B dengan Cholelithiasis
Di ruang As Safi’i Rumah Sakit Ibnu Sina
Stase Keperawan Medikal Bedah I
Disusun Oleh:
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
b. Etiologi
Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa fackor
resiko di bawah ini. Namun, semakin banyak factor resiko yang
dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya cholelithiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1) Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
cholelithiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan
oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
mengingkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko
terkena cholelithiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormone (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol
dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandungempedu.
2) Usia
Resiko untuk terkena cholelithiasis meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60
tahun lebih cenderung untuk terkena cholelithiasis
dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.
3) Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.
4) Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya cholelithiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
5) Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi,
karena tidak ada makanan / nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentunya batu menjadi meningkat
(Nuari, 2017).
c. Patofisiologi
Berdasarkan berbagai teori, ada empat penjelasan yang
mungkin untuk pembentukan batu empedu, yaitu:
1) Perubahan komposisi empedu. Perubahan komposisi
empedu ini membentuk inti, lalu lambat laun menebal dan
mengkristal. Proses pengkristalan dapat berlangsung lama,
bisa sampai bertahun-tahun dan akhirnya akan
menghasilkan batu empedu.
f. Komplikasi
1. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi
kerena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada
saluran empedu.
2. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu
sehingga kandung empedu tidak dapat di isi lagi oleh empedu.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan sinar X pada abdomen
2) Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral
sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan cepat serta akurat dan dapat
digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
3) Pemeriksaan pncitraan radionuklida atau koleskintografi
Dalam prosedur ini preparat radioaktif disuntikan secara
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan
dengan cepat disekresikan ke dalam sistem bilier.
Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu dan
percabangan bilier.
4) Kolesistografi
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi
serta mengosongkan isinya.
5) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap : leukositosis sedang (akut).
b) Bilirubin dan amilase serum meningkat.
c) Enzim hati serum: AST (SGOT); ALT (SGPT); LDH
agak meningkat; alkali fosfat dan 5-nukleotidase:
ditandai peningkatan onstruksi bilier.
d) Kadar protombin menurun bila obstruksi aliran
empedu dalam usus menurun absorpsi vitamin K (Bini
et al., 2020)
h. Penatalaksanaan
2) Penatalaksanaan bedah
a) Cholecystectomy
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah
arteri dan duktus sistikus diligasi. Sebuah drain
ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan
menjulur ke luar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah dan cairan getah empedu ke dalam kasa absorben.
b) Cholecystectomy laparaskopik
Dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilikus. Rongga
abdomen ditiup dengan gas karbon monoksida untuk
membantu pemasangan endoskop.
c) Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koleduktus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan biasanya
dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk
drainase getah empedu sampai edema mereda, kateter
ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas.
3) Manajemen diet
a) Mengurangi pemasukan makanan selama fase akut.
b) Pemasangan NGT untuk mengurangi rasa mual dan muntah.
c) Pembatasan diet lemak terutama pada pasein dengan
obesitas (Suratun, 2017).
i. Pragnosis
Prognosis pada kolelitiasis sendiri tidak dihubungkan dengan
Meningkatnya kematian atau ditandai dengan
kecacatan.Bagaimanapun, Bisa disebabkan karena adanya
komplikasi. Jadi prognosis cholelithiasis Tergantung dari ada/tidak
dan berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya Infeksi dan
halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran Biliaris
sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan
Diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang
didapatkan Biasanya sangat baik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020). Pengkajian adalah fase
pertama proses keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi (Lestari
et al., 2019) :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
4) Aspek penunjang
a. Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase
serummeningkat)
b. Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(Inflamasi)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
d. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan
obstruksi intestinal
e. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume
cairan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran keperawatan Intervensi Keperawatan
keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi: