Anda di halaman 1dari 49

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI


SENSORI : HALUSINASI DI RUANG SADEWA RSUD BANYUMAS

Di Susun Oleh
Jefri Anang Prayogo
17.008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS MAOS CILACAP


TAHUN AJARAN 2019/2020

PENGESAHAN
2

Laporan Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan persepsi sensori : Halusinasi di RSUD Banyumas telah diujikan dan
disetujui oleh Dewan Penguji
Diujikan pada tanggal :
Penguji I
TITI ALFIANI. NS., M.KEP
NIK : 71111087

Penguji II

BUDI PRIYANTO, NS., M.KEP


NIK : 19950571
STIKes Serulingmas Cilacap
Ketua

Dr.Endang K A M.,MMS., Apt


NIK.9906977541

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas praktek klinik di RSUD BANYUMAS dengan judul “Asuhan Keperawatan
3

pada Tn. R dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Diruang Sadewa


RSUD BANYUMAS ”.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan,
penyusunan maupun isinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca dan dosen pembimbing, sehingga
penyusunan selanjutnya dapat lebih baik.
Dalam penulisan tugas ini penlis mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam penulisan laporan ini, khususnya kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan motivasi dan perhatian
yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
2. Semua dosen, teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.

Penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada


mereka yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan laporan ini dapat
terselesaikan.

Cilacap, 25 Desember 2019

Penyusun

Daftar Isi

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
4

B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan penulisan 2
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian 3

B. Etiologi 4

C. Manifestasi Klinis 5

D. Patofisiologi 6
E. Pathway 8

F. Komplikai 8

G. Pemeriksaan Penunjang 8

H. Penatalaksanaan 8

I. Pengkajian 9

J. Diagnosa Keperawatan 9

K. Intervensi 9

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian 12
B. Analisa data 16
C. Perumusan Diagnosa 16
D. Perencanaan,Implementasi, Evaluasi 17

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian 27
B. Diagnose keperawatan 38

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 30
B. Saran 31
5
6

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan
hendaya pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia(Keliat, 2011). Menurut
World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 memperkirakan hampir dari
450 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan jiwa. Bahkan berdasarkan
data studi World Bank dibeberapa Negara menunjukkan angka prosentase
sebanyak 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease)
menderita gangguan jiwa (Rabba, 2014).
Data kesehatan tahun 2013, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan
14,3% dan 17% atau 1000 orang menderita gangguan jiwa berat. Dibanding ratio
dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang telah mengalami
gangguan jiwa ringan sampai ke berat 18,5% (Depkes RI,2011). Menurut Dinas
Kesehatan Kota Jawa Tengah (2012), angka kejadian penderita gangguan jiwa di
Jawa Tengah berkisar antara 3.300 orang sampai 9.300 orang.
Gangguan jiwa dikenal dengan sebutan psikosis salah satu contoh psikosis
adalah skizofrenia, skizofrenia suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan
penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi
dan waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu
berfikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala-gejala skizofrenia adalah sebagai berikut: gejala positif (waham,
halusinasi, perubahan arus pikir, perubahan perilaku) dan gejala negatif (sikap
masa bodoh (apatis), pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking), menarik diri dari
pergaulan sosial (isolasi sosial), menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-
hari (Keliat, 2011).
7

Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan


utama pada prosesfikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses
fikir, afek, bahasa atau emosi, perilaku sosial, kemauan dan psikomotor disertai
distorsi kenyataan, terutama karena halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga
timbul inkoherensi. Sebagian besar skizofrenia menyerang pada usia muda yaitu
antara umur 15 tahun sampai umur 30 tahun, tetapi kebanyakan serangan terjadi
pada usia 40 tahun keatas. Skizofrenia menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis
kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi (Direja&Yosep, 2011). Stuart &
Laraia dalam Yosep & Sutini (2016) menyatakan bahwa pasien dengan diagnosis
medis skizofrenia, dari 100% orang yang mengalami halusinasi sebanyak 70%
mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan
10% mengalami halusinasi lainnya.
Berdasarkan studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas
didapatkan bahwa penderita gangguan jiwa pada bulan dari bulan maret sampai
mei 2016 terdapat 450 untuk di ruang Bima dan Nakula. Di ruang Bima sendiri
berdapat 178 pasien yang menderita gangguan jiwa dan ada masalah gangguan
jiwa seperti gangguan persepsi sensori Halusinasi 98 pasien, Resiko perilaku
kekerasan 50 pasien dan untuk 30 pasien ini dengan masalah isolasi dan waham
(Rekam Medik RSUD Banyumas 2016). Berdasarkan data tersebut yang paling
banyak diderita adalah halusinasi yaitu halusinasi pendengaran, halusinasi adalah
gangguan penerimaan pancaindra tanpa stimulasi eksternal. Jenis-jenis halusinasi
antara lain pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan
(Keliat, 2011).
Halusinasi pendengaran adalah bentuk yang paling sering terjadi pada
gangguan presepsi dengan klien gangguan jiwa bentuk halusinasi ini berupa
suara-suara rebut dan dengung, tapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun
dalam kalimat yang memepengaruhi tingkah laku klien, sehingga klein
menghasilkan respon tertentu: bicara-bicara sendiri atau respon lain yang
membahayakan membuat klien bertengkar dan mencederai orang lain dan diri
sendiri (Erlinafsiah, 2010). Menurut Muhith (2015) Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi pendengaran adalah
8

kehilangan control dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya


dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapa melakukan bunuhdiri
(suiside), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang
tepat. Faktorpenting yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan asuhan
keperawatan pada pasiendengan gangguan sensori: halusinasi pendengaran adalah
dukungan keluarga, karena dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah
sakit sangat dibutuhkan, sehingga pasien termotivasi untuk sembuh (Keliat, 2011).
Jika halusinasi pendengaran tidak segera mendapat perawatan akan
menyebabkan terjadinya kekerasan, bunuhdiri. Halusinasi pendengaran dapat di
atasi dengan strategi pelaksanaan (SP) yaituSP 1 yaitu dengan cara menghardik,
SP 2 mengajarkan klien menggunakan obat secara teratur, SP 3 mengajarkan klien
berckap-cakap, SP 4 yaitu melakukan aktivitas secara terjadwal seperti menyapu,
mengepel, membersihkan tempat tidur. Menurut Keliat & Akemat (2014) Peran
perawat dalam menangani halusinasi pendengaran ini antara lain melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok dan melatih
keluarga merawat klien dengan melakukan strategi pelaksanaan (SP).
Berdasarkan data dan permasalahan di atas dengan melihat akibat yang di
timbulkan penderita gangguan jiwapaling banyak halusinasi yaitu pada pasien
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana melakukan asuhan keperawatan jiwa pada Ny.T dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di instalasi pelayanan
kesehatan jiwa terpadu raung bima RSUD Banyumas.

