Anda di halaman 1dari 63

MAR

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Masalah Asfiksia


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini

sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat

hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian

neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa

neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan

biokimia dan faali. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009).

Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat

vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk

kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek

primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan

benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada

beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 30 menit sesudah lahir
namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
3. Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfeksia diharapkan kepada
mahasiswa agar dapatmengetahui penyebab asfeksia dan pencegahannya agar terhindar dari
asfeksia baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga
1.3.2 Bagi Masyarakat
Dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui mengenai
penyaki asfeksiadan memberikan penyuluhan kepada masyarak agar mampu menjaga
kesehatan anaknya.

1.3.3 Bagi Institusi


Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi refrensi untuk
mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang dapat menyebabkan
kematian

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).
Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2008).
2.1.2 Etiologi
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan
kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin
dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta,
solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll.
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung
juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur
berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan
cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam.
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 (PaO2).
7. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
2.1.4 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi
dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.1.5 Klasifikasi

Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai


Kurang Lebih dari
Frekuensi Tidak Ada
dari 100 100
Jantung X/menit X/menit
Lambat, Menangis
Usaha Tidak Ada
Tidak Kuat
Bernafas Teratur
Ekstremitas Gerakan
Tonus Lumpuh
Fleksi Aktif
Otot Sedikit
Gerakan Menangis
Refleks Tidak Ada
Sedikit
Tubuh Tubuh dan
Warna Biru/Pucat
Kemerahan Ekstremita
Kulit , s
Ekstremitas Kemerahan
Biru

a. Nilai 0-3 : Asfiksia berat


b. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai
apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak
ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi.
Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya dialirkan
keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostic
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin.
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini bisa
turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut
jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah
100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus
menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada
bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Berat bayi
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
2.1.8 Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak
kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus
tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan
pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3
kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi
tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin
hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi.
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan
kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi
kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai
gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan
gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong
diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah bayi menurun,
sianosis, gerakan ekstremitas fleksi sedikit, dan gerakan reflexs sedikit.
2. Riwayat keluhan utama
Seorang ibu prepartum masuk rumah sakit diantar oleh suaminya pada tanggal 22 mei 2011,
sebelum melahirkan ibu tersebut pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan anamnese
didaptkan hasil bahwa ibu memiliki riwayat anemia pada trimester ke 3. Setelah diberikan
tindakan pengobatan berupa pemberian tablet zat besi namun ibu tersebut kurang
menunjukkan perbaikan akan kondisi keadaannya. Kemudian pada tanggal 23 mei 2011 tepat
pukul. 19.00 WITA ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki dengan kondisi bradipneu:
25x/m, denyut jantung menurun: 90x/m, tekanan darah: 70/40mmHg, sianosis dan gerakan
ekstremitas dan reflexs sedikit.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi dan tekanan darah menurun, bayi
nampak sianosis dan gerakan ekstremitas fleksi sedikit dan gerakan reflexs sedikit segera
setelah bayi tersebut dilahirkan.
4. Riwayat Kesehatan masa lalu:
A. Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan : 3 kali
b. Keluhan selama hamil : sering pusing, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan
malaise.
c. Kenaikan BB selama hamil : 5 Kg
B. Natal
a. Tempat melahirkan : Rumah Sakit Umum Provinsi
b. Jenis persalinan : Normal
c. Penolong persalinan : Bidan
d. Kesulitan lahir normal : Ibu kesulitan mengedan karena ibu cepat lelah
C. Post natal
a. Kondisi bayi : BB lahir 2.400 gram, PB: 40 cm
b. Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun
c. Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat.
d. Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun
c. Riwayat Tumbih Kembang
Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan Lahir : 2400 gr
2. Tinggi Badan : 40 cm
3. Lingkar kepala : 30 cm
4. Lingkar dada : 28 cm
5. Lingkar lengan atas : 12 cm
6. Lingkar perut : 50 cm
d. Reaksi Hospitalisasi
Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
1. Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan bayinya.
2. Orang tua selalu menanyakan apakah sakit bayinya dapat sembuh.
3. Orang tua berharap agar anaknya cepat sembuh.
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Klien : klien nampak bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah
menurun, tampak sianosis, gerakan ekstremitas dan reflexs sedikit.
1. Sistem Pernapasan
a. Hidung: Simetris kiri kanan,
b. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
c. Dada :
- Bentuk dada : tidak simetris
- Gerakan dada : dada dan abdomen tidak bergerak secara bersamaan,
- Ekspansi dada berkurang
- Suara napas melemah
2. Sistem Cardio Vaskuler
a. Capillary Refilling Time: >2deti
b. Denyut jantung : 110x/m
c. Tekanan darah menurun: 70/40mmHg
3. System Syaraf
a. Bayi mengalami penurunan kesadaran
4. System Muskulo Skeletal
a. Terjadi penurunan tonus otot bayi
b. Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
c. Bayi nampak lemas dan lemah
5. System Integumen
a. Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
b. CRT: > 3 detik
c. Bayi nampak pucat
6. System Endokrim
a. Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
7. System Perkemihan
a. Tidak ada edema
Symptom Etiologi Problem b. Tidak ada
DS : Paralisis pusat Bersihan jalan tidak bendungan
DO : efektif
kandung kemih
- Bayi tampak sesak pernafasan
8. System
Asfiksia Reproduksi
a. Penis : Bersi
Paru-paru terisi h
b. Tidak ada
cairan
kelainan pada
Bersihan jalan nafas area genetalia
tidak efektif 2.2.2 Diagnosa
DS : Janin kekurangan Pola nafas tidak efektif
Keperawatan
DO :
- Bayi mengalami O2 dan kadar CO2 a. Analisa
bradipneu : 25x/m meningkat Data
- Suara nafas
melemah Nafas cepat b. Rumusan
- Ekspansi dada Diagnosa
berkurang
1. Bersihan
Apneu
jalan nafas
tidak efektif
DJJ dan TD
b.d produksi

