Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA

PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

I. Konsep dasar keluarga

A. Definisi keluarga
Menurut Depkes. RI. 1988. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ke tergantungan

Menurur UU No. 10 tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dari


masyarakat yang terdiri suami, istri atau suami istri dan anaknya (Setiadi, 2008)

Dari pengertian tentang keluarga dapat disimpulkan bahwa karakteristik


keluarga adalah:

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik
4) Mempunyai tujuan: menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota

B. Tipe keluarga
Terdiri dari:
1) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-
anak.
2) Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakandan sebagainya.
3) Keluarga berantai (serial family) ialah keluarga yang terdiri dari wanita dan
pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4) Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
5) Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinanya
berpoligami dan hidup secara bersama–sama.
6) Keluarga kabitas (cahabitasia) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan
tetapi membentuk suatu keluarga.
C. Keluarga sebagai unit pelayanan
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan (Setiadi, 2008) adalah sebagai
berikut:
1) Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang
menyangkut kehidupan masyarakat.
2) Keluarga sebagai suatu dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau
memperbaiki masalah – masalah dalam kelompoknya.
3) Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan apabila salah
satu angota keluarganya mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh
terhadap anggota keluarga yang lain.
4) Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien)
keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara
kesehatan anggota keluarganya yang menderita penyakit.
5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah dalam upaya kesehatan
bagi anggota keluarga yang menderita penyakit.

D. Tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan


keluarga mempunyai lima (5) tugas memelihara kesehatan keluarga
khususnya keluarga yang anggotanya menderita penyakit yaitu:

1) Mengenal gangguan dan perkembangan kesehatan setiap anggota


keluarga tentang gejala penyakit.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap angota
keluarga yang menderita penyakit.
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita penyakit.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepada anggota keluarganya.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik dengan fasilitas kesehatan yang dapat
mengatasi penyakit.

E. Peran perawat dalam memberi asuhan keperawatan pada keluarga yang menderita
penyakit
Dalam proses membantu keluarga yang menderita penyakit hipertensi maka
peran perawat diperlukan sebagai berikut:

1) Pengenal tentang gejala penyakit

Perawat membatu keluarga untuk mengenal tentang gejala penyakit


2) Pemberi perawatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit.

Dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang menderita


penyakit, perawat memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
mengembangkan kemampuam mereka dalam melaksanakan perawatan dan
memberikan demonstrasi kepada keluarga bagaimana merawat anggota
keluarga yang menderita penyakit.

3) Koordinator pelayanan kesehatan kepada keluarga yang menderita penyakit.

Perawat melakukan hubungan yang terus menerus dengan kelurga yang


menderita penyakit, sehingga dapat menilai, mengetahui masalah dan
kebutuhan keluarga serta mencari cara penyelesaian masalah penyakit yang
sedang dihadapi.

4) Fasilitator

Menjadikan pelayanan kesehatan dengan mudah untuk mengenal masalah pada


keluarga yang menderita penyakit dan mencari alternatif pemecahanya.

5) Pendidik kesehatan

Perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah perilaku keluarga dari
perilaku tidak sehat menjadi sehat dalam mencegah penyakit.

6) Penyuluh dan konsultasi

Perawat berperan sebagai petunjuk dalam asuhan keperawatan dasar terhadap


keluarga yang anggotanya mederita penyakit.

II. Konsep dasar PPOK

A. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (GOLD, 2009).

PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan


dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru (Bruner & Suddarth, 2002).

PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan


ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya
(Snider, 2003).
B. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut

1) Bronchitis kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
 Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
 Alergi
 Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
c. Manifestasi klinis
 Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,
yang mana akanmeningkatkan produksi mukus
 Mukus lebih kental.
 Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari
paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk
terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
 Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus
kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula
mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh
saluran nafas akan terkena.
 Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi
jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps,
dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi
ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
 Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan
ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2
 Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka
terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary.
 Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF

2) Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2002)
b. Etiologi
 Faktor tidak diketahui.
 Predisposisi genetic
 Merokok
 Polusi udara
c. Manifestasi klinis
 Dispnea
 Takipnea
 Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
 Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
 Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
 Anureksia
 Penurunan BB
 Kelemahan

3) Asma brochiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002)
b. Etiologi
 Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll).
 Infeksi saluran nafas
 Stress
 Olahraga (kegiatan jasmani berat)
 Obat-obatan
 Polusi udara
 Lingkungan kerja
 Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi klinis
 Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa
berat)
 Wheezing
 Batuk non produktif
 Takikardi
 Takipnea

C. Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah
partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas
ini termasuk

1) Asap rokok
a. Perokok aktif
b. erokok pasif

2) Polusi udara
a. polusi di dalam ruangan, asap rokok, asap kompor
b. polusi di luar ruangan, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan

3) Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)


a. infeksi saluran nafas bawah berulang
D. Patofisologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam
paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001)

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-


komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan


kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa


eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar,
2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi
mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2003)
Pathways
E. Manifestasi klinis
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,


sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali,
hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak
inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi
akut

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1) Batuk bertambah berat


2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan radiologi
2) Analisa gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
3) Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,
III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio
R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi
5) Laboratorium darah lengkap

G. Komplikasi
1) Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2) Asidosis respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3) Infeksi repiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea
4) Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini
5) Cardiac distritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6) Status asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

H. Penatalaksanaan
1) Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2) Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan:
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

3) Terapi jangka panjang di lakukan :


a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru
c. Fisioterapi

4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik


5) Mukolitik dan ekspektoran
6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

Anda mungkin juga menyukai