Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

Kelompok 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain dan merusak lingkungan.
Respons tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor. Respons ini dapat
menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(Keliat, dkk. 2011:180).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Kusumawati, dkk.2010:81).

B. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Frustasi,
seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
1. Factor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori.
Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan
pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.
Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,
yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidak
berdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut
ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh,
atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.
Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama
tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Factor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2007):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

C. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukantindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya
sendirimaupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak
terkontrol.
Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, dkk. 2010:81).
A. Respon adaptif
a. Pernyataan ( Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkanrasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti oranglain. Hal ini biasanya akan memberikan
kelegaan.
b. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai
tujuan,kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam
keadaan tersebutindividu tidak menemukan alternatif lain.
B. Respon maladaftif
a. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkanperasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata.
b. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu
untukmenuntut suatu yang dianggapnya benar.
c. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol,
dimanaindividu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun
lingkungan(Prabowo,2014:141-142)

D. Tanda dan gejala


Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis atau
perilakukekerasan, dan kemungkinan bunuh diri.Muka merah, tegang,
pandangan matatajam, mondar-mandir, memukul, iritable, sensitif dan agresif
(Kusumawati, dkk.2010:83).
Tanda dan gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata
tajam, otot tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan
kehendak, merampas makanan dan memukul bila tidak sengaja
(Prabowo,2014:143).
1. Motor agitaton
Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang,
rahangmengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan mata
tajam.
2. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat ringan,
bicara keras, nada suara tinggi, berdebat.
3. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah tersinggung
4. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya
ingatmenurun (Prabowo, 2014:143).
Pada pengkajian awal dapat dietahui alasan utama klien ke rumah sakit
adalahperilaku kekerasan dirumah. Kemudian perawat dapat melakukan
pengkajiandengan cara:
a. Observasi: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat. Seringpula tampak klien memaksakan kehendak:
merampasmakanan, memukul jika tidak senang.
b. Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tandamarah yang dirasakan klien (Kusumawati, dkk. 2010:83).

E. Akibat
Akibatnya pasien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko
tinggimencederai diri, orang lain, dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatutindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan
diri, orang lain danlingkungan.

F. Mekanisme koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungidiri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahanya
kepadaobjek lain seperti meremas remas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyaiperasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannyatersebut mencoba merayu, menyumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuannya
yangtidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanyasejak kecil bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutukoleh Tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekankan dan
akhirnya ia dapatmelupakanya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan. Dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagairintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya,
akanmemperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek
yangtidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosiitu. Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar
didinding kamarnya. Dia mulaibermain pedang-pedangan dengan temannya
(Prabowo,2014:144).

G. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi, contohnya: Clorpromazine HCL yang digunakan untuk
mengendalikanpsikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif
rendah, contoh: Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakanTransquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukanpemberian pekerjaan/kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatandan mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam
terapi initidak harus diberikan pekerjaan tetapi sebagai bntuk kegiatan
seperti membacakoran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajakberdialog/berdiskusi tentang pengalaman dan arti kgiatan itu bagi
dirinya.Tetapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh
petugasterhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan
programkegiatanya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatanlangsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantukeluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalahkesehatan, membuat keputusan tindakat kesehatan,
memberi perawatan padaanggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, danmenggunakan sumber yang ada pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyaikemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladaptive(primer), mengulangi perilaku maladaptive
(sekunder) dan memulihakanperilaku maladaptif ke perilakuadaptive
(tersier) sehingga derajat kesehatanpasien dan keluarga dapat ditingkatkan
secara optimal.
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapiyang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubahperilaku tindakan yang ditunjukan pada kondisi fisik pasien,
tetapi target terapiadalah perilaku pasien (Prabowo,2014:145-146).
H. Psikopatologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep, 2007).
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
a. Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan
dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang diekpresikan
dengan agresivitas.
b. Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut
Freud ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau obyek yang menyebabkan
frustasi.
c. Faktor Sosial Budaya
1) Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) ini memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain.  Agresi dapat dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajari.
2) Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang
dapat diterima atau tidak dapat diterima, sehingga dapat
membantu individu untuk mengekpresikan marah dengan cara
yang asertif.

d. Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan
persyarafan ada juga yang berubah pada saat orang agresif.Sistem
limbik berperan penting dalam meningkatkan dan menurunkan
agresifitas.Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku
agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan
asam amino GABA (gamma aminobutiric acid).GABA dapat
menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan
agresifitas, serotonin dapat menurunkan agresifitas dan orang yang
epilepsi.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang.
Ketika seseorang marasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
sekali apa yang menjadi sumber kemarahanya. Ancaman dapat berupa
internal ataupun eksternal. Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi
kerja, kehilangan orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis.
Contoh stressor ekternal adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik
orang lain. Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang menumpuk
di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi. Marah juga bisa timbul
pada orang yang dirawat inap.
I. Diagnosa Keperawatan
NANDA FAKTOR POPULASI KONDISI
RISIKO BERISIKO TERKAIT
Resiko perilaku Isyarat perilaku Usia ≥45 tahun. Masalah
kekerasan terhadap bunuh diri. Usia 15-19 kesehatan
diri sendiri (00140) Konflik orientasi tahun. mental.
Definisi: Rentan seksual. Riwayat upaya Masalah
berperilaku yang Konflik hubungan bunuh diri kesehatan
individu interpersonal. berulang. fisik.
menunjukkan bahwa Masalah Status Gangguan
ia dapat pekerjaan. pernikahan. psikologis.
membahayakan Isolasi sosial. Pekerjaan.
dirinya sendiri secara Rencana bunuh Pola kesulitan
fisik, emosional, diri. dalam keluarga.
dan/atau seksual. Petunjuk verbal
niat bunuh diri.
Risiko perilaku Akses pada Riwayat Gangguan
kekerasan terhadap senjata. penganiayaan. fungsi
orang lain (00138) Impulsif. Riwayat kasar kognitif.
Definisi: Rentan Bahasa tubuh pada binatang. Gangguan
melakukan perilaku negatif. Riwayat neurologis.
yang individu Pola kekerasan pelanggaran Intoksikasi
menunjukkan bahwa tidak langsung. bermotor. patologis.
ia dapat Pola kekerasan Riwayat Komplikasi
membahayakan orang diarahkan pada penyalahgunaa perinatal.
lain secara fisik, orang lain. n zat. Komplikasi
emosional, dan/atau Pola ancaman Riwayat prenatal.
seksual. kekerasan. menyaksikan Gangguan
Pola perilaku kekerasan psikosis.
kekerasan dalam keluarga.
antisosial.

J. Rencana Asuhan Keperawatan


NANDA NOC NIC
Resiko Menahan diri dari bunuh diri Bantuan kontrol amarah
perilaku (1408) (4640)
kekerasan Setelah 3x24 jam interaksi 1. Bangun rasa percaya dan
terhadap klien menunjukkan tanda-tanda hubungan yang dekat dan
diri klien dapat membina hubungan harmonis dengan pasien
sendiri saling percaya pada perawat: 2. Gunakan pendekatan yang
(00140) 1. Mengekspresikan perasaan tenang dan meyakinkan
12345 3. Tentukan harapan
2. Mengekspresikan harapan mengenai tingkah laku
12345 yang tepat
3. Mempertahankan jalinan 4. Intruksikan penggunaan
hubungan cara untuk membuat
12345 pasien lebih tenang
4. Mengontrol dorngan diri (waktu jeda/napas dalam)
12345 5. Sediakan penguatan untuk
5. Menahan diri dari ekspresi kemarahan yang
menimbulkan cedera tepat
serius Pengurangan kecemasan
12345 (5820)
1. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
2. Dengarkan klien
3. Dorong verbalisasi
persaan, persepsi dan
ketakutan
4. Ciptakan atmosfer rasa
aman untuk
meningkatkan
kepercayaan
5. Dorong keluarga untuk
mendampingi klien
dengan cara yang tepat
6. Intruksikan klien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
Peningkatan kesadaran diri
(5390)
1. Dukung pasien untuk
menganal dan
mendiskusikan pikiran
dan perasaannya
2. Berbagi observasi atau
pemikiran tentang
perilaku atau respon
pasien
3. Bantu pasien untuk
merubah pandangan
mengenai dirinya yang
negative
4. Eksplorasi dengan
pasien mengenai
kebutuhan control
5. Bantu pasien/ keluarga
untuk meningkatkan hal
positif mengenai diri
pasien
Risiko Menahan diri dari agresifitas Teknik menenangkan (5880)
perilaku (1401) 1. Pertahankan sikap yang
kekerasan Setelah 3x24 jam interaksi tenang dan hati-hati
terhadap klien menunjukkan tanda-tanda 2. Pertahankan kontak
orang lain klien dapat membina hubungan mata
(00138) saling percaya pada perawat: 3. Berada disisi klien
1. Menahan diri dari 4. Duduk dan bicara
memaki/ berteriak dengan klien
1 2 3 4 5 5. Fasilitasi ekspresi
2. Menahan diri dari marah klien dengan cara
menyerang orang lain yang konstruktif
1 2 3 4 5 6. Intruksikan klien untuk
3. Menahan diri dari menggunakan metode
membahayakan orang lain pengurangan kecemasan
maupun binatang Manajemen alam perasaan
1 2 3 4 5 (5330)
2. Menunjukkan perasaan 1. Tentukan apakah pasien
negatif dengan cara yang menunjukkan risiko
tidak merusak keamanan pada diri
1 2 3 4 5 sendiri atau orang lain
3. Menghindari merusak 2. Berikan atau rujuk pasien
ruang personal orang lain pada psikoterapi dengan
1 2 3 4 5 tepat
3. Bantu pasien untuk secara
sadar memonitor alam
perasaannya
4. Ajarkan koping baru dan
keterampilan membuat
keputusan
5. Berikan pengobatan
stabilisasi alam perasaan
6. Monitor fungsi kognitif
7. Berikan keterampilan
sosial dan/atau latihan
asertif sesuai kebutuhan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Strategi Pelaksanaan Mengontrol Perilaku Kekerasan Fisik ke-1


SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab
marah,tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama
(latihan nafas dalam) (Akemat,2010:133).
a) Orientasi
“Selamat pagi Pak, perkenalkan nama saya F, panggil saja F, saya
mahasiswa universitas ngudi waluyo. Nama Bapak siapa?Senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?” “Baiklah kita akan berbincang-bincang ya pak”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang, Pak?”
“Bagaimana kalau 20 menit?”
“Bapak mau dimana?” “Bagaimana kalau diruang tamu?”
b) Kerja
“Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak
pernahmarah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?
O... iya, jadi ada 2penyabab marah Bapak.”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang ke rumah dan
istri belum menyediakan makanan (misal, ini penyebab marah pasien), apa
yang Bapakrasakan?” (tunggu respon pasien)
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar,
mata melotot,rahang terkatup rapat,dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? O..iya, jadi Bapak memukul istri
Bapak dan memecahkan piring,apakah dengan cara ini makanan terhidan?
iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang Bapak lakukan?Betul,istri jadi
sakit dan takut, piring-piring pecah.Menurut Bapak adakah cara lai yang
lebih baik? Maukah belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik
tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Pak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
“Begini Pak,kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka
Bapak berdiri,lalu tarik napas dari hidung,tahan sebentar,lalu
keluarkan/tiup perlahanlahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemrahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,bagus,tahan,dan tiup melaui
mulut.Nah,lakukan 5 kali. Bagus sekali, Bapak sudah dapat
melakukannya. Bagaimana persaannya?”
“Nah,sebaiknya latihan ini Bapak sudah terbiasa melakukannya.”
c) Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahanBapak?”
“Iya jadi 2 penyebab Bapak marah...(sebutkan) dan yang Bapak rasakan...
(sebutkan) dan yang Bapak lakukan. (sebutkan)serta akibatnya..
(sebutkan).
(Keliat,dkk.2011:183-184)
DAFTAR PUSTAKA

Akemat. 2010.Keperawatan Professional Jiwa .Jakarta: EGC.

Azizah, L.M. 2010. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Dochterman, J.M., Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Indonesia:
CV.Mocomedia, Mosby Elsevier

Hartono,Y. 2010. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat. 2010. Keperawatan Jiwa Komunitas. Jakarta: ECG.

Kusumawati.2010. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcome


Classification (NOC) Edisi Kelima. Indonesia: CV.Mocomedia, Mosby
Elsevier

Nanda Internasional. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-


2020 (NANDA) Edisi Ke-11. Jakarta: EGC.

Prabowo,E. 2014.Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:Medikal Book.

Anda mungkin juga menyukai