menurun mukus
banyak.
Pola nafas tidak efektif
2. Pola nafas
DS : Janin Resiko cedera
DO : tidak efektif b.d
Kekurangan O2 dan hipoventilasi/
kadar CO2 meningkat
hiperventilasi
Suplai O2 ke

paru

Kerusakan Otak

Resiko cedera
3. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
2.1.3 Intervensi

No
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Klien 1.Kaji tanda vital 1.Sebagai
memperlihatkanbersihan pernafasan, nadi, indicator adanya
jalan nafasnya efektif, tekanan darah. gangguan dlm
dengan kriteria : system pernafasan
1.Nafas Bayi kembali
normal
2.Bayi aktif. 2.Kaji frekwensi, 2.Berguna dalam
3.Pada pemeriksaan kedalaman evaluasi derajat
auskultasi tidak pernafasan dan distress
ditemukan lagi bunyi tanda-tanda sianosis pernafasan
tambahan pernafasan setiap 2 jam. adan/atau
kronisnya proses
penyakit. Sianosis
mungkin perifer
(terlihat pada
kuku) atau sentral
3.Dorong (terlihat sekitar
pengeluaran bibir dan atau
sputum, pengisapan telinga). Keabu-
(suction) bila abuan dan
diindikasikan. sianosis sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.

4.Lakukan palpasi 3.Kental, tebal


fokal fremitus dan banyaknya
sekresi adalah
5.Observasi tingkat sumber utama
kesadaran, selidiki gangguan
adanya perubahan pertukaran gas
pada jalan nafas
kecil, pengisapan
dibutuhkan bila
batuk tidak
efektif.
6.Kolaborasi 4.Penurunan
dengan tim medis getaran vibrasi
pemberian O2 diduga ada
sesuai dengan pengumpulan
indikasi cairan atau udara
terjebak.
5.Gelisah dan
ansietas adalah
manifestasi umum
pada hipoksia,
GDA memburuk
disertai
bingung/somnolen
menunjukkan
disfungsi serebral
yang berhubungan
dengan
hipoksemia.
6.Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.

2 Klien memperlihatkan 1.Kaji frekwensi, 1.Kecepatan


pola nafas yang efektif, kedalaman biasanya
dengan Kriteria hasil : pernafasan dan meningkat apabila
1. Frekwensi dan ekspansi dada. terjadi
kedalaman pernafasan peningkatan kerja
dalam rentang normal 2.Catat upaya nafas
2. Bayi aktif pernafasan, 2.Penggunaan otot
termasuk bantu pernafasan
penggunaan otot sebagai akibat
bantu pernafasan dari penigkatan
kerja nafas
3.Auskulatasi bunyi 3.Bunyi nafas
nafas dan catat menurun/tak ada
adanya bunyi nafas bila jalan nafas
seperti mengi, obstruksi dan
krekels,dll adanya bunyi
nafas ronki dan
mengi
menandakan
4.Tinggikan kepala adanya kegagalan
bayi dan bantu pernafasan
mengubah posisi 4.Untuk
memungkinkan
5.Berikan oksigen ekspansi paru dan
tambahan memudahkan
pernafasan.
5.Memaksimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja
nafas

3 Klien tampak 1. Cuci tangan 1.Upaya untuk


kooperatifdengan kriteria setiap sebelum dan menghindari dari
: sesudah merawat kuman dari luar
1. Bebas dari cidera/ bayi. agar tidak terjadi
komplikasi. 2.Pakai sarung infeksi
2.Aktivitas yang tepat tangan steril.
dari level perkembangan 3.Lakukan 2.Upaya agar
anak pengkajian fisik tidak terjadi
3.Mendeskripsikan teknik secara rutin cedera
pertolongan pertama. terhadap bayi baru
lahir, perhatikan
pembuluh darah tali
pusat dan adanya
anomali. 3.Memandirikan
4.Ajarkan keluarga pasien dan
tentang tanda dan keluarga dalam
gejala infeksi dan hal merawat bayi
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan 4.Memberikan
kesehatan. pertahanan yang
5.Berikan agen lengkap pada bayi
imunisasi sesuai sesuai dengan
indikasi waktu yang telah
(imunoglobulin di tetapkan
hepatitis B dari
vaksin hepatitis B
bila serum ibu
mengandung
antigen permukaan
hepatitis B (Hbs
Ag), antigen inti
hepatitis B (Hbs
Ag) atau antigen E
(Hbe Ag).

2.2.4 Implementasi
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau kembali
dari apa yang telah direncanakana atau intervensi sebelumnya, dengan tujuan utama pada
pasien dapat mencakup pola napas yang efektif, peredaan nyeri, mempertahankan pola
eliminasi yang baik, pemenuhan istirahat tidur yang adekuat, pengurangan kecemasan,
peningkatan pengetahuan
2.2.5 Evaluasi
a. Klien tampak rileks dalam bernafas
b. Jalan nafas klien kembali lancar
c. Kesadaran klien kembali membaik.

BAB 3
PENUTUP
3.1.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba Medika
Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media, Jakarta
Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita,
Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta
Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit
Buku Kedokteran ECG.
Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009.
Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Diposkan 5th March 2014 oleh Riza Munandar


0
Tambahkan komentar

Riza Munandar

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis
1.
MAR

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Masalah Asfiksia


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini

sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat

hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian

neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa

neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan


biokimia dan faali. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009).

Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat

vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk

kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek

primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan

benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada

beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 30 menit sesudah lahir

namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
3. Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfeksia diharapkan kepada
mahasiswa agar dapatmengetahui penyebab asfeksia dan pencegahannya agar terhindar dari
asfeksia baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga
1.3.2 Bagi Masyarakat
Dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui mengenai
penyaki asfeksiadan memberikan penyuluhan kepada masyarak agar mampu menjaga
kesehatan anaknya.

1.3.3 Bagi Institusi


Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi refrensi untuk
mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang dapat menyebabkan
kematian

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).
Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2008).
2.1.2 Etiologi
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan
kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin
dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta,
solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll.
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung
juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur
berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan
cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam.
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 (PaO2).
7. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
2.1.4 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi
dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.1.5 Klasifikasi

Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai


Kurang Lebih dari
Frekuensi Tidak Ada
dari 100 100
Jantung X/menit X/menit
Lambat, Menangis
Usaha Tidak Ada
Tidak Kuat
Bernafas Teratur
Ekstremitas Gerakan
Tonus Lumpuh
Fleksi Aktif
Otot Sedikit
Gerakan Menangis
Refleks Tidak Ada
Sedikit
Tubuh Tubuh dan
Warna Biru/Pucat
Kemerahan Ekstremita
Kulit , s
Ekstremitas Kemerahan
Biru

a. Nilai 0-3 : Asfiksia berat


b. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi.
Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya dialirkan
keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostic
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin.
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini bisa
turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut
jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah
100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus
menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada
bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Berat bayi
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
2.1.8 Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak
kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus
tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan
pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3
kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi
tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin
hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi.
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan
kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi
kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai
gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan
gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong
diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah bayi menurun,
sianosis, gerakan ekstremitas fleksi sedikit, dan gerakan reflexs sedikit.
2. Riwayat keluhan utama
Seorang ibu prepartum masuk rumah sakit diantar oleh suaminya pada tanggal 22 mei 2011,
sebelum melahirkan ibu tersebut pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan anamnese
didaptkan hasil bahwa ibu memiliki riwayat anemia pada trimester ke 3. Setelah diberikan
tindakan pengobatan berupa pemberian tablet zat besi namun ibu tersebut kurang
menunjukkan perbaikan akan kondisi keadaannya. Kemudian pada tanggal 23 mei 2011 tepat
pukul. 19.00 WITA ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki dengan kondisi bradipneu:
25x/m, denyut jantung menurun: 90x/m, tekanan darah: 70/40mmHg, sianosis dan gerakan
ekstremitas dan reflexs sedikit.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi dan tekanan darah menurun, bayi
nampak sianosis dan gerakan ekstremitas fleksi sedikit dan gerakan reflexs sedikit segera
setelah bayi tersebut dilahirkan.
4. Riwayat Kesehatan masa lalu:
A. Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan : 3 kali
b. Keluhan selama hamil : sering pusing, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan
malaise.
c. Kenaikan BB selama hamil : 5 Kg
B. Natal
a. Tempat melahirkan : Rumah Sakit Umum Provinsi
b. Jenis persalinan : Normal
c. Penolong persalinan : Bidan
d. Kesulitan lahir normal : Ibu kesulitan mengedan karena ibu cepat lelah
C. Post natal
a. Kondisi bayi : BB lahir 2.400 gram, PB: 40 cm
b. Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun
c. Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat.
d. Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun
c. Riwayat Tumbih Kembang
Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan Lahir : 2400 gr
2. Tinggi Badan : 40 cm
3. Lingkar kepala : 30 cm
4. Lingkar dada : 28 cm
5. Lingkar lengan atas : 12 cm
6. Lingkar perut : 50 cm
d. Reaksi Hospitalisasi
Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
1. Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan bayinya.
2. Orang tua selalu menanyakan apakah sakit bayinya dapat sembuh.
3. Orang tua berharap agar anaknya cepat sembuh.
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Klien : klien nampak bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah
menurun, tampak sianosis, gerakan ekstremitas dan reflexs sedikit.
1. Sistem Pernapasan
a. Hidung: Simetris kiri kanan,
b. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
c. Dada :
- Bentuk dada : tidak simetris
- Gerakan dada : dada dan abdomen tidak bergerak secara bersamaan,
- Ekspansi dada berkurang
- Suara napas melemah
2. Sistem Cardio Vaskuler
a. Capillary Refilling Time: >2deti
b. Denyut jantung : 110x/m
c. Tekanan darah menurun: 70/40mmHg
3. System Syaraf
a. Bayi mengalami penurunan kesadaran
4. System Muskulo Skeletal
a. Terjadi penurunan tonus otot bayi
b. Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
c. Bayi nampak lemas dan lemah
5. System Integumen
a. Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
b. CRT: > 3 detik
c. Bayi nampak pucat
6. System Endokrim
a. Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
7. System Perkemihan
a. Tidak ada edema
b. Tidak ada bendungan kandung kemih
8. System Reproduksi
a. Penis : Bersih
b. Tidak ada kelainan pada area genetalia
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem b. Rumusan
DS : Paralisis pusat Bersihan jalan tidak
Diagnosa
DO : efektif
- Bayi tampak sesak pernafasan 1. Bersihan
jalan nafas
Asfiksia
tidak efektif
b.d produksi
Paru-paru terisi mukus
banyak.
cairan
2. Pola nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
tidak efektif
Janin kekurangan hipoventilasi/
DS : Pola nafas tidak efektif
DO : hiperventilasi
- Bayi mengalami O2 dan kadar CO2 3. Risiko
bradipneu : 25x/m meningkat
cedera b.d
- Suara nafas
melemah Nafas cepat anomali
- Ekspansi dada kongenital tidak
berkurang
Apneu terdeteksi atau
tidak teratasi
pemajanan pada
DJJ dan TD
agen-agen
menurun infeksius.
2.1.3 Interven
Pola nafas tidak efektif
si
DS : Janin Resiko cedera
DO : No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Kekurangan O2 dan
Dx
kadar CO2 meningkat
1 Klien 1.Kaji tanda vital 1.Sebagai
memperlihatkanbersihan
Suplai O2 kepernafasan, nadi, indicator adanya
jalan nafasnya efektif, tekanan darah. gangguan dlm
dengan kriteria : system pernafasan
paru
1.Nafas Bayi kembali
normal Kerusakan Otak
2.Bayi aktif. 2.Kaji frekwensi, 2.Berguna dalam

Resiko cedera
3.Pada pemeriksaan kedalaman evaluasi derajat
auskultasi tidak pernafasan dan distress
ditemukan lagi bunyi tanda-tanda sianosis pernafasan
tambahan pernafasan setiap 2 jam. adan/atau
kronisnya proses
penyakit. Sianosis
mungkin perifer
(terlihat pada
kuku) atau sentral
3.Dorong (terlihat sekitar
pengeluaran bibir dan atau
sputum, pengisapan telinga). Keabu-
(suction) bila abuan dan
diindikasikan. sianosis sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.

4.Lakukan palpasi 3.Kental, tebal


fokal fremitus dan banyaknya
sekresi adalah
5.Observasi tingkat sumber utama
kesadaran, selidiki gangguan
adanya perubahan pertukaran gas
pada jalan nafas
kecil, pengisapan
dibutuhkan bila
batuk tidak
efektif.
6.Kolaborasi 4.Penurunan
dengan tim medis getaran vibrasi
pemberian O2 diduga ada
sesuai dengan pengumpulan
indikasi cairan atau udara
terjebak.
5.Gelisah dan
ansietas adalah
manifestasi umum
pada hipoksia,
GDA memburuk
disertai
bingung/somnolen
menunjukkan
disfungsi serebral
yang berhubungan
dengan
hipoksemia.
6.Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.

2 Klien memperlihatkan 1.Kaji frekwensi, 1.Kecepatan


pola nafas yang efektif, kedalaman biasanya
dengan Kriteria hasil : pernafasan dan meningkat apabila
1. Frekwensi dan ekspansi dada. terjadi
kedalaman pernafasan peningkatan kerja
dalam rentang normal 2.Catat upaya nafas
2. Bayi aktif pernafasan, 2.Penggunaan otot
termasuk bantu pernafasan
penggunaan otot sebagai akibat
bantu pernafasan dari penigkatan
kerja nafas
3.Auskulatasi bunyi 3.Bunyi nafas
nafas dan catat menurun/tak ada
adanya bunyi nafas bila jalan nafas
seperti mengi, obstruksi dan
krekels,dll adanya bunyi
nafas ronki dan
mengi
menandakan
4.Tinggikan kepala adanya kegagalan
bayi dan bantu pernafasan
mengubah posisi 4.Untuk
memungkinkan
5.Berikan oksigen ekspansi paru dan
tambahan memudahkan
pernafasan.
5.Memaksimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja
nafas

3 Klien tampak 1. Cuci tangan 1.Upaya untuk


kooperatifdengan kriteria setiap sebelum dan menghindari dari
: sesudah merawat kuman dari luar
1. Bebas dari cidera/ bayi. agar tidak terjadi
komplikasi. 2.Pakai sarung infeksi
2.Aktivitas yang tepat tangan steril.
dari level perkembangan 3.Lakukan 2.Upaya agar
anak pengkajian fisik tidak terjadi
3.Mendeskripsikan teknik secara rutin cedera
pertolongan pertama. terhadap bayi baru
lahir, perhatikan
pembuluh darah tali
pusat dan adanya
anomali. 3.Memandirikan
4.Ajarkan keluarga pasien dan
tentang tanda dan keluarga dalam
gejala infeksi dan hal merawat bayi
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan 4.Memberikan
kesehatan. pertahanan yang
5.Berikan agen lengkap pada bayi
imunisasi sesuai sesuai dengan
indikasi waktu yang telah
(imunoglobulin di tetapkan
hepatitis B dari
vaksin hepatitis B
bila serum ibu
mengandung
antigen permukaan
hepatitis B (Hbs
Ag), antigen inti
hepatitis B (Hbs
Ag) atau antigen E
(Hbe Ag).

2.2.4 Implementasi
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau kembali
dari apa yang telah direncanakana atau intervensi sebelumnya, dengan tujuan utama pada
pasien dapat mencakup pola napas yang efektif, peredaan nyeri, mempertahankan pola
eliminasi yang baik, pemenuhan istirahat tidur yang adekuat, pengurangan kecemasan,
peningkatan pengetahuan
2.2.5 Evaluasi
a. Klien tampak rileks dalam bernafas
b. Jalan nafas klien kembali lancar
c. Kesadaran klien kembali membaik.

BAB 3
PENUTUP
3.1.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba Medika
Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media, Jakarta
Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita,
Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta
Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit
Buku Kedokteran ECG.
Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009.
Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Diposkan 5th March 2014 oleh Riza Munandar

0
Tambahkan komentar

2.
MAR

Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis
anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal,
usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik
jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden
terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 6 tahun sebanyak 25 pasien
(54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden
sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun
( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara
berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. (Tika Putri,
http://one.indoskripsi.com ) Dengan adanya insiden ini, diharapkan perawat lebih mengenali
tentang penyakit nefrotik dan mengaplikasikan rencana keperawatan terhadap pasien nefrotik.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian sindrom nefrotik.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan dengan sindrom nefrotik.
c. Membuat intervensi keperawatan.
d. Membuat implementasi keperawatan.
e. Membuat evaluasi keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-
hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr,Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia. Manifestasi dari
keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomelurus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman, 2000).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal
kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah
tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal
setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks
mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis
renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri
dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan
pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula
lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi
oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus
akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler
dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut
glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan
tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada
dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu
60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah
protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit
(Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea.
Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
b) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu
berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
c) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na
dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen
kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
2.1.3 Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti berikut ini.
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakitsistemik lain, seperti berikut ini.
a. Dibetes militus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis
2.1.4 Patofisiologi
Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada
nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan permeabilitas
karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya plasma protein, terutama albumin ke
dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak
mampu untuk terus mempertahankannya. Jika albumin terus menerus hilang maka akan
terjadi hipoalbuminemia.
Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan
edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan
reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami peningkatan dan akhirnya menambah
volume intravaskuler.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density
Lipoprotein) dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang
timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
( lipiduria ). (Toto Suharyanto, 2009).
Menurunya respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. Penyebab mencakup
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik,
dan trombosis vena renal
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya adalah:
a) Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b) Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
c) Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
d) Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2. Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
3. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat penumpukan tekanan
permukaan akibat proteinuria.
4. Hematuri
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan volume cairan
vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya
hormon anti diuretik (ADH)
6. Malaise
7. Sakit kepala
8. Mual, anoreksia
9. Irritabilitas
10. Keletihan
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein di dalam urin).
b) Pemeriksaan darah
Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya peningkatan Low
Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui fungsi ginjal
2. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara jelas,
yaitu:
a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
2.1.7 Komplikasi
1. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
2. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat kehilangan
immunoglobulin.
3. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
4. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
A. Suportif
1. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
2. Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.
a. Memonitor urin output
b. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
c. Pembatasan cairan, sampai 1 liter
3. Memonitor fungsi ginjal
a. Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b. Hitung GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung menggunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2)=
*pada perempuan dikali 0,85

Dasar Derajat Penyakit


LFG
Derajat Penjelasan
(ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-58
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)
c. Mencegah komplikasi
d. Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan Karena efek kehilangan hanya
bersifat sementara.
B. Tindakan khusus
1. Pemberian diuretik (Furosemid IV).
2. Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids, cyclosporin)
3. Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
4. Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan
5. Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.
6. Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
7. Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi sampai anak mendapat
pengurangan dosis steroid secara bertahap
8. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang berat

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian
1. Identitas :
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi
pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah
endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah atau kaki.
3. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut: Kaji
berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset keluhan bengkak pada wajah
dan kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya
anoreksia pada klien, kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah
menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
5. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa
cemas dan koping yang maladaptif pada klien
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
a. Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi
abdomen
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c. Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,
hernia umbilikalis, prolaps anii.
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin
Dalam batas normal
i. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
a. B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban volume.
c. B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d. B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum
7. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan
ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
8. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah menceah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko
komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal
berikut
a. Tirah baring
b. Diuretik
c. Adenokortikosteroid, golongan prednison
d. Diet rendah natrium tinggi protein
e. Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakt , maka intake dan output diukur secara cermat
dan dicatat. Cairan diberikan untk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


A. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS :
- Klien mengeluh edema.
DO : Kelebihan volume cairan
- Tampak ada penumpukan
cairan di ekstermitas
DS :
- Klien mengeluh kurang nafsu
makan Perubahan nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
- Klien tampak gemuk karena
pumpukan cairan
DS :
- Klien mengeluh dehidrasi
Resiko kehilangan volume
DO :
cairan intravaskuler
- Klien tampak sianosis
- Klien tampak pucat
DS :
- Klien mengeluh malaise
Ansietas
DO :
- Klien tampak cemas

B. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
(anoreksia).
c. Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan kehilangan protein,
cairan dan edema.
d. Ansietas Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Hari/
Dx Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
Tgl
1 Setelah dilakukan tindakana. Pantau asupan dana. Pemantauan
selama 3x24 jam haluaran cairan membantu
diharapkan Kelebihan setiap pergantian menentukan status
volume cairan terkontrol cairan pasien.
dengan Kriteria Hasil: b. Timbang beratb. Penimbangan berat
a. Pasien tidak menunjukan badan tiap hari badan harian adalah
tanda-tanda akumulasi pengawasan status
cairan. cairan terbaik.
b. Pasien mendapatkan volume Peningkatan berat
cairan yang tepat. badan lebih dari 0,5
kg/hari diduga ada
retensi cairan.
c. Suatu diet rendah
natrium dapat
mencegah retensi
cairan
c. Programkan
pasien pada diet
rendah natriumd. Edema terjadi
selama fase edema terutama pada jaringan
yang tergantung pada
d. Kaji kulit, wajah, tubuh.
area tergantung
untuk edema.
Evaluasi derajate. Mengkaji
edema (pada skala berlanjutnya dan
+1 sampai +4). penanganan
e. Awasi disfungsi/gagal ginjal.
pemerikasaan Meskipun kedua nilai
laboratorium, mungkin meningkat,
contoh: BUN, kreatinin adalah
kreatinin, natrium, indikator yang lebih
kalium, Hb/ht, foto baik untuk fungsi
dada ginjal karena tidak
dipengaruhi oleh
hidrasi, diet, dan
katabolisme jaringan.
f. Diberikan dini
pada fase
oliguria untuk mengub
ah ke fase
nonoliguria, untuk
melebarkan lumen
tubular dari
debris, menurunkan
hiperkalimea, dan
f. Berikan obat meningkatkan volume
sesuai indikasi urine adekuat
Diuretik, contoh
furosemid (lasix),
mannitol (Os-
mitol;

2 Setelah dilakukan tindakana. Kaji / catata. Membantu dan


selama 3x24 jam pemasukan diet. mengidentifikasi
diharapkan kebutuhan nutrisi defisiensii dan
terpenuhi dengan Kriteria kebutuhan diet.
hasil: Klien dapatb. Timbang BB tiapb. Perubahan kelebihan
Mempertahankan berat hari. 0,5 kg dapat
badan yang diharapkan menunjukkan
perpindahan
keseimbangan cairan.
c. Meningkatkan nafsu
makan

c. Tawarkan
perawatan mulutd. meminimalkan
sebelum dan anoreksia dan mual
sesudah makan . sehubungan dengan
d. Berikan makanan status uremik
sedikit tapi sering.
e. Memenuhi kebutuhan
protein, yang hilang
bersama urine.
f. Pasien cenderung
e. Berikan diet tinggi mengonsumsi lebih
protein dan rendah banyak porsi makan
garam. jika ia diberi beberapa
makanan
kesukanannya.
f. Berikan makanang. Indikator kebutuhan
yang disukai dan nutrisi, pembatasan,
menarik dan efektivitas terapi.
g. Awasi
pemeriksaan
laboratorium,
contoh: BUN,
albumin serum,
transferin, natrium,
dan kalium.
3 Setelah dilakukan tindakana. Awasi TTV a. Hipotensi ortostatik
selama 3x24 jam dan takikardi indikasi
diharapkan Resiko hipovolemia.
kehilangan cairan tidak b. Membantu
terjadi dengan Kriteria memperkirakan
Hasil: Tidak ditemukannyab. Kaji masukan dan kebutuhan
atau tanda- haluaran cairan. penggantian cairan.
tandanya kehilangan cairan Hitung kehilanganc. Membran mukosa
intravaskuler seperti: tak kasat mata. kering, turgor kulit
a. Masukan dan keluaran buruk, dan penurunan
seimbang c. Kaji membran nadi dalah indikator
b. Tanda vital yang stabil mukosa mulut dan dehidrasi
c. Elektrolit dalam batas elastisitas turgord. penggantian cairan
normal kulit tergantung dari berapa
d. Hidrasi adekuat yang banyaknya cairan
ditunjukkan dengan yang hilang atau
turgor kulit yang normal dikeluarkan.
d. Berikan cairane. Pemberian cairan
sesuai indikasi ; parenteral diperlukan,
misalnya albumin dengan tujuan
mempertahankann
hidrasi yang adekuat.
f. Mengkaji untuk
penanganan medis
berikutnya
e. Berikan cairan
parenteral sesuai
dengan petunjuk

f. Awasi
pemerikasaan
laboratorium,
contoh protein
(albumin)
4 Setelah dilakukan tindakan a. Berikan motivasi a. Deteksi dini terhadap
selama 3x24 jam pada keluarga perkembangan klien.
diharapkan Rasa cemas untuk ikut secara
berkurang setelah mendapat aktif dalam
penjelasan dengan kriteria: kegiatan perawatanb. Peran serta keluarga
Klien mengungkapkan sudah klien. secara aktif dapat
tidak takut terhadap tindakanb. Jelaskan pada mengurangi rasa
perawatan, klien tampak klien setiap cemas klien.
tenang, klien kooperatif. tindakan yang akanc. Penjelasan yang
dilakukan. memadai
memungkinkan klien
c. Observasi tingkat kooperatif terhadap
kecemasan klien tindakan yang akan
dan respon klien dilakukan.
terhadap tindakan
yang telah
dilakukan

2.2.4 Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan
sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan teratasi
2. Meningkatnya asupan nutrisi
3. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
4. Penurunan kecemasan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-
hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr,Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia. Manifestasi dari
keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomelurus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan
nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus
Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).Tanda paling
umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Sehingga masalah keperawatan yang
mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, dan kecemasan.
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat
ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian.

Diposkan 3rd March 2014 oleh Riza Munandar

0
Tambahkan komentar

3.
MAR

Auhan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Kondisi Nyeri Dada


(Chest Pain)
1. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai
aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme
miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan
paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru
tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)
2. Etiologi
a. Cardial
1) Koroner
2) Non Koroner
b. Non Cardial
1) Pleural
2) Gastrointestinal
3) Neural
4) Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
a. Nyeri ulu hati
b. Sakit kepala
c. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
d. Diaforesis / keringat dingin
e. Sesak nafas
f. Takikardi
g. Kulit pucat
h. Sulit tidur (insomnia)
i. Mual, Muntah, Anoreksia
j. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
k. Kelemahan
l. Wajah tegang, m erintih, menangis
m. Perubahan kesadaran
4. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG 12 lead selama episode nyeri
1) Takhikardi / disritmia
2) Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
b. Laboratorium
1) Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
2) Fungsi hati : SGOT, SGPT
3) Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
4) Profil Lipid : LDL, HDL
c. Foto Thorax
d. Echocardiografi
e. Kateterisasi jantung
5. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Bagaimana kepatenan jalan nafas
b) Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
c) Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
2) Breathing
a) Bagaimana pola nafasnya? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
b) Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
c) Apakah ada bunyi nafas tambahan?
3) Circulation
a) Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
b) Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
c) Apakah ada penurunan kesadaran?
d) Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
b. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
1) Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke
leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
2) Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.
3) Ciri rasa nyeri
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
4) Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
5) Keadaan pada waktu serangan
Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu
6) Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi tubuh, pergerakan,
tekanan, dll
7) Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri, inflamasi jaringan
b. Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme
jaringan
7. Intervensi Keperawatan
Prinsip-prinsip Tindakan :
a. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler
b. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead
c. Mengobservasi tanda-tanda vital
d. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin,
Calcium antagonis dan observasi efek samping obat.
e. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien
f. Mengambil sampel darah
g. Mengurangi rangsang lingkungan
h. Bersikap tenang dalam bekerja
i. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi
Diposkan 3rd March 2014 oleh Riza Munandar

0
Tambahkan komentar

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
PADA BAYI BARU LAHIR

DISUSUN OLEH :
SILANU SYAUQI RODLIANI
032001D10091
TK. IIB

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT


DINAS KESEHATAN
AKADAEMI PERAWAT KESEHATAN
2011/2012
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR .........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
I. KONSEP DASAR..........................................................................................
A. Pengertian ........................................................................................
B. Etiologi .............................................................................................
C. Patofisiologi .....................................................................................
D. Manifestasi Klinis ............................................................................
E. APGAR Score..................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang .................................................................
G. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................
H. Penatalaksanaan..............................................................................
I. Komplikasi........................................................................................
J. Diagnosis..........................................................................................
K. Prognosis...........................................................................................
L. Prinsip Dasar Resusitasi.................................................................
M. Tindakan..........................................................................................
II. ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
A. Pengkajian........................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................
C. Perencanaan Keperawatan.............................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

KATA PENGANTAR
Bismiillah hirrahman nirrahim
Alhamdillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua
rahmat inayah dan hidayahnya yang berupa kesehatan serta kesempatan, sehingga
makalah tentang Asuhan Keperawatan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir ini dapat
terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Tak lupa pula shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, sebab melalui beliaulah kita berada
dalam kesesatan lalu beralih kepada petunjuk jalan yang lurus yang diridhai oleh Allah
SWT.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan atau dengan kata lain masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis
menyadari bahwa kesempurnaan Cuma milik Allah semata.
Akhirnya semoga makalah ini bisa membawa manfaat dan berguna bagi penulis
khususnya dan semua pembaca umumnya amin ya rabhal alamin.

Sakra, 15 september 2012

Penulis
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
PADA BAYI BARU LAHIR

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen
(O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan
jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia
dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2
dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan
mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai
manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat
kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.
Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan
menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :
a. Hipoksik-hipoksia,
Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.
b. Anemik-hipoksia,
Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk
metabolisme dalam jaringan.
c. Stagnan-hipoksia,
Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.

d. Histotoksik-hipoksia,
Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen
tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.
Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. (Tim FK Unair 1995).

B. Etiologi
Faktor ibu Cacat bawaan Hipoventilasi selama anastesi Penyakit jantung
sianosis Gagal bernafas Keracunan CO Tekanan darah rendah Gangguan kontraksi
uterus Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Sosial ekonomi rendah
Hipertensi pada penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung, lilitan tali
pusat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Prematur Gemeli Kelainan
congential Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tidak menempel Solusio
plasenta
Faktor persalinan Partus lama Partus tindakan
C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau
tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai
dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada
hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler
menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi
kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.
D. Manifestasi Klinis
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular
menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap
megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan
makin lama makin lemah
TANDA- STADIUM I STADIUM II STADIUM III
TANDA
Tingkat Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
kesadaran koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks tendo / Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal 1aktifitas Voltase Supresi ledakan
rendah kejang- sampai isoelektrik
kejang
Lamanya 24 jam jika ada 24 jam sampai 14 Beberapa hari
kemajuan hari sampai beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit
berat

E. APGAR Score
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah
seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal
ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut
jantung dengan jari.
G = Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan
jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya.
Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau
tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak
sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = Repiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.
TANDA 0 1 2 JUMLAH
NILAI
Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
jantung 100 x/menit 100 x/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak Menangis
teratur kuat
Tonus otot Lumpuh / Ekstremitas Gerakan aktif
lemas fleksi sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
respon batuk
Warna Biru / pucat Tubuh: Tubuh dan
kemerahan, ekstremitas
ekstremitas: kemerahan
biru
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekwensi
jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada
Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi
jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.

F. Pemeriksaan Penunjang
- Foto polos dada
- USG kepala
- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
H. Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah
lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi
kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk
meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas,
segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan
nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan
harus segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak
kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.

I. Komplikasi
Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,
nekrotikans, kejang, koma.Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan
pneumotoraks.
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema
paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5. Hematologi: dic

J. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan
Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his
frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan
denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit
diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada, artinya
akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH
itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

K. Prognosis
fiksia Ringan :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
fikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf. Asfiksia dengan PH 6,9
dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,misalnya
retardasi mental.

L. Prinsip Dasar Resusitasi


Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
A= memastikan saluran nafas terbuka.

B= memulai pernafasan .

C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).

Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar
oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha
pernafasan lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

M. Tindakan
1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan mempertinggi
metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.
Tindakan dilakukan dengan hati hati tidak perlu tergesa gesa. Penghisapan yang
dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru, kerusakan
sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio pulmonal
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha bernapas
20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan penghisapan
diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan rangsang nyeri
dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil pasang ET.
4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
II. ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara
dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki
atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung
belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum
sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k,
saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor,
reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang
cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
2. Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.
3. Penurunan kardiak out put b.d
4. Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.
5. Intoleransi aktifitas b.d
6. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses
pengobatan.
7. Resiko tinggi terjadi infeksi

C. Perencanaan Keperawatan
Dx. I : Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi dengan
kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.

Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Beri penjelasan pada keluarga Agar keluarga tahu tentang
tentang penyebab sesak yang penyebab sesak yang dialami
dialami oleh pasien. oleh bayinya.
2. Atur kepala bayi dengan posisi Melonggarkan jalan nafas.
ekstensi.
3. Batasi intake per oral, bila perlu Mencegah aspirasi.
dipuasakan.
4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.
5. Observasi tanda-tanda kekurangan Mengetahui tingkat kekurangan
O2. O2.
6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk Mendukung perawatan dan
pemberian O2. penatalaksanaan medis.

Dx. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal
dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5C 37.4C, kelembaban cukup

Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Beri penjelasan kepada keluarga Keluarga menjadi tahu tentang
tentang penyebab panas yang penyebab panas yang dialami
dialami oleh bayinya. bayinya.
2. Berikan pakaian tipis yang mudah Mencegah penguapan yang
menyerap keringat. berlebihan.
3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.
4. Observasi tanda-tanda vital terutama Menentukan tindakan
suhu tubuh. keperawatan selanjutnya.
5. Kolaborasi medis untuk pemberian Mendukung perawatan dan
infuse dan obat-obatan antipiretik. penatalaksanaan medis.

Dx. III : Penurunan kardiak out put

Tujuan :
Kardiak output normal.
Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Monitoring jantung paru.
2. Mengkaji tanda vital.
3. Memonitoring perfusi jaringan tiap
2-4 jam.
4. Monitor denyut nadi.
5. Memonitoring ontake dan out put.
6. Kolaborasi dalam pemberian
vasodilator.

Dx. IV : Gangguan perfusi jaringan

Tujuan :
Perfusi jaringan kembali normal.
Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Pemberian diuretic sesuai dengan
indikasi.
2. monitor laboraturium urine.
3. pemeriksaan darah.
4. Ajarkan pasien/ anggota keluarga
tentang prosedur perawatan luka.
5.

Dx. V : Intoleransi aktifitas

Tujuan :
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Menyediakan stimulasi lingkungan
yang minimal.
2. menyediakan monitoring jantung
paru
3. mengurangi sentuhan
4. memberikan posisi yang nyaman
5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi,

Dx. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan
proses pengobatan.

Tujuan :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit,
program pengobatan.

Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Jelaskan tujuan pengobatan pada Mengorientasi program
keluarga. pengobatan.
2. Kaji ulang tanda / gejala yang Berulangnya memerlukan
memerlukan evaluasi medik cepat. intervensi medik untuk
mencegah / menurunkan
potensial komplikasi.
3. Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan kesehatan
baik, istirahat. umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
4. Dorong pasien / orang terdekat
untuk menyatakan masalah /
perasaan.
5. Beri penguatan informasi pasien
yang telah diberikan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.

Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

Diposkan 6th April 2013 oleh Cokye Cahya

Anda mungkin juga menyukai