Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS UTAMA
Diagnosis Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
Label Diagnosis : D.0146
Kategori : Lingkungan
Sub Kategori : Keamanan dan Proteksi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. DEFINISI

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1998).

Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, ditujukan pada diri sendiri
atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan (Depkes RI,
2006 dalam Dermawan, 2013). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tetapi lebih merujuk pada suatu
dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993 dalam Dermawan, 2013).

Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2016).

Beresiko membahayakan secara fisik , emosi dan/atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain (SDKI)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk


perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik mau pun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat disebut juga sebagai ekspresi kemarahan yang berlebihan
dan tidak terkendali.

B. Rentang Respon Marah

Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif,


seperti rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk / PK

1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau

diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada

individu dan tidak akan menimbulkan masalah.

2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang

tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan

ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu

mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.

3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien

tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa

kurang mampu.

4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan

untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku yang

tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai

kekerasan.

5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan

kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Perbandinganantaraprilakuasertif, pasif, agresif/ kekerasan

Pasif Asertif Agresif


Isi Negatifmenurunme Positifdanmenawar Menyombongkandi
pembicaraan nandakandiri, kandiri, contoh : ri, memindahkan
contoh “sayadapat…. orang lain contoh
“Dapatkahsaya?” “sayaakan…. “ kamuselalu….”
“Dapatkahkamu ?” “kamutidakpernah
…”
Tekanansuar Cepatlambat Sedang Kerasdanmengotot
a ,mengeluh.
Posisibadan Menundukankepala Tegapdansantai Kaku, cenderung
Jarak Menjagajarakdenga Mempertahankanja Siapdenganjarakda
nsikapacuhmengab rak yang nyaman nmenyerang orang
aikan lain
Penampilan Loyo, Sikaptenang Mengancamposisi
tidakdapattenang menyerang

Kontakmata Sedikit/ Mempertahankank Mata melototdan di


samasekalitidak ontakmatasesuaide pertahankan
nganhubungan

C. Proses Terjadinya Marah

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1)


Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara ini,
cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada
diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau
agresi dan ngamuk.

Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda
berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption &
Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu


untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah
raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul
perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan memicu
timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed
outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action) dapat
menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed
outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful
symptom) (Yosep, 2007).

D. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen, 1995), berbagai


pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu :
1. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak yang

tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanki

penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia dewasa atau

remaja.

2. Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom

bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat,

takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine

meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya

kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh

kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah

bertambah.

3. Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini

menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan

kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan

seolah – olah perilaku kekerasan diterima (permissive).

5. Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan


marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu
meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.
E. Stresor Prespitasi

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa


dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang
menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien
harus bersama – sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal
maupun eksternal, contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan
hubungan yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.

Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1) Klien : Kelemahan fisik,
keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2) Lingkungan : Ribut,
kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial (Yosep, 2007).

F. Etiologi

Penyebab terjadinya marah menurut Stuart & Sundeen (1995) : yaitu harga
diri rendah merupakan keadaan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, gangguan ini dapat
situasional maupun kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa kontrol,
maka akan dapat menimbulkan perilaku kekerasan.
G. Faktor resiko
Menurut SDKI :
a. Pemikiran faham atau delusi.
b. Curiga pada orang lain.
c. Halusinasi.
d. Berencana bunuh diri.
e. Disfungsi sistem keluarga.
f. Kerusakan kognitif.
g. Disorientasi atau konfusi.
h. Kerusakan kontrol implus.
i. Presepsi pada lingkungan tidak akurat.
j. Alam perasaan depresi.
k. Riwayat kekerasan pada hewan.
l. Kelainan neurologis.
m. Lingkungan tidak teratur.
n. Penganiyayaan atau pengabaian anak.
o. Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain atau
destruksi properti orang lain.
p. Impulsif.
q. Ilusi.

H. TandadanGejala
Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan yaitu :
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal ataufisik
i. Melempar atau memukul benda/orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasan.
I. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang mungkin dapat melukai atau membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

III. A. PohonMasalah
Resikotinggimencederai orang lain, dirisendiri,danlingkungan
Resiko mencederai orang lain ---------(efek)
Prilakukekerasan ------(core problem)

Gangguan harga diri rendah :harga diri rendah -------(causa)


MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

N DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN


O
1. Subjektif : Resiko perilaku kekerasan d.d Disfungsi
- Klien menyatakan sering sistem keluarg,curiga pada orang lain,
mengamuk, lingkungan tidak teratur
- klien mengatakan tidak
puas bila tidak
memecahkan barang,
- klien mengungkapkan
mengancam orang lain.

Objektif:

- Muka merah dan tegang,


pandangan tajam,
- postur tubuh yang kaku,
- mengatupkan rahang
dengan kuat,
- mengepalkan tangan,
- jalan mondar – mandir,
- bicara kasar,
- suara tinggi,
- menjerit / berteriak,
- mengancam secara
verbal atau fisik,
- nafas pendek,
- menolak.

- .

IV. DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Resiko perilaku kekerasan

V. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
LUARAN KRITERIA HASIL INTERVENSI OTEK
Luaran - verbalisasi IntervensiUtam Pencegahn perilaku
Utama : ancama a: kekerasan
Kontrol Diri kepada orang Pencegahan ( Kode I. 14544)
lain menurun perilaku
Kode - verbalisasi kekerasan Observasi :
:L.09076 umpatan ( Kode ( I.
menurun 14544) - Monitor adanya
Definisi: - perilaku Promosi Koping benda yang
kemampuan menyerang Kode (I.09312) berpotensi
untuk menurun membahayakan
mengendalika - perilaku (mis.benda
n atau melukai diri tajam,tali)
mengatur sendiri atau - Monitor
emosi pikiran orang lain keamanan barang
dari perilaku menurun yang dibawa oleh
dalam - perilaku pengunjung
menghadapi merusak - Monitor selama
masalah lingkungan penggunaan
sekitar barang yang
Ekspetasi : menurun dapat
Meningkat - perilaku membahayakan
agresif atau (mis.pisau,cukur)
amuk
menurun Terapeutik
- suara keras
menurun - Pertahankan
- bicara ketus lingkungan bebas
menurun dari bahaya
- verbalisasi secara rutin.
keinginan - Libatkan
bunuh diri keluarga dalam
menurun perawatan
- verbalisasi
isyarat bunuh Edukasi
diri menurun
- verbalisasi - Anjurkan
ancama pengunjung dan
bunuh diri keluarga untuk
menurun mendukung
- verbalisasi keselamatan
kehilangan pasien
hubungan - Latih cara
yang penting mengungkapkan
menurun perasaan secara
- perilaku asertif
merencanaka - Latih mengurangi
n bunuh diri kemarahan secara
menurun verbal dan
- euforia
menurun nonverbal
- alam (mis.relaksasi,ber
perasaan cerita )
depresi
menurun
Daftar Pustaka

Dewan pengurus pusat PPNI.2017 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Definisi dan
indikator diagnostik Edisi 1.jakarta ;DPP PPNI.

Dewan Pengurus Pusat PPNI.2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan Edisi 1. jakarta ;DPP PPNI.

Dewan Pengurus Pusat PPNI.2019 Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. jakarta ;DPP PPNI/
STRATEGI PELAKSANAANTINDAKAN KEPERAWATAN RESIKO
PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien tampak mondar-mandir, berbicara sambil mengepalkan tinju, pandangan mata
tajam, wajah merah dan tegang, serta sesekali tampak memukul-mukul dinding.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Khusus
SP 1 RPK :
a). Membina hubungan saling percaya
b). Mengidentifikkasi penyebab marah
c). Mengidentifikasi tanda dan gejala yang di rasakan
d). Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang di lakukan
e). Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
f). Melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama
(latihan nafas dalam)
4. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus
saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
a). Mengucapkan salam terapeutik
b). Berjabat tangan
c). Menjelaskan tujuan interaksi
d). Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
Diskusikan perasaan, tanda dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi penyebab
perilaku kekerasan
a). Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b). Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c). Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d). Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e). Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
f). Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
3. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a). Fisik: tarik nafas dalam dan pukul kasur dan batal
b). Obat
c). Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d). Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
4. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
a). Latihan nafas dalam
b). Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Rista millenia, panggil saya Rista
saya mahasiswa Keperawatan dari dharma husada yang akan praktek disini
selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan
merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya
dipanggil apa?”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
c. Kontrak
 Topik : “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan
marah bapak”
 Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana
kalau 10 menit?”
 Tempat : “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
2. Kerja
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan, apa yang bapak rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
“Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
“Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak
sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Baik Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?”
b. Evaluasi Objektif
‘’ Bisakah Bapak menceritakan kembali tentang cara mengontrol marah ?’’
Bagus pak ...
c. “Rencana Tindak Lanjut
“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau
latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
d. Kontrak Yang Akan Datang
 Topik : ”Bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara yang lain
untuk mencegah/ mengontrol marah”
 Waktu : “ Kira-kira waktunya kapan ya?” “ Bagaimana kalau besok jam
09.30 WIB”
 Tempat : Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana ya?
Apa masih disini atau cari tempat lain?”“ Sampai Jumpa”

Anda mungkin juga menyukai