4. PETA KONSEP

5. PERTANYAAN
 Apa saja yang menyebabkan BAB cair? Dan apa saja faktor risikonya?
 Mengapa pada pasien terjadi BAB berlendir?
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik apa saja yang akan diharapkan pada
skenario tersebut?
 Apa saja diagnosis banding pada skenario tersebut?
 Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan pada skenario ini?
 Bagaimana tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi pada skenario
tersebut?

6. HASIL DISKUSI
 Apa saja yang menyebabkan BAB cair? Dan apa saja faktor risikonya?
a. Penyebab BAB cair

Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan


parasit) alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah
kategori besar penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak
adalah infeksi virus terutama Rotavirus. Sebagian besar dari diare akut
disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi
saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan
asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina
propria serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan
malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara klinis penyebab diare
dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebakan oleh
bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan,
imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya. Penyebab diare sebagian besar
adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain seperti racun, alergi dan
dispepsi1,2.

 Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype
1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe
40,41), Small bowel structure virus, Cytomegalovirus1,2.
 Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC).
Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC),
Enterohemorragic E.coli (EHEC), Shigella spp., Camphylobacterjejuni
(Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan V. Cholera 0139,
salmonella (non-thypoid) 1,2.
 Parasit
Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium
coli, Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora
cayatanensis1,2.
 Heliminths
Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria
philippinensis, Trichuris trichuria1,2.
 Non-infeksi
Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imonodefisiensi, obat1,2.

b. Gejala dan Penyebab BAB cair3,4


Diare Akut

No Gejala Penyebab

1. Diare tidak berdarah, gejala Infeksi (enteropatigenic dan


penyakit sistemik enterotoksigenic E.coli,
cryptosporidium, giardia, virus).

2. Diare berdarah, gejala penyakit Infeksi (shigella, campylobacter,


sitemik enteroinvasif dan enterohemoragik,
E.coli, salmonella, yersinia,
E.histolistica), penyakit radang usus
besar, colitis iskemik, colitis dan
pseudomembranosa

3. Diare berdarah, tanpa gejala Infeksi prokitis ulseratif, prokitis


sistemik. radiasi, dan karsinoma
rektosigmamoid.

4. Diare tidak berdarah, tanda gejala Infeksi atau keracunan makanan


sistemik (seperti disebutkan sebelumnya),
sindrom usus besar yang mudah
teriritasi, impaksi fektal, obat-obatan
(antasida, antibiotika, NSAID,
kolsisin, kuinidin, digitalis, metildopa,
hidratazin, laktosa).

Diare kronis

No Gejala Penyebab

1. Diare tidak berdarah Sindrom iritasi usus besar, intoleransi


laktosa, obat-obatan (antasida,
antibiotika, NSAID, kolsisin,
kuinidin, digitalis, metildopa,
Hidratazin, laktosa), giardiasis,
penyalahgunaan laktasif, impaksi
fekal.

2. Diarea inflamatorik atau berdarah Kolitis ulseratif, penyakit crohn,


penyakit diverticular, kolera,
pankreatik, sindrom zollinger-alison,
karsinoma medulla karsinoid,
alkohol, penyalahgunaan laktasif,
idiopatik.

3. Diare osmotik Intoleransi laktosa, magnesium sulfat,


fosfat, manitol, sorbitol, defisien
sidisakaridase, malabsorbsi glukosa-
galaktosa herediter atau malabsorbsi
fruktosa herediter.

4. Diare yang berhubungan dengan Diabetes, tirotoksinosis, penyakit


penyakit sistemik addison, AIDS, defisiensi niasin dan
seng, leukemia, pseudo obstruktif.

c. Faktor risiko

Faktor resiko terjadinya diare adalah faktor – faktor yang


memungkinkan terjadinya diare yaitu3:

1. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku disengaja dalam
pembudayaan hidup bersih dengan maksud bersentuhan langsung dengan
kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini
akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi lingkungan
yang dapat menyebabkan diare, antara lain :
 Penyediaan air bersih
Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat – syarat
kesehatan dan dapat diminum. Air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari – hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak lebih
dahulu. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990).
 Penyediaan Jamban
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan
leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya.
 Pengelolaan Sampah
Sampah adalah setiap bahan yang untuk sementara tidak dapat
dipergunakan lagi dan harus dibuang atau dimusnahkan.
 Sarana Pengelolaan air limbah
Air limbah adalah sisa air yang berasal dari rumah tangga, industri
dan tempat-tempat umum lainnya yang umumnya mengandung bahan-bahan
yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
2. Personal Higien
Personal higiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara
kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya. Dalam kehidupan sehari-hari
kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan
itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika
seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan, hal ini
terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele,
padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan
secara umum.

 Memelihara dan memotong kuku tangan dan kaki


Kuku sering kali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah
infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Kuku bersih mempunyai fungsi
dan peran yang penting dalam kehidupan kita. Kuku yang kotor dapat
menjadi sarang berbagai kuman penyakit yang dapat ditularkan ke
bagian-bagian tubuh yang lain.
 Mencuci tangan dengan sabun
Kedua tangan kita sangat penting untuk membantu
menyelesaikan berbagai pekerjaan. Makan dan minum sangat
membutuhkan kerja dari tangan. Cuci tangan dapat berfungsi untuk
menghilangkan mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci tangan
harus dilakukan dengan menggunakan air bersih dan sabun.

 Mengapa pada pasien terjadi BAB berlendir?


Diare adalah hasil dari berkurangnya penyerapan air oleh usus atau
peningkatan sekresi air. Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh
etiologi infeksi. Diare kronis umumnya dikategorikan ke dalam tiga
kelompok; berair, berlemak (malabsorpsi), atau menular5.

Intoleransi laktosa adalah jenis diare berair yang menyebabkan


peningkatan sekresi air ke lumen usus. Pasien biasanya mengalami gejala
kembung dan perut kembung disertai diare berair. Laktosa dipecah dalam usus
oleh enzim laktase. Produk sampingnya mudah diserap oleh sel epitel. Ketika
laktase berkurang atau tidak ada, laktosa tidak dapat diserap, dan itu tetap
berada di usus lumen. Laktosa aktif secara osmotik, dan mempertahankan dan
menarik air yang menyebabkan diare berair5.

Penyebab umum diare berlemak adalah penyakit seliaka dan


pankreatitis kronis. Pankreas melepaskan enzim yang diperlukan untuk
pemecahan makanan. Enzim dilepaskan dari pankreas dan membantu
pencernaan lemak, karbohidrat, dan protein. Setelah dipecah, produk-produk
tersedia untuk penyerapan dalam usus. Pasien dengan pankreatitis kronis
memiliki pelepasan enzim yang tidak cukup yang menyebabkan malabsorpsi.
Gejala sering termasuk sakit perut bagian atas, perut kembung, dan berbau
busuk, tinja besar pucat karena malabsorpsi lemak6.

Pada diare bakteri dan virus, tinja berair adalah hasil dari cedera pada
epitel usus. Sel-sel epitel melapisi saluran usus dan memfasilitasi penyerapan
air, elektrolit dan zat terlarut lainnya. Etiologi infeksius menyebabkan
kerusakan sel epitel yang menyebabkan peningkatan permeabilitas usus. Sel-
sel epitel yang rusak tidak dapat menyerap air dari lumen usus yang
menyebabkan kotoran cenderung lembek6.

Diare adalah pembalikan status penyerapan air bersih dan absorpsi


elektrolit menjadi sekresi. Gangguan seperti itu bisa merupakan hasil dari
kekuatan osmotik yang bertindak dalam lumen untuk mengarahkan air ke usus
atau hasil dari keadaan sekretori aktif yang diinduksi dalam enterosit. Dalam
kasus sebelumnya, diare bersifat osmolar, seperti yang diamati setelah
konsumsi gula yang tidak dapat diserap seperti laktulosa atau laktosa dalam
malabsorber laktosa. Sebaliknya, dalam keadaan sekretori aktif yang khas,
sekresi anion yang ditingkatkan (kebanyakan oleh kompartemen sel crypt)
paling baik dicontohkan oleh diare yang diinduksi enterotoksin6.

Pada diare osmotik, keluaran tinja sebanding dengan asupan substrat


yang tidak terserap dan biasanya tidak masif; tinja diare segera menurun
dengan penghentian nutrisi yang menyinggung, dan celah ion tinja tinggi,
melebihi 100 mOsm / kg. Faktanya, osmolalitas tinja dalam keadaan ini dicatat
tidak hanya oleh elektrolit tetapi juga oleh nutrisi yang tidak diserap dan
produk-produk degradasinya. Celah ion diperoleh dengan mengurangi
konsentrasi elektrolit dari total osmolalitas (diasumsikan 290 mOsm / kg),
sesuai dengan rumus: ion gap = 290 - [(Na + K) × 2] 5,6.

Pada diare sekretori, proses transpor ion sel epitel berubah menjadi
sekresi aktif. Penyebab paling umum dari diare sekretorik onset akut adalah
infeksi bakteri pada usus. Beberapa mekanisme lain mungkin dapat bekerja.
Setelah kolonisasi, patogen enterik dapat melekat atau menyerang epitel;
mereka dapat menghasilkan enterotoksin (eksotoksin yang memperoleh
sekresi dengan meningkatkan messenger kedua intraseluler) atau sitotoksin.
Mereka juga dapat memicu pelepasan sitokin yang menarik sel-sel inflamasi,
yang, pada gilirannya, berkontribusi pada sekresi teraktivasi dengan
menginduksi pelepasan agen seperti prostaglandin atau faktor pengaktif
trombosit. Ciri-ciri diare sekretori meliputi laju pembersihan yang tinggi,
kurangnya respons terhadap puasa, dan celah ion tinja yang normal (yaitu, 100
mOsm / kg atau kurang), yang menunjukkan bahwa penyerapan nutrisi masih
utuh7.

Contohnya saja pada kolera, Saat V. cholerae tertelan dapat


menyebabkan kolonisasi usus kecil. Flagelnya memungkinkan organisme
berenang melalui lendir dan tiba di dinding usus. Di sana, toksigenik V.
cholerae menghasilkan pilus yang terkorosiasikan dengan toksin yang
menempel pada reseptor gangliosida di dinding mukosa. Racun kolera
diproduksi, yang ADP-ribosilasi subunit Gs dari kompleks protein G dalam
epitel usus. Ini mengarah pada aksi konstitutif dari adenilat siklase, sehingga
meningkatkan cAMP secara intraseluler. Akibatnya, peningkatan sekresi
klorida, bikarbonat, natrium, dan kalium diamati. Terjadinya elektrolit ini
menarik air keluar dari sel-sel usus secara osmotik, sehingga menyyababkan
karakteristik tinja berubah menjadi cair atau berlendir7.

Kerentanan inang dipengaruhi oleh paparan sebelumnya terhadap


organisme yang dapat menghasilkan kekebalan, meskipun ini tergantung pada
biotipe dan serotipe dari organisme sebelumnya yang ditemukan. Karena itu
adalah organisme asam labil, dosis inokulasi besar diperlukan untuk
menyebabkan infeksi pada orang dewasa yang sehat. Ini dapat menjelaskan
mengapa menurunkan keasaman lambung (seperti yang terlihat pada kasus-
kasus achlorhydria) dapat menurunkan ambang batas yang dibutuhkan bakteri
untuk menyebabkan infeksi. Menariknya, golongan darah O juga dikaitkan
dengan peningkatan kemungkinan infeksi. Mekanisme peningkatan kerentanan
terhadap penyakit ini belum jelas7,8.

Penggunaan inhibitor pompa proton dan antihistamin dapat


meningkatkan risiko infeksi dan membuat pasien rentan terhadap gejala yang
lebih parah. Kehilangan cairan biasanya terjadi dari duodenum, sedangkan
usus besar tidak sensitif terhadap toksin. Karena enterotoksin memiliki efek
lokal dan tidak invasif, dalam kebanyakan kasus tidak ada neutrofil yang
diamati pada spesimen tinja7,8.

 Anamnesis dan pemeriksaan fisik apa saja yang akan diharapkan pada
skenario tersebut?

Padaa saat pasien berobat karena keluhan buang air besar (BAB)
dapat ditanyakan riwayat perjalanan penyakit sekarang , kapan diare muncul,
berapa lama, selain itu bisa tanyakan berapa kali dalam waktu 24 jam,
konsistensi apakah cair , disertai ampas, apakah disertai darah atau tidak,
disertai lendir atau tidak. Keluhan bab cair tersebut dapat disertai rasa tidak
nyaman di perut, disertai nyeri , kembung dan terdapat mual serta muntah .
Kadang kala disertai tenesmus9,10.

Diare didahului oleh riwayat konsumsi makan atau minum dari


sumber yang kurang dijaga kebersihanya,. Sebagai seorang dokter kita perlu
menanyakan apakah terdapat r iwayat bepergian ke daerah dengan wabah
diare, riwayat apakah terdapat intoleransi laktosa), konsumsi makanan yang
bersifat iritatif, makan obat-obatan seperti laksatif dan lain sebagainya Hal ini
berfungsi untuk dapat membantu kita mencari penyebab terjadinya diare.
Infeksi dapat menyebabkan GEA biasanya ditandai dengan kenaikan suhu.
Pada kasus keracunan makanan biasanya Pada kejadian keracunan makanan
ditandai dengan diare yang bersifat akut. Pada keracunan makanan biasanya
berlangsung kurang dari 2 minggu. Jika terjadi kerusakan mukosa usus atau
kolon ditanda dengan adanya darah lendir dalam feses ‘Pada kasus disentri,
biasanya keluhan sakit perut biasanya lokasi diperut kiri, bab terus menerus
disertai lendir dan darah, pasien mengeluhkan muntah, nyeri kepala
(fulminating cases) karena penyebabnya adalah S. dysentriae11,12.

Selain hal diatas, kita perlu menanyakan tentang kondisi apakah ada
penyakit penyerta yang mempengaruhi sistem imunitas seperti HIV/AIDS, dan
perlu identifikasi demam tifoid9,11.

Pemeriksaan Fisik untuk kasus diare9,10

1. Pada saat pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan pasien sebelum diare
dn sesudah diare , suhu tubuh apakah demam atau tidak untuk mengetahui
terdapat infeksi , frekuensi dari denyut jantung dan frekuensi pernapasan serta
tekanan darah untuk mengetahui apakah terjadi tanda tanday shock.
2. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: sebagai seorang dokter kita dapat
menilai kesadaran, bisa tanyakan apakah ada rasa haus, dkita dapat periksa
turgor kulit abdomen , pada bayi kita bisa menilai ubun –ubun apakah cekung ,
pada mata apakah kita melihat mata cekung atau tidak, bibir kering.
3. Frekuensi pernapasan, jika frekuensi pernafasan cepat bisa dicurigai asidosis
metabolik.
4. Penilaian bising usus, pada diare biasanya terjadi peningkatan bising usus,
pada hipokalemi terdapat penurunan atau tidak ada.
5. Pemeriksaan CRT, jika lebih 2 detik maka terjadi gangguan perfusi
6. penilaian dari derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
obyektif dengan melihat perbandingan bb sebelum dan sesudah diare, cara
subyektif dengan melihat kriteria dibawah ini.
 Apa saja diagnosis banding pada skenario tersebut?
a. GEA
DEFINISI
Gastroenteritis, juga dikenal sebagai diare menular, adalah radang
saluran pencernaan dan usus kecil. Gejalanya dapat berupa diare, muntah,
dan sakit perut. Demam, kekurangan energi dan dehidrasi juga bisa terjadi.
Ini biasanya memakan waktu kurang dari dua minggu. Ini tidak terkait
dengan influenza, meskipun salah disebut "flu perut"13.

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan ada dua miliar kasus gastroenteritis yang melepaskan 1,3
juta kematian global pada tahun 2015. Anak-anak dan orang tua di negara
berkembang paling sering diskors. Pada tahun 2011, pada mereka dengan
kurang dari lima, ada sekitar 1,7 miliar kasus, peningkatan 0,7 juta
kematian, dengan mayoritas terjadi di negara-negara termiskin di dunia.
Lebih dari 450.000 kematian ini disebabkan oleh rotavirus pada anak di
bawah usia 5 tahun. Kolera menyebabkan sekitar tiga hingga lima juta
kasus penyakit dan membunuh sekitar 100.000 orang setiap tahun. Di
negara berkembang, anak-anak sering menderita gastroenteritis yang
signifikan. Ini kurang umum pada orang dewasa, sebagian karena
perkembangan kekebalan yang didapat14.
Pada tahun 1980, gastroenteritis dari semua penyebab menyebabkan
4,6 juta kematian pada anak-anak, dengan mempertimbangkan negara-
negara berkembang. Tingkat kematian menurun secara signifikan (sekitar
1,5 juta kematian setiap tahun) pada tahun 2000, sebagian besar
disebabkan oleh meluasnya penggunaan dan penggunaan terapi rehidrasi
oral. Di AS, infeksi yang menyebabkan gastroenteritis adalah infeksi
paling umum kedua (setelah pilek), dan mereka menghasilkan antara 200
dan 375 juta kasus infeksi akut dan sekitar ribuan kematian setiap tahun,
dengan 150 hingga 300 dari perkiraan ini pada anak-anak kurang dari lima
tahun14.

ETIOLOGI
Virus (terutama rotavirus) dan bakteri Escherichia coli dan spesies
Campylobacter adalah penyebab utama gastroenteritis. Namun, ada banyak
agen infeksi lain yang dapat menyebabkan infeksi ini termasuk parasit dan
jamur. Penyebab non-infeksi terlihat pada kesempatan, tetapi lebih kecil
kemungkinannya karena virus atau bakteri. Risiko infeksi lebih tinggi pada
anak-anak karena kurangnya kekebalan. Anak-anak juga berisiko lebih
tinggi karena mereka tidak mempraktikkan kebiasaan kebersihan yang
baik. Anak-anak yang tinggal di daerah tanpa akses mudah ke udara dan
sabun sangat rentan15.

- Virus
Rotavirus, norovirus, adenovirus, dan astrovirus diketahui
menyebabkan viral gastroenteritis. Rotavirus adalah penyebab paling
umum dari gastroenteritis pada anak-anak, dan menghasilkan tingkat yang
serupa di negara maju dan berkembang. Virus ini menyebabkan sekitar
70% episode infeksi diare pada kelompok usia anak. Rotavirus adalah
penyebab yang kurang umum pada orang dewasa karena kekebalan yang
didapat. Norovirus adalah penyebab sekitar 18% dari semua kasus16.
Norovirus adalah penyebab utama gastroenteritis di antara orang
dewasa di Amerika, yang menyebabkan lebih dari 90% wabah. Epidemi
lokal ini biasanya terjadi ketika sekelompok orang menghabiskan waktu
bersama secara fisik, seperti di kapal pesiar, di rumah sakit, atau di
restoran. Orang-orang dapat tetap menular bahkan setelah diare mereka
berakhir. Norovirus adalah penyebab sekitar 10% kasus pada anak-anak16.

- Bakteri
Di negara maju Campylobacter jejuni adalah penyebab utama
gastroenteritis bakteri, dengan setengah dari kasus ini terkait dengan
unggas. Pada anak-anak, bakteri menyebabkan sekitar 15% kasus, dengan
spesies yang paling umum adalah spesies Escherichia coli, Salmonella,
Shigella, dan Campylobacter. Jika makanan terkontaminasi oleh bakteri
dan tetap pada suhu kamar selama beberapa jam, bakteri ini berkembang
biak dan meningkatkan risiko infeksi pada mereka yang mengonsumsi
makanan. Beberapa makanan yang dikeluarkan oleh penyakit ini termasuk
daging mentah atau kurang matang, unggas, makanan laut, dan telur;
kecambah mentah; susu yang tidak dipasteurisasi dan keju lunak; dan jus
buah dan sayuran. Di negara-negara berkembang, sebagian besar Afrika
sub-Sahara dan Asia, kolera adalah penyebab umum gastroenteritis.
Infeksi ini biasanya ditularkan melalui udara atau makanan yang
terkontaminasi15.
Clostridium Toxigenic difficile adalah penyebab penting diare yang
lebih sering terjadi pada orang tua. Bayi bisa membawa bakteri. Ini adalah
penyebab umum diare yang dijelaskan di rumah sakit dan sering dipahami
dengan penggunaan antibiotik. Staphylococcus aureus diare menular juga
dapat terjadi pada mereka yang telah menggunakan antibiotik. "Diare
nomad" biasanya merupakan jenis bakteri gastroenteritis, sedangkan
bentuk gigih biasanya bersifat parasit. Obat penekan asam meningkatkan
risiko infeksi secara signifikan setelah terpapar sejumlah spesies, termasuk
spesies Clostridium difficile, Salmonella, dan Campylobacter. Risiko lebih
besar pada mereka yang menggunakan inhibitor pompa proton
dibandingkan dengan antagonis H215.

