Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

STIMULASI PERSEPSI RISIKO PERILAKU KEKERASAN

OLEH KELOMPOK II :
FELA INTAN FRILYA : N202101051
RINI : N202101125
HARMIN : N202101061
ARNIS : N202101010
SRI RESKI WULANDARI : N202101132
SUNARTI ALI MIUSA : N202101134
ERFIN : N202101038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2022
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan
adanya orang lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk
melakukan interaksi dengan sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak
selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
individu, sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan
individu untuk interaksi dengan orang lain.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu
dengan yang lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan
menarik diri.
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain
yang dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih.
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri memper mudah psikoterapi dengan
sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok
yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan
orang lain, sesuai dengan kebutuhannya memperkenalkan dirinya.
Menanyakan hal-hal yang sederhana dan memberikan respon terhadap
pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
dan dapat merasakan arti berhubungan dengan orang lain.
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Wilson
dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah manual,
rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta
meningkatkan repon social dan harga diri. Pada pasien dengan perilaku
kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan atau mencederai
diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan tidak jauh dari
kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi marah yang
segera karena suatu sebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan
karena secara kultural ekspresi marah yang tidak diperbolehkan. Oleh karena
itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan
seseorang dan fungsi positif marah.
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK) pasien
dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi ini adalah
pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan sehingga
saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota
kelompok lain.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik
c. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara social
d. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan spiritual
e. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh
minum obat.
C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
(NANDA, 2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu
risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed
violence) dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-
directed violence).
a. Penyebab perilaku kekerasan
Menurut (Keliat, 2011) penyebab Risiko Perilaku Kekerasan ada dua
faktor antara lain:
1) Faktor Predisposisi
a) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dan dianiaya.
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia
menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika tidak
mampu mengendalikan frustasi tersebut maka, dia
meluapkannya dengan cara kekerasan.
b) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering melihat kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini memancing individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan
kontrol social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
(permisive).
d) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobusfrontal,
Lobustemporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan
atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan
fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang
lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya
manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin
akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung,
lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
2. Rentang respon marah
Respon kemarahan dapat di fluktuasi dalam rentang adaptif-mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai
berikut:
Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar. Rentang Respons Perilaku Kekerasan


Sumber: Keliat (1999)
Keterangan:
1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif
3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif: perilaku yang menyertai marah
5. Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol
Tabel. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan
Pasif Asertif Agresif
Isi Pembicaraan Negatif dan Positif dan Menyombongkan
merendahkan diri, menawarkan diri, diri, merendahkan
contohnya contohnya orang lain, contoh
perkataan: perkataan: perkataan:
“Dapatkah saya?” “Saya dapat…” “Kamu selalu…”
“Dapatkah kamu?” “Saya akan…” “Kamu tidak
pernah…”
Tekanan suara Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
Posisi badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang aman akan menyerang
acuh/mengabaikan orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan
tidak kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
hubungan
Sumber: Keliat (1999)

