Anda di halaman 1dari 18

A.

KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengertian
Citrome dan Volavka (2017, dalam Mohr, 2017) menjelaskan
bahwa perilaku kekerasan merupakan respon perilaku manusia untuk
merusak sebagai bentuk agresif fisik yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain dan atau sesuatu.Pendapat senada diungkapkan Stuart
dan Laraia (2018),yang menyatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan
hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri.
Perasaan terancam ini dapat berasal dari lingkungan luar (penyerangan
fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari orang lain) dan lingkungan
dalam (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkan kasih
sayang dan ketakutan penyakit fisik) (Nurhalimah, 2018).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sen- diri, orang lain, maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Sulistyowati & Prihantini, 2017)
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua
menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak
harus memiliki tujuan khusus.Marah lebih menunjuk kepada suatu
perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Keliat,B.A,&Akemat,2019).
2. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya
harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.

1
a. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi.
Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa
frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak
berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui statusnya(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2019)
3. Tanda dan Gejala
a. Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat, klien sering memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
b. Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
c. Verbal: Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar.
d. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain,
merusak lingkungan, amuk/ agresif.
e. Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
f. Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada kasar.
g. Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan,
tidak bermoral.
h. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
i. Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

2
(Keliat, B. A, & Akemat,2019).
4. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan
denganmenggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor
predisposisi dan presipitasi,
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan,
meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
yaitu adanya anggotakeluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkoti, psikotropika dan
zataditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi
sebagai hasil dari akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat.Salah satu kebutuhan manusia adalah “berperilaku”,
apabilakebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural Teori lingkungan sosial (social environment
theory)menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi
sikap individu dalam mengekspresikan marah.Norma budaya dapat
mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif.Perilaku
kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi
(social learning theory).
4) Faktor Presipitasi Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap
individu bersifat unik, berbeda satuorang dengan yang lain.Stresor

3
tersebut dapat merupakan penyebab yang brasal dari dari dalam
maupun luar individu. Faktor dari dalam individu meliputi
kehilangan relasi atau hubungan dengan orangyang dicintai atau
berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta,
kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar
individu meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu
ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan
kekerasan(Nurhalimah, 2018)
5. Patofisiologi
Stresor

Stress

Cemas

Marah

Merasa kuat Di ungkapkan Merasa Tidak Kuat

Menentang Waspada (sadar kebutuhan )


Menolak Pemecahan

Pemecahan marah kurang Legah


Ekspresi marah-marah
Kelegahan menurun
Marah berkepanjangan

Rasa marah teratasi

Bermusuhan

Kronik

4
Depresi/penyakit somatik Agresi Amuk

6. Rentang Respon Marah


Skema Rentang Respon Kemarahan
Respon adaptif Respons maladaptif
I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I
Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.


Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagaiberikut :
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.(Keliat, B. A, & Akemat,2019).

5
7. Fase- Fase
Lima fase siklus agresif menurut (Videbeck, 2018)
Fase Definisi Tanda, gejala dan perilaku
Pemicu Peristiwa terjadi atau Gelisah, ansietas, iritabilitas,
keadaandi lingkungan berjalan mondar-mandir,
memunculkan respons otot
klien, yang sering kali tegang, pernapasan cepat,
dalam bentuk kemarahan berkeringat, suara keras,
atau permusuhan. marah.

Eskalasi Respon klien Wajah pucat atau


memperlihatkan kemerahan,berteriak,
peningkatan perilaku yang bersumpah,
mengindikasikan agitasi,mengancam, menuntut
pergerakaan mengepalkan tangan, gestuali.
menuju kehilangan mengancam, menunjukkan
kembali. sikapbermusuhan,
kehilangankemampuan untuk
menyelesaikanmasalah atau
berpikir jernih.

Krisis Periode krisis emosional Kehilangan kendali fisik dan


danfisik ketika klien emosional, melemparkan
kehilangan benda
kendali. benda, menggigit, mencakar,
menjerit, memekik, tidak
mampu
berkomunikasi dengan jelas.

Pemulihan Klien memperoleh kembali Merendahkan suara,


kendali fisik dan emosional. ketegangan
oto berkurang, komunikasi

6
lebih
jelas dan lebih rasional,
relaksasi fisik.

Pascakrisis Klien berusaha Menyesal, meminta maaf,


memperbaiki menangis, perilaku menarik
hubungan dengan orang diri
lain
dan kembali ke tingkat
fungsi
sebelum insiden agresi dan
kembali seperti semula

a. Proses marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari
yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
terancam.Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara
ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk (Keliat, B. A, &
Akemat,2019)
b. Gejala Marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.Gejala-gejala

7
atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah
diantaranya adalah ;
1) Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual,
frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks
tendon tinggi.
2) Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi,
ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3) Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis,
curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar (Azizah, L.A. Zainuri, I.
Akbar, 2019).
c. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1) Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2) Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.
3) Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
4) Perilaku kekerasan

8
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2019)
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul
karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.

9
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.(Badar, 2018)
9. Penatalaksanaan
Adapun penalaksanaan medik sebagai berikut :
a. Somatoterapi
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan
dengan badan, biasanya dilakukan dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik
atau psikofarma yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada
otak.
a) Obat anti psikosis, phenotizin (cpz/hlp)
b) Obat anti depresi, amitriptyline
c) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d) Obat anti insomnia, phneobarbital
2) Terapi elektrokonvulsi (ect)
3) Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke
tubuh penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.
4) Somatoterapi yang lain
a) Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan
kardiazol 10% sehingga timbul konvulsi
b) Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga
pasien menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian
dibangunkan dengan suntikan gluk
b. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan
terhadap suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan

10
melalui wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu
misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara
individu atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan
daya tahan mental penderita, mengembankan mekanisme pertahanan
diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan
adaptifnya.
c. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi
lingkungan pasien, sehingga bisa membantu dalam proses
penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan kepada
lingkungan penderita, khususnya keluarga.
Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau
merubah/menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap
lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada
lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang
mampu mendukung proses penyembuhan yang dilakukan.(Badar, 2018)
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Fokus
1) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual

11
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara
klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
4) Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan.Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan
diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma
yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.(Keliat, A, B. Akemat, 2019)
b. Masalah Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul
Perilaku Kekerasan(Yosep, I, H. Sutini, 2017)
c. Analisa Data
Data Pengkajian Masalah Keperawatan
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan ia merasa frustasi,
cemas, dan terancam
 Pasien mengatakan ia merasa tidak di
hargai Perilaku Kekerasan
Data Objektif
 Muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat,
klien sering memaksakan kehendak:

12
merampas makanan, memukul jika
tidak senang.
(Badar, 2018)
d. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah, Halusinasi


(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2017)
2. Diagnosa Keperawatan
Keliat mengatakan bahwa setelah dilakukan pengkajian, maka
dirumuskanlah masalah keperawatan yaitu Perilaku Kekerasan (sekaligus
menjadi diagnose keperawatan).(Keliat, A, B. Akemat, 2019)
3. Intervensi
NO Strategi Perencanaan
Strategi Perencanaan Pasien
Keluarga
1 SP I P SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi Tanda dan dirasakan keluarga dalam
Gejala PK merawat pasien.
3. Mengidentifikasi PK yang 2. Menjelaskan pengertian PK,
dilakukan tanda dan gejala, serta proses
4. Mengidentifikasi akibat PK terjadinya PK.
5. Mengajarkan cara mengontrol 3. Menjelaskan cara merawat
PK pasien dengan PK.
6. Melatih Pasien cara mengontrol
PK FISIK I ( Nafas Dalam )
7. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal

13
kegiatan harian
2 SP II P SP II k
1. Memvalidasi masalah dan 1. Melatih keluarga
latihan sebelumnya mempraktekkan cara
2. Melatih pasien cara kontrol merawat pasien dengan PK.
marah FISIK II ( memukul 2. Melatih keluarga melakukan
bantal / kasur / konversi energi ) cara merawat langsung
3. Membimbing pasien kepada pasien PK.
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

3 SP III P. SP III k
1. Memvalidasi masalah dan 1. Membantu keluarga
latihan sebelumnya membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien cara mengontrol rumah termasuk minum obat
PK secara Verbal (Meminta / (discharge planning).
menolak dan mengungkapkan 2. Menjelaskan follow up
marah secara baik) pasien setelah pulang.
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
4 SP IV P
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya
2. Melatih pasien cara mengontrol
PK secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat)
3. Membibing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
5 SP V P
1. Memvalidasi masalh dan dan
latihan sebelumnya

14
2. Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan meminum obat (
Prinsip 5 benar minum obat )
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2017)

4. Implementasi
Merupakan insiatif dan rencana tindakan untuk tujuan yang
spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klen mencapai tujuan
yang diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang memengaruhi
masalah kesehatan klien.(Febriana, D, 2017)
SP 1 Pasien:
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK) :
Fase Prainteraksi Kondisi: Pandangan mata klien tampak tajam, dan
wajah tampak tegang. Klien tampak gelisah dan selalu mondar mandir
diruang rawat. Saat marah klien selalu membanting barang–barang
yang ada disekitarnya. Diagnosa Keperawatan: Perilaku Kekerasan
Tujuan Khusus: TUK 1,2,3,4,5,6 Intervensi: SP 1 Pasien.
SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
1) Evaluasi latihan nafas dalam
2) Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
3) Susun jadwal kegiatan harian cara kedua.
SP 3 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
1) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik

15
2) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah verbal
secara
SP 4 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
1) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan sosial/verbal
2) Latihan sholat/berdoa
SP 5 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah dilatih.
2) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat.Susun jadual minum
obat secara teratur.
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan
antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Metode penulisan evaluasi keperawatan dalam progress
notes/catatan perkembangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan
SOAP:(Febriana, D, 2017)
a. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan
b. O (Objective) : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan
c. A (Assesment) : Perilaku Kekerasan postif (+).

16
d. P (Planing) : Latihan cara mengendalikan kemarahan sebanyak 3x.
(Febriana, D, 2017)

17
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2019). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa - Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (1st ed.). Indomedia Pustaka.
Badar. (2018). Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan
Masalah Utama “Isolasi Sosial.” Penerbit In Media.
Febriana, D, V. (2017). Konsep Dasar Keperawatan. Healthy.
Keliat, A, B. Akemat, M. K. (2019). Model Praktik Profesional Keperawatan
Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurhalimah. (2018). Keperawatan Jiwa. Tim P2M2.
Sulistyowati, D. A., & Prihantini, E. (2017). Pengaruh terapi psikoreligi terahadap
penurunan perilakua kekerasan pada pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa
daerah Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 4(1), 72–77.
Yosep, I, H. Sutini, T. (2019). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (7th ed.). PT Refika
Aditama.

18

Anda mungkin juga menyukai