Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

METODOLOGI KEPERAWATAN
“PENGKAJIAN FISIK BAGIAN KEPALA”

Dosen Pembimbing : Masadah, M.Kep

DISUSUN OLEH

KELOMPOK V :

1. ELSA FARDIAN SAFITRI (P07120316016)


2. EVA WARDHANI PUTRI (P07120316017)
3. FEBI RIZKIA (P07120316018)
4. NADYA FARINYNA S. (P07120316037)
5. RIZKA RAMDANI P. (P07120316047)
6. SEGINA HUGAB RILLA (P07120316049)
7. WIDYA JUNIANTINA N. (P07120316057)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIV KEPERAWATAN MATARAM

TA : 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN BUNUH DIRI

I. MASALAH UTAMA

Bunuh diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress. Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri
yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya. Betapapun
kebudayaan dan pola pikir manusia, memberikan berbagai alasan dan definisi
maksud yang berbeda-beda tentang bunuh diri, tetapi tetap saja pada intinya
adalah “keputusasaan”. Orang yan tidak putus asa dan bersedia tetap menjalani
kehidupan seberat dan seburuk apa pun tidak akan pernah melakukan kegiatan
bunuh diri. Sebab ia sadar, bahwa hidup ini memang penuh cobaan berat dan
pahit, jadi bunuh diri baginya hanyalah tindakan sia-sia dan pengecut. Masih
banyak hal yang bisa dilakukan dalam hidup ini, dan segala sesuatu passti ada
batas akhir (penyelesaian), walaupun permasalahan itu harus selesai oleh
waktu, tetapi ia selesai juga.
Beberapa ahli psikiatri mengemukakan pengertian tentang bunuh diri antara:
a. Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan
dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat (W.F.Maramis,1992)
b. Bunuh diri adalah tindakan agresif terhadap diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan (Budi Anna Keliat, 1993)
c. Menurut Keliat (1994) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapt mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat
psikiatri, karena individu berada dalam keadaan stress yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat, bunuh
diri merupakan tindakan merusak integrasi diri atau mengakhiri kehidupan,
di mana keadaan ini didahului oleh respons maladaptif dan kemungkinan
keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri adalah pengambilan tindakan untuk melukai diri sendiri yang
secara sengaja dilakukan oleh seseorang. Orang yang melakukan tindakan
bunuh diri mempunyai pikiran dan perilaku yang merupakan perwakilan
(represeating) dari kesungguhan untuk mati dan juga merupakan
manifestasi kebingungan (ambivalence) pikiran tentang kematian
(Hoeksema, 2001).
d. Center For Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat
menyebutkan bahwa bunuh diri adalah kematian dengan cara melukai,
meracuni, atau mencekik atau menenggelamkan diri (mati lemas) dan ada
fakta yang menunjukkan hal tersebut (apakah jelas ataupun tidak tidak
jelas) di mana hal-hal tersebut menyebabkan penderitaan pad diri sendiri
(self-inflicted) dan hal-hal tersebut secara pasti dilakukan mrmbunuh diri
sendiri (Hoeksema, 2001).
e. Wilkinson (1989) membedakan antara bunuh diri dengan usaha bunuh diri.
Wilkinson menyebutkan bahwa bunuh diri merupakan tindakan merusak
diri yang disengaja oleh seseorang yang menyadari apa yang dilakukannya
dan akibat yang ditimbulkannya. Sementara usaha bunuh diri merupakan
tindakan yang tidak fatal, paling sering melibatkan masalh dosis obat
berlebihan (terutama obat pengubah suasana hati), tetapi dapat juga
melibatkan berbagai jenis melukai diri sendiri. Hanya sekitar 10% yang
melakukan berbagai bunuh dir serius bermaksud mengakhiri hidupnya.
Bunuh diri dan usaha bunuh diri sendiri adalah dua hal yang saling tumpang
tindih. Para klinikus menemukan adanya perbedaan antara bunuh diri asli
(genuine suicide) dengan bunuh diri yang dimanipulasi (manipulasi
suicide). Bunuh diri asli adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang
benar-benar ingin mati dan tindakan yang dilakukan utnuk merealisasikan
bunuh dirinya tersebut dilakukan tanpa perhitungan yang salah
(miscalculation). Sementara orang yang melakukan yang dimanipulasi
tidak sungguh-sungguh ingin membunuh dirinya, tindakan mereka (bunuh
diri) adalah percobaan yang terkontrol, yang dilakukan untuk memanipulasi
orang lain (Landis & Meyer, Shneidman, dalam Barlow & Durand, 2002).
f. Lttle (1986) juga membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan bunuh
diri (parasuicide). Lyttle menjelaskan bunuh diri (suicide) sebagai tindakan
fatal untuk mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam kesadaran untuk
merusak diri yang kuat atau secara sungguh-sunggu (consecious self-
destructive intent). Sementara usaha bunuh diri (parasuicide) merujuk pada
tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan pertimbangan yang
mendalam yang biasnya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri
(parasucide), biasanya digambarkan sebagai percobaan bunuh diri
(attempted parasucide). Heeringen (2001) menyebutkan jika perilaku
bunuh diri merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili istuilah
bunuh diri itu sendiri dan usaha bunuh diri sebagai suatu perbuatan yang
menghasilkan kejadian fatal maupun kejadian yang tidak fatal.
g. Wilkinson (1989) membedakan antara bunuh diri dengan usaha bunuh diri,
dia juga mengakui jika bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah dua istilah
dan perilaku yang saling tumpang tindih (overlap). Brown dan Vinokur
(2003) menyebutkan bahwa ada hubungan atau berkaitan antara ide bunuh
diri dengan perilaku bunuh diri yang berhasil. Dengan kata lain, ide bunuh
diri merupakan hal yang mengawali terjadinya perilaku bunuh diri yang
berhasil. Istilah usaha bunuh diri sendiri digunakan untuk menggambarkan
perilaku yang potensial dalam menyakiti diri sendiri dengan hassil yang
tidak fatal, yang mana ada fakta (nyata maupun tidak nyata), yang
menunjukkan bahwa individu mempunyai keinginan untuk (dengan
tingkatan tertentu) membunuh dirinya.
2. Etiologi

Penyebab Resiko Bunuh Diri adalah :

a. HDR
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Gangguan
harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :

 Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,


kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll.
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy
yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan
perianal, dll), harapan akan struktur, bentuk dan ffungsi tubuh yang
tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang
tidak menghargai.
 Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama.

Tanda dan gejala:

- Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat


tindakan terhadap penyakit
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri
- Merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
- Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
- Percaya diri kurang
- Mencederai diri
b. Perubahan sensori persepsi ; halusinasi
Perubahan sensori persepsi ; halusinasi adalah suatu keadaan yang
merupakan gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar yg dapat meliputi semua system penginderaan pada
seseorang dalam keadaan sadar penuh ( baik ).

Tanda dan Gejala :


 Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian.
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat,).
c. Gangguan isi pikir ; waham
Pengertian Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (1).
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham
atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan
dengan semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar belakang
budaya (Morgon,1998).
Tanda dan gejala
a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
c. Takut, kadang panik
d. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
e. Ekspresi tegang, mudah tersinggung.
Akibat perilaku bunuh diri adalah cedera atau kematian. Jika perilaku
bunuh diri mengakibatkan kematian maka tindakan yang dilakukan adalah
perawatan jenazah.

Cedera yang disebabkan oleh perilaku bunuh diri sangat dipengauhi


oleh cara seseorang melakukan percobaan bunuh diri, Jika perilaku bunuh diri
dilakukan dengan menggantung maka cedera yang terjadi adalah berupa jejas
di leher. Jika minum racun maka akan terjadi pencederaan di lambung dan
saluran pencernaan. Untuk itu intervensi yang dilakukan juga sangat tergantung
dengan cedera yang terjadi.

III. Pohon masalah

Risiko Cedera / kematian

Risiko bunuh diri

Harga diri rendah Halusinasi Gangguan isi pikir:


waham

IV. Diagnose keperawatan


Resiko bunuh diri
V. Rencana keperawatan
1. Tujuan

Pasien tidak melakukan percobaan bunuh diri.

2. Indikator
a. Menyatakan harapannya untuk hidup
b. Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan cara asertif.
c. Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh
diri muncul.
d. Mengidentifikasi alternatif mekanisme coping
3. Aktivitas keperawatan secara umum
a. Bantu pasien untuk menurunkan risiko perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri, dengan cara :
- Kaji tingkatan risiko yang dialami pasien : tinggi, sedang, rendah.
- Kaji level long term risk yang meliputi : lifestyle atau gaya hidup,
dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam
kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
b. Berikan lingkungan yang aman berdasarkan tingkatan risiko, manajemen
untuk pasien yang memili risiko tinggi ;
- Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan
di dekat ruang perawatan yang mudah dimonitor oleh perawat.
- Mengidentifikasikan dan mengamankan benda-benda yang dapat
membahayakan pasien misalnya : pisau, gunting, tas plastik, kabel
listrik, sabuk, gantungan baju, dan barang berbahaya lainnya.
- Membuat kontrak, baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk
tidak melakukan tindakan yang mencederai diri. Misalnya: “saya tidak
akan mencederai diri saya selama di rumah sakit dan apabila muncul
ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat”.
- Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu supervisi
dengan catatan : yakinkan intake makanan dan cairan adekuat, gunakan
piring plastik atau kardus bila memungkinkan, cek dan yakinkan jika
semua barang yang digunakan pasin kembali pada tempatnya.
- Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat
diminum.
- Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
- Batasi orang dalam ruangan pasien dan perlu adanya penurunan
stimuli.
- Instruksikan pengunjung untuk membatsi barang bawaan (yakinkan
untuk tidak memberikan makanan dalm tas plastik.
- Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian
rumah sakit.
- Melakukan seklusi dan reatrin bagi pasien bila sangat diperlukan .
- Ketika pasien diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian
yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatn lintas
budaya.
- Individu yang memiliki risiko tinggi mencedari diri bahkan bunhu diri,
perlu adanya komunikasi oral dan tertulus pada semua staf.
c. Membantu meningkatkan harga diri pasien.
- Tidak menghakimi dan empati.
- mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki.
- Mendorong berpikir positif dan berinteraksi dengan orang lain.
- Memberikan jadwal aktivitas harian yang terencana unutk psien
dengan kontrol impuls yang rendah.
- Melakukan terapi kelompok serta terapi kognitif dan perilaku bila
diindikasikan.
d. Bantu passien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial.
- Informassikan kepada keluarga dan saudara pasien bahwa pasien
membuthkan dukungan sosial yang adekuat.
- Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang dimiliki termasuk
jejaring sosial yang bisa diakses.
- Menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sosial.
e. Membantu pasien mengembangkan mekanisme koping yang positif.
- Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif.
- Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
- Bantu pasien untuk mengetahui faktor predisposisi “Apa yang yang
terjadi sebelum Anda memiliki pikiran bunuh diri ?”.
- Eksplorasi perilaku alternatif.
- Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai.
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi pola fikir yang negatif dan
mengarahkan secara langsung untuk mengubahnya menjadi pola pikir
yang rasional.
f. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan.
- Memberikan pembelajaran yang menyiapkan orang mengatasi stres
(relaxtion, problem soulving skill).
- Mengajari keluarga technique limit setting.
- Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif.
- Instruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan
risiko: perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik
diri, tanda depresi.
VI. Strategi pelaksanaan
1. SP I Pasien
a. Mengidentifikasi benda yang dapat membahayakan pasien.
b. Mengamankan benda yang dapat membahayakan pasien.
c. Melakukan kontrak treatment.
d. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
e. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
2. SP II Pasien
a. Mengidentifikasi aspek positif pasien.
b. Menganjurkan pasien untuk berpikir positif.
c. Menganjurkan pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang
berharga.
3. SP III Pasien
a. Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien.
b. Menilai pola koping yang biasa dilakukan.
c. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif.
d. Menganjurkan pasien memilih pola koping yang konstruktif.
e. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan
harian.
4. SP IV Pasien
a. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien.
b. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis.
c. Memberikan dukungan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis.
5. SP I Keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri dan jenis
perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri.
6. SP II Keluarga
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan risiko bunuh
diri
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien risiko
bunuh diri
7. SP III Keluarga
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat.
b. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga.
VII. Dialog Strategi Pelaksaan
Strategi Pelaksanaan 1 :
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Klien sebulan yang lalu mengurung diri di kamar.
b. Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan 2 bulan lalu.
c. Klien merasa sebatang kara karena ditinggal mati oleh kedua
orangtuanya.
d. Klien merasa malu karena setelah kecelakaan itu, tubuhnya cacat
pada wajah dan kedua ekstrimitas (tangan dan kakinya fraktur).
e. Klien tidak mau mandi, baju tidak pernah diganti, kulit, kuku dan
gigi tampak kotor.
f. Klien mengutarakan ingin bunuh diri karena menganggap dirinya
sudah sebatang kara dan tidak berguna lagi.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien bersedia bergaul/ bersosialisasi dengan perawat
b. Klien mau diajak membina hubungan saling percaya dengan perawat
sehingga mau mengutarakan masalahnya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
 Mengucapkan salam teraupetik
 Menanyakan kondisi klien saat ini
 Mengajak klien jalan-jalan ke taman
b. Klien bersedia bergaul/ berbicara dengan perawat
 Menyapa klien saat bertemu di jalan
 Menanyakan kabar klien hari ini
 Menggali lebih dalam rasa percaya klien terhadap perawat
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
ORIENTASI
1. Salam Teraupetik
 Selamat pagi, mbak!
 Assalamualaikum!
2. Evaluasi/ Validasi
 Bagaimana kabarnya hari ini?
 Sebenarnya apa sih yang membuat mbak seperti ini?
3. Kontrak : Topik, waktu dan tempat
 Bisa minta waktunya sebentar, nggak? Cuma mau mengenal lebih
jauh tentang mbak. Paling lama 15 menit.. gimana? Kalau bersedia
di sini saja ya (kamar tidur klien).
KERJA
 Assalamualaikum, mbak!
 Perkenalkan, saya perawat…..
 Mbak, saya di sini akan menemani mbak selama 15 menit ke depan
untuk mendengarkan keluhan mbak. Bagaimana? Apa mbak
bersedia saya temani?
 Oh ya, bagaimana kabar mbak hari ini? Merasa lebih baik atau justru
masih cemas tidak karuan?
 Kalau ada yang ingin mbak ceritakan, ceritakan saja pada saya. Gak
apa-apa kok. Saya akan menjaga rahasia mbak dari siapapun.
 Oh ya, nama mbak siapa? Sekarang masih sekolah atau kuliah?
Tingkat berapa?
 Bagaimana kalau kita jalan-jalan di sekitar sini?

TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Subyektif : Nah, sekarang apa mbak sudah merasa nyaman ngobrol
dengan saya?Senang nggak jalan-jalan dengan saya?
 Obyektif : (perawat mendapati tatapan mata kosong, dan klien
tampak melamun dan kurang antusias)
2. Tindak lanjut klien
 Baik, mbak. Tolong kalau nanti ketemu saya, balas sapaan saya ya.
4 jam lagi saya akan datang kemari untuk membawakan obat mbak.
Nanti mbak bisa menceritakan apa yang mbak keluhkan sekiranya
mbak bersedia. Oke?!
3. Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)
 Baik, mbak. Kita sudah ngobrol selama 15 menit. Besok kita akan
berdiskusi lagi tentang penyebab dari masalah yang dialami mbak.
Jam 10 pagi di sini saja ya…gak lama kok. 15 menit saja sudah
cukup. Oke?!

Strategi Pelaksanaan 2 :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien: Wajah tegang, gelisah, produktifitas menurun, aktifitas
terhambat.
2. Diagnosa keperawatan: resiko bunuh diri
3. Tujuan khusus: klien mampu untuk mengungkapkan penyebab
permasalahan yang dihadapi.
4. Tindakan keperawatan:
- Perawat melakukan teknik komunikasi membuka diri
- Menyiapkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
- Menggali perasaan klien tentang permasalahannya

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum mbak Rosa..” (sambil berjabat tangan).
2. Evaluasi / validasi
“Kemarin kan kita sudah berkenalan, apakah mbak “R” dapat mengingat
nama saya?”
3. Kontrak: tempat, waktu, dan tempat
“Kita akan berdiskusi selama 15 menit untuk membahas mengenai
penyebab permasalahan yang mbak hadapi sehingga membuat mbak
merasa selama ini kehidupan mbak tidak ada artinya. Baiklah, kita akan
membicarakannya di kamar mbak.”
Kerja
- Hal-hal apa yang akan mbak rasakan sehingga mbak merasa bosan
dengan kehidupan mbak sekarang?
- Kapan hal tersebut mulai terjadi?
- Apa yang mbak lakukan ketika hal tersebut terjadi?
- Adakah pengalaman sebelumnya terkait permasalahan yang mbak
hadapi sekarang?

Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Subjektif
“Setelah kita berdiskusi selama 15 menit tadi, bagaimana perasaan
mbak saat ini?”

 Objektif
“Sekarang coba sebutkan 3 hal yang menjadi penyebab mbak merasa
bosan dan berniat mengakhiri kehidupan mbak!”
2. Tindak lanjut klien
“Saya harap mbak dapat mencari lagi penyebab lainnya sekaligus
mencoba memikirkan kira-kira apa yang biasa mbak lakukan ketika
perasaan tersebut muncul atau pada siapa mbak biasa mencari bantuan?”
3. Kontrak
“Besok pada pukul 09.00 saya akan kembali ke kamar mbak untuk
kembali berdiskusi tentang cara yang biasa mbak lakukan ketika terjadi
masalah dalam kehidupan mbak.”

Strategi Pelaksanaan 3

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien: Klien masih terlihat kurang bersemangat, sering melamun.


2. Diagnosa keperawatan: resiko bunuh diri
3. Tujuan khusus
- Klien dapat menyebutkan sumber koping yang sering digunakan klien dalam
mengatasi masalah klien.
- Klien dapat mengaplikasikan sumber koping yang telah diajarkan oleh
perawat.
4. Tindakan keperawatan
- Menggali sumber koping yang sering digunakan klien.
- Mengajarkan sumber koping yang efektif pada klien.

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Orientasi

1. Salam terapeutik
“Selamat pagi, dek! Bagaimana kabarnya hari ini? Semalam bisa tidur
nyenyak kan?”
2. Evaluasi / validasi
“Kemarin kan kita sudah berdiskusi tentang penyebab dari masalah yang
dialami mbak. Menurut mbak, apa yang menjadi penyebab dari masalah ini?
3. Kontrak: topic, waktu dan tempat
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang sumber koping yang ada pada diri
mbak, yaitu apa yang biasanya mbak lakukan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana jika kita ngobrol selama 10 menit disini?”
Kerja
- Apa yang biasanya mbak lakukan bila mbak merasa sedih?
- Bagaimana perasaan mbak setelah itu? Apakah mbak merasa lebih baik atau
malah bertambah sedih?
- Kalau sudah begitu, apa yang mbak lakukan untuk mengatasi masalah mbak?
- Ya, itu semua sudah benar mbak. Sumber koping yang mbak lakukan tadi
termasuk dalam dukungan social. Selain yang mbak sebutkan tadi, mbak juga
bisa menyalurkan kekesalan melalui hobi atau melakukan hal-hal yang positif,
dengan begitu kesedihan mbak akan berkurang. Selain itu, sumber koping
yang bisa dilakukan adalah kemampuan personal, asset materi dan keyakinan
positif.
Terminasi

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


Subjektif
- Bagaimana perasaan mbak setelah berdiskusi tadi?
- Menurut mbak, manfaat apa yang mbak rasakan dari diskusi kita tadi?
Objektif
- Tadi kita sudah mendiskusikan tentang bagaimana dan sumber koping apa
yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah mbak. Coba sebutkan 4
sumber koping yang telah kita diskusikan tadi?
2. Tindakan lanjut
Baik mbak, sekarang tolong buatkan daftar hobi atau kegiatan positif yang bisa
mbak lakukan untuk mneyalurkan kesedihan atau kekesalan mbak. Nanti jam 4
sore saya akan datang kemari lagi untuk melihat daftar yang mbak buat.
3. Kontrak yang akan datang
Baik mbak, kita sudah bicara selama 10 menit. Besok kita akan berdiskusi lagi
tentang penyelesaian masalah yang bisa dilakukan jam 10 pagi disini (ruangan
ini) ya.

Strategi Pelaksanaan 4

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien

Klien mengungkapkan kepada perawat mengenai sumber koping yang


telah digunakan sebelumnya saat menghadapi permasalahannya.

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
 Klien mampu mengidentifikasi teknik pemecahan masalah
 Klien mampu mengaplikasikan teknik pemecahan masalah tersebut
4. Tindakan Keperawatan
 Berjabat tangan dan menyapa dengan hangat
 Sentuhan teraupetik
 Membantu klien dalam menggali dan mengidentifikasi cara pemecahan
masalah yang ada
 Membantu dan mendorong klien agar klien mampu melakukan tindakan
untuk memecahkan masalah

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Orientasi
1. Salam Teraupetik
 Selamat pagi, mbak?
 Bagaimana perasaan mbak hari ini?
2. Evaluasi/ Validasi
 Apakah mbak masih ingat apa yang kita bicarakan kemarin?
 Apakah mbak bisa menyebutkannya?
3. Kontrak : Topik, waktu dan tempat
 Hari ini kita sepakat untuk bertemu di sini, jam 10 pagi. Begitu kan, mbak?
 Sesuai kesepakatan, hari ini kita akan membahas tentang pemecahan
masalah mbak. Bagaimana kalau kita membahasnya selama 15 menit?
Kerja
 Dari sumber koping yang mbak sebutkan kemarin, menurut mbak, apa yang
masih bisa dikembangkan?
 Nah, mbak kemarin menyebutkan bahwa mbak tidak percaya diri lagi karena
bekas luka di wajah mbak. Kalau mbak sudah cukup kuat, mbak bisa menjalani
operasi untuk menghilangkan bekas luka tersebut.
 Walaupun tidak bisa kembali seperti sedia kala, mbak harus tetap bersyukur
karena mbak masih memilki tangan dan kaki untuk beraktifitas seperti yang
lainnya.
 Sekarang yang perlu mbak ingat bahwa semua makhluk Tuhan akan meninggal.
Saya, mbak dan orang lain. Oleh sebab itu, kita harus memanfaatkannya sebaik
mungkin kesempatan yang diberikan oleh Tuhan. Tuhan tetap menginginkan
mbak hidup dari kecelakaan tersebut, agar mbak bisa menjadi orang yang
bermanfaat bagi yang lainnya. Mungkin ada maksud lain yang lebih baik dalam
kehidupan mbak ke depannya.

Terminasi

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


a. Subyektif : bagaimana perasaan mbak setelah pertemuan kita kali ini?
b. Obyektif : apakah mbak bisa menyebutkan pemecahan masalah yang
telah kita bahas tadi?
2. Tindak lanjut klien

Setelah mbak sembuh dan keluar dari RS ini, apa rencana mbak selanjutnya?

3. Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)

Setelah ini, kita akan bertemu lagi besok jam 8 pagi untuk mempersiapkan
kepulangan mbak.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Jaya, Kusnadi. Keperawatan Jiwa. Tanggerang Selatan.: BINARUPA AKSARA
Publisher. 2015
Suliswati, dkk. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta Timur:
CV. Trans Info Media. 2014

Anda mungkin juga menyukai