1. DEFINISI
Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi yang sama. Ghishan
menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 1 minggu, sedangkan kondisi
serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik oleh Walker-Smith et al. didefinisikan
sebagai diare persisten.
Definisi diare kronis menurut Bhutta adalah episode diare lebih dari dua minggu,
sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi. The American
Gastroenterological Association mendefinisikan diare kronis sebagai episode diare yang
berlangsung lebih dari 2 minggu, oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
2. ETIOLOGI
3. EPIDEMIOLOGI
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita. Insidensi
diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun dan
menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh kematian akibat diare. Hal ini menunjukkan
bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat
kematian anak di dunia. Di Indonesia, prevalensi diare persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan
angka kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11 bulan.
4. FAKTOR RESIKO
5. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai aktor yang sangat kompleks. Pertemuan
Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition (CAPGAN)
menghasilkan suatu konsep patogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa paparan berbagai
aktor predisposisi, baik infeksi maupun non-infeksi akan menyebabkan rangkaian proses yang
pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare
kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga beberapa referensi hanya
menggunakan salah stau istilah untuk menerangkan kedua jenis diare tersebut. Meskipun
sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda.
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah aktor intralumen dan faktor mukosal.
Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen termasuk gangguan
pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mukosal adalah faktor yang mempengaruhi
pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses yang mengakibatkan
perubahan integritas membrane mukosa usus, ataupun gangguan pada fungsi transport protein.
Secara umum, patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh Ghishan,
dengan membagi menjadi lima mekanisme, yakni:
1) Sekretoris
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini
selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan
sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat
ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita epat jatuh ke
dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin yang
dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan
mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh
kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio
biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4)
penderita biasanya cepat jatuh dalam keadaan dehidrasi.
2) Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh
enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka
disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di
flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut
penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan
klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk
sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang
mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja air/watery diarrhae akan tetapi biasanya tidak
seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3) pantat
anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan
klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa
akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus.
Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
3) Mutasi protein transport
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur pertukaran ion Cl-
/HCO3- pada sel brush border apical usus uleo-colon, berdampak pada gangguan absorpsi Cl-
dan menyebabkan HCO3-tidak dapat tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolik dan
pengasaman isi usus yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang
tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada kelainan ini,
anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion, kelahiran
premature dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan kadar
klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai daerah di dunia seperti Amerika
Serikat, Kanada, hampir seluruh negara di Eropa, Timur Tengah, Jepang dan Vietnam. Selain
mutasi pada penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi pada penukar Na+/H+ dan Na+-protein
pengangkut asam empedu.
4) Pengurangan luas permukaan anatomi usus
Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu seperti
necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn, dan lain-lain, diperlukan
pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudia menyebabkan short bowel
syndrome. Diare dengan pathogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang
masif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien.
5) Perubahan pada gerakan usus
Hipomotilitas usus akibat berbagai kondisi seperti, malnutrisi, skleroderma, obstruksi
usus, dan diabetes mellitus mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih di usus. Pertumbuhan
bakteri yang berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam empedu yang berdampak
meningkatnya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme diare sekretorik. Perubahan
gerakan usus pada diabetes mellitus terjadi akibat neuropati sara otonom, misalnya saraf
adrenergic, yang pada kondisi normal berperan sebagai antisekretori dan atau proabsorti cairan
usus, sehingga gangguan pada fungsi saraf ini memicu terjadinya diare.
Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya
6. MANIFESTASI KLINIS
Penurunan nafsu makan, muntah, demam, adanya lendir dalam tinja, dan gejala-gejala
flu, lebih banyak ditemukan pada diare persisten dibandingkan diare akut. Gejala lain yang
mungkin timbul tidak khas, karena sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya.
11. KOMPLIKASI
Dehidrasi, syok hipovolemik, hypokalemia, hipoglikemia, kejang, malnutrisi energi
protein.
12. PROGNOSIS
Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya. Pada penyakit
endokrin,prognosis tergantung pada penyakit dasarnya. Pada penyebab obat-obatan,tergantung
pada kemampuan untuk menghindari pemakaian obat-obat tersebut. Pada pasca bedah prognosis
tergantung pada sejauh mana akibat tindakan operasi pada penderita di samping faktor penyakit
dasarnya sendiri.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor A. H.
Markum dkk, BP FKUI. Jakarta, 1996 : 448 – 446.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan.2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Indonesia.
Gastroenterologi Anak Praktis : Editor Suharyono, Aswitha Boediarso, EM. Halimun, BP FKUI,
Jakarta, 1988 : 51 – 69.
Marcdante, Karen J., dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial, Edisi Keenam. Jakarta:
Elsevier.
Santoso, Nurtjahjo Budi dan Subagyo, Bambang. 2009. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi
Anak IDAI. Jakarta: IDAI.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid I, Editor
Husein Alatas dan Rusepno Hasan, BP FKUI, Jakarta, 1985: 283:312.
Wilunda C, Panza A. Factors Associated With Diarrhea Among Children Less Than 5 Years Old
In Thailand: A Secondary Analysis of Thailand Multiple Indicator Cluster Survey 2006. J
Health Res.2009:17-22