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Tujuan umum ini penulis mampu melakukan asuhan keperawatan dengan
gangguan sensori: halusinasi pendengaran.
2. Tujuan Khusus
9

a. Penulis mampu mengumpulkan data-data subjektif dan objektif melalui


pengkajian, wawancara, pemeriksaan fisik dan rekammedis sebagai
pacuan untuk menegakan diagnose pada pasien halusinasi pendengaran.
b. Penulis mampu menganalisa data secara tepat pada pasien halusinasi
pendengaran.
c. Penulis mampu menegakan diagnosa yang tepat untuk pasien dengan
halusinasi pendengaran.
d. Penulis mampu merencanakan serta melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien halusinasi pendengaran.
e. Mendapatkan pengalaman nyata pada pasien halusinasi.

D. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber yang dapat memberkan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi pendengaran.
2. Bagi mahasiswa keperawatan
Menjadi pengalaman nyata dan menambah ilmu, wawasan dan gambaran
tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai pertimbangan melakukan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi dan untuk menambah informasi tentang pasien halusinasi.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat penulisan, dan
sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan teori, berisi konsep dasar halusinasi
pendengaran, konsep asuhan keperawatan. Bab III. Tinjauan kasus berisi
pengkajian dan analisa data. Bab IV. Pembahasan, berisi pengkajian dan diagnosa
keperawatan. Bab V. Penutup, berisi kesimpulan dan saran, daftar puastaka dan
lampiran.
10

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Halusinasi Pendengaran


1. Definisi
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakanrangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberipersepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yangberbicara (Kusumawati &
Hartono, 2010).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalamiperubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan,pengecapan, perabaan atau penghiduan,.Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidakada (Damaiyanti & Iskandar,
2012).
Halusinasi pendengaran adalah bentuk yang paling sering terjadi
pada gangguan presepsi dengan klien gangguan jiwa (skizofrenia) bentuk
halusinasi ini berupa suara-suara ribut dan dengung, tapi paling sering
berupa kata-kata yang tersusun dalam kalimat yang memepengaruhi
tingkah laku klien, sehingga klein menghasilkan respon tertentu: bicara-
bicara sendiri atau respon lain yang membahayakan membuat klien
bertengkar dan mencederai orang lain dan diri sendiri (Erlinafsiah, 2010).
Dari beberapa pengertian halusinasi diatas dapat disimpulkan bahwa
halusinasiadalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa
adanya obyek yang nyata. Halusinasi pendengaran yaitu berupa suara dari
11

orang yang mungkin dikenal atau tidak dikenal yang meminta klien
melakukan sesuatu baik secara sadar ataupun tidak.

2. Etiologi
Proses terjadinya halusinasi pada klien akan dijelaskan menggunakan
konsep stress adaptasi menurut Stuart (2013) yang meliputi faktor
predisposisi dan prespitasi yaitu :
a) Faktor Predisposisi
Hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah :
1) Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya resiko
bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA.
2) Faktor psikologis
Pada klien halusinasi dapat ditemukan adanya kegagalan yang
berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih saying, atau
overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah,
tingkat pendidikan rendah, dan kegagalan dalam hubungan
lingkungan (perceraian, hidup sendiri) serta tidak bekerja.
b) Faktor Prespitasi
Stressor prespitasi pada klien halusinasi ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga atau adanya kegagalan dalam hidupnya,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan klien seacra konflik antar masyarakat.
3. Jenis- Jenis Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
12

Klien mendengar suara atau bunyi gaduh yang menyuruh untuk


melakukan sesuatu yang berbahaya.
2. Halusinasi Penglihatan
Klien melihat makhluk tertentu seperti bayangan seseorang yangsudah
meninggal, sesuatu yang menakutkan seperti hantu dan cahaya.
3. Halusinasi Pengecapan
Klien seperti sedang merasakan makanan atau rasa tertentu, atau
mengunyah sesuatu yang mengakibatkan klien sering meludah.
4. Halusinasi Penciuman
Klien mencium sesuatu bau dari bau-bauan tertentu seperti baumayat,
merasakan feses dan urin.
5. Halusinasi Perabaan
Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuh
sepertitangan, serangga atau makhluk halus seperti merasakan
panas,dingin, atau seperti tersengat aliran litrik.
4. Fase Halusinasi
Fase-fase yang terjadi pada pasien halusinasi menurut Direja (2011)
adalah:
a) Fase comforting. Pada fase ini termasuk dalam golongan nonpsikotik.
Pasien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. Pasien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan cara ini haya
menolong sementara.
b) Fase comdemming yaitu halusinasi menjadimenjijikan, termasuk dalam
psikotik ringan. Karakteristik pengalamansensori menjijikan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,dan berfikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak
ingin orang lain tahu, dan dia dapat mengontrolnya. Perilaku
klien:meningkatkan tanda-tanda sistem syarafotonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak dapat membedakan realitas.
13

c) Fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadiberkuasa. Termasuk


dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d) Fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : Perilaku teror
akibat panik,potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri dan kakatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks,dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
5. Rentang Respon
Halusinasi merupakan gangguan dari perpsepsi sensori, dari persepsi
sehingga halusinasi merupakan gangguan dari respon neurobiologis oleh
karenanya secara keseluruhan, rentang respon halusinasi mengikuti kaidah
tentang respon neurobiologis.
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif adalah adanya
pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku cocok dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sementara
itu respon maladaptif meliputi adanya waham, halusinasi, kesukaran
proses emosi, perilaku tidak terorganisasi dan isolasi sosial: menarik diri.
Berikut adalah gambaran rentang respon neurobiologis:
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan proses
Persepsi akurat menyimpang pikir: Waham
Emosi konsisten Ilusi Halusinasi
denganpengalaman Emosi tidak stabil Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku aneh untuk mengalami
Hubungan sosial Menarik diri emosi
Ketidakteraturan
isolasi sosial
14

Gambar 2.1 (Sumber: Stuart, 2013)


6. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi di awali dari orang penderita
halusinasi yang akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari
lingkungannya atu stimulus eksternal. Peningkatan kecemasan yang terus
dan sistem pendukung yang kurang akan menghambat apa yang dipikirkan
dan perasaan sendiri menurun. Lalu klien mengalami emosi yang berlanjut
seperti cemas, stress, kesepian dan perasaan berdosa klien cenderung
merasa nyaman dengan halusinasinya. Klien mulai menarik diri dan dapat
merasa kesepian bila halusinasinya terhenti, lama kelamaan sensorinya
terganggu dan klien merasa terancam dengan halusinasinya jika tidak
menuruti perintahnya (Yosep, 2011).
Pada klien halusinasi, halusinasi akan mampu memberikan rasa
nyaman pada klien dan tingkat orientasi sedang yang secara umum
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien, karakteristik yang tampak
pada individu yaitu mengalami cemas, kesepian, rasa bersalah dan
kesepian, klien bersikap menyalahkan diri dan rasa cemas yang berat,
menarik diri dan kehilangan kontrol. Jika klien sudah sangat mengalami
halusinasi biasanya klien terlihat panik, adapun karakteristiknya yaitu
mengancam. Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau
beberapa hari (Kusumawati, 2010).
Terjadinya halusinasi dimulai dengan ketidakefektifan dan koping
individudan keluarga yang membuat harga diri rendah pada klien. Harga
diri rendah pada klien menyebabkan klien tidak memiliki kemauan untuk
bergaul dan merasa terkucilkan yang menimbulkan sikap putus asa,
sehingga klien mengalami isolasi sosial dengan menarik diri. Jika sikap
isolasi sosial pada klien tidak segera ditangani, maka akan muncul
halusinasi yang didasari dari perasaan menarik diri klien. Halusinasi dapat
berbentuk bayangan atau suara atau bisikan yang hanya dapat dilihat dan
15

didengar klien namun tidak dapat dilihat dan didengar oleh orang lain.
Halusinasi dapat berupa ajakan dan bisikan suara untuk membahayakan
diri sendiri, klien dan orang lain. Sehingga dari halusinasi yang terjadi
pada klien dapat menimbulkan resiko perilaku kekerasan pada klien dan
orang lain.
7. Pohon Masalah

Kerusakan
komunikasi

. verbal
Efek: Resiko mencederai diri,
orang lain, dan lingkungan

Defisit
Perilaku kekerasan
Core problem: Perubahan perawatan
persepsi sensori: halusinasi diri

Tidak efektifnya Menurunnya


penatalaksanaan motifasi
Isolasi sosial:
regimen perawatan diri
menarik diri
terapeutik

Tidak efektifnya Gangguan


koping keluarga: Gangguan konsep persepsi pikir:

ketidakmampuan diri: harga diri waham


keluarga merawat rendah

anggota keluarga Tidak efektifnya koping Berduka


yang sakit inividu disfungsional

Gambar 2.2 Pohon Masalah pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi (Fitria, 2009).
16

8. Penatalaksanaan Medis
Terapi dalam jiwa tidak hanya meliputi pengobatan dan farmakologi,tetpi
juga pengobatan psikoterapi serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala
atau penyakit klien yang mendukung penyembuhan klien jiwa pada terapi
tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan sosial akan memberikan
peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam
masyrakat tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang dialaminya
(kusumawati dan hartono, 2010).
a) Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat-
obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut farmakoterapi, terapi
gangguan jiwa dengan menggunakan obat–obatan disebut dengan
psikofarmakoterapi atau medikasi psikotropika yaitu obat yang
mempunyai efek teraupetik langsung pada proses mental penderita
karena kerjanya pada otak atau sistem sraf pusat.
b) Terapi somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjkan pada kondisi
fisik klien.jenis somatis adalah pengikatan, kejang listrik, isolasi dan
fototerapi.
c) Terapi modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawtan jiwa.terapi
diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dan perilaku maladaptif
menjadi perilaku adaptif.
9. Penatalaksanaan Keperawatan
17

a) Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofernia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
b) Terapi kejang listrik atau ECT (Elekto Convulsive Therapi)
Terapi kejang listrik merupakan pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan meleawtkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi
kejang listrik dapat diberikan pada skizofernia yang tidak mempan
dengan neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c) Psikoterapi dan rehabilitas
Psikoterapo suportif individual atau kelompok sangat membantu,
seperti terapi modalitas yang terdiri dari:
1) Terapi aktivitas
a) Terapi musik
b) Terapi seni
c) Terapi menari
d) Terapi relaksasi
2) Terapi sosial
a) Terapi kelompok
b) Terapi lingkungan

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada
tahap ini semua data dikumpulkan secara sistemastis guna menentukan
kesehatan klien. Pengkajian harus dilakukan scara komprehensif terkait
dengan askek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien. Tujuan
18

pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data


dasar klien.

a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
nomorrekam medis.
b) Alasan masuk
Alasan masuk datang ke RSJ, biasanya klien sering
berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan
tanpa tujuan.
c) Faktor predisposisi
Biasanya pasien pernah menderita gangguan jiwa lebih dari
6 bulan, bisa juga karena kurang berhasil dalam pengobatan.
d) Faktor presipitasi
Merupakan faktor yang memicu pasien di bawa ke RSJ,
biasanya pasien mengalami gangguan jiwa kurang dari 6 bulan.
e) Pemeriksaan fisik
Seperti memeriksa tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
untuk membantu mengetahui ada tidaknya gangguan fisik pada
klien.
f) Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggotya yang pernah
mengalami gangguan jiwa, umumnya komunikasi klien
terganggu, begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola
asuh klien.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri: klien biasanya mengeluh dengan kondisi
diri klien, umunya ada bagian tubuh yang disukai dan
tidak disukai.
19

b) Identitas diri: klien biasanya mampu mengenali


identitas dirinya sendiri.
c) Peran diri: klien mampu menyadari peran sebelum sakit,
saat dirawat peran klien terganggu.
d) Ideal diri : klien tidak mampu menilai dirinya.
e) Harga diri : klien memiliki harga diri rendah sehubungan
dengan sakitnya.
g) Hubungan sosial: Klien kurang dihargai di lingkungan sekitar
klien dan merasa diasingkan sehubungan dengan sakitnya.
h) Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan gangguan jiwa dipandang tidak
sesuai dengan norma agama dan budaya, umunya merasa
terasingkan di masyarakat.
2) Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah sebelum sakit.saat
sakit ibadah menjadi terganggu.
i) Status mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang berubah seperti tidak rapi,
tidak sesuai atau cocok dari sebelum mengalami gangguan
jiwa.
2) Pembicaraan
Pembicaraan ngelantur/tidak jelas dan bentuk yang
maladaptife seperti gangguan proses pikir, halusinasi,
kesukaran proses emosi, serta isolasi sosial.
3) Aktivitas motorik
Aktifitas motorik dapat meningkat atau menurun,
impulsive, manarisme, stereobipik, katatonik.
4) Alam perasaan
20

Berupa emosi yang memanjang akibat dari faktor


presipitasi misalnya sedih atau merasa putus asa serta
apatis.

5) Afek
Afek yang sering muncul yaitu afek tumpul, datar, afek
yang tidak sesuai, dan reaksi berlebihan.
6) Interaksi selama wawancara
Selama interaksi dalam wawancara dapat dideteksi sikap
klien yang tampak komat-kamit, tertawa sendiri, serta
tidak berkaitan dengan pembicaraan.
7) Persepsi
Data yang Keyakinan tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien.terkait dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran yaitu
berbicara sendiri, marah tanpa sebab yang jelas, serta
menutup telinga.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan yang logis serta tidak berbelit dalam
interaksi. Kondisi ini membuat lingkungan merasa takut
dan aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Perasaan yang ada di pikiran klien
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap
orang, tampat dan waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun
jangkapendek. Mudah lupa, klien kurang mampu
21

menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak mudah


tertarik.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Ketidakmampuan mengorganisasi dan konsentrasi
terhadap realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas,
sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan
masalah mengalihkan pembicaraan, mengalami masalah
dalam memberikan perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan, menilai dan mengevaluasi diri sendiri dan juga
tidak mampu melaksanakan keputusan yang sudah
disepakati.
14) Daya tarik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan.Menilai dan mengevaluasi diri sendiri,
penilaian terhadapLingkngan dan stimulus, membuat
rencana serta keputusan, klienmerasa kehidupan sangat
sulit, situasi ini sering mempengaruhimotivasidan inisiatif
klien.
j) Kebutuhan kesiapan pulang
1) Makan
Pada keadaan berat, klien sibuk dengan gangguan
persepsisensori halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diritermasuk tidak peduli terhadap
makanan karena tidakmempunyai minat dan kepedulian.
2) BAB dan BAK
Penulis mengobservasi kemampuan klien dalam
melakukan BAB dan BAK serta kemapuan klien untuk
membersihkan diri.
3) Mandi
22

Biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi


sama sekali.
4) Berpakaian
Biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak ganti, umunya
baju yang dipakai kotor.

5) Istirahat
Penulis mengamati tentang lama dan waktu tidur siang dan
malam. Biasanya istirahat klien terganggu bila
halusinasinya kambuh.
6) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga,
dan sistem pendukung sangat menentukan.
7) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktifitas didalam rumah
seperti menyapu dan mengepel.
k) Mekanisme koping
1) Adaptif : merupakan respon neurobiologis dengan
menunjukan perilaku yang positif.
2) Maladaptif : merupakan respon neurobiologis dengan
menunjukan perilaku negatif.
l) Masalah psikososial dan lingkungan
Merupakan informasi yang klien ketahui mengenai
masalah yang sedang klien alami.
1) Pengetahuan kurang
Merupakan informasi yang klien ketahui mengenai
masalah yang sedang klien alami.
2) Aspek medis
Obat yang diberikan pada pasien gangguan persepsi
halusinasi yaitu chlorpromazine (CPZ), halopenidol
(HPL) thihexyphenidyl (THP).
23

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan repson
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti (Sutejo, 2013). Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien halusinasi adalah
a) Persepsi sensori: halusinasi
b) Resiko tinggi perilaku kekerasan
c) Isolasi sosial
d) Harga diri rendah
3. Intervensi Keperawatan
Gangguan persepsi Setelah dilakukan pertemuan SP I Pasien
sensori : halusinasi selama ...hari diharapkan pasien 1. Identifikasi halusinasi : isi,
pendengaran dapat mengontrol halusinasi yang frekuensi, waktu terjadi,
dialaminya dengan kriteria hasil : situasi pencetus, perasaan,
1. Dapat membina hubungan respon.
saling percaya 2. Jelaskan cara mengontrol
2. Dapat mengenal jenis, isi, halusinasi : hardik, obat,
waktu dan frekuensi bercakap – cakap, melakukan
halusinasi muncul, respon kegiatan.
terhadap halusinasi dan 3. Masukan pada jadwal
tindakan yang sudah kegiatan untuk latihan
dilakukan serta menghardik.
keberhasilannya. SP II
3. Dapat menyebutkan dan Pasien
mempraktekan cara 1. Evaluasi kegiatan
mengontrol halusinasi. menghardik. Beri pujian.
4. Dapat minum obat dengan 2. Latih cara mengontrol
bantuan minimal. halusinasi dengan obat
5. Ungkapkan halusinasi sudah ( jelaskan 6 benar : jenis,
hilang atau terkontrol. guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat ).
3. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum obat.
24

SP III
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum obat.
Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap –
cakap saat terjadi halusinasi.
3. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat, dan
bercakap – cakap.
SP IV
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, obat, dan
bercakap – cakap. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan
kegiatan harian ( mulai 2
kegiatan ).
3. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat,
bercakap – cakap, dan
kegiatan harian.
SP V
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan
mengahardik, obat, bercakap –
cakap, dan kegiatan harian.
Beri pujian.
2. Latih kegiatan harian.
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri.
4. Nilai apakah halusinasi
terkontrol.
25

SP I
Keluarga
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda dan
gejala proses terjadinya
halusinasi.
3. Jelaskan cara merawat
halusianasi.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian.
SP II
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat /melatih
menghardik.
2. Jelaskan 6 benar cara
memberikan obat.
3. Latih cara
memberikan/membimbing
pasien minum obat.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan member
pujian.
SP III
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
menghardik dan memberi
obat.
2. Jelaskan cara bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan untuk
mengobrol.
3. Latih dan sediakan waktu
bercakap-cakap dengan pasien
terutama saat halusinasi.
4. Ajurkan membantu pasien
26

sesuai jadwal dan member


pujian.
SP IV
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
menghardik,memberikan obat.
Beri pujian.
2. Jelaskan follow up ke PKM,
tanda kambuh dan rujukan.
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian.
SP V
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
menghardik, memberikan obat
dan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan harian
dan follow up, beri pujian.
2. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga
melakuka control ke PKM.

Isolasi Sosial Setelah dilakukan ....x pertemuan SP I


diharapkan klien dapat Pasien
berinteraksi dengan orang lain 1. Identifikasi penyebab isolasi
baik secara individu maupun sosial, siapa yang serumah,
secara berkelompok dengan siapa yang dekat, yang tidak
kriteria hasil : dekat dan apa sebabnya.
1. Klien dapat membina 2. Keuntungan punya teman
hubungan saling percaya dan bercakap – cakap.
2. Dapat menyebutkan penyebab 3. Kerugian tidak punya teman
isolasi sosial. dan tidak bercakap – cakap.
3. Dapat menyebutkan 4. Latih cara bercakap – cakap
keuntungan berhubungan dengan anggota keluarga
dengan orang lain. dalam 1 kegiatan harian.
4. Dapat menyebutkan kerugian 5. Masukkan dalam jadwal
27

tidak berhubungan dengan untuk kegiatan harian.


orang lain. SP II
5. Dapat berinteraksi dengan Pasien
orang lain secara bertahap. 1. Evaluasi kegiatan bercakap –
cakap ( beberapa orang ).
Beri pujian.
2. Latih cara bercakap –cakap
dengan 2 orang lain dalam 2
kegiatan harian. Beri pujian
3. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
bercakap – cakap dengan 2 –
3 orang : tetangga atau tamu,
saat melakukan kegiatan.
SP III
Pasien
1. Evaluasi kegiatan bercakap –
cakap ( beberapa orang ) saat
melakukan 2 kegiatan
harian. Beri pujian.
2. Latih cara bercakap – cakap
( 4 – 5 orang ) dalam
kegiatan harian baru.
3. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
bercakap – cakap dengan 4 –
5 orang saat melakukan 4
kegiatan harian.
SP IV
Pasien
1. Evauasi kegiatan bercakap –
cakap saat melakukan 4
kegiatan harian. Beri pujian.
2. Latih cara bercakap – cakap
dalam kegiatan sosial :
belanja ke warung, meminta
sesuatu, menjawab
28

pertanyaan.
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
bercakap – cakap dengan > 5
orang, orang baru, saat
melakukan kegiatan harian,
dan sosialisasi.

SP V
Pasien
1. Evaluasi kegiatan bercakap
– cakap saat melakukan
kegiatan harian dan
sosialisasi. Beri pujian.
2. Latih kegiatan harian.
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri.
4. Nilai apakah isolasi sosial
teratasi.
4. Harga Diri Setelah dilakukan tindakan SP I
Rendah keperawatan selama..hari Pasien
diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi kemampuan
mandiri melakukan perawatan melakukan kegiatan dan
diri dengan kriteria hasil : aspek positif pasien ( buat
1. Klien dapat membina daftar ).
hubungan saling percaya 2. Bantu pasien menilai
2. Dapat mengidentifikasi kegiatan yang dapat
aspek positif individu, dilakukan saat ini ( pilih
keluarga dan masyarakat. dari daftar kegiatan ).
3. Dapat menilai kemampuan 3. Bantu pasien memilih
yang dimiliki salah satu kegiatan yang
4. Dapat mengembangkan dapat dilakukan saat ini
kemampuan yang telah untuk dilatih.
diajarkan. 4. Latih kegiatan yang
dipilih ( alat dan cara
melakukannya ).
5. Masukan pada jadwal
29

kegiatan untuk latihan dua


kali per hari.
SP II
Pasien
1. Evaluasi kegiatan pertama
yang dipilih dan berikan
pujian.
2. Bantu pasien memilih
kegiatan kedua yang akan
dipilih.
3. Latih kegiatan kedua
( alat dan cara ).
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan :
dua kegiatan masing –
masing dua kali per hari.
SP III
Pasien
1. Evaluasi kegiatan pertama
dan kedua yang telah
dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih
kegiatan ketiga yang akan
dilatih.
3. Latih kegiatan ketiga
( alat dan cara ).
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan :
tiga kegiatan, masing –
masing dua kali per hari.
SP IV
Pasien
1. Evaluasi kegiatan
pertama, kedua, dan
ketiga yang telah dilatih
dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih
30

kegiatan keempat yang


akan dilatih.
3. Latih kegiatan keempat
( alat dan cara ).
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan :
empat kegiatan, masing-
masing dua kali per hari.
SP V
Pasien
a. Evaluasi kegiatan latihan
dan berikan pujian
b. Latihan kegiatan
dilanjutkan sampai tak
terhingga.
c. Nilai kemampuan yang
telah mandiri.
d. Nilai apakah harga diri
pasien meningkat.

Sumber : Workshop UI (2016).


31

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas Asuhan Keperawatan dengan cara
membandingkan dengan konsep teori pada Bab II. Asuhan Keperawatan pada
Ny. T dengan Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi pendengaran yang
dilaksanakan 3 hari, dimulai pada tanggal 25 Desenber – 27 Desember 2019
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Halusinasi pendengaran adalah bentuk yang paling sering terjadi pada
gangguan presepsi dengan klien gangguan jiwa bentuk halusinasi ini berupa
suara-suara rebut dan dengung, tapi paling sering berupa kata-kata yang
tersusun dalam kalimat yang memepengaruhi tingkah laku klien, sehingga
klein menghasilkan respon tertentu: bicara-bicara sendiri atau respon lain yang
membahayakan membuat klien bertengkar dan mencederai orang lain dan diri
sendiri (Erlinafsiah, 2010).
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal atau dasat utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien (Direja, 2011). Dalam
pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara terhadap
klien dan perawat yang merawat klien langsung. Pengkajian pada Tn. A
menggunakan metode auto dan allo anamnesa sesuai dengan kaidah
peraturan pengkajian keperawatan, mulai dari biodata, riwayat kesehatan,
pola kesehatan, pengkajian fisik dan didukung dengan hasil pemeriksaan
penunjang.
Pengkajian menurut Direja (2011)adalah data yang di kumpulkan
meliputi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,
32

sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Pada


pengkajian riwayat kesehatan klien, penulis memperoleh data bahwa
riwayat alasan klien masuk ke rumah sakit karena klien mengamuk tidak
bisa tidur, tingkah laku aneh. Dari pengkajian faktor predisposisi
didapatkan Pasien mengalami masalah berebut harta wwarisan dengan
adik ± 3 minggu yang lalu yang membuat pasien selalu melamun, tidak
ada trauma fisik, pasien pertama kali menderita sakit seperti ini.
Faktor predisposisi menurut Keliat (2009) dituliskan perlu
ditanyakan kepada klien apabila pengobatan sebelumnya berhasil, apakah
klien bisa beradaptasi tapi masih ada gejala-gejala yang sisa yang berarti
sebelumnya pengobatan klien tidak berhasil. Hal ini disebabkan karena
penulis belum membaca keseluruhan materi. Analisa genogram pasien
adalah anak ke satu dari dua bersaudara pasien sudah menihak dan
mempunyai 2 anak, dan tinggal serumah dengan ibu suami dan kedua
anaknya
Kekemabuhan kembali mantan penderita gangguan jiwa menurut
Keliat (2009) sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perhatian dari
lingkungan dan bahkan keluarga sendiri tidak memberikan pengobatan
sehingga berakibat pada lambatnya proses penyembuhan. Berdasarkan
pernyataan tentang pengobatan keluarga melaporkan pasien pertama kali
di rawat.
Adapun faktor presipitasi didapatat Keluarga pasien mengatakan
pasien dibawa ke RSUD Banyumas dengan alasan gelisah sering bicara
sendiri, menangis, mendengar suara-suara. faktor pencetus dapat
bersumber dari lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Berdasarkan
pengkajian data maka teori dan kasus pada faktor presipitasi tersebut
sesuai dan ada kesamaan dengan kasus seperti gelisah sering bicara
sendiri, menangis, mendengar suara-suara.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Direja (2011) merupakan suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia terhadap status
33

kesehatan/resiko perubahan dari kelompok dimana perawat secara


akuntabilitas dapat mengidentifikasi dari memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun, membatasi dan berubah.
Diagnosa Keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau
potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalaman perawat mampu
mengatasinya. Halusinasi pendengaran adalah bentuk yang paling sering
terjadi pada gangguan presepsi dengan klien gangguan jiwa bentuk
halusinasi ini berupa suara-suara rebut dan dengung (direja, 2011). Faktor
pengangkatan diagnosa keperawatan Gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran meliputi Pasien mengatakan mendengar bisikan 3-
4 x sehari, jika malam pasien mendengar bisikan pasien biasanya
menangis dan ketakutan
Sedangkan data obyektif : Pasien tampak diam ekspresi wajah
bingung selalu memegang telinga dan kepala Pada hal ini dari data
subyektif dan obyektif yang termasuk faktor dalam diagnosa Gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran sesuai teori sehingga hal tersebut
menjadi dasar untuk penulis mengangkat diagnosa Gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran.
Pentingnya dalam membuat pohon masalah menurut Keliat (2009),
harus memperhatikan tiga komponen yang terdapat dalam pohon masalah
yaitu penyebab (cause), masalah utama (core problem) dan akibat (effect).
Teori tentang pohon masalah Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran, pada pengkajian dari masalah diatas penulis menemukan
kesenjangan pohon masalah harga diri rendah sebagai penyebab alasan
karena klien mengatakan merasa tersinggung jika diejek temannya dan
akhirnya marah, Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
sebagai core problem alasan mengapa menjadi core problem karena
marah-marah, membanting barang-barang, mengamuk, resiko mencederai
diri dan orang lain sebagai akibat alasan mengapa akibat matah-marah
yang membuat klien jengkel dengan alat apapun yang ada. Berdasarkan
teori tersebut sesuai dengan pohon masalah klien.
34

C. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan menurut Yosep (2010) yaitu terdiri
dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan
keperawatan.Umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi
menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, aspek kemampuan
psikomotor, aspek afektif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
keperawatan yang ditetapkan yaitu melakukan rencana keperawatan pada
diagnose Resiko Perilaku Kekerasan. Diagnosa Resiko Perilaku kekerasan
di lakukan mulai tanggal 25 Desember – 27 Desember 2019.
Penulis melakukan rencana keperawatan dengan diagnosa
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dengan tujuan pasien
mampu mengenali penyebab tanda dan gejala, pasien mampu mengontrol
halusinai : menghardik, minum obat, bercakap cakap dan melakukan
aktifitas.
Dalam diagnosa Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran terdapat Strategi Pelaksanaan (SP) dari SP 1 sampai dengan
SP 5.Pada kasus ini penulis dapat mengajarkan SP 1- SP 4 kepada pasien
karena sesuai dengan kondisi pasien. SP 1 yaitu menghardik, SP 2
mengntrol halusinasi dengan inum obat, SP 3 mengontrol halusinasi
dengan minum obat dan SP 4 mengontro halusinasi dengan cara
melakukan aktifitas.
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nurjanah, 2004).
Pada implementasi dan evaluasi penulis mendapatkan data dari tanggal 25
Desember -27 Desember 2019. Pada hari pertama penulis mengajarkan sp
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan pasien masih bingung
dan planing evaluasi sp 1
35

Pada hari kedua tanggal 26 Desember 2019 penulis penulis


mengajarkan sp 2 mengontrol halusinasi dengan cara minum obat, dan
pasien sudah bisa mengontrol halusinasi dengan sp 1 dan 2
Pada hari ketiga tanggal 27 Desember 2019 penulis mengajarkan
sp3 dan sp 4 yaitu mengonrol halusinasi dengan cara bercakap cakap dan
melakukan aktifitas, pasien dapat melakukan tersebut planing lanjt ke sp 5
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan
SOAP sebagai pola pikir menurut (Direja, 2011).Evaluasi pada tanggal 25
Desember - 27 Desember 2019 telah dilaksanakan implementasi pada
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran pasien masih teratasi
karena pasien merasa lebih baik setelah di ajarkan cara mengontol
halusinasi.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
36

Penulismelakukan pengkajian pada tanggal 25 -27 Desember 2019


didapatkan data klien mengalami gangguan pesepsi sensori: Halusinasi
dari data di atas penulis menegakkan satu diagnosa.
Intervensi dan implementasi yang diberikan dapat dilakukan
dengan baik sesuai tujuan yang diharapkan hasil init erjadi karena
intervensi yang disusun sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien
sehingga mampu dilakukan oleh penulis, klien, keluarga klien dan perawat
ruangan. Dalam pelaksanaan tindakan penulis berusaha melibatkan klien
dan kekurangannya dalam memberikan asuhan keperawatan bekerjasama
yang baik inilah merupakan modal utama untuk menangani kasus ini.
Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan
keperawatan yang baik khususnya pada klien gangguan persepsi sensori:
Halusinasi maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari pengkajian penulis Pasien mengatakan mendengar bisikan 3-4 x
sehari, jika malam pasien mendengar bisikan pasien biasanya
menangis dan ketakutan
2. Perumusan diagnose pada kasus penulis mengangat diagnose prioritas
halusinasi
3. Rencana tindakan keperwatan dengan tujuan klien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik, minum obat dengan benar,
bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan.
4. Implementasi yang terdiri dari strategi pelaksanaan yang terlaksana
ada strategi pelaksanaan 1 sampai strategi pelaksanaan 4, langkah
yang dapat di lakukan sesuai perencanaan, ada perencanaan.
5. Evaluasi klien dapatmembina hubungansaling percaya dengan
perawat, klien dapat mengidentifikasi isi, jenis, respon, frekuensi
halusinasi, mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, minum
obat dengan benar, bercakap-cakap dan kegiatan.

B. SARAN
37

Dalam kasusini penulisakan mengungkapkan beberapa masukan


yang diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan
asuhankeperawatan dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi di
ruang Sadewa RSUD Banyumas sebagai berikut :
a. Bagi penulis untuk menyiapkan strategi pelaksanaan dan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Penulis harus lebih teliti dalam
melakukan pengkajian.
b. Bagi keperawatan untuk selalu meningkatkan kemampuan dalam
memberikanasuhan keperawatan, membinahubungan saling percaya
kepada klien, dan salam terapeutik supaya lebih professional dalam
merawat pasien dan lebih sabar dalam memberikan pelayanan guna
mempercepat proses penyembuhan.
c. Bagi institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat
profesional, terampil, handal dan mampu memberikan asuhan
keperawatan jiwa secarakomprehensif.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Tn.A
Umur : 20 tahun
38

Jenis kelamin : Laki Laki


Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Alamat : Adipala
Tgl.masuk : 25 Desember 2019
No.cm : 869 xxx
2. ALASAN MASUK
Ibu Pasien mengatakan anaknya di bawa ke rumah sakit dengan
alasan gelisah sering bicara sendiri tidak nyambung, menangis,
mendengar suara-suara. Pasien mengatakan sering melihat bayangan
hitam. Pasien mengatakan mendengar dan melihat bayangan tersebut
sebanyak 1x. pasien mengatakan bayangan atau suara tersebut tidak
jahat. Jika mendengar atau melihat bayangan di biarkan saja.terjadinya
sudah 1bulan yang lalu.
Presipitasi : ibu pasien mengatakan Sdr. A tidak mau minum obat
sudah 1bulan yang lalu karena pasien takut minum obat.
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Ibu pasien mengatakan anaknya trauma karna faktor di pukulin
oleh orang banyak jadi menimbulkan trauma anaknya suka murung,
tidak berani sendirian, suka bicara sendiri. Ibu pasien mengatakan sdr.A
pernah berobat ke RS. Agisna kroya dan konsultasi dan konsultasi
dokter tofik (ronsen), kemudian ibu pasien di rekomendasikan ketemu
dokter jiwa ibu sri sempat menjalani pengobatan 1bulan yang lalu.
Pasien selama 15 hari tidak mau minum obat sehingga pengobatan
belum berhasil.

4. FAKTOR PRESIPITASI
39

Pasien mengalami perubahan tingkah laku ±2 minggu terahir dan


tidak bisa tidur 2 hari terahir. Ibu pasien mengatakan Sdr. A tidak mau
minum obat sudah 1bulan yang lalu karena pasien takut minum obat.

5. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran umum : Baik
a. Tingkat kesadaran : Composmentis
b. Tanda vital : TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit
S : 36.6°C
RR : 20x/menit
c. BB : 65 kg TB : 165 cm
d. Keluhan fisik :-
6. PSIKOSOSIAL
a. Genogram

Pasien anak ke 2 dari 3 bersaudara belum menikah dan mempunyai


1 adik. pasien tinggal serumah dengan kedua orang tua ayah, ibu
dan adiknya. Pasien baik baik saja tidak ada masalah komunikasi di
dalam keluarganya. Pasien cukup efektif orang yang terdekat yaitu
semua anggota keluarganya. Pasien mengatakan sering mengobrol
40

dengan bapak ibunya serta adiknya. kepala keluarga pasien yang


memutuskan apa yang di musyawarahkan.
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki pasien
: Tinggal bersama
X : meninggal

Gambar 3.1 Genogram


Sumber : Keluarga Pasien (Ibu kandung).

b. Konsep Diri
1) Citra Diri
Pasien mengatakan tubuhnya sehat sekali, tidak sakit apa apa
2) Identitas Diri
Pasien mengatakan belum menikah, pasien mengatakan puas
dengan dirinya sebagain seorang laki laki
3) Peran Diri
Pasien mengatakan pasien sering mengikuti kegiatan karang
taruna
4) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin sembuh dan pulang berharap tidak akan
kambuh dan minum obat terus sampai sembuh
5) Harga Diri
Pasien merasa dirinya minder dengan kondisinya saat ini , jikat
bertemu dengan orang lain dan teman temanmya
c. Hubungan Sosial
1) Dirumah
Pasien mengatakan orang terdekat dirumahnya ibu dan ayah
41

2) Dirumah sakit
Pasien mengatakan kurang baik berhubungan dengan
temannya dibangsal pasien hanya mau berkomunikasi dengan
perawat dan keluarganya.
3) Observasi perilaku terkait yang berhubungan dengan orang lain
Adapti: Pasien lebih banyak diam.
d. Spiritual dan Religi
Pasien mengatakan beragama islam dan selalu melaskasana k
ibadahnya dan solat 5 waktu.
7. STATUS MENTAL
a. Penampilan Fisik
Pasien berpakaian rapih, memakai pakaian benar tidak terbalik
disisir rapih, mandi 2x sehari (pagi dan sore), gigi bersih, kuku tidak
panjang.

b. Pembicaraan
Pasien berbicara baik tidak pelo, menjawab pertanyaan sesuai
kadang ngelantur tampak bingung, namun mencapai pada tujuan
pembicaraan.
c. Aktifitas Motorik
Pasien banyak diam di kamar
d. Alam Perasaan
Gambaran berlebihan di semua hal
e. Afek
Pasien mengalami afek labil karena mengalami perubahan
perasaan dengan cepat dan tiba-tiba yang tidak berhubungan dengan
stimulus
f. Interaksi selama wawancara
Kontak mata pasien menghadap ke lawan bicara dan kooperatif
g. Persepsi
42

1. Ilusi: Pasien mengatakan ketika tidur berasa terbang dan kepala


berputar
2. Halusinasi: Pasien mengatakan mendengar bisikan-bisikan
h. Proses Pikir
Proses pikir pasien sirkumstansial: pembicaraan yang terbelit
namun sampai pada tujuan, pasien selalu berfikir ingin pulang.
i. Isi Pikir
Isi pikir pasien obstensi yaitu pikiran yang selalu muncul walau
pasien berusaha menghilangkan
j. Tingkat kesadaran dan orientasi
Pasien sadar sedang dirawat di rumah sakit, pasien dasar alan
waktu dan jam. Pasien juga ingat kejadian di masa lalu dan baru
terjadi

k. Memori
Pasien bisa mengingat kejadian jangka pajang dan jangka pendek.
l. Tingkat kesadaran dan konsentrasi berhitung
Pasien mampu berhitung dengan baik
m. Kemampuan penilaian
Pasien dapat menilai dan mengambil keputusan secara baik dan
mandiri.
n. Daya tilik diri
Pasien tidak mampu mengenali penyakitnya
8. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
a. Makan dan minum
Makan tidak ada diit kusus, pasien makan dengan menu bebas
3x sehari selalu habis, makan secara mandiri sehari minum cukup
b. BAB dan BAK
Pasien melakukan BAB/BAK teratur, ketepatan tempatnya dan
membersihkannya.
c. Mandi
43

Kemampuan pasien mandi 2x sehari pagi sore, sikat gigi,


mencuci rambut, dan menggunting kuku.
d. Berpakaian/berdandan
Pasien berpakaian mandiri dan sesuai aturan.
e. Istirahat tidur
Pasien tidur dan istirahat cukup, kecuali saat bisikan datang
pasien sulit tidur
Tidur siang lama jam tidur 10.00 - 12.00
Malam hari lama jam tidur 21.00 – 05.00
f. Penggunaan obat
Pasien mampu minum obat dari rumah sakit secara teratur tanpa
di bantu
g. Pemeliharaan kesehatan
Apabila pasien sakit selalu di bawa ke puskesmas atau bidan
terdekat.

h. Kegiatan di dalam rumah


Pasien mencuci, membersihkan rumah, seperti menyapu,
mengepel dan mengurus anak
i. Kegiatan di luar rumah
Pasien berinteraksi dengan lingkungan seperti arisan
j. Kesiapan lingkungan
9. MEKANISME KOPING
a. Adaptif : Pasien hanya diam ketika ada masalah
b. Maladaptif : Pasien marah-marah.
10. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasien mengatakan di keluarga pasien ada masalah berebut harta
warisan, di lingkungan ada yang tidak suka, rumahnya.
11. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Pasien mengatakan kurang memahami tentang penyakit jiwa yang
dialaminya.
44

12. ASPEK MEDIK


Diagnosa Medis : F20.9
Terapi Medis : Nopres 1x1 20mg
THP 3x1 2,5mg
Clozapine 3x1 2 mg

B. ANALISA DATA
Tabel 3.1 Analisa Data Psikosis
N TANGGAL DATA MASALAH
O
1. 3 maret DS : Halusinasi
2019 Pasien mengatakan mendengar bisikan 3-4 pendengaran
x sehari, jika malam pasien mendengar
bisikan pasien biasanya menangis dan
ketakutan
DO :
Pasien tampak diam ekspresi wajah
bingung selalu memegang telinga dan
kepala

C. POHON MASALAH

(Effect) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

(Core problem) Gangguan pesepsi sensori:


Halusinasi pendengaran

(Cause) ` Harga diri rendah

Gambar 3.2 Pohon masalah Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi


pendengaran
Sumber : Keliaf (2006).
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi pendengaran
E. INTERVENSI
45

1. Tanggal : 25 Desember 2019


Dx.Kep : Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi pendengaran
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x pertemuan, diharapkan
pasien dapat mengontrol halusinasi dengan kriteria hasil:
a. Ekspresi wajah bersahabat
b. Menunjukan rasa tenang
c. Pasien bersedia di ajak kerja sama
d. Ada kontak mata
Intervensi:
SP I Pasien
4. BHSP, Identifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, respon.
5. Jelaskan cara mengontrol halusinasi : hardik, obat, bercakap – cakap,
melakukan kegiatan.
6. Mengajarkan pasien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.
7. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik.
SP II
Pasien
4. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian.
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat ( jelaskan 6 benar : jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat ).
6. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum
obat.
SP III
Pasien
4. Evaluasi kegiatan latihan menghardik dan minum obat. Beri pujian.
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap – cakap saat terjadi
halusinasi.
6. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat,
dan bercakap – cakap.
46

SP IV
Pasien
4. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, obat, dan bercakap – cakap. Beri
pujian.
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian
( mulai 2 kegiatan ).
6. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap – cakap, dan kegiatan harian.
SP V
Pasien
5. Evaluasi kegiatan latihan mengahardik, obat, bercakap – cakap, dan
kegiatan harian. Beri pujian.
6. Latih kegiatan harian.
7. Nilai kemampuan yang telah mandiri.
8. Nilai apakah halusinasi terkontrol.
SP I
Keluarga
5. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
6. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala proses terjadinya halusinasi.
7. Jelaskan cara merawat halusianasi.
8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian.
SP II
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat /melatih menghardik.
6. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat.
7. Latih cara memberikan/membimbing pasien minum obat.
8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian.
SP III
5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik
dan memberi obat.
6. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengobrol.
47

7. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat


halusinasi.
8. Ajurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian.
SP IV
4. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
menghardik,memberikan obat. Beri pujian.
5. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh dan rujukan.
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian.
SP V
4. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat dan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan harian
dan follow up, beri pujian.
5. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien.
6. Nilai kemampuan keluarga melakuka control ke PKM.
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari ke-1
Hari/tanggal : Minggu, 25 Desember 2019
1. Dx.Kep :
Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi pendengaran
Tindakan :
a. Meminta dan menkaji pasien sebagai pasien kelolaan
b. Melakukan kontrak waktu melakukan sp
c. Melakukan sp 1( identifikasi halusinasi: isi frequensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan respon, an latih cara menghardik
d. Memberi makan dan obat
Rencana tindak lanjut :
1. Mengajarkan sp 1 menghardik
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan belum bisa mengontrol halusinasi sp 1 yang di
ajarkan dan masih bingung
O : Pasien tampak bingung
48

A :Masalah belum teratasi


P :Lanjutkan intervensi
- Evaluasi sp1
- Beri obat sesuai resep
- Lakukan kembali sp 1lalu lanjut sp 2
- Ajarkan sp 2 mengontrol halusinasi dengan minum obat
Hari ke-2
Hari/tanggal : 26 Desember 2019
1. Dx.Kep :
Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi pendengaran
Tindakan :
a. Memberi obat
b. Melakukan sp 2( cara mengontro halusinasi dengan minum onat
c. Memberi makan dan obat

RTL :
a. Evaluasi sp 1 dan 2
Evaluasi :
S :Pasien mengatakan sudah bisa melakukan sp 1 dan 2
O :Pasien masih tampak bingung
A :Masalah belum tertasi
P : 1. Beri obat sesuai resep
2. Evaluasi sp 1 dan sp 2
3. Lakukan dan ajaraj sp 3 dan sp 4
Hari ke-3
Hari/tanggal : 27 Desember 2019
1. Dx.Kep :
Gangguan pesepsi sensori: Halusinasi pendengaran
Tindakan :
d. Memberi obat
49

e. Melakukan sp 3 dan 4( cara mengontro halusinasi dengan cara


cakap-cakap 4 sampai 5 oran dan melakukan aktifitas seperti
menyapu mengepel dan bekeja)
f. Memberi makan dan obat
RTL :
a. Mengevaluasi SP 1, SP 2, SP 3 dan SP 4
Evaluasi :
S :Pasien mengatakan psudah bisa melakukan SP 1, SP 2, SP 3 dan
SP4
O :Pasien tampak kooperatif
P : Melakukan sp 5

Anda mungkin juga menyukai