Anda di halaman 1dari 21

Pendahuluan

A. Defenisi
Gastroenteritis atau dikenal dengan diare adalah pengeluaran feces
yang tidak normal dan berbentuk cair / encer dengan frekwensi lebih banyak
dari biasanya dalam sehari > 3x (Ardiansyah, 2018).
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.
Gastroenteristis akut yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus
muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Kriswantoro,
Munawaroh, & Ririn, 2020).

B. Etiologi
Etiologi dari GEA di sebabkan oleh beberapa Faktor antara lain
(Ramanda, Felisitas, & Widi, 2019) :
1. Infeksi interal : Infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis adalah :
a) Infeksi bakteria : vibrio, E. coli, salmonella, campylobacter, shigella.
b) Infeksi Virus : Rotavirus, Calcivilus, Enterovirus, Adenovirus,
Astrovirus
c) Infeksi Parasit : Cacing (Ascariasis, Trichuris, Oxyuris),
Protozoa (Entamoeba Histolyca, Tricomonas hominis, Giardia
Lambia), Jamur (Candida Albicans ).
2. Infeksi Parental : Infeksi diluar alat pencernaan seperti : Tonsilitis,
Encefalitis,Broncopneumonia.
3. Faktor Malabsorbsi :

a) Karbohidrat. Terutama pada bayi kepekaan terhadap

lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan GE.

Gejalanya berupa GE berat , tinja berbau asam, sakit daerah


perut. Jika sering terkena GE seperti ini, maka bisa

menyebabkan pertumbuhan anak terganggu.

b) Malabsorbsi Lemak. Lemak terdapat dalam makanan yaitu

yang disebut dengan triglyserida. Dengan bantuan kelenjar

lipase, triglyserida mengubah lemak menjadi micelles yang

bisa di serap usus.Tetapi karena kegagalan

c) penyerapan sehingga lemak tidak dapat diproses akibat tidak

ada lipase karena kerusakan dinding usus sehingga terjadi GE.

GE pada kasus ini fecesnya berlemak.

d) Malabsorbsi Protein. GE yang terjadi akibat mukosa usus tidak

dapat menyerap protein

4. Faktor makanan : Makanan yang sudah basi, Alergi makanan

tertentu, makanan kurang matang, makanan tercemar atau beracun.

C. Manifestasi Klinis
Gastroenteritis akut sering disertai tanda dan gejala klinis lainnya
seperti gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan menurun, dehidrasi, tinja
cair berlendir kadang bercampur darah, turgor kulit jelek, BB menurun, mata
cekung, ubun – ubun kedalam (pada balita) . keadaan ini merupakan gejala
infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit (Abdullah, Almuhardi,
& Antoni, 2020).
Sedangkan menurut Suriadi (2018) tanda dan gejala klinis GE antara lain :

1. Sering Bab dengan konsistensi tinja cair atau encer.


2. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi (turgor kulit jelek ,elastisitas kulit
menurun ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa mulut dan bibir
kering).
3. Kram abdominal.
4. Demam,mual,muntah dan anorxia
5. Badan lemah, pucat dan perubahan TTV (nadi dan napas capat)
6. Urine menurun atau tidak ada pengeluaran (unuria)
D. Patofisiologi
Patofisiologi dari Gastroenteritis adalah meningkatnya motalitas dan
cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan
absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan, cairan sodium,
potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler kedala tinja,
sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi
asidosis metabolik.
GE yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat rangsangan
toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam
mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan
elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal
sehingga mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas
intestinal dan terjadi gangguan absorbs cairan dan elektrolit. Peradangan akan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit
dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi. Peningkatan
motalitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal sehingga
akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit (Ardiansyah, 2018).
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya GE meliputi hal – hal
berikut yaitu:
1. Gangguan Osmotik.
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh
mukosa usus akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotic dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul GE.
2. Gangguan sekresi akibat respon inflamasi mukosa (misalnya toksin)
Pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit
kedalam rongga usus sebagai reaksi dari enterotoxic dari infeksi dalam usus
dan selanjutnya timbul GE karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul GE. Sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
bisa timbul GEjuga.
Dari ketiga mekanisme diatas GE dapat menyebabkan :

a) Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan

gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)

b) Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran

berlebihan)

c) Hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Kriswantoro,

d) Munawaroh, & Ririn, 2020).

E. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Gastroenteritis adalah :
1. Hipokalemia (dengan gejala matiorisme hipotonic otot lemah
bradikardiperubahan elektrokardiogram).
2. Cardiac dysrhythimia akibat hipokalemia dan hipokalsemi
3. Hiponatermi
4. Syok Hipovolemik
5. Asidosis Dehidrasi (Ramanda, Felisitas, & Widi, 2019).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pununjang gastroenteritis adalah :
1. Riwayat alergi pada obat – obatan atau makanan
2. Pemeriksaan intubasi duodenum.
3. Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.

4. Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah.


5. Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula
juga ada intoleransi gula, biakkan kuman untuk mencari kuman penyebab
dan uji retensiterhadap berbagai antibiotik.
6. Pemeriksaan darah : perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD),
elektrolit terutama Na, K, Ca, P Serum pada GE yang disertai kejang
7. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal

8. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara


kuantitatif dan kualitatif terutama pada GE kronik

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien diaremeliputi: pemberian cairan,
dan pemberian obat-obatan. Pemberian cairan pada pasien diare dan
memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum (Abdullah,
Almuhardi, & Antoni, 2020).
1. Pemberian cairan Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
yang di berikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na
HCO3, KCL dan glukosa untuk diare akut.
2. Cairan Parenteral sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di
perlukan sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung
tersedianya cairan setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di
berikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang di perhitungkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
a) DehAZidrasi Ringan 1 jam pertama 25 –50 ml / kg BB / hari,
kemudian 125 ml / kg BB /oral.
b) Dehidrasi sedang1 jam pertama 50 –100 ml / kg BB / oral kemudian
125 ml / kg BB /hari.
c) Dehidrasi berat1jampertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB /
menit(inperset 1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB
oralit peroral.
3. Obat-obatan. Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang
hilang melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin,
tepung beras, dsb).
a) Obat anti sekresi Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30
mg.Klorrpomozin, dosis 0,5 –1 mg / kg BB / hari.
b) Obat spasmolitik, umumnya obat spasmolitik seperti papaverinekstrak
beladora, opium loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare
akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin,charcoal, tabonal,
tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan
lagi.
c) Antibiotic umumnya tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 –50 mg /kg
BB / hari. Antibiotic juga diberikan bila terdapat penyakitseperti
OMA, faringitis, bronchitis / bronkopeneumonia (Ardiansyah, 2015).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian

1. Data umum

a. Identitas Klien

Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,


alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status pekawinan,
tanggal masuk RS, nomor rekam medic, dan diagnosa medis.
b. Identitas Orang Tua

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan.


2. Riwayat kesehatan saat ini

a. Keluhan utama : keluhan yang sering muncul yaitu mudah


lelah, mudah mengantuk, hingga sesak napas. Akibatnya
penderita thalassemia aktivitasnya terganggu

b. Riwayat kesehatan anak: anak cenderung mudah terkena


infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi lainnya. Hal
ini karena rendahnya hemoglobin yang berfungsi sebagai alat
transport.

3. Riwayat kesehatan masa lalu


a. Riwayat Ibu saat hamil

Selama masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara


mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua
merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
b. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji


apakah orang tua yang menderita thalassemia.Apabila kedua
orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko
menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling
pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya
penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
c. Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi meliputi, jenis imunisasi, jenis


vaksin yang telah diberikan pada klien dan waktu
pemeriannya
d. Riwayat tumbuh kembang

Sering didapatkan data mengenai adanya


kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak
anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak
juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
4. Kebutuhan dasar
a. Pola nutrisi

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,


sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.

b. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya.


Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas
seperti anak normal mudah merasa lelah.
5. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah


serta tidakselincah anak seusianya yang normal.
b. Kepala

Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan


mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak
keduamata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata : konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut : Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol


akibatadanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh
anemia kronik.
f. Perut

Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat


pembesaran limpa dan hati (hepatosplemagali).
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB
nya kurang dari normal.Ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
g. Genetalia
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak
adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau
kumis.Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.
h. Kulit

Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah


sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi
kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Hipovolemia
3. Defisit nutrisi
4. Hipertermi
5. Risiko gangguan integritas kulit
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Mengidentifikasi
intervensi keperawatan Observasi dan mengelola
selama 3x 24 jam - Identifikasi lokasi, pengalaman
dengan karakteristik, sensorik atau
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi, emosional yang
- skala nyeri klien 0-2. kualitas, intensitas berkaitan dengan
- Expresi wajah klien nyeri kerusakan
tenang. - Identifikasi skala jaringan atau
- Postur tubuh rileks. nyeri fungsional
- Dapat tidur/istirahat - Identifikasi respon dengan onset
dengan cukup. nyeri non verbal mendadak atau
- Klien menyatakan - Identifikasi faktor lambat dan
nyeri hilang. yang memperberat berintensitas
dan meringankan ringan hingga
nyeri berat dan
Terapeutik konstan
- Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri
- Kontrol linkungan
yang memperberat
nyeri
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
- Anjurkan
menggunkaan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Mengidentifikasi
intervensi keperawatan Hipovolemia dan mengelola
selama 3x 24 jam Observasi penurunan volume
dengan kriteria hasil: - Periksa tanda dan cairan
1. Turgor kulit gejala hipovolemia intravaskuler
membaik ( mis frekuensi
2. Bb meningkat nadi meningkat,
3. Membran mukosa nadi teraba lemah,
baik tekanan darah
4. Intake cairan menurun, tekanan
membaik nadi menyempit,
5. Output urin turgor kulit
meningkat menurun,
membran mukosa
kering, volume
urin menurun,
haus, lemah)
- Monitor intake dan
output
Terapeutik
- Hitung kebutuhan
cairan
- Berikan asupan
airan oral
Edukasi
- Anjurkan
memperbanyak
cairan oral
- Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian cairan
IV
Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nurisi : - Memenuhi
Nutrisi intervensi keperawatan - Kaji adanya kebutuhan
selama 3x 24 jam alergi nutrisi yang
dengan kriteria hasil: makanan seimbang
1. Adanya - Kolaborasi
peningkatan dengan ahli
berat badan anak gizi untuk
sesuai dengan menentukan
tujuan jumlah kalori
2. Berat badan ideal dan nutrisi
sesuai dengan yang
tinggi badan dibutuhkan
3. Mampu pasien
mengidentifikasi - Anjurkan
kebutuhan nutrisi pasien untuk
anak meningkatkan
4. Tidak ada tanda itake Fe
– tanda - Anjurkan
malnutrisi pasien untu
5. Menunjukkan meningkatkan
peningkatan protein dan
fungsi Vitamin C
pengecapan dari - Berikan
menelan subtansi gula
6. Tidak terjadi - Yakinkan diet
penurunan berat yang dimakan
badan yang mengandung
berarti tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
- Berikan
makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasika
n dengan ahli
gizi)
- Ajarkan
keluarga
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian
- Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori
- Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
- Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutukan
Monitor Nutrisi
- BB pasien
dalam batas
normal
- Monitor
adanya
penurunan
berat badan
- Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
bisa dilakukan
- Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
- Monitor
lingkungan
selama makan
- Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan
tidak selama
jam makan
- Monitor kuli
kering dan
perubahan
pigmentasi
- Monitor
turgor kulit
- Monitor
kekeringan,
rambut
kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual
dan muntah
- Monitor kadar
albulin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
- Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
- Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori
dan intake
nutrisi
- Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papilla lidah
dan cavitas
oral
- Catat jika
lidah
berwarna
magenta,
scarlet
Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Mengidentifikasi
intervensi keperawatan Hipertermi dan mengelola
selama 3x 24 jamdengan Observasi peningkatan suhu
Kriteria Hasil : - Identifikasi tubuh akibat
1. Suhu tubuh dalam penyebab disfungsi
rentang normal hipertermia termogulasi
2. Nadi dan RR dalam - Monitor suhu
rentang normal tubuh
3. Tidak ada - Monitor kadar
perubahan warna elektrolit
kulit dan tidak ada - Monitor haluan
pusing urin
Terapeutik
- Sediakan
lingkungan yang
di gin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Berikan cairan
oral
- Lakukan kompres
hangat
Edukasi
- Anjurkan tirah
baring

Risiko Setelah dilakukan Perawatan Integritas - Mengidentifik


gangguan intervensi keperawatan Kulit asi dan
integritas selama 3x 24 jamdengan Observasi merawat kulit
kulit Kriteria Hasil : - Identifikasi untuk menjaga
1. Kerusakan integritas penyebab keutuhan,
kulit membaik gangguan kelembaban
2. Perdarahan integritas kulit ( dan mencegah
berkurang mis perubahan perkembangan
3. Kemerahan sirkulasi, mikroorganis
berkurang perubahan status me
4. Hematoma nutrisi, penurunan
berkurang kelembaban, suhu
lingkungan
ekstrem,
penurunan
mobilitas.
Terapeutik
- Ubah posisi tiap 2
jam jika tirah
baring
Edukasi
- Anjurkan minum
air yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi

D. Implementasi
Dillakukan sesuai intervensi atau perencanaan

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan fase akhir dari asuhan keperawatan, fase evaluasi
perlu menentukan seberapa baik rencana asuhan keperawatan tersebut berjalan
dan bagaimana selama proses terus menerus. Revisi rencana perawatan adalah
komponen penting dari fase evaluasi. (PPNI 2018)
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
1. Evaluasi psoses atau formatif: focus tipe evaluasi adalah aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan.
System penulisan pada tahap evalusi ini biasanya menggunakan system
SOAP atau model dokumentasi lainnya.
2. Evaluasi hasil atau sumatif: focus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku
atau status kesehatan pasien pada akhir tindakan keperawatan. Adapun
metode pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari interview akhir
pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada pasien
dan keluarga.
Pathway
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Almuhardi, I., & Antoni. (2020). Aktivitas Antibakteri Actinomycrtes


Desa Cempaka Kapuas Hulu Kalimantan Barat Terhadap
Enteropatogenik Gastroenteritis. 13 (1).

Ardiansyah. (2018). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press.

Kriswantoro, A., Munawaroh, S., & Ririn. (2020). Studi Literatur Asuhan
Keperawatan Gastroenteritis Pada Anak Dengan Masalah
Hipovolemia. Health Sciences Journal , 5 (1), 30-34.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Defenisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Ramanda, E., Felisitas, & Widi. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Gastroenteritis Dengan Masalah Defisit Volume Cairan Di RS Pantai
Waluya Malang.

Anda mungkin juga menyukai