- Parasit
Dapat menyebabkan gastroenteritis. Giardia lamblia adalah yang paling
umum, tetapi Entamoeba histolytica, Cryptosporidium spp., Dan spesies
lain juga terlibat. Sebagai kelompok, agen-agen ini terdiri dari 10% kasus
pada anak-anak. Giardia lebih umum di negara berkembang, tetapi jenis
penyakit ini dapat terjadi lebih banyak di mana-mana. Ini lebih sering
terjadi pada orang yang melakukan perjalanan ke daerah dengan prevalensi
tinggi, anak-anak yang memindahkan anak-anak, pria yang berhubungan
seks dengan pria dan setelah bencana16.

- Transmisi
Penularan dapat terjadi karena air minum yang terkontaminasi atau
kompilasi orang yang berbagi benda pribadi. Kualitas udara biasanya
memburuk selama musim hujan dan wabah lebih sering terjadi saat ini. Di
daerah dengan empat musim, infeksi lebih sering terjadi di musim dingin.
Di seluruh dunia, bayi yang memberi susu botol dengan botol yang tidak
bersih adalah penyebab yang signifikan. Tingkat penularan juga dikaitkan
dengan kebersihan yang buruk, (di antara anak-anak), di rumah tangga
yang ramai, dan mereka yang berstatus gizi buruk. Orang dewasa yang
belum dewasa mungkin masih membawa kehidupan. Dengan demikian,
orang dewasa dapat menjadi cadangan penyakit tertentu. Sementara
beberapa agen (seperti Shigella) hanya terjadi pada primata, yang lain
(seperti Giardia) dapat terjadi pada berbagai hewan17.
- Tidak menular
Ada beberapa penyebab radang pada saluran pencernaan yang tidak
menular. Beberapa yang lebih umum termasuk obat-obatan (seperti
NSAID), makanan tertentu seperti laktosa (pada mereka yang tidak
toleran), dan gluten (pada mereka yang menderita penyakit seliaka).
Penyakit Crohn juga merupakan sumber gastroenteritis yang tidak menular
(seringkali parah). Penyakit sekunder akibat skrining juga dapat terjadi.
Beberapa mual yang berhubungan dengan makanan, muntah, dan diare
termasuk: keracunan ciguatera karena konsumsi ikan predator yang
terkontaminasi, scombroid terkait dengan konsumsi ikan basi, keracunan
tetrodotoxin dari konsumsi ikan buntal, antara lain, dan botulisme yang
diawetkan dengan baik17.
Di Amerika Serikat, tingkat penggunaan darurat untuk gastroenteritis
tidak menular naik 30% dari 2006 hingga 2011. Dari dua puluh kondisi
paling umum yang terlihat di unit gawat darurat, tingkat gastroenteritis
tidak menular17.

PATOGENESIS

Gastroenteritis akut biasanya disebabkan oleh bakteri dan protozoa. Di


Filipina, salah satu penyebab gastroenteritis akut yang paling umum adalah
E. histolytica. Proses patologis dimulai dengan mengambil makanan dan
air yang terkontaminasi tinja. Organisme yang mempengaruhi tubuh
melalui invasi langsung dan oleh endotoksin dilepaskan oleh organisme.
Melalui dua proses ini, lapisan usus distimulasi dan dihancurkan yang
akhirnya mengarah pada limbah udara besar atau tenesmus15.

Klien dengan gastroenteritis akut dapat melaporkan pembentukan gas


berlebihan yang dapat menyebabkan distensi abdomen dan mengeluarkan
flatus karena gangguan fungsi pencernaan dan penyerapan. Perasaan
kenyang dan peningkatan motilitas saluran pencernaan dapat berkembang
menjadi mual dan meningkat dengan baik. Nyeri perut penuh dan perasaan
mungkin berkurang hanya jika pasien dapat melewati flatus15.

Ketika kerusakan usus melewati lapisan mukosa yang tererosi karena


racun, invasi langsung dan aksi asam hidroklorat lambung. Ketika lapisan
pelindung perut terkikis, kemampuan asam lambung membantu. Nyeri
atau nyeri perut kemudian dirasakan oleh pasien. Ketika liang atau ulserasi
mencapai pembuluh darah di perut, perdarahan akan terjadi. Disentri dapat
ditandai dengan melena atau hematochezia tergantung pada lokasi dan
jumlah perdarahan yang mungkin terjadi15.
Tanda-tanda perdarahan dapat dihilangkan juga melalui hematemesis.
Karena usus dirangsang oleh organisasinya dan toksinnya, saluran usus
mengeluarkan air dan elektrolit dalam lumen usus. Klorida dan bikarbonat
dalam usus menyusun tubuh yang berusaha meningkatkan jumlah
peristaltik dan jumlah buang air besar. Reabsorpsi natrium dan air dalam
usus terhambat oleh rotasi dua elektrolit15.

Diare ringan ditandai oleh 2-3 feses, borborygmi (bunyi bising


hiperaktif), ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan hipernatremia.
Ketika terus berlanjut, protein dalam tubuh diekskresikan ke dalam lumen
yang mengurangi reabsorpsi dan tubuh menurun menyebabkan lebih
banyak diare daripada 10 feses berair. Volume cairan serius dapat
menyebabkan syok hipovolemik dan akhirnya kematian15.