3. Gejala marah
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada pasien
dalam keadaan marah diantaranya sebagai berikut:
a. Fisik
Mata melotot,/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar dan ketus.
c. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
d. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
e. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
f. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
g. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
4. Perilaku marah
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asesif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Di
samping itu perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri
pasien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul basanya disertai akibat konflik perilaku
“acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan
5. Mekanisme koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketagangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Resepsi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk kealam sadar. Misalnya: seseorang anak
yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik
dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan bisaanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti
yang pada mulanya membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangan dengan temannya.
D. JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan terapi aktivitas kelompok pada pasien dengan Risiko
perilaku kekerasan, yaitu
1. Hari/Tanggal: Sabtu, 2 Juli 2022
2. Waktu:
3. Alokasi waktu :
a. Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
b. Terapi kelompok (30 menit)
c. Penutup (5 menit)
4. Tempat: Ruang Tengah Gelatik Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
E. SESI YANG DIGUNAKAN
Dalam terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi 4 sesi, yaitu:
a. SESI I: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
b. SESI II: Mencegah Perilaku Kekerasan melalui kegiatan fisik
c. SESI III: Mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan social
d. SESI IV: Mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan spiritual
e. SESI V: Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh meminum obat
F. PESERTA TAK
1. Kriteria pasien
a. Pasien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya
Terapi Aktifitas Kelompok
b. Kondisi fisik dalam keadaan baik
c. Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas
2. Proses seleksi
a. Mengobservasi pasien yang masuk kriteria.
b. Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria.
c. Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.
d. Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada pasien, rencana kegiatan kelompok dan
aturan main dalam kelompok.
G. ANTISIPASI MASALAH
1. Penanganan terhadap pasien yang tidak aktif dalam aktivitas
a. Memanggil pasien
b. Memberi kesempatan pada pasien untuk menjawab sapaan perawat
atau pasien lain
2. Bila pasien meninggalkan kegiatan tanpa izin
a. Panggil nama pasien
b. Tanyakan alasan pasien meninggalkan kegiatan
3. Bila pasien lain ingin ikut
a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada pasien yang
telah dipilih
b. Katakan pada pasien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti
oleh pasien tersebut.
H. URAIAN TUGAS DAN SUSUNAN PELAKSANA
Berikut merupakan uraian tugas dari terapis baik sebagai leader, co-leader,
observer, dan fasilitator.
a. Leader
Uraian tugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Memimpin diskusi
b. Co-leader
Uraian tugas:
1) Menyampaikan uraian materi
c. Observer
Uraian tugas:
1) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok
d. Fasilitator
Uraian tugas:
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
6) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
I.Nama-Nama Tim Terapis
Leader : Harmin
Co Leader : Rini
Observer : Fela Intan Frilya
Fasilitator 1 : Arnis
Fasilitator 2 : Sri Reski Wulandari
Fasilitator 3 : Sunarti Ali Musa
Fasilitator 4 : Erfin
J. RENCANA PELAKSANAAN
a. Memilih pasien yang mengikuti TAK sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan di Ruang Tengah Gelatik di Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabay
b. Peserta TAK 8 orang.
c. Persiapan waktu yang akan digunakan ada dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Rincian Alokasi Waktu TAK (Sabtu, 2 Juli 2022)
No. Kegiatan Alokasi Keterangan
waktu

1. Tahap orientasi:
• Memberi salam terapeutik:
salam dari terapis
5 menit Dipimpin oleh
• Evaluasi/validasi:
Leader
menanyakan perasaan
pasien saat ini
• Kontrak

2. Tahap kerja:
• Sesi V 30 menit Dipimpin oleh
Leader
3. Tahap terminasi:
• Evaluasi 5 menit Dipimpin oleh
• Rencana tindak lanjut Leader

• Kontrak yang akan datang

d. Setting Tempat
Keterangan:

K. PROSES PELAKSANAAN
Sesi 1 : Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
a. Tujuan :
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.
2. Klien dapat menyebutkan respons yang dirasakan saat marah (tanda
dan gejala marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku
kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
b. Setting :
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat :
1. Fulpen
2. Kertas HVS
3. Nametag
d. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
e. Langkah Kegiatan :
1. Persiapan
1) Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
2) Membuat kontrak dengan klien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a.Salam teraupetik
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Perkenalkan nama panggilan terapis kepeda klien (pakai papan
nama).
3. Menanyakan nama panggilan semua klien (beri papan nama).
b. Evaluasi /validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontrak
a. Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengenal perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan
b. Menjelaskan aturan main berikut :
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit.
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah
1) Tanyakan pengalaman tiap klien marah
2) Tulis di kertas HVS
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab
(tanda dan gejala)
2) Tulis di papan tulis tulis/flipchart/whiteboard
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien
(verbal, merusak lingkungan, menciderai/memukul orang lain, dan
memukul diri sendiri)
Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah
1) Tulis di papan tulis tulis/flipchart/whiteboard
d. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan
2) Tuliskan di kertas HVS
e. Memberikan reinforcement pada peran serta klien
f.Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat
g. Beri kesimpulan penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan,
dan akibat perilaku kekerasan
h. Menanyakan kesediaan klien untuk mempelajari cara baru yang
sehat menghadapi kemarahan
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien
yang positif.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien memulai dan mengevaluasi jika terjadi
penyebab marah, yaitu tanda dan gejala, perilaku kekerasan
yang terjadi, serta akibat perilaku kekerasan.
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab, tanda dan gejala
perilaku kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
 Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui penyebab
perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan
dan akibat perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 1 TAK Stimulasi perilaku Kekerasan
Nama klien Penyebab PK
No. Perilaku Akibat perilaku
Kekerasan marah

1.
2.
3.
4.

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab
perilaku kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan, serta mempraktekkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam. Beri tanda (+) jika
mampu dan beri tanda (-) jika tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien.Contoh : Klien mengikuti Sesi 1,
TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan
penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi uang),
mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (”gregeten” dan ”deg-degan”),
perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang
dirasakan (tangan sakit dan dibawa ke rumah sakit jiwa), dan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan tarik nafas dalam.
SESI 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan Secara Fisik
a. Tujuan:
1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan.
3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat
mencegah perilaku kekerasan
b. Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.
2. Ruangan nyaman dan tenang
c. Alat:
1. Bantal
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien
d. Pengorganisasian :
1. Leader
2. Co-leader
3. Observer
4. Fasilitator
e. Metode:
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ stimulasi
f. Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis pada pasien
2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi /validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menyanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab;
tanda dan gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah


perilaku kekerasan
2) Menjelaskan aturan main berikut :
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis.
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1) Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang
biasa dilakukan klien
2) Tulis di kertas HVS
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk
menyalurkan kemarahan secara sehat : tarik napas dalam,
menjemur/memukul kasur/bantal, menyikat kamar mandi, main bola,
senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang.
c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
1) Terapis mempraktikan
2) klien melakukan redemonstrasi
e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran
kemarahan
f. Upayakan semua klien berperan aktif
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku
kekerasan
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika
stimulus penyebab perilaku kekerasan
2) Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah
dipelajari
3) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi
sosial yang asertif
2)Meyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
 Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Sesi 2, kemampuan yang di harapkan adalah 2 kemampuan mencegah
perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 2:
Stimulasi Persepsi Perilaku Kekerasan
Kemampuan Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik
No Nama klien Menyebutkan cara fisik Mempraktekkan cara
mencegah perilaku kekerasan menarik napas dalam

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktekkan 2 cara
fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda (+) jika klien mampu dan
tanda (-) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 2
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien mampu
mempraktekkan tarik nafas dalam, tetapi belum mampu mempraktekkan
pukul kasur dan bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktekkan di
ruang rawat (buat jadwal).
Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Kegiatan Sosial
a. Tujuan :
1. Klien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa
2. Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa
kemarahan
b. Seting :
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
c. Alat :
1. Buku catatan dan pulpen
2. Jadwal kegiatan klien
d. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran / simulasi
e. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 2
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi /Validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah,tanda dan gejala marah,
serta perilaku kekerasan
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
sudah dilakukan
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu
dari orang lain.
b. Menuliskan cara-cara yang disampaikan klien.
c. Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan
yaitu,” Sayaperlu/ingin/minta...., yang akan saya gunakan untuk....”.
d. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara
pada poin c.
e. Ulangi d sampai semua klien mencoba.
f. Memberikan pujian pada peran serta klien.
g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa
sakit hati pada orang lain, yaitu,”Saya tidak dapat melakukan...” atau
”Saya tidak menerima dikatakan .....” atau ” Saya kesal dikatakan
seperti...”.
h. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara
pada poin d.
i. Ulangi h sampai semua klien mencoba.
j. Memberikan pujian pada peran serta klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah melakukan TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakn kegiatan fisik dan interaksi
sosial yang asertif, jika stimulus penyebab perilaku kekerasan
terjadi.
2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dan interaksi sosial
yang asertif secara teratur.
3. Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan
harian pasien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan
ibadah.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
 Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses Tak berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
sesi 3, kemampuan klien yang diharapkan adalah mencegah perilaku
kekerasan secara sosial. Formulir evaluasi sebagai berikut
Sesi 3: TAK
Stimulasi Persepsi Perilaku Kekerasan
Kemampuan Mencegah Perilaku Kekerasan Social
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan
pencegahan perilaku kekerasan secara social : meminta tanpa paksa,
menolak dengan baik, mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda
(√) jika klien mampu dan tanda (х) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti Sesi 3
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan
cara meminta tanpa paksa, menolak dengan baik dan mengungkapkan
kekerasan. Anjurkan klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).
Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Kegiatan Spiritual
a. Tujuan
Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur.
b. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1. Buku catatan dan pulpen
2. Jadwal kegiatan klien
d. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ stimulasi
e. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi.
b. Menyiapkan alat dan tempat.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah,
serta perilaku kekerasan.
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk
mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah
perilaku kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing klien.
b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masingmasing
klien.
c. Menuliskan kegiatan ibadah masing-masing klien.
d. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah.
e. Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
f. Memberikan pujian pada penampilan klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial
yang asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku
kekerasan terjadi.
2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi sosial yang
asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur.
3. Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian
klien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk balajar cara baru yang lain, yaitu minum obat
teratur.
2. Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.
 Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Sesi 4, kemampuan klien yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan
ibadah untuk mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 4 : TAK
Stimulasi Persepsi Perilaku Kekerasan
Kemampuan Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Kegiatan Spiritual
Mempraktikkan kegiatan Mempraktikkan kegiatan
No Nama klien
ibadah pertama ibadah kedua
1.
2.
3.
4.
5.
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan
pencegahan perilaku kekerasan secara social : meminta tanpa paksa, menolak
dengan baik, mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda (√) jika
klien mampu dan tanda (х) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti Sesi 4,
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu
memperagakan dua cara ibadah. Anjurkan klien melakukannya secara
teratur di ruangan (buat jadwal).
Sesi 5: Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Patuh Mengonsumsi Obat
a. Tujuan
1. Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat
2. Klien dapat menyebutkan akibat/ kerugian tidak patuh minum obat
3. Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat
b. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1. Buku catatan dan pulpen
2. Jadwal kegiatan klien
3. Beberapa contoh obat
d. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
e. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi.
b. menyiapkan alat dan tempat
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala
marah, serta perilaku kekerasan.
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang
asertif untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu petuh minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien : nama dan warna
(upayakan tiap klien menyampaikan).
b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien.
c. Tuliskan di kertas HVS hasil a dan b.
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat,
benar dosis obat.
e. Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat secara
bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat(catat di kertas
HVS).
h. Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di
kertas HVS).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara
mencegah perilaku kekerasan/ kambuh.
j. Menjelaskan akibat/ kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu
kejadian perilaku kekerasan/ kambuh.
k. Minta klien menyebutkaa kembali keuntungan patuh minum obat
dan kerugian tidak patuh minum obat.
l. Memberikan pujian setiap kali klien benar.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. \
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b) Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial
asertif kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Memasukkan minum obat pada jadwal kegiatan harian klien.
c) Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan dan disepakati
jika klien perlu TAK yang lain.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
sesi 5, kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui lima benar cara
minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
Formulir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 5: TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan
pencegahan perilaku kekerasan secara sosial: meminta tanpa paksa,
menolak dengan baik, mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda
(√) jika klien mampu dan tanda (х) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti Sesi 5, TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan keuntungan
minum obat, belum dapat menyebutkan keuntungan minum obat dan
akibat tidak minum obat. Anjurkan klien mempraktikkan lima benar cara
minum obat, bantu klien merasakan keuntungan minum obat, dan akibat
tidak minum obat.
DAFTAR PUSTAKA
Ius Yosep. 2009. Keperawatan Jiwa.Bandung:Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC. 2005.
Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.
Videbeck, Sheila. L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC.
Yudi Hartono & Farida Kusumawati.2010.Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai