Oleh kelompok 2:
1. Anggi Oktama
2. Cici Paramida
3. Dian Lestari
4. Lala rindiasari
5. Nedalia anggraini
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya kelompok dapat menyelesaikan tugas Keperawatan jiwa tentang Asuhan
Keperawatan pasien gangguan halusinasi dalam bentuk makalah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen pembimbing karena adanya tugas ini
dapat menambah wawasan penulis.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
D. Jenis haisinasi.................................................................................................................. 5
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 35
B. SARAN ......................................................................................................................... 35
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika,
(2015). Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan
jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa
ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian
WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah
terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000
warga Jawa Tengah mengalami stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data
kunjungan rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April
2013 didapat 785 orang.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk
memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah satunya halusinasi,
maka kelompok di berikan tugas untuk membahas masalah gangguan jiwa dengan
halusinasi. Oleh karena itu kelompok diberikan tugas dalam bentuk makalah yang
berjudul Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada
Kasus Halusinasi
1
2
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan
pada Kasus Halusinasi?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan
Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi.
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah
dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti
tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika,
(2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang
tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera
tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata ada oleh klien.
B. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
3
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi
35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.
c. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan
irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya
latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi
social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam
bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa,
tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari
segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku
agresif, ketidak adekuatan pengobatan, ketidak adekuatan penanganan gejala.
D. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.Halusinasi pengecap (gustatory)Karakteristik ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
5. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
6. Halusinasi kinestheticMerasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri, pergerakan mata cepat, diam,
asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri.
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam
Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
1 2 3
(Non psikotik)
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling
percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa
nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi
yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat
adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan
halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun
pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat
harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
B. Identitas Klien
Nama : Ny S
Umur : 43 th
Alamat : Ponorogo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl Pengkajian : 10 Oktober 2016
Dx Medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
√ Ya
16
Tidak
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar suara atau
bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru pertama kali dirawat di RSJ.
sebelum dirawat di RSJ pasien hanya mendapatkan obat dari dokter terdekat. Pasien
juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
C. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 76x/menit
S : 36,5° C RR : 20x/menit
2. Antropometri
BB : 54 kg TB : 162 cm
3. Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Pasien Ny S.
D. Analisa Data
E. Pohon Masalah
Penyebab
Isolasi sosial : menarik diri
F. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Resiko tinggi perilaku kekerasan
Dx Perencanaan
Keperawata
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
n
nya penyebab
2. Bantu klien mengungkapkan
3. Klien perasaan
perasaan marahnya:
dapat jengkel/kesal baik
f. Motivasi klien untuk
mengident dari diri sendiri
menceritakan penyebab
ifikasi maupun
rasa kesal atau
tanda- lingkungannya
jengkelnya
tanda 2. Setelah 1x g. Dengarkan tanpa
perilaku pertemuan klien menyela atau memberi
kekerasan menceritakan penilaian setiap
4. Klien tanda-tanda saat ungkapan perasaan klien
dapat terjadi perilaku 3. Bantu klien mengungkapkan
mengident kekerasan tanda-tanda perilaku
ifikasi kekerasan yang dialaminya:
Tanda fisik : mata
jenis
merah, tangan h. Motivasi klien
perilaku
mengepal, menceritakan kondisi
kekerasan
ekspresi tegang, fisik (tanda-tanda fisik)
yang
dan lain-lain. saat perilaku kekerasan
pernah
Tanda emosional terjadi
dilakukan
: perasaan marah, i. Motivasi klien
nya
jengkel, bicara menceritakan kondisi
5. Klien
kasar. emosinya (tanda-tanda
dapat
Tanda sosial : emosional) saat terjadi
mengident
bermusuhan yang perilaku kekerasan
ifikasi
dialami saat Motivasi klien menceritakan
akibat
terjadi perilaku kondisi hubungan dengan
perilaku
kekerasan. orang lain (tanda-tanda sosial)
kekerasan
saat terjadi perilaku kekerasan
6. Klien
3. Setelah 1x 4. Diskusikan dengan klien
dapat
pertemuan klien perilaku kekerasan yang
mengident
menjelaskan: dilakukannya selama ini:
ifikasi
cara Jenis-jenis j. Motivasi klien
konstrukti ekspresi menceritakan jenis-jenis
f dalam kemarahan yang tindak kekerasan yang
mengungk selama ini telah selama ini pernah
apkan dilakukannya dilakukannya.
kemaraha Perasaannya saat k. Motivasi klien
n melakukan menceritakan perasaan
7. Klien kekerasan klien setelah tindak
dapat Efektivitas cara kekerasan tersebut
mendemo yang dipakai terjadi
nstrasikan dalam Diskusikan apakah dengan
cara menyelesaikan tindak kekerasan yang
mengontr masalah dilakukannya masalah yang
ol 4. Setelah 1x dialami teratasi
perilaku pertemuan klien 5.Diskusikan dengan klien
kekerasan menjelaskan akibat negatif (kerugian)
8. Klien akibat tindak cara yang dilakukan pada:
mendapat kekerasan yang
l. Diri sendiri
dukungan dilakukannya
m. Orang lain/keluarga
keluarga
Diri sendiri : Lingkungan
untuk
luka, dijauhi 6. Diskusikan dengan klien:
mengontr
teman, dll
ol n. Apakah klien mau
perilaku Orang mempelajari cara baru
kekerasan lain/keluarga : mengungkapkan marah
9. Klien luka, tersinggung, yang sehat
mengguna o. Jelaskan berbagai
5. Setelah 1x
kan obat alternatif pilihan untuk
pertemuan klien :
sesuai mengungkapkan marah
program Menjelaskan selain perilaku
yang telah cara-cara sehat kekerasan yang
ditetapkan mengungkapkan diketahui klien.
marah p. Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan
6. Setelah 1x
marah:
pertemuan klien
Cara fisik: nafas
memperagakan
dalam, pukul bantal
cara mengontrol
atau kasur, olah raga.
perilaku
Verbal:
kekerasan:
mengungkapkan
Fisik: tarik nafas bahwa dirinya
dalam, memukul sedang kesal kepada
bantal/kasur orang lain.
Sosial: latihan asertif
Verbal:
dengan orang lain.
mengungkapkan
Spiritual: sembahyang/doa,
perasaan
kesal/jengkel zikir, meditasi, dsb sesuai
pada orang lain keyakinan agamanya masing-
tanpa menyakiti masing
Spiritual:
zikir/doa, 7. 1. Diskusikan cara yang
meditasi sesuai mungkin dipilih dan
agamanya anjurkan klien memilih
cara yang mungkin untuk
7. Setelah 1x
mengungkapkan
interaksi
kemarahan.
keluarga:
cara merawat 7.2. Latih klien memperagakan
klien dengan cara yang dipilih:
perilaku
q. Peragakan cara
kekerasan
melaksanakan cara yang
Mengungkapkan
dipilih.
rasa puas dalam
r. Jelaskan manfaat cara
merawat klien
tersebut
Menjelaskan
s. Anjurkan klien
menirukan peragaan
8. Setelah 3x interaksi yang sudah dilakukan.
pertemuan klien t. Beri penguatan pada
dapat menjelaskan: klien, perbaiki cara yang
masih belum sempurna
Manfaat minum
7.3. Anjurkan klien
obat
menggunakan cara yang sudah
Kerugian tidak
dilatih saat marah/jengkel
minum obat
Nama obat 8.1. Diskusikan pentingnya
Bentuk dan warna peran serta keluarga sebagai
obat pendukung klien untuk
Dosis yang
diberikan perilaku kekerasan.
kepadanya 8.2. Diskusikan potensi
Waktu pemakaian keluarga untuk membantu
Cara pemakaian klien mengatasi perilaku
Efek yang kekerasan
dirasakan
8.3. Jelaskan pengertian,
penyebab, akibat dan cara
8. Setelah 1x
merawat klien perilaku
pertemuan klien
kekerasan yang dapat
menggunakan
dilaksanakan oleh
obat sesuai
keluarga.
program
8.4. Peragakan cara merawat
klien (menangani perilaku
kekerasan)
Sp 1 :
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap cakap dengan orang
lain
Sp 3:
Sp 4:
Umur : 43 th
Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Penyebab halusinasi antara lain karna faktor genetik, neorobiologis,
prespitasi. Adapun jenis-jenis halusinasi antara lain : halusinasi pendengaran (audiotoric),
halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfaktory), halusinasi peraba (tactile),
halusinasi pengecap (gustatory), halusinasi cenesthetic dan halusinasi kinesthetic.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang gangguan halusinasi dan bagaimana penerapan
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan halusianasi. Semoga makalah ini dapat
dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S”
Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi PendengaranDiruang Kenari Rsj Dr.
Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Bakti IndonesiaBanyuwangi
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan JiwaPada Ny. S Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi PendengaranRuang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi Keperawatan Widya Husada
Semarang.