MANIFESTASI KLINIS
Gastroenteritis biasanya melibatkan diare dan muntah. Terkadang,
hanya ada satu atau yang lainnya. Ini mungkin disertai dengan kram perut.
Tanda dan gejala biasanya mulai 12-72 jam setelah tertular agen infeksius.
Jika karena virus, kondisinya biasanya sembuh dalam waktu satu minggu.
Beberapa infeksi virus juga melibatkan demam, kelelahan, sakit kepala,
dan nyeri otot. Jika tinja berdarah, penyebabnya lebih kecil
kemungkinannya menjadi virus dan lebih cenderung menjadi bakteri.
Beberapa infeksi bakteri menyebabkan sakit perut yang parah dan dapat
berlangsung selama beberapa minggu15.
Anak-anak yang terinfeksi rotavirus biasanya pulih sepenuhnya dalam
tiga hingga delapan hari. Namun, di negara-negara miskin pengobatan
untuk infeksi parah seringkali tidak terjangkau dan diare persisten sering
terjadi. Dehidrasi adalah komplikasi diare yang umum. Dehidrasi parah
pada anak-anak dapat dikenali jika warna dan posisi kulit kembali perlahan
ketika ditekan. Ini disebut "pengisian kapiler berkepanjangan" dan "turgor
kulit buruk". Pernafasan yang tidak normal adalah tanda lain dehidrasi
parah. Infeksi berulang biasanya terlihat di daerah dengan sanitasi dan gizi
buruk. Pertumbuhan yang terhambat dan keterlambatan kognitif jangka
panjang dapat terjadi15.
Artritis reaktif terjadi pada 1% orang yang mengikuti infeksi spesies
Campylobacter. Sindrom Guillain-Barré terjadi pada 0,1%. Hemolytic
uremic syndrome (HUS) dapat terjadi karena infeksi Escherichia coli atau
spesies Shigella yang memproduksi racun Shiga. HUS menyebabkan
jumlah trombosit yang rendah, fungsi ginjal yang buruk, dan jumlah sel
darah merah yang rendah (karena kerusakan). Anak-anak lebih mungkin
mendapatkan HUS daripada orang dewasa. Beberapa infeksi virus dapat
menyebabkan kejang pada anak-anak yang tidak berbahaya16.
DIAGNOSIS
Gastroenteritis biasanya didiagnosis secara klinis, berdasarkan tanda
dan gejala seseorang. Menentukan penyebab pasti tidak perlu karena itu
mengubah pengaturan kondisi15.
Namun, kultur tinja harus dilakukan pada mereka yang memiliki darah
dalam tinja, mereka yang mungkin mengalami keracunan makanan, dan
mereka yang baru-baru ini bepergian ke negara-negara berkembang.
Mungkin juga cocok untuk anak di bawah 5 tahun, orang tua, dan mereka
yang memiliki fungsi kekebalan tubuh yang buruk. Tes diagnostik juga
dapat dilakukan untuk pengawasan. Karena hipoglikemia terjadi pada
sekitar 10% bayi dan anak kecil. Elektrolit dan fungsi ginjal juga harus
disiapkan untuk dikompilasi di sana yang membantu dehidrasi parah13.

b. Intoksikasi makanan
Definisi
Intoksikasi makanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan
yang dapat terjadi setelah menelan makanan / minuman yang
terkontaminasi, rusak, atau beracun18.

Epidemiologi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 1 dari 6
orang Amerika akan mengalami keracunan makanan setiap tahun. Data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tahun 2019 menunjukkan bahwa
sekitar 600 juta, atau hampir satu dari 10 orang di dunia, mengalami gejala
keracunan setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Menurut
data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di Indonesia ada
sekitar 20 juta kasus intoksikasi makanan setiap tahun18.

Etiologi
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh18:
1. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab paling umum keracunan
makanan. Bakteri seperti E. coli, Listeria, dan Salmonella merupakan
penyebab terbanyak. Salmonella adalah penyebab terbesar kasus
keracunan makanan. Menurut CDC, diperkirakan 1.000.000 kasus
keracunan makanan, termasuk hampir 20.000 rawat inap, dapat
ditelusuri ke infeksi salmonella setiap tahun. Campylobacter dan C.
botulinum (botulism) adalah dua bakteri yang kurang dikenal dan
berpotensi mematikan yang dapat mengintai dalam makanan kita.
2. Parasit
Toxoplasma adalah parasit yang paling sering dalam kasus
keracunan makanan. Biasanya ditemukan di kotoran kucing. Parasit
dapat hidup di saluran pencernaan tanpa terdeteksi selama bertahun-
tahun. Namun, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan
wanita hamil berisiko mengalami efek samping serius jika parasit
menetap di usus mereka.

3. Virus
Keracunan makanan juga bisa disebabkan oleh virus. The
norovirus, juga dikenal sebagai virus Norwalk, menyebabkan lebih dari
19 juta kasus keracunan makanan sumber terpercaya setiap tahun.
Dalam kasus yang jarang terjadi, itu bisa berakibat fatal. Rotavirus,
dan astrovirus menimbulkan gejala yang serupa, tetapi mereka kurang
umum. Virus hepatitis A adalah kondisi serius yang dapat ditularkan
melalui makanan.

4. Makanan itu sendiri secara alamiah sudah mengandung zat kimia atau
racun, misalnya asam jengkol, jamur Aspergilus flavus mengandung
aflatoksin dan jamur Amanita muscaria mengandung muskarin,
singkong mengandung asam sianida, makanan laut, tempe bongkrek
mengandung asam bongkrek serta makanan yang basi atau
kedaluwarsa.

Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor mikroba, toksin dan sebagainya. Masuknya mikroba atau racun
yang berbahaya ke dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem vaskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh.
Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan gejala mual, muntah, diare,
nyeri perut, gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan sampai
menimbulkan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan makanan dan
bahan kimia yang terkandung dalam makanan). Terjadi mual, muntah
dikarenakan iritasi pada lambung yang diakibatkan dari toksin atau
mikroba yang tertelan, sehingga produksi HCL didalam lambung
meningkat. Iritasi pada saluran cerna bagian bawah menyebabkan
meningkatnya peristaltik usus yang mengakibatkan terjadinya nyeri perut
serta diare. Kemudian sesak napas terjadi akibat respon tubuh terhadap
adanya benda asing sehingga merangsang dilepaskannya mediator-
mediator kimia seperti histamin pada saluran napas yang menyebabkan
edema pada bronkus, hinga timbul sesak18.

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul sesuai dengan jenis keracunan yang terjadi18:

1. Keracunan Clostridium Botulinum


Tanda dan gejala :
 Masa laten 8 jam – 8 hari
 Muntah
 Lemah
 Gangguan penglihatan
 Refleksi pupil tidak ada (-)
 Tidak ada gangguan pencernaan dan kesadaran

2. Keracunan makanan laut


Tanda dan gejala :
 Masa laten ¼ - 4 jam
 Pruritus
 Rasa panas disekitar mulut
 Lemah, rasa baal pada ekstremitas
 Nyeri perut
 Diare
 Sulit bernafas

3. Keracunan jengkol
Tanda dan gejala :
 Masa laten beberapa jam sampai 48 jam
 Nafas cepat, mulut, dan air seni penderita berbau jengkol
 Sakit pinggang yang disertai sakit perut
 Nyeri waktu buang air kecil
 Buang air kecil kadang disertai darah

4. Keracunan jamur
Tanda dan gejala :
 Masa laten timbul dalam 6 jam
 Sakit prut disertai diare kadang bercampur darah
 Muntah
 Berkeringat banyak

5. Keracunan singkong
Tanda dan gejala :
 Masa laten 1-beberapa jam
 Mual dan muntah
 Sesak nafas
 Sianosis
 Dapat terjadi koma bahkan sampai kematian

6. Keracunan tempe bongkrek


Tanda dan gejala :
 Masa laten terjadi dalam beberapa jam
 Kejang perut
 Kejang otot
 Sesak nafas, dapat terjadi kematian

7. Keracunan makanan basi


Tanda dan gejala :
 Mual muntah
 Diare
 Nyeri perut
 Nyeri kepala, demam
 Dehidrasi, dapat menyerupai disentri

Diagnosis
Mendiagnosis jenis keracunan makanan berdasarkan gejala Anda. Dalam
kasus yang parah, tes darah, tes feses, dan tes pada makanan yang telah Anda
makan dapat dilakukan untuk menentukan apa yang menjadi penyebab atas
keracunan makanan. Dokter Anda juga dapat menggunakan tes urin untuk
mengevaluasi apakah seseorang mengalami dehidrasi akibat keracunan
makanan18.
1. Pemeriksaan fisik : ditemukan adanya penurunan kesadaran, nadi meningkat,
demam, pernapasan meningkat, Tekanan darah menurun akibat dehidrasi,
turgor kulit menurun, sianosis, gangguan pengelihatan, hingga refleks pupil
negatif18.
2. Analisa Gas Darah : ditemukan ganguan asam basa tubuh18.
3. Pathologi Anatomi
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan pathologi biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ
lainnya sebagai komplikasi18.

 Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan pada skenario ini?

•Laboratorium:
•Elektrolit serum: Hiponatremia, Hypernatremia, hipokalaemia
•Kultur tinja/feses: Bakteri, virus, parasit, candida
•Analisis Gas Darah: asidosis metabolik (pH menurun, kenaikan p2, kenaikan
pCO2, penurunan HCO3)

PEMERIKSAAN ELEKTROLIT19,20
Hypernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma> 150 mmol / L. Tujuannya
adalah mengurangi kadar natrium. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastik menggunakan ORS adalah cara terbaik dan teraman.

Hiponatremia
Pasien dengan diare yang hanya minum air atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat mengalami hiponatremia (Na <130 mol / L).
hiponatremia sering terjadi pada kondisi shigellosis dan pada kasus malnutrisi
berat dengan edema.

Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K> 5 mEq / L

Hipokalemia
Dikatakanhipokalemiaketika K <3,5 mEq / L Hipokalemia dapat
mencegah dan mengurangi kalium dengan mengoreksi ORS dan menyediakan
makanan yang kaya kalium selama diare dan setelah diare berhenti.

PEMERIKSAAN FESES20,21

1. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Periksa jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit. Kotoran yang
berair dan tanpa lendir atau biasanya tergantung pada virus enterotoksin,
protozoa atau infeksi di luar saluran pencernaan. Kotoran darah atau lendir
dapat menyebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasive yang menyebabkan peradangan pada mukosa atau parasit
seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Jika ada darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica sering pada
permukaan tinja. Kotoran yang mengeluarkan busuk diperoleh pada infeksi
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
A. Jumlah
Dalam kondisi normal jumlah tinja berkisar antara 100-250 gram per hari.
Jumlah tinja meningkat jika jumlah makan sayuran meningkat.
B. Konsistensi
Nilai yang normal memiliki konsistensi dan bentuk yang agak lunak. Pada
diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya feses
atau skibala keras didapat dalam konstipasi. Pencampuran gas dalam usus
menghasilkan gas yang mudah dicampur dan dicampur.
C. Warna
Feses normal berwarna kuning coklat dan warna ini dapat berubah menjadi
lebih tua dengan pembentukan lebih banyak urobilin. Selain warna tinja
urobilin dibeli oleh berbagai jenis makanan, kelainan pada saluran
pencernaan dan obat-obatan yang dimakan. Warna kuning dapat disebabkan
oleh obat-obatan seperti susu, jagung, lemak, dan xanthone. Kotoran hijau
dapat diproduksi oleh sayuran yang mengandung klorofil atau pada bayi baru
lahir yang disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam meconium. Abu-
abu dapat disebabkan karena tidak ada urobilinogen di saluran pencernaan
yang diperoleh pada ikterus obstruktif, tinja ini disebut akholis. Situasi ini
dapat diperoleh pada defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang
menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna
dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologis.
Kotoran berwarna merah muda dapat dihasilkan oleh pendarahan baru di
bagian distal, mungkin oleh makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat
dapat menyebabkan pendarahan di bagian proksimal saluran pencernaan atau
karena makanan seperti coklat, kopi dan lainnya. Warna coklat tua melebihi
urobilin berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan hitam dapat
menyebabkan obat yang mengandung zat besi, arang atau bismut dan
mungkin juga dengan melena
D. Bau
Indol, skatol, dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau
busuk diperoleh jika dalam usus pembusukan terjadi protein yang tidak
dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi dengan
pembusukan tersebut. Kotoran yang mengandung gula atau asam dilepaskan
oleh gula fermentasi yang tidak dicerna seperti diare. Reaksi tinja dalam
kondisi ini menjadi asam.
E. Darah
Feses yang tercampur darah bisa berwarna merah muda, coklat atau
hitam. Darah mungkin berada di bagian luar tinja atau bercampur dengan
tinja. Pada perdarahan proksimal, saluran pencernaan darah akan bercampur
dengan feses dan warnanya menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada
maag atau varises di kerongkongan. Sedangkan perdarahan di bagian distal
saluran pencernaan darah dapat ditemukan di luar tinja berwarna merah
muda yang ditemukan pada wasir atau karsinoma dubur.
F. Lendir
Dalam keadaan normal, ada sedikit lendir di tinja. Memperoleh lendir
yang lebih bermakna dari stimulasi atau radang dinding usus. Jika lendir
hanya diperoleh di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi mungkin ada di usus
besar. Sementara itu, jika lendir bercampur dengan tinja, iritasi sangat
mungkin terjadi pada usus kecil. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis
hanya dapat diperoleh lendir tanpa feses.
G. Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan lain-lain yang
mungkin didapatkan dalam tinja.

2. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS21,22
Pemeriksaan mikroskopis, memeriksa protozoa, telur cacing, leukosit,
eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua tes ini yang paling
penting adalah pemeriksaan telur protozoa dan cacing.

A. Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit.
B. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis dan sebagainya.
C. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh
sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan
peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja
yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.
D. Eritrosit
Eritrosi thanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya
eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
E. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan sejumlah sel epitic, yang berasal
dari dinding usus bagian distal. Sel-sel epitel yang merupakan bagian dari
proksimal jarang terlihat karena sel-sel ini biasanya rusak. Jumlah sel epitel
meningkat jika ada stimulasi atau radang dinding usus distal.
F. Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak berarti. Pada tinja yang normal dapat
dilihat sebagai kristal triple fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal
triple fosfat dan kalsium oksalat diperoleh setelah bayam atau stroberi,
sedangkan kristal asam lemak diperoleh setelah makan banyak lemak.
Sebagai kelainan, kristal feses LUGOL dari tinja Charcoat Leyden dapat
ditemukan dan kristal hematoidin ditemukan. Kristal Leyden Charcoat
diperoleh dalam bisul gastrointestinal saat amubiasis diubah. Dalam
perdarahan saluran pencernaan dapat diperoleh kristal hematoidin.
G. Sisa makanan
Hampir selalu juga dapat ditemukan dalam keadaan normal, tetapi dalam
situasi tertentu meningkat dan ini dibahas dengan kondisi abnormal. Sisa
makanan sebagian besar berasal dari makanan dari daun dan beberapa dari
hewan seperti serat, serat elastis dan lainnya. Untuk memilih lebih lanjut,
emulsi Ninja dikombinasikan dengan solusi Lugol untuk menunjukkan
keberadaan pati yang dicerna secara tidak sempurna. Solusi jenuh Sudan III
atau IV digunakan untuk menunjukkan keberadaan lemak netral seperti pada
steatorrhoe. Sisa makanan ini akan meningkat pada sindrom malabsorpsi.

PARASIT PADA CACING20,21


A. Necator americanus & Ancylostoma duodenale
Cacing tambang parasit adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup
pada usus kecil inangnya, manusia. Ada dua spesies cacing tambang yang
biasa menyerang manusia, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
Necator americanus Ascaris
Ascaris adalah cacing bulat berukuran raksasa yang dapat mencapai
sepanjang 40 cm, sedikit lebih besar 1cm.

B. Guinea Worm (cacing guinea)


Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah Dracunculiasis. Bentuk
cacing ini panjang seperti spagethi bila sudah besar bahkan dapat mencapai 1
meter. biasanya cacing ini masuk kedalam tubuh manusia dari air yang
terkontaminasi oleh telur-telur cacing Guinea yang telah di makan oleh Kutu
air.
C. Cacing Pita (Tapeworm/Taenia)23
Cacing pita asli ini memiliki 3 jenis berdasarkan lokasi, yaitu: pada sapi,
babi dan ikan. Cacing ini hidup di saluran pencernaan manusia, ternak lain
dan tersedia dalam daging "dan membentang di dalam tubuh.

PEMERIKSAAN DARAH24
Tes darah: analisis darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan serum P
dalam kejang yang dipenuhi dengan diare), tes kultur dan sensitivitas antibiotik.

 Bagaimana tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi pada skenario


tersebut?

GEA
Terapi farmakologi:
- Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam mengobati diare adalah dengan rehidrasi, yang lebih
disukai dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan
perhitungan kasar dengan perhitungan berat normal pasien dan berat badan
saat pasien mengalami diare) harus ditangani terlebih dahulu. Selanjutnya,
menangani kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal-hal penting
yang perlu diperhatikan untuk memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu15,25:

a. Jenis cairan

Pada saat ini, Ringer Lactate adalah cairan pilihan karena tersedia di
pasaran, walaupun jumlah potasium lebih rendah jika dibandingkan dengan
kadar potasium dalam tinja. Jika cairan ini tidak tersedia, isotonik NaCl
dapat diberikan. Satu ampul 7,5% 50% Na bikarbonat harus ditambahkan
ke setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan diobati dalam 1-4
jam. Dalam kasus diare akut ringan awal, tersedia di pasaran cairan / bubuk
ORS, yang dapat diambil sebagai upaya awal untuk mencegah dehidrasi
dengan berbagai konsekuensi. Rehidrasi oral (ORS) harus mengandung
garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan air15,25.

b. Jumlah Cairan

Pada prinsipnya, jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari tubuh. Kehilangan cairan dari tubuh dapat dihitung
dengan menggunakan Metode Daldiyono berdasarkan kondisi klinis dengan
skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai
kondisi rehidrasi15,25.

Skor Daldiyono:
c. Jalur pemasukan cairan

Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada pemberian oral dan
intravena. Untuk pemberian oral, larutan oralit diberikan dalam komposisi
mulai dari 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Na bikarbonat, dan 1,5 g KCI per
liter. Cairan oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah
rehidrasi awal15,25.

- Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simptomatik harus hati-hati dan setelah itu benar-benar
diperhatikan karena ada lebih banyak kerugian daripada manfaatnya. Ini harus
dipertimbangkan dalam pemberian antiemetik, karena metoklopropamid
misalnya dapat memberikan kejang pada anak-anak dan remaja karena
stimulasi ekstrapiramidal. Pada diare akut ringan kecuali rehidrasi oral, jika
tidak ada kontraindikasi, dapat dianggap pemberian Bismuth subsalisilat atau
loperamide dalam waktu singkat. Pada diare parah, obat-obatan ini dapat
dipertimbangkan dalam waktu singkat pemberian dikombinasikan dengan
pemberian obat antimikroba15,26.
- Terapi Antibiotik
Antibiotik empiris jarang diindikasikan pada infeksi diare akut, karena 40%
kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa antibiotik. Antibiotik
diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda-tanda diare menular, seperti
demam, tinja berdarah, leukosit dalam tinja, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau menyelamatkan jiwa pada diare
menular, diare pada wisatawan dan pasien dengan gangguan imun. Pemberian
antibiotik dapat dilakukan secara empiris, tetapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman15,26.

o Terapi antibiotik empiris15,26:

o Terapi antibiotik pada diare akut15,26:


 Intoksikasi makanan18,27
Pertolongan pertama dalam kasus keracunan makanan meliputi:
1) Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air sebanyak mungkin atau
diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah.
2) Agar perut bebas dari racun, beri norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3 kali
berturut-turut dalam jam yang setia.
3) Santan kental dan air kelapa hijau dicampur dengan 1 sendok makan garam
bisa menjadi alternatif jika norit tidak tersedia.
4) Jika pasien sadar, cobalah muntah. Lakukan ini dengan memasukkan jari ke
kerongkongan tenggorokan dan posisi tubuh lebih tinggi dari kepala untuk
memudahkan kontraksi
5) Jika pasien tidak sadar, bawa pasien ke rumah sakit atau dokter terdekat
untuk perawatan intensif.

Langkah-langkah manajemen untuk keracunan makanan adalah sebagai


berikut:
1) Tindakan Darurat18
Meskipun tidak ada keadaan darurat yang ditemukan, setiap kasus keracunan
harus diperlakukan sebagai situasi darurat yang mengancam jiwa. Evaluasi
tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan penurunan kesadaran harus
dilakukan dengan cepat.
Airway : Bebaskan jalan nafas, hisap lendir atau cairan dalam saluran
pernafasan.
Breathing : Berikan bantu nafas dengan kanul, face mask, atau bagging
bila penderita tidak bernafas spontan atau pernafasan tidak
adekuat
Circulation : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan (Dex. 5%).

2) Secondary Survey18
a. Bila racun ditelan:
- Encerkan racun yang ada dalam lambung dan menghalangi
penyerapannya dengan cara memberikan cairan dalam jumlah yang
banyak. Cairan yang digunakan adalah air biasa, susu, norit yang telah
dilarutkan. Upayakan penderita memuntahkan racunnya, dilakukan
dalam 4 jam setelah racun ditelan.
- Bawa juga muntahan penderita untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
- Jangan melakukan muntah buatan pada penderita dengan keracunan zat
korosif dan/atau penderita tidak sadar.
b. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya
usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda usaha – usaha
penyelamatan penderita yang harus segera di lakukan18,27.
c. Mengurangi absorbsi
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan dengan
merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun dengan
karbon aktif dan membersihkan usus18,27.
d. Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan diuresis basa atau
asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfusi18,27.

3) Eliminasi
Emesis, merangsang pasien untuk muntah pada pasien yang sadar atau dengan
memberikan sirup ipecac 15-30 ml. Dapat diulangi setelah 20 menit jika tidak
berhasil. Catharsis, (lavage usus), dengan pemberian laksan jika racun itu
diduga telah tertipu dan besar. Bilas lambung, pada pasien dengan penurunan
kesadaran, atau pada pasien yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif ketika
tukak lambung dilakukan dalam waktu 4 jam setelah keracunan. Emesis,
katarsis, dan tukak lambung hanya boleh dilakukan jika keracunan terjadi
dalam waktu kurang dari 4-6 jam. pada koma sedang hingga berat, tindakan
lumbar lambung harus dilakukan dengan bantuan tabung endotrakeal kosong
untuk mencegah pneumonia aspirasi18,27.

4) Anti dotum (Penangkal Racun) 18,27

Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
penumpukan.
Awalnya diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
Diikuti oleh 0,5 hingga 1 mg setiap 5-10 - 15 menit sam p ai timbul gejala-
GEJ ala atropinisasi (pembilasan, mulut kering, takikardia, midriasis, demam
dan psikosis).
Kemudian interval diperpanjang setiap 15 - 30 - 60 menit kemudian setiap 2-4
- 6 - 8 dan 12 jam.
Penyediaan SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian mendadak
dapat menyebabkan efek rebound dalam bentuk edema paru dan gagal napas
akut yang sering berakibat fatal.

Penatalaksanaan juga dapat dilakukan sesuai dengan penyebab antara lain18,27:

a. Keracunan Clostridium Botulinum


 Netralisasi dengan mengkonsumsi banyak cairan
 Upayakan muntah dengan pemberian Na-Bic
 Kuras lambung
 Antidot ABS dosis 1 vial setiap 4 jam.
b. Keracunan makanan laut
 Netralisasi dengan mengkonsumsi banyak cairan
 Upayakan muntah dengan pemberian Na-Bic
 Kuras lambung
 Berikan nafas buatan bila perlu
c. Keracunan jengkol
 Minum air putih yang banyak
 Pemberian anlgetik untuk menghilangkan rasa sakitnya.
d. Keracunan jamur
 Netralisasi dengan mengkonsumsi cairan
 Upayakan untuk memuntahkan
 Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat
 Berikan antidotum Sulfas Atropin 1 mg IV
 Jika mengandung metilhidrazin berikan piridoksin 25 mg/kg BB IV
 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Diet tinggi karbohidrat
e. Keracunan singkong
 Netralisasi dengan mengkonsumsi cairan
 Upayakan muntah
 Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat berikan Amil Nitrit
1 amp 0,2 ml.
 Berikan antidotum Natrium Nitrit 3% IV, stop bila Tekanan Darah <
80 mmHg.
 Berikan 50 ml larutan Na Tiosulfat 25 % IV
 Berikan oksigen 100%
f. Keracunan tempe bongkrek
 Netralisasi dengan mengkonsumsi cairan
 Upayakan untuk memuntahkan
 Kuras lambung bila perlu
 Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat
 Berikan nafas buatan bila perlu
g. Keracunan makanan basi
 Netralisasikan dengan minum banyak cairan
 Upayakan untuk memuntahkan
 Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat
 Obati seperti kasus gastroenteritis.

 Terapi non-farmakologis dalam kasus dalam skenario15,27:


- Hindari makanan dan minuman yang tidak bersih
- Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum dan sesudah makan
- Cuci tangan dengan sabun dan air bersih setelah buang air besar
- Gunakan air bersih untuk memasak
- Buang air besar di toilet
- Bersihkan bahan masakan sebelum dimasak dengan air bersih
- Masak sampai matang
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990.


2. http://eprints.umm.ac.id/42562/3/jiptummpp-gdl-estilistia-50148-3-babii.pdf
diakses pada 10 April 2020
3. Departemen Kesehatan RI, 2011, Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada
Balita, Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Situasi Diare di Indonesia, Jakarta.
5. Szilagyi A, Ishayek N. Lactose Intolerance, Dairy Avoidance, and Treatment
Options. Nutrients. 2018 Dec 15;10(12) [PMC free article] [PubMed] [Reference
list]
6. Nikfarjam M, Wilson JS, Smith RC., Australasian Pancreatic Club Pancreatic
Enzyme Replacement Therapy Guidelines Working Group. Diagnosis and
management of pancreatic exocrine insufficiency. Med. J. Aust. 2017 Aug
21;207(4):161-165. [PubMed] [Reference list]
7. Kirkeby S, Lynge Pedersen AM. Modifications of cholera toxin subunit B
binding to human large intestinal epithelium. An immunohistochemical study.
Microb. Pathog. 2018 Nov;124:332-336. [PubMed] [Reference list]
8. Wu J, Yunus M, Ali M, Escamilla V, Emch M. Influences of heatwave, rainfall,
and tree cover on cholera in Bangladesh. Environ Int. 2018 Nov;120:304-311.
[PMC free article] [PubMed] [Reference list]
9. Setiawan, B. Diare akut karena Infeksi. In: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.

Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: p.
1794-1798.
10. Sya’roni Akmal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta:
FK UI.2006. Hal 1839-41.
11. Reed, S.L. Amoebiasis dan Infection with Free Living Amoebas. In: Kasper.
Braunwald. Fauci. et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine.Vol I.

17thEd. McGraw-Hill. 2009: p. 1275-1280.


12. Panduan Puskesmas untuk keracunan makanan. Depkes: Jakarta. 2007.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2007)
13. Singh, Amandeep (July 2010). "Pediatric Emergency Medicine Practice Acute
Gastroenteritis — An Update". Pediatric Emergency Medicine Practice. 7 (7).
14. World Health Organization (December 2009). "Rotavirus vaccines: an
update" (PDF). Weekly Epidemiological Record. 84 (50): 533–
540. PMID 20034143. Archived (PDF) from the original on 9 July 2012.
Retrieved 10 May 2012.
15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
16. Eckardt AJ, Baumgart DC (January 2011). "Viral gastroenteritis in
adults". Recent Patents on Anti-Infective Drug Discovery. 6(1): 54–63.
17. Warrell D.A.; Cox T.M.; Firth J.D.; Benz E.J., eds. (2003). The Oxford Textbook
of Medicine (4th ed.). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-262922-7.
Archived from the original on 2012-03-21.
18. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER).
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/food-poisoning/symptoms-
causes/syc-20356230. 2017
19. Gandasoebrata R. 1970. Penuntun Laboratorium Klinic, cetakan k-4.
Jakarta:Penerbit Dian Rakyat.
20. Hepler OE. 1956. Manual of Clinical Laboratory Methods, 4 ed. Inggris:
SprinfieldIllinois USA: Charles C Thomas Publisher.
21. Hyde TA, Mellor LD, Raphael SS. 1976. Gastrointestinal tract in
MedicalLaboratory Technology. ed, Raphael SS, Lynch, MJG (eds).
Philadelphia: WB Saunders Company
22. Lynne S. Garcia. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
23. Pedoman tatalaksana diare from http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.
24. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al.
Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 – 87
25. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in
Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD
Lawrence Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5
Mar. 2017].
26. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education.
2015;42(7):504-8.
27. Arisman. 2009. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai